Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang akan diuraikan dalam bab ini yaitu keefektifan materi
ajar terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol yang diberi perlakuan berbeda. Kelas eksperimen dalam proses
pembelajarannya menggunakan materi ajar berbasis pemecahan masalah, sedangkan
kelas kontrol proses pembelajarannya menggunakan materi ajar berupa modul dari
penerbit. Hasil pengumpulan data dan penelitian yang telah dilakukan di SMA
Negeri 1 Wonogiri, pada mata pelajaran kimia materi larutan penyangga kelas XI
MIPA diperoleh hasil sebagai berikut.
4.1.1 Analisis Data Populasi
Analisis data tahap awal digunakan untuk mengetahui kondisi awal
populasi di kelas yang hendak dilakukan penelitian sebagai pertimbangan dalam
pengambilan sampel yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Data yang
digunakan dalam analisis tahap awal ini adalah nilai ulangan harian mata pelajaran
Kimia. Populasi dalam penelitian di SMA Negeri 1 Wonogiri ini adalah XI MIPA 1,
XI MIPA 2, dan XI MIPA 3
4.1.1.1 Uji Normalitas Data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data pada
populasi yang akan dijadikan sampel. Data dikatan normal apabila X2hitung< X2tabel.
Hasil uji normalitas data populasi dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Hasil Uji Normalitas Data Populasi


No Kelas X 2h itung X 2tabel Distribusi
1. XI MIPA 1 1,92 7,81 Berdistribusi normal
2. XI MIPA 2 4,68 7,81 Berdistribusi normal
3. XI MIPA 3 7,33 7,81 Berdistribusi normal
Hasil analisis di atas, diperoleh X2hitung untuk kelas XI IPA 1, XI IPA 2 dan XI
IPA 3 kurang dari X2tabel dengan dk = 3 dan α = 5% ,maka disimpulkan Ho diterima.
Hal tersebut berarti bahwa data populasi kelas tersebut berdistribusi normal. Teknik
yang digunakan dalam menentukan sampel yang berdistribusi normal tersebut yaitu
dengan menggunakan cluster random sampling. Hasil uji normalitas dan populasi
disajikan pada Lampiran 14,15, 16.

4.1.1.2 Uji Homogenitas Populasi


Uji homogenitas populasi bertujuan untuk mengetahui keseragaman
varians sampel yang diambil dari populasi yang sama. Uji ini digunakan untuk
mengetahui apakah kelas sampel memiliki tingkat varians yang sama atau tidak.
Hasil uji homogenitas disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 Hasil Uji Homogenitas Populasi


Data X 2h itung X 2tabel Kriteria
Nilai ulangan harian 5,38 5,99 Homogen

Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh X 2h itung kurang dari X 2tabel dengan dk =
4 dan α = 5% , maka dapat disimpulkan Ho diterima. Hal ini berarti bahwa kelima
kelas dalam populasi mempunyai varians yang sama (homogen). Hasil uji
homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 17.

Hasil analisis uji normalitas dan homogenitas data populasi menunjukkan


bahwa data berdistribusi normal dan homogen. Sehingga syarat metode cluster
random sampling terpenuhi. Pengambilan kelas sampel dilakukan secara acak,
sehingga diperoleh kelas XI MIPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIPA
3 sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen melakukan proses pembelajaran
menggunakan materi ajar berbasis pemecahan masalah, sedangkan kelas kontrol
melakukan proses pembelajaran menggunakan materi ajar berupa modul dari
penerbit.
4.1.2 Analisis Tahap Akhir

Analisis data tahap akhir bertujuan untuk menguji hipotesis dari penelitian.
Analisis tahap akhir menggunakan hasil post testkelas eksperimen dan kelas
kontrol. Analisis tahap akhir ini menggunakan uji normalitas, uji kesamaan dua
varian, dan uji perbedaan dua rataan.

4.1.2.1 Hasil Uji Normalitas Post test

Uji normalitas data berfungsi untuk mengetahui normalitas data yang akan
dianalisis, yaitu untuk melihat data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Data
yang digunakan untuk uji normalitas yaitu dengan menggunakan hasil post test.
Hasil uji normalitas hasil psot test ditampilkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Hasil Post test


Sampel X2hitung X2tabel Kriteria
Eksperimen 7,64 7,81 Normal
Kontrol 4,36 7,81 Normal

Hasil uji normalitas pada Tabel 4.3 dapat ditarik kesimpulan bahwa kelas
eksperimen dan kontol berdistribuasi normal karena X2hitung < X2tabel. Hasil
perhitungan uji normalitas hasil post test disajikan pada Lampiran 19 dan 20.

