Di susun oleh :
Nim : PO7120318054
Terimah kasih saya ucapkan kepada dosen yang telah membimbing dan memberikan
kuliah demi kelancaran terselesaikan tugas makalah ini.
Demikianlah tugas makalah ini saya susun semoga bermanfaat dan memenuhi mata
kuliah dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri kami dan
khususnya untuk membaca. Tidak ada gading tang tak retak, begitulah adanya makalah
ini dengan segala kerendahan hati, saran – saran dan kritik yang kontruktif dan
membangun sangat kami harapkan dari para para pembaca/penyimak guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang .
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Proses pertumbuhan lembaga masyarakat...................................................2
........................................................................................................................
B. System pengendalian lembaga kemasyarakatan..........................................4
C. Karakteristik lembaga kemasyarakatan........................................................6
D. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan..............................................................7
E. Macam-macam lapisan lembaga kemasyarakatan.......................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-
sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivits-
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu,
pengertian lembaga-kemasyarakatan Lebih menunjuk suatu bentuk dan sekaligus juga
mengandung pengertian yang abstrak perihal norma dan aturan yang menjadi ciri daripada
lembaga tersebut. Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma
tersebut terbentuk secara tidak disengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut
dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli, seorang perantara tidak harus
diberi bagian keuntungan. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara
harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu
pembeli ataukah penjual.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan?
2. Apa Sistem Penengendalian Sosial (Sosial Control)?
3. Sebutkan karakteristik lembaga masyarakat?
4. Apa tipe-tipe lembaga kemasyarakatan?
5. Jelaskan macam-macam lapisan kemasyarakatan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
2. Agar dapat memahami Sistem Penengendalian Sosial (Sosial Control)
3. Untuk memahami karakteristik lembaga masyarakat
4. Untuk mengetahui tipe-tipe lembaga kemasyarakatan
5. Agar dapat mengetahui macam-macam lapisan lembaga kemasyarakatan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antaranggota masyarakat. Seperti telah diuraikan
di atas, setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan
antara pria dengan wanita, yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia,
untuk segala golongan masyarakat, dan selanjutnya.
d. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota
masyarakat itu.
e. Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat
istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi
yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan.
Norma-norma tersebut di atas, setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan
menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma
yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya
ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati
dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan
antara lembaga kemasyarakatn sebagai peraturan (operative social institutions) dan yang
sunguh-sungguh berlaku (operative social institutions).
3
Apabila manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan bersamanya,
maka akan timbul kecenderungan untuk menaati norma-norma tersebut. pentataan
tersebut merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan norma-norma
yang bersangkutan. Apabila norma tersebut diketahui, dimengerti, dan ditaati, maka
tidak mustahil bahwa norma tersebut kemudian dihargai. Penghargaan tersebut
merupakan kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang lebih tinggi lagi.
4
pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya.
Prevensi merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada
keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif
bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha
preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal.
Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang
melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif berbeda
dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif daripada
penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian kaidah-kaidah dan
nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam diri para warga
masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama
sekali tidak diperlukan.
Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di dalam
keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru
yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun demikian, cara-cara
kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan karena biasanya
kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-tidaknya secara potensial.
Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan menunggu saat di mana agent of
social control berada di dalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya
bukan pengendalian sosial yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan
mendarah daging serta berakar kuat.
Di samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti complution dan
pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa sehingga seseorang
terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan kepatuhan secara tidak langsung.
Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang ada diulang-ulang sedemikian rupa
dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek bawah sadar seseorang. Dengan demikian,
orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang
penyampaiannya itu.
Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat
pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun yang
sudah kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial yang
biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas yang
berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal.
5
Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi, terapi
ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang apabila
dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. Dalam hal ini
kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar sehingga inisiatif datang
dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan kepada pihak-pihak tertentu). Pada
kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif untuk
memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti
rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang kalah dan ada pihak
yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah akusator. Berbeda
dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial, artinya
bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum terjadinya perkara
atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau siapa yang kalah, tetapi
yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak
(yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada terapi dan konsiliasi, standarnya
adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada terapi, korban mengambil inisiatif
sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan pihak-pihak tertentu, misalnya, pada
kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban kemudian sadar dengan sendirinya. Pada
konsiliasi, masing-masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya,
baik secara kompromistis ataupun dengan mengundang pihak ketiga.
Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat diselenggarakan
pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang diterapkan terlebih dahulu adalah
pengendalian sosial yang dianggap paling lunak, misalnya, nasihat-nasihat yang tidak
mengikat. Taraf selanjutnya adalah menerapkan pengendalian sosial yang keras. Di dalam
proses tersebut, norma hukum sebaiknya diterapkan pada tahap terakhir apabila sarana-
sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di dalam
penerapannya senantiasa harus diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian masyarakat
yang dihadapi.
C. Karakterristik lembaga kemasyarakatan
seorang ahli sosial yang bernama John Conen ikut pula mengemukakan karakteristik dari
lembaga sosial. Menurutnya terdapat sembilan ciri khas (karakteristik) lembaga sosial
sebagai berikut.
