Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS

Oleh :
NI LUH GEDE BINTANG KARTIKA
209012472

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi DM (Diabetes Mellitus)
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Melitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,2009).
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah
penyakit gangguan metabolik yang terjadai secara kronis atau menahun karena tubuh
tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin,
hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes
RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa DM adalah penyakit
gangguan metabolik dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam
darah (hiperglikemia).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa Penyakit
ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria
serta sebagian mengalami kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis
yang sangat perlu diperhatikan dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah,
saraf dan jantung.
Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hiperglikemia
yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk memproduksi
insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit
diabetes mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.
(Kerner and Brückel, 2014).
Jadi dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah gangguan metabolic
yang ditandai dengan jumlah glukosa dalam darah melebihi batas normal
(Hiperglikemia) yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari organ pancreas untuk
memproduksi insulin.
2. Epidemiologi
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung
meningkat setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta
penderita pada tahun 2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980
yang hanya 180 juta penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah
South-East Asia dan Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengahdari jumlah
seluruh penderita DM di seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita
DM dan 3,7 juta kematian disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM (WHO,
2016).
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014
berjumlah 9,1 juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk
penderita DM yang telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum
terdiagnosis. Indonesia merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita
DM terbanyak pada tahun 2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke-7
penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta [ CITATION Soe15 \l
1033 ].
Kasus diabetes tipe 1 terjadi sebesar 10 % dari keseluruhan kasus diabetes
melitus, sedangkan kasus diabetes tipe 2 terjadi sebesar 90% dari keseluruhan kasus
diabetes. Kasus diabetes idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya terjadi sekitar 1 –
2 % kasus (Dipiro et al., 2015).
Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 9.116.030 orang dan 4.854.290 orang diantaranya tidak terdiagnosa.
Jumlah penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada tahun
2035 diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 205 juta orang (IDF,
2015).
Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 10 juta orang dan 5.286.200 orang diantaranya tidak terdiagnosa. Jumlah
penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada tahun 2040
diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 16,2% (IDF, 2015).
3. Etiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena sistem metabolisme dalam tubuh secara tidak
langsung terganggu, dan sistem beta pankreas yang dalam hal ini berfungsi untuk
memproduksi insulin juga mengalami kerusakan sehingga jumlah insulin yang
dihasilkan sangat sedikit dan kurang mampu mencukupi kebutuhan akan insulinnya.
Secara medis penyakit diabetes militus terbagi menjadi 2 jenis tipe. Diabetes
militus tipe I, merupakan penyakit diabetes yang menjadikan sang penderita
memerlukan insulin dari tubuh orang lain. Umunya penyakit jenis ini diderita oleh
kebanyakan orang yang berusia kurang dari 30 tahun. Sebaliknya jika penyakit
diabetes militus tipe 2 biasanya menyerang orang yang telah berusia lebih dari 30
tahun, dan sang penderita ini tidak membutuhkan asupan insulin dari tubuh orang lain
Berikut ini etiologi diabetes melitus:
 Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini
ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human
Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya. 
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-
olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
 Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan  yaitu :
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang
akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk
memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73).
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang
akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi
pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa
pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
(Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).
c. Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non
identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar
daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki
riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1,
penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi
menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah
defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan
masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm.
67).
d. Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat
saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh
besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja
metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat
pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
 Spesifik yang lain dapat berupa: karena infeksi, terjadi kerusakan genetik,
penyakit pankreas, efek dari adanya obat-obatan, serta adanya endokrinopati.
4. Patofisiologi
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara
optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan
metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada
sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri.
Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas dan
yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel
beta pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak
berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi
penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas
sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan
otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan
sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa
dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah
masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar
menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan
resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup
sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan gula dalam darah yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah.Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam hati dari
makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin merupakan hormon yang
diproduksi oleh pankreas yang berfungsi untuk memfasilitasi atau mengendalikan
kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Defisiensi insulin ini menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang
akan menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau hiperglikemi.
Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan terjadinya glukosuria dikarenakan
glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam sirkulasi darah dimana keadaan ini akan
menyebabkan gejala umum diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan
polyphagia.(Kerner and Brückel, 2014)
5. Phatway

