Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Materi Ajar
Materi ajar atau bahan ajar merupakan alat yang digunakan siswa ketika melakukan
kegiatan pembelajaran. Materi ajar memiliki peran penting bagi guru dan siswa. Guru akan
mengalami kesulitan dalam meningkatakan efektivitas pembelajarannya jika tanpa disertai bahan
ajar atau materi ajar yang lengkap. Begitu pula bagi siswa, tanpa adanya materi bahan ajar siswa
akan mengalami kesulitan dalam belajarnya (Yuliana, 2015).
Keterangan-keterangan guru, uraian-uraian yang harus disampaiakan guru, dan
informasi yang harus disajikan guru dihimpun di dalam materi ajar. Dengan demikian, guru juga
akan dapat mengurangi kegiatannya menjelaskan pelajaran, memiliki banyak waktu untuk
membimbing siswa dalam belajar (Nugroho & Wahyuningsih, 2013). Dengan materi ajar yang
ada, siswa yang lambat dalam belajar akan dapat mempelajari materi ajarnya berulang-ulang
sehingga akan memahami semua yang diajarkan di dalam kegiatan pembelajaran.
Tanpa adanya materi ajar, baik siswa maupun guru akan kesulitan dalam proses
pembelajarannya. Oleh sebab itu, materi ajar dianggap sebagai bahan yang dimanfaatkan, baik
oleh guru maupun siswa, sebagai suatu upaya untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Dalam
penelitian ini, nantinya materi ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran adalah
materi ajar yang berbasis pemecahan masalah.
2.1.2 Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah atau Problem Solving adalah suatu metode pembelajaran dengan
memecahkan suatu permasalahan. Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada
upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan
segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-
masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari (Wena, 2009).
Kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, tidak terlepas dari tujuan
pembelajaran itu sendiri. Salah satu tujuan kognitif yang paling penting dari pembelajaran dalam
setiap konteks kependidikan adalah pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah
kemampuan yang diperlukan di dunia yang berteknologi maju (Howel, 2009). Kemampuan
pemecahan masalah harus dimiliki siswa untuk melatih agar terbiasa menghadapi berbagai
permasalahn (Effendi, 2012).
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu
masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang tepat dan cermat. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan
masalah, memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan dan membangkitkan
sistem problematik, yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasai (Djamarah, 2002).
Malik & Iqbal (2011) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses dimana
siswa dapat menemukan hubungan antara pengalaman sebelumnya dari masalah-masalah yang
dihadapi dan kemudian menemukan sebuah solusi dari maslah tersebut. Seorang guru perlu
memperbaiki strategi dan proses pembelajran yang berbasis pemecahan masalah untuk
meningkatkan aktivitas siswa dari metode teacher centered menjadi student centered (Rusmiati
& Yulianto, 2009).
Pemecahan masalah membutuhkan langkah-langkah yang sistematik, yaitu:
a. Siswa menghadapi masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu
b. Siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifik atau
terperinci
c. Siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas
masalah tersebut, yang masih perlu diuji kebenarannya
d. Siswa mengumpulkan dan mengolah datadengan teknik dan prosedur tertentu
e. Siswa menguji hipotesis berdasrkan data atau informasi yang telah dikumpulkan dan diolah
f. Menarik kesimpulan berdasarkan penguji hipotesis, dan jika cara ujiannya salah maka ia
kembali ke langkah 3 dan 4 dan seterusnya
g. Siswa menerapkan hasil pemecahan masalah pada situasi baru
(Hamalik, 2008)
2.1.3 Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah mempunyai tujuan untuk mengembangkan dan
menerapkan kecakapan yang penting yaitu pemecahan masalah berdasarkan keterampilan belajar
sendiri atau kerjasama kelompok dan memperoleh pengetahuan yang luas (Putra, 2012).
Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas
yang menerapkan PBL, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata.
Model PBL adalah suatu model yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sekitarnya dan sosial
(Sudarmin 2015).
Problem Based Learning dimulai dengan mewajibkan siswa mengerjakan masalah
kehidupan nyata, yang biasanya rumit, tidak terstruktur, dan melibatkan konten interdisipliner.
Pada tahap ini, siswa umum memiliki pengetahuan domain terdahulu yang terbatas, karena
pengetahuan domain belum diberikan kepada mereka. Selama proses pemecahan masalah, yang
sebaiknya dilakukan dalam kelompok yang dipandu oleh fasilitator yaitu guru. Setelah
mengumpulkan tujuan dari masalah ini, para siswa harus mengembangkan dan merumuskan
beberapa strategi yang layak untuk memecahkan masalah dan menentukan informasi apa yang
mereka butuhkan untuk dikumpulkan dan metodologi mana yang harus mereka terapkan. Dalam
proses mencari solusi, para siswa terus mengumpulkan dan memproses informasi yang mungkin
terkait dengan masalah tersebut. Akhirnya, semua siswa diminta untuk mendiskusikan dan
mengevaluasi solusi akhir mereka dengan bantuan fasilitator (Sern, 2015).
Adapun langkah-langkah model Problem Based Learning yang digunakan dalam proses
pembelajaran ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning
Fase Indikator Aktifitas/ Kegiatan Guru
1 Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistik yang diperlukan,
pengajuan masalah, memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah yang
dipilihnya
2 Mengorganisasikan siswa untuk Guru membantu siswa
belajar mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
3 Membimbing penyelidikan Guru mendorong siswa untuk
individual maupun kelompok mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapat
penjelasan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam
menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
video, model, dan membantu
mereka untuk berbagai tugas
dengan kelompoknya
5 Menganalisa dan mengevaluasi Guru membantu siswa melakukan
proses pemecahan masalah refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dalam
proses-proses yang mereka
gunakan.
Tujuan dari Problem Based Learning adalah untuk mengembangkan keterampilan
tangan dan kemampuan berpikir siswa serta melatih siswa untuk dapat menerapkan materi
pembelajaran dengan masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