4.1.2.2 Uji Hipotesis

4.1.2.2.1 Uji Perbedaan Dua Rata-Rata (Uji t)


Ringkasan hasil uji perbedaan dua rata-rata data post test terangkum pada
Tabel 4.4.

Tabel 4. 4 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Posttest


Data Rata-Rata t h itung t tabel Keterangan
Posttest
Eksperimen 69,19 3,95 1,673 Rata-rata nilai berbeda
Kontrol 59,85
Berdasarkan Tabel 4.5 perhitungan uji perbedaan dua rata-rata satu
pihak kanan data post tets diperoleh thitungdengan derajat kebebasan 56 yaitu 3,95.
Harga thitunglebih besar daripada ttabe yaitu 1,673. Hal ini menunjukkan bahwa setelah
diberi perlakuan, nilai evaluasi (Posttest) kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
kontrol. Perhitungan uji perbedaan dua rata-rata satu pihak kanan data post test dapat
dilihat pada Lampiran 21.

4.1.2.3 Analisis Deskriptif Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Soal posttest yang berbentuk soal uraian digunakan untuk mengukur


kemampuan berpikir kreatif. Jawaban siswa dianalisis kemampuan berpikir kreatif
yang meliputi 4 indikator yaitu berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orsinil, dan
berpikir merinci. Berdasarkan analisis perolehan skor kemampuan berpikir kreatif
siswa untuk kedua kelas diperoleh hasil bahwa di kelas eksperimen 66 % dan pada
kelas kontrol 54% siswa berpikir lancar (Fluency), kelas eksperimen 67% dan kelas
kontrol 60% siswa berpikir luwes (Flexibility), kelas eksperimen 56% dan kelas
kontrol 59% berpikir orisinil (Originality), kelas eksperimen 61% dan kelas kontrol
60% berpikir merinci (Elaboration). Hasil analisis hasil posttest dapat dilihat pada
Lampiran 22.

4.1.3 Analisis Data Lembar Observasi Secara Deskriptif

Hasil analisis deskriptif kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dari hasil
analisis lembar observasi kemampuan berpikir kreatif siswa. Lembar observasi
tersebut terdiri dari 4 indikator kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu berpikir
luwes, lancar, original, dan elaborasi. Dalam pengelompokkan indikator tersebut
terdiri dari beberapa aspek yang mencerminkan indikator dari kemampuan berpikir
kreatif.
Analisis perhitungan penilaian kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan
hasil observasi terdapat pada Lampiran 20. Skor rata-rata untuk tiap indikator
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan hasil
observasi ditunjukkan pada Gambar 4.1.
1 2 3 4
0.95

91%
0.9

0.85 84%
82% 82% 82%

0.8 79% 79%


77%

0.75

0.7
Fluency Eksperimen
Flexibility Kontrol
Origimality Elaboration
nn
Gambar 4.1 Analisis Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kreatif
Hasil observasi kemampuan berpikir kreatif siswa untuk kedua kelas menunjukkan
bahwa kelas eksperimen 91% dan 81,7% pada indikator Fluency, kelas eksperimen
77% dan kelas kontrol 81,7% pada indikator Flexibility, kelas eksperimen 79% dan
kelas kontrol 82,2% pada indikator Originality, kelas eksperimen 79% dan kelas
kontrol 83,9% pada indikator Elaboration.