- Faktor genetic Ketidakseimbangan produksi


Kerusakan sel beta Gula dalam darah tidak
- Inveksi virus insulin
dapatdibawa masuk dalam sel
- Pemgrusakan imunologik

Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein menurun

Dieresis osmotik Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemik Kerusakan pada antibodi

Poliuiri Retensi urine Aliran darah lambat Koma diabetik Kekebalan Tubuh menurun

Kehilangan elektrolit Iskemik jaringan Resiko infeksi Neuropati sensori perifer


dalam sel

Ketidakefektifan perfusi Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit


Dehidrasi jaringan perifer

Gangrene Kerusakan integritas jaringan


Resiko syok Kehilangan kalori

Sel kekurangan bahan


Merangsang hipotalamus Protein dan lemak dibakar BB menurun
untuk metabolisme

Pusat lapar dan haus Pemecahan protein Keletihan


Katabolisme lemak

Polidipsia Keton Ureum


Asam lemak
polipagia

Keteasidosis
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
6. Klasifikasi
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2016). Canadian Diabetes Association (CDA)
2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses
autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1
rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan
diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di
negara berkembang (IDF, 2015).
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2016). Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM
di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya
faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,
2016).
3) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa
darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2016). Wanita dengan diabetes
gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat
melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa
depan (IDF, 2014).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2014).
7. Gejala Klinis
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita.
Gejala-gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita
dengan penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala
yang khas penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah
dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (Fitriyani, 2015).
Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah banyak
makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing (poliuria).
Keadaan DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala
akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah.

Gejala kronik DM adalah Kulit terasa panas, kebas, seperti tertusuk-tusuk


jarum, rasa tebal pada kulit, kram, keleahan, mudah mengantuk, penglihatan
memburuk (buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi mudah
goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat
bayi yang lebih dari 4 kilogram.

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :


1. Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar
gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini
lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung
glukosa [ CITATION Soe15 \l 1033 ].
2. Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti,
2009).
3. Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah
cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4. Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, disamping dikaji
gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah dilakukan tes diagnostic
diantaranya:
a. Tes Gula Darah Puasa
Pemeriksaan ini mewajibkan anda untuk puasa sebelumnya. Biasanya, puasa
yang dianjurkan memakan waktu kurang lebih 8 jam. Karena cek gula darah
puasa dilakukan di pagi hari, maka pasien diminta untuk tidak makan dan
minum di tengah malam. Sejauh ini, pemeriksaan gula darah puasa dianggap
sebagai pemeriksaan yang cukup diandalkan untuk mendiagnosis penyakit
diabetes. Kadar gula darah yang dianggap normal padapemeriksaan ini yaitu:
 Normal: dibawah 100mg/dl
 Prediabetes: 100-125mg/dl
 Diabetes: 126mg/dl atau lebih
b. Tes Gula Darah 2 Jam Postprandial (PP)
Tes gula darah 2 jam postprandial adalah kelanjutan dari tes gula darah puasa.
Jadi, kalau anda sudah diambil sampel darahnya setelah puasa 8 jam penuh,
anda akan diminta untuk makan seperti biasa. Kemudian 2 jam setelah makan,
kadar gula darah anda akan dicek kembali.
Sebenarnya wajar jika kadar gula darah melonjak setelah waktu makan.hal ini
terjadi baik pada orang sehat maupun penderita diabetes. Namun, pada orang
yang sehat, kadargula darah akan kembali normal setelah 2 jam ia makan.
Ini disebabkan karena hormone insulin mereka bekerja dengan baik untuk
menurunkan kadar gula darah.kondisi ini yang tak terjadi pada penderita
diabetes, hormone insulin mereka sudah tidak bisa bekerja normal. Maka dari
itu gula darah mereka akan tetap tinggi meski 2 jam setelah makan. Berikut
adalah kadar normal dari pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial.
 Normal: kurang dari 140mg/dl
 Prediabetes: 140-199mg/dl
 Diabetes: 200mg/dl atau lebih
c. Tes Gula Darah Sewaktu
Tes gula darah ini dilakukan kapan saja, tidak perlu puasa sebelumnya atau
bisa dibilang tanpa syarat. Namun, pemeriksaan ini biasaya hanya diterapkan
pada penderita diabetes saja. Jadi, jika anda sudah memiliki alat cek gula
darah di rumah, anda bisa melakukan pemeriksaan ini secara mandiri. Inilah
kategori kadar gula darah anda menurut tes gula darah sewaktu.
 Normal: dibawah 200mg/dl
 Diabetes: lebih dari 200mg/dl

