Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
209012472
Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik Kerusakan pada antibodi
Poliuiri Retensi urine Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan Tubuh menurun
Keteasidosis
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
6. Klasifikasi
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2016). Canadian Diabetes Association (CDA)
2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses
autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1
rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan
diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di
negara berkembang (IDF, 2015).
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2016). Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM
di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya
faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,
2016).
3) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa
darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2016). Wanita dengan diabetes
gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat
melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa
depan (IDF, 2014).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2014).
7. Gejala Klinis
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita.
Gejala-gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita
dengan penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala
yang khas penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah
dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).
Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah banyak
makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria).
Keadaan DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala
akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.
Jika anda menderita diabetes dan sudah diberikan obat pengontrol gula darah,
maka kadar gula darah anda juga diharapkan terus di angka normal. Bila terus
di angka normal, bisa dibilang penyakit diabetes anda terkendali dan beresiko
rendah untuk mengalami komplikasi.
d. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin,
vitamin C dan beberapa antibiotic,adanya kelainan ginjal pada lansia dimana
ambangginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukan bahwa ambang
ginjal terhadap glukosa terganggu.
e. Pemeriksaan Ketone Urine
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak,dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya
ketonuria menunjukan adanya ketoasidosis.
f. Pemeriksaan Hemoglobin Glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin (HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukan kadar glukosa rata-
rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c
digunakan untuk mengkaji control glukosa jangka panjang, sehingga dapat
memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh
kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan
diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan dilakukan 2kali dalam setahun bagi pasien DM.kadar yang
direkomendasikan oleh ADA < 7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005:
ignativicius dan workman, 2006).
g. Pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI)
ABPI adalah test non invansive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik
kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah
sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held
vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang
mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri
sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau
mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk
ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau
edema.
Dalam penentuan nilai ABPI kadang ditemukan darah sistolik false tinggi
ditemukan pada pasien diabetic. Hal ini disebabkan tekanan manset
tidakmampu menekan pembuluh darah distal yang mengalami kalsifikasi.
9. Prognosis
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gulanya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c <
7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan
mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama.
Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita
diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun
telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit
kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf
(neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk
pencegahan DM (Khardori, 2017).
10. Penatalaksanaan
Farmakologi
a. Obat hipoglikemik oral
1) Golongan sulfonylurea atau sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan
obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi
insulin oleh sel-sel beta prankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita Dm tipe 2 dengan berat badan berlebihan.
2) Golongan biguanad atau metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dan jaringan (glukosa perifer ) dianjurkan sebagai
obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
3) Golongan inhibitor alfa glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula disaluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada Dm tipe 1 yang human monocommponent insulin(40 UI dan 100
UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid injeksi insulin dapat
diberikan kepada penderita Dm tipe 1 yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti
DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan
obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hyperosmolar
asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat,
wanita hamil dengan gejala Dm yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis insulin
Insulin kerja cepat
Jenisnya adalah regular insulin,cristalin zink, dan semilente
Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH ( netral protamine hagerdon)
Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (protamine Zinc insulin)
Non Farmakologi
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makanan walaupun
telah mendapat penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50% pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu yang
seimbang dengan komposisi idealnya sekitar 60% karbohidrat, 20%lemak dan
12% protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mecegah
agar berat badan ideal dengan cara :
Kurangi kalori
Kurangi lemak
karbohidrat komplek
Perbanyak konsumsi serat
Tips diet:
Makan 3kali makanan utama dan 2-3 kali selingan per hari
Makan selingan yang rendah kalori, seperti kolang-kaling, cincau, agar-
agar dll
Hindari kebiasaan minum sari buah secara berlebihan, khususnya pada
pagi hari dan gantikan dengan minuman berserat seperti blender
ketimun, melon, dan semangka (bagian yang putih disertakan), apel
Sertakan rebusan buncis atau sayuran lain yang dapat menurunkan kadar
gula darah dalam menu sayuran, sedikitnya 2 kali seminggu
Biasakan sarapan dengan sereal tinggi serat, seperti havermut, kacang
ijo, jagung sebus, atau roti bekatul setiap hari
Hindari penambahan gula pasir pada minuman atau makanan
Biasakan berjalan sedikitnya 3 kali seminggu selama > 30 menit
b. Olahraga dan senam kaki
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
terlalu berat.
11. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
menurut Smeltzer (2010) yaitu :
a) Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cikupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
b) Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Komplikasi Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa dalam darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal
menjadi menurun sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
b. Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati.
Katarak juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa.
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf
otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol
dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf.
2) Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh
tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung koroner
atau stroke.
b. Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik
keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai
dari celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku
kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada daerah –daerah
yang terkena trauma
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien,
umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat.
Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur,
karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus
tipe II pada umur diatas 40 tahun.
2) Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan
gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan
turun.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus
misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga atherosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada
anaknya.
4) Pola Aktivitas
a. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
b. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur
dan waktu tidur penderita
d. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati
rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
g. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
h. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
5) Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran
masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
6) Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Resiko syok
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas jaringan
6. keletihan
3. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan perifer
- Circulation status Peripherasi sensation
- Tissue perfusion : management (manajemen
cerebral sensasi ferifer)
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
involunter
2 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 2 x NIC Label :
kebutuhan tubuh 24 jam diharpakan : 1. Nutritional Monitoring
- Pantau berat badan pasien
NOC Label :
- Pantau turgor kulit
1. Nutritional status
- Identifikasi abnormalitas
- Intake nutrient
kulit (perdarahan, terlalu
- Intake makanan
banyak memar,
- Intake cairan
penyembuhan luka yang
- Tenaga
buruk)
- Rasio berat badan dan
- Identifikasi abnormalitas
tinggi badan
rambut (kering, rapuh,
- Hidrasi
rontok)
Ket :
- Identifikasi abnormalitas
skala 1 = penyimpangan kuku (bentuk sendok,
parah rapuh, berpuncak runcing)
2. Nutritional Status :
2. Nutrition Management
Nutrient Intake
- Tentukan status nutrisi
- Intake kalori
pasien
- Intake protein
- Intake karbohidrat - Identifikasi alergi makanan
- Intake vitamin atau intoleransi
- Intake mineral - Beritahu pasien tentang
ket : kebutuhan nutrisi (diskusi
panduan diet dan piramidan
skala 1 = tidak adekuat
makanan)
skala 2 = sedikit adekuat - Tentukan banyaknya kalori
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan. Pelaksanaan memberikan asuhan keperawatan secara mandiri, kolaboratif
dan delegatif. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana
keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi
1) Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
2) Evaluasi somatif
Evaluasi somatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP
S : Data yang didapatkan melalui keluhan pasien dan anamnesis
(wawancara)
O : Data yang diamati atau diobservasi oleh perawat dan tenaga medis lainya
melalui pemeriksaan fisik
A : Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P : Rencana yang akan dilanjutkan, bila tujuan tersebut belum tercapai
DAFTAR PUSTAKA
Clinical Diabetes Association , [. (2013). Clinical Pracetice Guidelines for the Prevention
and Management of Diabetes in Canada.
Corwin EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, alih Bahasa James Veldan, Editor Bahasa
Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta: EGC.
Fatimah, R. N. (2015, Februari). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, Volume 4 No 5, 93.
IDF. (2015). Atlas Diabetes Seventh. Retrieved from International Diabetes Federation:
http://www.diabetesatlas.org/
kemenkes, Ri. (2014). Pusat Data dan Informasi, Situasi dan Analisis Diabetes.
Naurif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda NIC NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: MediAction.
Organization, W. H. (2016, April 7). Diabetes. Retrieved from https://www.who.int
Smeltzer, S., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. 2010. Textbook of Medical-
Surgical Nursing (12th ed., Vol. 2). Philadelphia: Wolter Kluwer Health.
Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Suastika, K., Manaf, A., & Sugiarto. (2015).
Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di Indonesia. PB. PERKENI.
Tarwoto, D. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans
Info Medikal.