4.1.4 Analisis Deskriptif Data Tanggapan Siswa


Tanggapan siswa terhadap materi ajar berbasis pemecahan masalah pada
materi larutan penyangga diungkap melalui dua puluh satu pernytaan dalam angket.
Tanggapan siswa yang diharapkan meliputi sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pada pernyataan yang digunakan bersifat positif
dan negative. Analisis deskriptif data angket pernyataan positif dilakukan dengan
member bobot 4 untuk sangat setuju (SS), bobot 3 untuk setuju (S), bobot 2 untuk
tidak setuju (TS), dan bobot 1 untuk sangat tidak setuju (STS). Sedangkan pada
pernyataan angket negative bobot yang digunakan adalah sebaliknya. Analisis
deskriptif tanggapan siswa dilakukan dengan mengelmpokkan skor total tiap aspek
pernyataan tanggapan siswa dalam interval kelas dengan kriteria sangat baik sampai
tidak baik.
Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa tanggapan siswa terhadap
materi ajar berbasis pemecahana masalah sangat baik dengan persentase 3%, baik
dengan persentase 64%, dan cukup baik dengan persentase 33%. Visualisasi
persentase tanggapan siswa disajikan pada Gambar 4.2.

3%
33%

Sangat Baik
Baik
Cukup
Tidak Baik

63%

Gambar 4. 2 Persentase Tanggapan Siswa


Berdasarkan Gambar 4.3 diketahui persentase tanggapan siswa berada pada kriteria
sangat baik, baik, dan cukup baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa materi ajar berbasis
pemecahan masalah efektif terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.

4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan materi ajar larutan
penyangga berbasis pemecahan masalah terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di SMA Negeri 1 Wonogiri. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Wonogiri
tahun ajaran 2017/2018 yang terdiri dari atas tiga kelas dengan jumlah siswa
sebanyak 88 orang. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, peneliti terlebih dahulu
melakukan analisis terhadap populasi. Data yang digunkan dalam analisis populasi
adalah nilai ulangan harian mata pelajaran kimia. Hasil uji normalitas dan
homogenitas terhadap hasil ulangan harian menunjukkan bahwa data terdistribusi
normal dan populasi mempunyai tingkat yang sama (homogenitas). Pemilihan sampel
dipilih secara cluster random sampling yaitu kelas yang berdistribusi normal dan
homogen. Hasil penentuan sampel diperoleh kelas XI MIPA 2 sebagai kelas
eksperimen dan XI MIPA 3 sebagai kelas kontrol. Perlakuan untuk kelas eksperimen
diberikan materi ajar berbasis pemecahan masalah, sedangkan kelas kontrol
menggunakan materi ajar yang sudah disediakan sekolah.
Pada kelas eksperimen menggunakan materi ajar berbasis pemecahan
masalah. Materi larutan penyangga merupakan salah satu materi kimia yang abstrak
dalam penggambarannya. Materi ajar yang digunakan dalam penelitian ini berbeda
dari materi ajar yang sudah sering digunakan. Kelebihan materi ajar yang digunakan
dalam kelas eksperimen ini yaitu berbasis pemecahan masalah dimana didalamnya
berisi materi larutan penyangga beruapa ilustrasi-ilustrasi di dalam kehidupan sehari-
hari. Selain itu terdapat latihan-latihan soal yang sebelumnya terdapat cara / contoh
pengerjaannya. Gambar-gambar yang terdapat pada bahan ajar juga lebih banyak agar
siswa juga mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam larutan penyangga. lembar
diskusi yang dilampirkan juga membantu siswa dalam berpikir kreatif. Selain
menggunakan materi ajar berbasi pemecahan masalah, pada prosesnya digunakan
model pembelajan Problem Based Learning.
Model pembelajaran Problem Based Learning dipilih karena model
pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sekitarnya dan
sosial. Sebagaimana penelitian Aji Trihatmo, dkk (2012) bahwa model Problem
Based Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan konstribusi sebesar
33,69%. Kelas eksperimen memiliki presentase ketuntasan klasikal 93,8% dan
kontrol 85% dengan kata lain hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik daripada
kelas kontrol. Problem Based Learning memiliki tahapan-tahapan dalam
pelaksanaannya, yaitu orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa
untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, sehingga model ini dapat membantu siswa berpikir kreatif
dengan bantuan materi ajar yang memuat masalah-masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
Pada kegiatan pembelajarannya diawali dengan pemberian materi yang
dijelaskan oleh guru mengenai larutan penyangga. pemberian awal materi ini
bertujuan agar siswa tahu tentang larutan penyangga sebelum melakukan diskusi.
Tahap selanjutnya, siswa melakukan diskusi dengan anggota kelompoknya yang
sudah ditentukan untuk mendiskusikan lembar diskusi pada materi ajar yang
digunakan. Kemudian siswa menganalisis hasil diskusi yang sudah dilakukan dan
bertanya jika ada yang tidak paham maupun tidak dimengerti. Selanjutnya, siswa
memaparkan hasil diskusi didepan kelas dan menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok lain.
Materi ajar berbasis pemecahan masalah yang digunakan bertujuan untuk
memudahkan siswa dalam menerima pelajaran dengan bantuan materi ajar tersebut.
Di dalam materi ajar tersebut terdapat ilustrasi-ilustrasi di kehidupan sehari-hari dan
juga latihan soal yang diberikan agar lebih mudah dan lancar dalam mengerjakannya.
Untuk melihat kreatif siswa, diberikan tugas kelompok yang berupa diskusi yang
terdiri dari empat sampai lima siswa dalam kelompok. Nantinya hasil diskusi akan
disajikan didepan kelas. Materi ajar tersebut merupakan media dalam proses
pengukuran berpikir kreatif. Pengukuran kemampuan berpikir kreatif siswa
didasarkan pada empat indikator diantaranya yaitu kemampuan berpikir lancar
(fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir asli (originality), dan berpikir merinci
(elaboration).
Kelas kontrol menggunakan perlakuan yang berbeda dengan kelas
eksperimen. Pada kelas kontrol, pada proses pembelajarannya menggunakan Problem
Based Learning sama dengan kelas eksperimen. Materi ajar yang digunakan oleh
kelas kontrol menggunakan materi ajar yang biasa digunakan siswa di kelas.