2.1.4 Kemampuan Berpikir Kreatif


Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam
pembelajaran disekolah. Berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan
bermacam-macam kemungkinan ide dan cara secara luas dan beragam. Dalam menyelesaikan
suatu persoalan, apabila menerapkan berpikir kreatif akan menghasilkan banyak ide yang
berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Kreatif berhubungan dengan penemuan sesuatu,
mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada
(Slameto, 1995).
Adapun kriteria penilaian kreatif berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kreatif, yaitu
kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan kerincian (elaborasi). Indikator berpikir kreatif dalam
penelitian ini adalah:
1. Berpikir lancar
a. Menghasilkan banyak gagasan / jawaban yang relevan
b. Arus pemikiran lancar
2. Berpikir luwes
a. Menghasilkan gagasan-gagasan yang bervariasi
b. Mampu mengubah cara atau pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda-beda
3. Berpikir orisinil
Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang diberikan
kebanyakan orang.
4. Berpikir terperinci (elaborasi)
a. mengembangkan, menambah, dan memperkaya suatu gagasan
b. memperinci detail-detail
c. memperluas suatu gagasan
(Munandar, 2012)
Berdasarkan uraian indikator tersebut, maka peneliti menggunakan indikator-indikator
kemampuan berpikir kreatif siswa dengan penjelasan sebagai berikut:

1) Berpikir lancar (Fluent thinking)