Jika anda menderita diabetes dan sudah diberikan obat pengontrol gula darah,
maka kadar gula darah anda juga diharapkan terus di angka normal. Bila terus
di angka normal, bisa dibilang penyakit diabetes anda terkendali dan beresiko
rendah untuk mengalami komplikasi.
d. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin,
vitamin C dan beberapa antibiotic,adanya kelainan ginjal pada lansia dimana
ambangginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukan bahwa ambang
ginjal terhadap glukosa terganggu.
e. Pemeriksaan Ketone Urine
Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak,dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar
pada urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya
ketonuria menunjukan adanya ketoasidosis.
f. Pemeriksaan Hemoglobin Glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin (HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukan kadar glukosa rata-
rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c
digunakan untuk mengkaji control glukosa jangka panjang, sehingga dapat
memprediksi risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh
kebiasaan makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan
diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan dilakukan 2kali dalam setahun bagi pasien DM.kadar yang
direkomendasikan oleh ADA < 7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005:
ignativicius dan workman, 2006).
g. Pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI)

ABPI adalah test non invansive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik
kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah
sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held
vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer mercuri atau
aneroid). Pemeriksaan ABPI sebaiknya dilakukan pada pasien yang
mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri
sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau
mixed ulcer. Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk
ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau
edema.

Prosedur Pengukuran ABPI:


1. Anjurkan pasien berbaring terlentang, posisi kaki sama dengan posisi
jantung.
2. Pasang manset tensimeter di lengan atas dan tempatkan probe vascular
Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45 derajat.
3. Palpasi nadi radialis kemudian pompa manset hingga 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
4. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah systolic brachialis.
5. Ulangi pada lengan yang lain
6. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan tempatkan probe
vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis atau arteri tibilias
dengan sudut 45 derajat.
7. Palpasi nadi dorsalis pedis kemudian pompa manset 20 mmHg diatas
tekanan darah sistolik palpasi.
8. Kempiskan manset, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe
hasilnya merupakan tekanan darah sistolik ankle.
9. Ulangi pada kaki yang lain.
10. Pilih tekanan darah systolic brachialis tertinggi (diantara lengan kanan
dan kiri) dan tekanan darah systolic ankle tertinggi (diantara kaki kanan
dan kakikiri).

Nilai ABPI= Tekanan darah sistolik brachialis/tekanan darah sistolik ankle

Interpretasi Nilai ABPI


1. ABPI= > 1.2 berarti arteri tidak dapat terkompresi,diabetes mellitus,
penyakit ginjal atau klasifikasi arteri berat.
2. ABPI= 1.2-0.8 berarti sirkulasi arteri normal.
3. ABPI= 0.8-0.5 berarti insufisiensi arteri ringan
4. ABPI= 0.2 berarti ischemic kaki kritis.