4.2.1 Keefektifan PBL Menggunakan Materi Ajar terhadap Kemampuan


Berpikir Kreatif

Ada tidaknya pengaruh model pembelajaran PBL menggunakan materi ajara


berbasis pemecahan masalah dapat dilihat melalui analisis hasil posttest siswa dan
analisis observasi kemampuan berpikir kreatif.

1. Berdasarkan Postetst
Nilai untuk tiap item soal berpikir kreatif mempunyai rentang nilai 0-4. Skor
rata-rata untuk tiap indikator yang diperoleh dikelas eksperimen dan kontrol terdapat
pada Tabel 4.5.
Pada indikator fluency (berpikir lancar), kelas ekperimen memperoleh rata-
rata 66,07% (kategori baik) sedangkan kelas kontrol memperoleh 53,88% (kategori
baik). Pembelajaran berbasis masalah menggunakan materi ajar berbasis pemecahan
masalah yang diterapkan membiasakan siswa untuk menganalisis suatu permasalahan
dan memberikan banyak contoh. Hal ini terlihat dari jawaban siswa kleas eksperimen
yang sebagian besar terlihat lebih sistematis, lengkap dan dapat memberikan aplikasi
materi larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator kemampuan berpikir kreatif selanjutnya adalah flexibility (berpikir
luwes), perolehan skor rata-rata untuk kelas eksperimen dan kontrol adalah 67,41%
(kategori baik) dan 59,58% (kategori cukup). Pada proses pembelajaran di kedua
kelas diadakan diskusi kelompok. Kegiatan diskusi membuat siswa terbiasa untuk
memberikan solusi yang bervariasi dalam penyelesaian masalah.
Indikator yang ketiga yaitu originality (berrpikir orisinil). Kelas eksperimen
memperoleh skor rata-rata 55,95% (kategori cukup) sedangkan kelas kontrol
memperoleh skor rata-rata 58,88% (kategori cukup) . Perolehan di kedua kelas
tersebut memperoleh rata-rata skor yang sama dikarenakan pembelejaran ini
menuntut siswa untuk dapat memberikan ide atau solusi pemecahan masalah menurut
pemikiran sendiri yang sudah tersedia di dalam materi ajar yang diberikan . sehingga
ketika kita menjumpai suatu permasalahan dalam soal, siswa sudah terbiasa untuk
memberikan gagasan sesuai dengan pemahaman mereka.
Indikator kemampuan berpikir kreatif yang terakhir adalah elaboration
(berpikir merinci). Skor rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen pada indikator ini
yaitu 61,66% (kategori baik) sedangkan kelas kontrol memperoleh 59,58%(kategori
cukup). Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk dapat merinci
permasalahan yang kompleks menjadi sederhana dan memotivasi siswa untuk dapat
mengembangkan ide dari gagasan yang pernah ada. Sedangkan siswa kelas kontrol
masih kesulitan mencari kaitan atas suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
dengan materi. Mereka lebih terbiasa untuk menghapalkan sesuatu sehingga untuk
mengembangkan gagasan mereka masih kesulitan.
Menurut Suprijono (2009), pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan
di kelas eksperimen memicu terjadinya kolaborasi antar siswa dalam melakukan
penyelidikan atas permasalahan yang diberikan sehingga keterampilan berpikir siswa
dapat berkembang dengan baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari, dkk (2011) bahwa penerapan model Problem Based
Learning terbukti meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Mustika, dkk (2013) bahwa
kemmapuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran berbeda-beda. Hal ini
disebabkan karena perkembangan kreativitas didasari oleh potensi yang ada di dalam
diri individu dan ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi dengan
lingkungannya. Dilihat dari persentase siswa tiap indikator dalam penelitian Mustika
bahwa ciri berpikir kreatif paling tinggi rata-rata nilai persentasenya adalah berpikir
asli (originality) dengan nilai persentase sebesar 75% sedangkan ciri berpikir kreatif
paling sedikit rata-rata nilai persentasenya adalah keterampilan merinci (elaboration)
dengan nilai persentase sebesar 44,23%.
2. Berdasarkan Hasil Observasi
Lembar observasi yang digunakan terdiri dari 4 indikator kemampuan berpikir
kreatif. Setiap indikator mempunyai rentang penilaian 1-4. Hasil analisis observasi
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dan kontrol terdapat pada Tabel
4.7. Hasil penelatian menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai perolehan
skor rata-rata yang lebih rendah dibandingkan kelas kontrol untuk keempat indikator
kemampuan berpikir kreatif. Perbandingan perolehan skor rata-rata kemampuan