Berpikir lancar adalah ketika seseorang mampu memikirkan cara menyelesaikan
sebuah permasalahan dengan cepat. Misalnya, siswa yang berpikir lancar akan
dengan cepat menyelesaikan soal yang dikerjakannya.
2) Berpikir luwes (Flexible thinking)
Berpikir luwes adalah ketika seseorang mampu memikirkan lebih dari satu ide dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan. Misalnya, seseorang siswa bisa menyelesaikan
satu soal dengan lebih dari satu cara
3) Berpikir orisinil (Original thinking)
Berpikir orisinil adalah kemampuan untuk memikirkan gagasan atau ide baru dalam
sebuah permasalahan. Misalnya, siswa dapat memberikan banyak gagasan atau usul
dalam sebuah diskusi
4) Kemampuan mengelaborasi (Elaboration ability)
Kemampuan mengelaborasi adalah kemampuan seseoarang untuk menjabarkan
sebuah hal sederhana ke definisi yang lebih luas. Misalnya, siswa dapat menjabarkan
materi dengan detail pada saat presentasi
2.1.5 Materi Pokok Kelas XI Larutan Penyangga
Larutan penyangga merupakan salah satu materi kimia kelas XI IPA semester genap.
Materi ini memiliki Kompetensi Dasar (KD) yang digunakan yaitu menjelaskan prinsip kerja,
perhitungan pH, dan peran lautan penyangga dalm tubuh makhluk hidup ; membuat larutan
penyangga dengan pH tertentu.
2.1.5.1 Pengertian Larutan Penyangga
Larutan penyangga disebut juga larutan penahan. Larutan penyangga dapat terbentuk dari
asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan penyangga
mempunyai pH yang relatif tidak berubah jika ditambah sedikit asam atau basa, atau diencerkan
dengan air. Larutan penyangga dengan pH lebih kecil dari 1 dapat dibuat dari asam lemah dan
basa konjugasinya, sedangkan larutan penyangga dengan pH lebih besar dari 7 dapat dibuat dari
basa lemah dengan asam konjugasinya. Larutan penyangga akan berfungsi sebagai penahan pH
yang baik jika, [asam]/[garam] atau [basa]/[garam] antara 0,1-10, karena daerah tersebut adalah
daerah penyangga yang artinya masih efektif untuk menahan pH.
Kapasitas buffer didefinisikan sebagai jumlah mol per liter asam atau basa monobasa
kuat yang diperlukan untuk menghasilkan peningkatan atau penurunan satu unit pH didalam
larutan. Kapasitas buffer dipengaruhi oleh dua hal yaitu :
a. Jumlah mol komponen penyangga
Semakin banyak jumlah mol komponen penyangga, semakin besar kemampuan untuk
mempertahankan pH.
b. Perbandingan mol komponen penyangga
Perbandingan mol antara komponen-komponen penyangga sebaiknya antara 0,1-10.
2.1.5.2 Komponen Larutan Penyangga
Larutan penyangga dibedakan atas larutan penyangga asam dan larutan penyangga
basa.
1. Larutan penyangga asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH< 7). Larutan penyangga asam
mengandung suatu asam lemah (HA) dengan basa konjugasinya (A -). Basa konjuzgasi
merupakan basa yang berasal dari asam setelah kehilangan H+. Contoh:

CH3COOH(aq) ⇌ CH3COO-(aq) + H+(aq)

CH3COONa(aq) → CH3COO-(aq)+ Na+(aq)


Dalam reaksi tersebut, CH3COOH merupakan asam lemah sedangkan CH3COO-
merupakan basa konjugasi. Campuran asam lemah CH3COOH dan basa konjugasinya,
yaitu ion CH3COO- membentuk larutan penyangga. Dalam pembentukan larutan
penyangga ini, ion CH3COO- dapat berasal dari garam CH3COONa, CH3COOK, atau
(CH3COO)2Ba, atau garam lain dari campuran basa konjugasi dengan basa kuat.
2. Larutan penyangga basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH> 7). Larutan penyangga
basa mengandung basa lemah (B) dengan asam konjugasinya (BH+). Contoh:
NH4OH ⇌ NH4+(aq) + OH- (aq)
NH4Cl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq)