Dalam penentuan nilai ABPI kadang ditemukan darah sistolik false tinggi
ditemukan pada pasien diabetic. Hal ini disebabkan tekanan manset
tidakmampu menekan pembuluh darah distal yang mengalami kalsifikasi.
9. Prognosis
Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien
dalam mengontrol kadar gulanya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat (HbA1c <
7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada gangguan
mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih lama.
Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah menderita
diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun
telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun (Khardori, 2017). DM dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit
kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf
(neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif untuk
pencegahan DM (Khardori, 2017).
10. Penatalaksanaan
Farmakologi
a. Obat hipoglikemik oral
1) Golongan sulfonylurea atau sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan dengan
obat golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin.
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi
insulin oleh sel-sel beta prankreas, karena itu menjadi pilihan utama para
penderita Dm tipe 2 dengan berat badan berlebihan.
2) Golongan biguanad atau metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dan jaringan (glukosa perifer ) dianjurkan sebagai
obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
3) Golongan inhibitor alfa glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula disaluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada Dm tipe 1 yang human monocommponent insulin(40 UI dan 100
UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid injeksi insulin dapat
diberikan kepada penderita Dm tipe 1 yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti
DM dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan
obat-obatan tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hyperosmolar
asidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat,
wanita hamil dengan gejala Dm yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis insulin
 Insulin kerja cepat
Jenisnya adalah regular insulin,cristalin zink, dan semilente
 Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH ( netral protamine hagerdon)
 Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (protamine Zinc insulin)
Non Farmakologi
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makanan walaupun
telah mendapat penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50% pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu yang
seimbang dengan komposisi idealnya sekitar 60% karbohidrat, 20%lemak dan
12% protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mecegah
agar berat badan ideal dengan cara :
 Kurangi kalori
 Kurangi lemak
 karbohidrat komplek
 Perbanyak konsumsi serat

Prinsip diet DM, adalah :


 Jumlah sesuai kebutuhan
 Jadwal diet ketat
 Jenis : boleh dimakan / tidak

Tips diet:
 Makan 3kali makanan utama dan 2-3 kali selingan per hari
 Makan selingan yang rendah kalori, seperti kolang-kaling, cincau, agar-
agar dll
 Hindari kebiasaan minum sari buah secara berlebihan, khususnya pada
pagi hari dan gantikan dengan minuman berserat seperti blender
ketimun, melon, dan semangka (bagian yang putih disertakan), apel
 Sertakan rebusan buncis atau sayuran lain yang dapat menurunkan kadar
gula darah dalam menu sayuran, sedikitnya 2 kali seminggu
 Biasakan sarapan dengan sereal tinggi serat, seperti havermut, kacang
ijo, jagung sebus, atau roti bekatul setiap hari
 Hindari penambahan gula pasir pada minuman atau makanan
 Biasakan berjalan sedikitnya 3 kali seminggu selama > 30 menit
b. Olahraga dan senam kaki
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
terlalu berat.
11. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
menurut Smeltzer (2010) yaitu :
a) Komplikasi akut, adalah komplikasi pada DM yang penting dan berhubungan
dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah :
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cikupnya jumlah insulin yang nyata
2) Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi
oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak
tepatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60
mg/dl keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau
preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit
b) Komplikasi Kronik
Efek samping Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Komplikasi Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar
glukosa dalam darah meningkat, maka sirkulasi darah keginjal
menjadi menurun sehingga pada akhirnya bisa terjadi nefropati.
b. Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan
keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan retinopati.
Katarak juga dapat disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan
lensa.
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer , sistem saraf
otonom medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbitol
dan perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf.
2) Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat diabetes maka aliran darah akan melambat sehingga terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh
tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung koroner
atau stroke.
b. Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik
keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak
terdeteksinya infeksi yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai
dari celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku
kaki yang menebal dan kalus demikian juga pada daerah –daerah
yang terkena trauma
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien,
umur, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat.
Dalam identitas data/ petunjuk yang dapat kita prediksikan adalah Umur,
karena seseorang memiliki resiko tinggi untuk terkena diabetes mellitus
tipe II pada umur diatas 40 tahun.
2) Keluhan Utama
Pasien diabetes mellitus datang kerumah sakit dengan keluhan utama yang
berbeda-beda. Pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan
gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan
turun.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian riwayat penyakit dahulu akan didapatkan informasi
apakah terdapat factor-faktor resiko terjadinya diabetes mellitus
misalnya riwayat obesitas, hipertensi, atau juga atherosclerosis
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada RPS berupa proses terjadinya gejala khas dari DM,
penyebab terjadinya DM serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat keluarga yang terkena diabetes mellitus, hal ini
berhubungan dengan proses genetik dimana orang tua dengan diabetes
mellitus berpeluang untuk menurunkan penyakit tersebut kepada
anaknya.
4) Pola Aktivitas
a. Pola Nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
b. Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
c. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya poliuri, dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur
dan waktu tidur penderita
d. Pola Aktivitas
Adanya kelemahan otot – otot pada ekstermitas menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).
f. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati / mati
rasa pada kaki sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
g. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
h. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
5) Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Kaji Turgor kulit menurun pada pasien yang sedang mengalami
dehidrasi, kaji pula adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
c) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas menandakan pasien mengalami diabetes
ketoasidosis, kaji juga adanya batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
d) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
Hal ini berhubungan erat dengan adanya komplikasi kronis pada
makrovaskuler
e) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.Kelebihan glukosa akan dibuang dalam bentuk urin.
f) Sistem musculoskeletal
Adanya katabolisme lemak, Penyebaran lemak dan, penyebaran
masa otot,berubah. Pasien juga cepat lelah, lemah.
g) Sistem neurologis
Berhubungan dengan komplikasi kronis yaitu pada system
neurologis pasien sering mengalami penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau
mental, disorientasi.
6) Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis
2. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Resiko syok
4. Resiko infeksi
5. Kerusakan integritas jaringan
6. keletihan

3. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan perifer
- Circulation status Peripherasi sensation
- Tissue perfusion : management (manajemen
cerebral sensasi ferifer)

Mendemonstrasikan status - Monitor adanya darah


sirkulasi yang ditandai tertentu yang hanya peka
dengan : terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
- TTV dalam rentang
- Monitor adanya paretese
yang diharapkan
- Instruksikan keluarga
- Tidak ada orostatik
untuk mengobservasi kulit
hipertensi
jika ada isi atau laserasi
- Tidak ada tanda-tanda
- Gunakan sarungtangan
peningkatan tekanan
untuk proteksi
intrakarnial (tidak lebih
- Batasi gerakan pada
dari 15 mmHg)
kepala, leher, dan
Mendemonstrasikan punggung
kemampuan kognitif yang - Monitor kemampuan BAB
ditandai dengan :
- Kolaborasi pemberian
- Berkomunikasi dengan analgetik
jelas dan sesuai - Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
- Menunjukkan - Diskusikan mengenai
perhatian, konsentrsi penyebab perubahan
dan orientasi sensasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan
dengan benar

Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
involunter
2 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 2 x  NIC Label :
kebutuhan tubuh 24 jam diharpakan : 1. Nutritional Monitoring
- Pantau berat badan pasien
 NOC Label :
- Pantau turgor kulit
1. Nutritional status
- Identifikasi abnormalitas
- Intake nutrient
kulit (perdarahan, terlalu
- Intake makanan
banyak memar,
- Intake cairan
penyembuhan luka yang
- Tenaga
buruk)
- Rasio berat badan dan
- Identifikasi abnormalitas
tinggi badan
rambut (kering, rapuh,
- Hidrasi
rontok)
Ket :
- Identifikasi abnormalitas
skala 1 = penyimpangan kuku (bentuk sendok,
parah rapuh, berpuncak runcing)

skala 2 = penyimpangan - Pantau mual dan muntah

substansial - Pantau intake dan diet


kalori
skala 3 = penyimpangan
- Identifikasi perubahan
sedang
aktivitas akibat kelelahan
skala 4 = penyimpangan - Pantau tipe dan jumlah
ringan latihan biasa
- Pantau status mental
skala 5 = tidak ada
(bingung, depresi, cemas)
penyimpangan