berpikir kreatif disajikan pada Gambar 4.2.
Indikator yang pertama yaitu fluency (berpikir lancar), kelas eksperimen
mendapat rata-rata persentase 91% sedangkan kelas kontrol 81,7%. Persentase rata-
rata kedua kelas tersebut dalam kategori sangat baik. Siswa kelas eksperimen terlihat
lebih lancar dalam menganalisis permasalahan ketika diskusi berlangsung.
Kekompakan tampak saat mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah, siswa
terlihat antusias dalam memberikan ide sebagai solusi atas permasalahan.
Pada indikator flexibility (berpikir luwes), kelas eksperimen memperoleh
persentase rata-rata yang lebih rendah dibandingkan kelas kontrol. Kelas kontrol
memperoleh persentase rata-rata 81,7% diamana kelas ini dikategorikan sangat baik,
sedangkan kelas eksperimen memiliki persentase rata-rata 77% dengan kategori baik.
Dalam pelaksanaan diskusi di kedua kelas tersebut sudah baik. Mayoritas siswa sudah
berusaha memunculkan ide-ide dan dapat menggolongkan sesuatu berdasarkan
informasi yang diperoleh.
Pada indikator originality (berpikir orisisnil), kelas eksperimen memiliki
persentase rata-rata 79% dengan kategori baik, sedangkan pada kelas kontrol
memiliki persentase rata-rata 82% dengan kategori sangat baik. Pada pelaksanaan
diskusi, siswa kelas kontrol terlihat lebih antusias melakukan diskusi. Hal ini terlihat
dari peran aktif siswa dalam memberikan argument ataupun ide dalam kelompoknya.
Mereka terlihat percaya diri ketika menyampaikan gagasan hasil pemikiran mereka
kepada teman maupun guru.
Hasil analisis indikator elaboration (berpikir merinci) persentase rata-rata yang
diperoleh untuk kelas eksperimen dan kontrol masing-masing 79% dan 83,9%.
Peolehan skor rata-rata kedua kelas tersebut termasuk dalam kategori baik untuk
kelas eksperimen dan sangat baik untuk kelas kontrol. Siswa sudah mampu merinci
masalah dan mengembangkan ide ketika diskusi. Hal ini terlihat ketika siswa dapat
menjelaskan dengan sistematis informasi yang diperoleh dan juga dapat menyaring
informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dalam menyelesaikan permasalahan.
Pada kelas eksperimen terlihat bahwa skor yang diperoleh lebih rendah dari kelas
kontrol dikarenakan pada kelas eksperimen sebagian siswa belum Nampak
perencanaan dalam pemecahana masalah diskusi sehingga belum terkoordinasi
dengan baik. Terdapat siswa yang mengerjakan soal diskusi banyak dan ada yang
hanya mengerjakan sedikit.
Hasil observasi kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas eksperimen dan
kontrol menunjukkan bahwa kelas eksperimen 3,65% siswa termasuk sangat kreatif,
3,13% dalam kategori kreatif, sisanya 3,22% siswa dikategorikan cukup kreatif .
Sedangkan untuk kelas kontrol, 3,29% siswa dalam kategori kreatif, dan sisanya
termasuk kedalam kategori cukup kreatif. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Yuliana (2015) bahwa pembelajaran dengan bahan ajar
berbasis pemecahan masalah efektif dalam pembelajaran.
Kemampuan berpikir kreatif siswa lebih nampak melalui analisis jawaban
posttest. Hal tersebut dikarenakan jawaban yang tertulis merupakan hasil pemikiran
siswa itu sendiri. Jawaban tersebut lebih obyektif untuk dinilai dibandingkan dengan
hasil observasi ketika diskusi. Sedangkan pada proses observasi, siswa akan berusaha
untuk tetap bersikap yang baik ketika diamati oleh observer. Sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil observasi kurang efektif jika digunakan sebagai bahan acuan
untuk menilai kemampuan berpikir kreatif siswa.
Berdasarkan analisis kemampuan berpikir kreatif siswa melalui jawaban
posttest dan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa pembelajara Problem Based
Learning menggunakan materi ajar berbasis pemecahan masalah efektif terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa. Materi ajar yang digunakan dalam pembelajaran
tersebut efektif untuk digunakan pada proses pembelajaran materi larutan penyangga.
Hal tersebut memudahkan siswa menemukan keterkaitan antara peristiwa yang ia
temui dikehidupan sehari-hari dengan materi yang dipelajari. Problem Baesd
Learning membuat siswa belajar mandiri dalam proses pemecahan masalah. Namun,
pembelajaran Problem Based Learning masih mempunyai beberapa kekurangan
diantaranya kesulitan guru dalam mengajak siswa memecahkan masalah dan waktu
yang diperlukan relative panjang.