Campuran basa lemah NH4OH dan asam konjugasinya yaitu ion NH4+ membentuk
larutan penyangga. Dalam pembentukan larutan penyangga, ion NH4+ dapat berasal
dari garam NH4Cl, NH4Br, (NH4)2SO4, atau garam dari campuran asam konjugasi
dengan asam kuat
2.1.5.3 Prinsip kerja larutan penyangga
Jika ke dalam larutan penyangga ditambahkan sedikit asam, asam tersebut akan bereaksi
dengan zat yang bersifat basa. Begitu juga sebaliknya, jika ditambahkan sedikit basa, basa
tersebut akan bereaksi dengan zat yang bersifat asam.
1. Pengaruh penambahan sedikit asam atau sedikit basa terhadap larutan penyangga. Sebagai
contoh, larutan penyangga yang terbentuk dari asam lemah CH3COOH dan basa
konjugasinya (ion CH3COO-). Jika kedalam campuran tersebut ditambahkan sedikit asam,
misalnya HCl akan terjadi reaksi berikut:
CH3COO-(aq) + HCl → CH3COOH(aq)+ Cl-(aq)
Berdasarkan reaksi ini, berarti jumlah basa konjugasi (ion CH3COO-) akan berkurang dan
asam lemah CH3COOH akan bertambah. Mekanisme penambahan asam ke dalam larutan
penyangga akan menurunkan konsentrasi basa konjugasi dan meningkatkan konsentrasi
asam. Perubahan ini tidak menyebabkan perubahan pH yang besar.Jika ke dalam campuran
tersebut ditambahkan sedikit NaOH akan terjadi reaksi berikut:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COO-(aq) + Na+(aq) + H2O(l)
Berdasarkan reaksi tersebut, berarti jumlah asam lemah CH 3COOH akan berkurang dan basa
konjugasi (ion CH3COO-) akan bertambah. Seperti pada penambahan sedikit asam,
perubahan ini tidak menyebabkan perubahan pH yang besar.Contoh lain, larutan penyangga
dari campuran basa lemah NH4OH dan asam konjugasinya (ion NH4+). Setiap penambahan
asam akan bereaksi dengan zat yang bersifat basa dan setiap penambahan basa akan bereaksi
dengan zat yang bersifat asam.
Jika ke dalam campuran tersebut ditambahkan sedikit asam, misalnyaHCl akan terjadi reaksi
sebagai berikut:
NH4OH(aq) + HCl(aq) → NH4+(aq) + Cl-(aq) +H2O(l)
Jika kedalam campuran tersebut ditambahkan basa, misalnya NaOH akan terjadi reaksi
berikut:

NH4 +(aq) + NaOH(aq)→ NH4OH(aq) + Na+(aq)


Pengaruh penambahan sedikit asam atau sedikit basa terhadap campuran basa lemah dan
asam konjugasinya, praktis tidak mengubah pH larutan penyangga tersebut selama
penambahan asam atau basa tersebut tidak sampai menghabiskan salah satu komponen
buffer.
2. Pengaruh pengenceran terhadap larutan penyangga
Derajat keasaman atau pH suatu larutan penyangga ditentukan oleh komponen-
komponennya. Dalam perhitungan pH larutan penyangga, komponen-komponen tersebut
membentuk perbandingan tertentu. Jika campuran tersebut diencerkan, harga
perbandingan komponen-komponen tersebut tidak berubah sehingga pH larutan
penyangga juga praktis tidak berubah. Berapapun tingkat pengenceran larutan penyangga,
secara teoritis tidak akan mengubah harga pH.
2.1.5.4 Perhitungan pH Larutan Penyangga
1. Larutan Penyangga Asam