2. Nutritional Status :
2. Nutrition Management
Nutrient Intake
- Tentukan status nutrisi
- Intake kalori
pasien
- Intake protein
- Intake karbohidrat - Identifikasi alergi makanan
- Intake vitamin atau intoleransi
- Intake mineral - Beritahu pasien tentang
ket : kebutuhan nutrisi (diskusi
panduan diet dan piramidan
skala 1 = tidak adekuat
makanan)
skala 2 = sedikit adekuat - Tentukan banyaknya kalori

skala 3 = cukup dan tipe nutrisi yang


diperlukan
skala 4 = penyimpangan
- Sesuaikan diet (sediakan
ringan
makanan tinggi protein,
skala 5 = adekuat mengurangi atau
menambah kalori,
mengurangi atau
menambah vitamin,
mineral, dan suplemen)
- Kelola
pengobatan/medikasi
sebelum makan
- Pantau intake dan diet
kalori
- Pantau gejala kelebihan
atau kekurangan berat
badan
- Instruksikan pasien untuk
memantau intake dan diet
kalori

3 Resiko syok NOC NOC


Syok prevention
- Syok prevention
- Monitor status sirkulasi
- Syok management
BP, warna kulit, suhu
Kriteria hasil : kulit, denyut jantung,
- Nadi dalam batas HR, dan ritme, nadi
yang diharapkan perifer dan kapiler refill
- Irama jantung dalam - Monitor tanda inadekuat
batas yang diharapkan oksigenasi jaringan
- Frekuensi nafas dalam - Monitor suhu dan
batas yang diharapkan pernafasan
- Irama pernafasan - Monitor input dan otput
dalam batas yang - Pantau nilai labor :
diharapkan HB,HTAGD dan
- Natrium serum dbn elektrolit
- Kalium serum dbn - Monitor hemodinamik
- Klorida serum dbn invasi yang sesuai
- Kalsium serum dbn - Monitor tanda dan gejala