4.2.2 Tanggapan Siswa Terhadap Materi Ajar Berbasis Pemecahan Masalah

Tanggapan siswa terhadap materi ajar berbasis pemecahan masalah yang telah
dilakukan di kelas eksperimen diukur dengan menggunakan lembar angket. Angket
memiliki empat tingkattan tanggapan mulai dari sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. aspek tanggapan yang ingin diungkap meliputi enam aspek
tersebar dalam dua puluh satu butir pernyataan angket. Penyebaran angket dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa terhadap materi ajar
berbasis pemecahana masalah pada materi larutan penyangga. Hal ini dilakukan
supaya pendapat siswa yang diberikan apa adanya sesuai kenyataan dalam proses
pembelajaran.

Hasil analisis angket diperoleh bahwa 3,33% menunjukkan sangat baik;


63,33% menunjukkan baik; dan 33,33% menunjukkan cukup baik. Hasil analisis
angket tersebut menunjukkan bahwa siswa merespon baik terhadap penggunaan
materi ajar berbasis pemecahana masalah dalam proses pembelajaran. Hal ini
didukung dengan nilai posttest kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen yang
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Secara keseluruhan materi ajar berbasis pemecahan masalah mendapat


tanggapan yang positif dari siswa. Materi ajar yang digunakan dalam pembelajaran
Problem Based Learning mampu memunculkan kemampuan berpikir kreatif siswa
dan memberikan siswa untuk mampu memecahkan masalah melalui langkah-langkah
penyelesaian yang sistematis. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semua siswa
memberikan penilaian sangat baik, baik, dan cukup baik terhadap materi ajar berbasis
pemecahan masalah. Tidak ada siswa yang memberikan penilaian tidak baik terhadap
materi ajar berbasis pemecahana masalah. Sehingga hal ini membuktikan siswa
tertarik terhadap materi ajar berbasis pemecahan masalah.

Anda mungkin juga menyukai