[ asamlemah ]
[H+] = Ka x
[ basa konjugasi ]

mol asam lemah


= Ka x
mol basa konjugasi
mol asamlemah
pH = pKa – log [ mol basa konjugasi ]
Keterangan: Ka= tetapan ionisasi asam lemah
2. Larutan Penyangga Basa
[ basa lemah ]
[OH-] = Kb x
[ asamkonjugasi ]

mol basa lemah


= Kb x
mol asam konjugasi

mol basa lemah


pOH = pKb – log [ mol asam konjugasi ]
pH = 14 – pOH

Keterangan: Kb= tetapan ionisasi basa lemah


2.1.5.5 Fungsi Larutan Penyangga
Larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup diantaranya:
1. Kerja enzim hanya efektif pada pH tertentu, berarti memerlukan sistem penyangga
2. Dalam sel tubuh diperlukan sistem penyangga dari pasangan H2PO4- dan HPO42-.
Penyangga fosfat juga terdapat dalam air ludah
3. Untuk mempertahankan pH darah sekitar 7,3-7,5 diperlukan sistem penyangga dari
H2CO3 dan HCO3-.
Sedangkan larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari atau buatan diantaranya:
1. Larutan penyangga dalam obat-obatan: Aspirin sebagai obat penghilang rasa nyeri
mengandung asam asetilsalisilat. Vaksin kolera oral jenis CVD 103-HgR (Mutachol)
diminum dengan buffer yang mengandung natrium bikarbonat, asam askorbat, dan
laktosa untuk menetralisir asam lambung.
2. Larutan penyangga dalam industri: larutan penyangga digunakan di industri
fotografi, penanganan limbah, penyepuhan dan juga makanan. Agar materi organik
dapat dipisahkan pada proses penanganan limbah, pH harus berkisar 5-7,5. Limbah
layak dibuang ke air laut jika 90% padatan telah dipisahkan dan sudah ditambah
klorin. Sedangkan pada industri minuman berkarbonasi terdapat ion phospat yang
mempertahankan pH minuman tersebut, sehingga minuman dapat tahan lebih lama
dalam penyimpanan.
(Purba, 2006)

2.1.6 Keefektifan
Keefektifan berasal dari kata efektif yang artinya dapat membawa hasil. Keefektifan
adalah suatu keadaan yang berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam
perbuatan yang dapat membawa hasil. Dalam penelitian ini, keefektifan yang dimaksud adalah
adanya pengaruh dari media belajar yang digunakan pada kemampuan berpikir serta model
pembelajaran yang dilakukan.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam
pengorganisasian dan penentuan informasi siswa tidak hanya pasif dalam menerima pengetahuan
yang diberikan oleh guru. Hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi, tetapi juga akan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Pembelajaran dikatakan efektif jika siswa dipandang tuntas belajar. Seorang siswa
dikatakan tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai
tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Keberhasilan kelas dilihat
dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal sekurang-kurangnya 85%
dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebuttelah mencapai ketuntasan belajar (Mulyasa, 2007).
Pada penelitian ini pembelajaran menggunakan media materi ajar dikatakan efektif jika
nilai evaluasi pada akhir pembelajaran kelas eksperimen berbeda secara signifikandengan kelas
kontrol. Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir kreatif dalam keefektifan materi ajar berbasis
pemecahan masalah ini diukur dengan soal uraian yang menggunakan indikator kemampuan
berpikir kreatif diantaranya: kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan


Penelitian oleh Wulandari, dkk (2011) mengenai pembelajaran berbasis PBL yang
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan penguasaan konsep pada materi
larutan penyangga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment
(eksperimen semu) dengan design penelitian yang digunakan adalah only posttest control design.
Hasil yang didapatkan adalah mengalami peningkatan pada kemampuan berpikir lancar pada
LKS96,5%; pada kemampuan berpikir luwes mengalami ketercapaian 78%; pada kemampuan
berpikir merinci (elaborasi) mengalami ketercapaian 86%; pada kemampuan berpikir orisinil
mencapai 50%
Penelitian lain oleh Yuliana, dkk (2015) mengenai penerapan bahan ajar yang berbasis
problem solving terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen
semu. Hasil yang ditunjukkan dalam penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan hasil
belajar kognitif yang signifikan yaitu, 93,42% pada kelas eksperimen dan kontrol sebesar
72,37% dari SMAN 2; kelas eksperimen 90,54% dan kelas kontrol 68,92% dari SMAN 4;
sedangkan kelas eksperimen 91,30% dan kelas kontrol 76,19% dari SMAN 12 di Banjarmasin.
Terdapat perbedaan aktivitas antara siswa dengan pembelajaran konvensional dengan
pembelajaran bahan ajar berbasis model problem solving dan responnya memperoleh nilai yang
positif.
Penelitian oleh Awang, dkk (2008) mengenai pendekatan keterampilan berpikir kreatif
melalui pembelajaran berbasis masalah pendagogi dan praktik di kelas teknik yang
menggunakan metode eksperimen semu dimana subjek yang digunakan adalah mahasiswa
diploma teknik sipil di Malaysia.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kreativitas yang terbentuk
ditandai dengan skor tertinggi pada indikator orisinil dan kefasihan (lancar). Pada kelas
eksperimen yang menggunakan Problem Based Learning dengan 58,91% nilai posttest pada
fluency; sedangkan pada kelas kontrol 49,88%. Pada aspek orisinil kelas eksperimen 46,77%;
pada kelas kontrol 40,22%. Pada aspek keluwesan 39,19% pada kelas eksperimen, sedangkan
30,51% pada kelas kontrol. Skor tertinggi pada kelancaran menunjukkan bahwa siswa mampu
menghasilkan sejumlah besar gagasan sebagai respon terhadap situasi pemecahan masalah.

2.3 Kerangka Berfikir


Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan penting dalam pendidikan. Di dalam sebuah
kegiatan pembelajaran terdapat komponen-komponen yang penting yang nantinya akan
melancarkan proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut yaitu pendidik, peserta didik,
media pembelajaran, serta model pembelajaran yang digunakan sehingga akan tercapai
keefektifan dalam pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif ketika peserta didik belajar
secara aktif sehingga potensi dalam diri peserta didik dapat tergali secara maksimal.
Pembelajaran kimia dengan materi ajar berbasis pemecahan masalah jarang digunakan di SMA 1
Wonogiri. Penelitian ini mengacu pada masalah tersebut. Materi ajar yang nantinya akan
digunakan adalah materi ajar berbasis masalah yang nantinya akan membantu siswa dalam
berpikir kreatif, dengan memanfaatkan apa yang ada dilingkungan sekitar. Secara ringkas
kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Kemampuan berpikir kreatif masih rendah


2. Metode yang digunakan kurang tepat, peserta didik cenderung pasif
3. Materi larutan penyangga bersifat abstrak
4. Bahan ajar yang digunakan belum memuat pemecahan masalah

Pembelajaran yang dilakukan harus memberikan kesempatan kepada peserta


didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, berlatih mencari
atau menemukan, mengemukakan ide/gagasan, dan menguraikan persoalan.

Penerapan model pembelajaran Penerapan model


berbasis masalah dengan bantuan pembelajaran berbasis
materi ajar berbasis pemecahan masalah dengan bantuan
masalah materi ajaryang digunakan
oleh guru

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Posttest

Pengaruh materi ajar berbasis pemecahan masalah pada materi larutan


penyangga
Larutan penyangga terhadap
sangat kemampuan
erat kaitannya berpikir
dengan kreatif siswa.
kehidupan sehari-hari, terdapat konsep-
konsep yang dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu penting bagi siswa untuk
Gambar 2.sehingga
mengusai konsep larutan penyangga 1 Kerangka Berpikir
natinya akan dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi ajar tersebut nantinya akan membantu guru dalam penyampaian
materi larutan penyangga dimana memuat materi serta konsep yang dikemas sedemikian rupa
sehingga akan mempermudah siswa memahami materi tersebut dan juga akan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

2.4 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas maka peneliti dapat
merumuskan hipotesisnya yaitu materi ajar berbasis pemecahan masalah efektif pada kemampuan
berpikir kreatif dalam Problem Based Learning siswa SMA Negeri 1 Wonogiri.

Anda mungkin juga menyukai