- Magnesium serum asites

dbn - Monitor tanda awal syok

- PH darah serum dbn - Tempatkan pasien pada


posisi supine, kaki elevas
Hidrasi
untuk peningkatan
- Indicator preload dengan tepat
- Mata cekung tidak - Lihat dan pelihara
ditemukan kepatenan jalan nafas
- Demam tidak - Berikan cairan IV dan
ditemukan atau oral yang tepat
- TD dbn - Ajarkan keluarga dan
- Hematokrit dbn pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok
(dbn : dalam batas normal)
- Ajarkan keluarga dan
pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok
Syok manajemen
- Monitor fungsi
neurologis
- Monitor fungsi renal
- Monitor tekanan nadi
- Monitor status cairan,
inputb output
- Catat gas darah arteri dan
oksigen dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Manfaatkan pemantauan
jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
sesuai
- Menggambar gas darah
arteri dan monitor
jaringan oksigenasi
4 Risiko infeksi b/d NOC NIC
factor risiko Setelah diberikan askep - Monitor tanda dan gejala
pertahanan primer selama 3x… jam diharapkan infeksi
tidak adekuat, trauma factor risiko infeksi tidak
jaringan. terjadi dengan kriteria hasil: - Gunakan teknik septic dan
- Klien terbebas dari tanda antiseptic selama perawatan
dan gejala infeksi luka
- Status imun dalam batas - Bersihkan lingkungan pasien
normal (jumlah leukosit - Ajarkan pada pasien dan
dalam batas normal) keluarga tanda, gejala, dan
cara pencegahan infeksi
- Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antibiotic
5 Kerusakan integritas NOC NIC
jaringan b/d perubahan Setelah diberikan askep - Catat karakteristik luka,
sirkulasi, penurunan selama 3x… jam diharapkan tentukan ukuran dan
sensibilitas (neuropati) integritas jaringan kulit kedalaman lluka
ditandai dengan membaik dengan kriteria - Catat karakteristik cairan
adanya luka pada
daerah kaki, hasil: secret yang keluar
kemerahan. - Luka bersih terawatt - Bersihkan dan rawat luka
- Jaringan nekrosis dengan NaCl 0,9%, tampon
berkurang dan dressing dengan kasa steril
- Luka mengecil dalam setiap hari
ukuran dan peningkatan - Ajarkan teknik perawatan kaki
granulasi jaringan dan anjurkan pasien untuk
memperhatikan kaki jika sudah
terjadi penurunan sensasi
- Kolaborasi dengan dokter jika
terdapat banyak nekrosis pada
luka
6 Keletihan NOC NIC
Setelah diberikan askep
- Observasi adanya pembatasan
selama 3x… jam diharapkan
klien dalam melakukan
Keletihan pada pasien
aktivitas
membaik dengan kriteria
- Dorong anak untuk
hasil:
mengungkapkan perasaan
- Memverbalisasikan terhadap keterbatasan
peningkatan energi dan - Kaji adanya faktor yang
merasa lebih baik menyebabkan kelelahan
- Menjelaskan - Monitor nutrisi dan
penggunaan energi untuk sumber energi yang adekuat
mengatasi kelelahan - Monitor pasien akan
- Kecemasan menurun adanya kelelahan fisik dan
- Glukosa darah emosi secara berlebihan
adekuat - Monitor respon
- Kualitas hidup kardiovaskuler terhadap
meningkat aktivitas
- Istirahat cukup - Monitor pola tidur dan
- Mempertahankan lamanya tidur / istirahat pasien
kemampuan untuk - Dukung pasien dan
berkonsentrasi keluarga untuk
mengungkapkan perasaan,
berhubungan dengan
perubahan hidup yang
sebabkan keletihan
- Bantu aktivitas sehari-hari
sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan tirah baring
dan pembatasan aktivitas
(tingkatkan periode istirahat)
- Konsultasi dengan ahli
gizi untuk meningkatkan
asupan makanan yang
berenergi tinggi

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan. Pelaksanaan memberikan asuhan keperawatan secara mandiri, kolaboratif
dan delegatif. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana
keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi
1) Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
2) Evaluasi somatif
Evaluasi somatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP
S : Data yang didapatkan melalui keluhan pasien dan anamnesis
(wawancara)
O : Data yang diamati atau diobservasi oleh perawat dan tenaga medis lainya
melalui pemeriksaan fisik
A : Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P : Rencana yang akan dilanjutkan, bila tujuan tersebut belum tercapai
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2014. Diagnosis and Classification of Diabetes


Mellitus. Diabetes Care volume 35 Supplement 1 pp. 64-71.

Clinical Diabetes Association , [. (2013). Clinical Pracetice Guidelines for the Prevention
and Management of Diabetes in Canada.
Corwin EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, alih Bahasa James Veldan, Editor Bahasa
Indonesia Egi Komara Yuda et al. Jakarta: EGC.
Fatimah, R. N. (2015, Februari). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, Volume 4 No 5, 93.
IDF. (2015). Atlas Diabetes Seventh. Retrieved from International Diabetes Federation:
http://www.diabetesatlas.org/
kemenkes, Ri. (2014). Pusat Data dan Informasi, Situasi dan Analisis Diabetes.
Naurif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda NIC NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: MediAction.
Organization, W. H. (2016, April 7). Diabetes. Retrieved from https://www.who.int
Smeltzer, S., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. 2010. Textbook of Medical-
Surgical Nursing (12th ed., Vol. 2). Philadelphia: Wolter Kluwer Health.
Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto, A., Suastika, K., Manaf, A., & Sugiarto. (2015).
Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di Indonesia. PB. PERKENI.
Tarwoto, D. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans
Info Medikal.

Anda mungkin juga menyukai