1. Setiap lembaga sosial bertujuan memenuhi kebutuhan khusus masyarakat.
2. Setiap lembaga sosial mempunyai nilai pokok yang bersumber dari anggotanya.
6
3. Dalam lembaga sosial ada pola-pola perilaku permanen menjadi bagian tradisi
kebudayaan yang ada dan ini disadari anggotanya.
4. Ada saling ketergantungan antarlembaga sosial di masyarakat, perubahan lembaga sosial
satu berakibat pada perubahan lembaga sosial yang lain.
5. Meskipun antarlembaga sosial saling bergantung, masing-masing lembaga sosial
disusun dan di- organisasi secara sempurna di sekitar rangkaian pola, norma, nilai, dan
perilaku yang diharapkan.
6. Ide-ide lembaga sosial pada umumnya diterima oleh mayoritas anggota masyarakat,
terlepas dari turut tidaknya mereka berpartisipasi.
7. Suatu lembaga sosial mempunyai bentuk tata krama perilaku. Setiap lembaga sosial
mempunyai simbol-simbol kebudayaan tertentu.
8. Suatu lembaga sosial mempunyai ideologi sebagai dasar atau orientasi kelompoknya.
D. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan
Menurut Gillin, lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi dapat di klasifikasi sebagai berikut.
1. Crescive institutions dan enacted institutions merupakan klasifikasi dari sudut
perkembangannya. Crescive institutions yang juga disebut lembaga-lembaga paling
primer merupakan lembaga-lembaga yang secara tak disengaja tumbuh dari adat istiadat
masyarakat. Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama, dan seterusnya.
2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas basic
institutions dan subsidiary institutions. Basic institutions dianggap sebagai lembaga
kemasyarakatan yang sangat penting untuk mmeelihara dan mempertahankan tata tertib
dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga, sekolah-sekolah,
negara, dan lainnya dianggap sebagai basic institutions yang pokok. Sebaliknya adalah
subsidiary institution yang dianggap kurang penting seperti misalnya kegiatan-kegiatan
untuk rekreasi.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned
institutions dengan unsanctioned institutions. Approved atau social sanctioned institution
merupakan lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah,
perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya adalah unsanctioned institution yang
ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil
memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng, dan sebagainya.
4. Pembedaan antara general institution dengan restricted institution timbul apabila
klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan
suatu general institution, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia.
7
Sementara itu, agama Islam, Protestan, Katolik, Budha, dan lain-lainnya merupakan
restricted institution karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini.
5. Berdasarkan fungsinya, terdapat pembedaan antara operative institutiondan regulative
institution. Operative institution berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola
atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan,
seperti misalnya lembaga industrialisasi. Regulative institution, bertujuan untuk
mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga
itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan,
dan sebagainya.
8
c. Memberi pedoman tentang harga jual beli barang.
d. Menggunakan tenaga kerja.
e. Memberikan pedoman tentang cara pengupahan.
f. Memberikan tentang cara pemutusan hubungan kerja.
g. Member identitas bagi masyarakat.
4. Pranata Agama
Sistem keyakinan dan praktek keagamaan dalam masyarakat yang telah dirumuskan.
Fungsi Pranata Agama adalah
a. Sebagai pedoman hidup
b. Sumber kebenaran
c. Pengatur tata cara hubungan manusia dengan manusia,dan manusia dengan Tuhan
d. Tuntutan prinsip benar dan salah
e. Pedoman pengungkapan perasaan kebersamaan didalam agama diwajibkan berbuat
baik terhadap sesame
f. Pedoman keyakinan manusia untuk berbuat baik yang disertai dengan keyakinan
bahwa perbuatannya itu merupakan kewajiban dari Tuhan
g. Pedoman kebaradaan yang pada hakikatnya makhluk hidup di dunia adalah ciptaan
Tuhan
h. Pengungkapan keindahan manusia cenderung bagian dari jiwa manusia
i. Pedoman untuk rekreasi dan hiburan yang tidak melanggar kaidah-kaidah agama.
5. Pranata politik
Pranata politik merupakan pranata yang menangani masalah administrasi dan tata
tertib umum demi tercapainya keamanan dan ketentraman masyarakat. ada beberapa
fungsi lembaga politik diantaranya
a. Pelembagaan norma melalui UUD yang disampaikan oleh badan-badan legislative
b. Melaksanakan UUD yang telah disetujui
c. Menyelesaikan konflik yang terjadi diantara para warga masyarakat yang
bersangkutan
d. Menyelenggarakan pelayanan seperti kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
e. Melindungi para warga masyarakat dari serangan bangsa yang lain
f. Memelihara kewaspadaan menghadapi gaya
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Untuk tercapainya tujuan lembaga kemasyarakatan, masyarakat harus saling bekerja
sama dan saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Social control
memang sangat diperlukan dalam hal ini.
10
DAFTAR PUSTAKA
Pengantar Sosiologi Dasar” ( Dany Haryanto, S.S dan G. Edwi Nogrohadi, S.S.,M.A.)
Unknown di 23.34
Soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.
171-172 http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_sosial
http://gumilarcenter.com/wp-content/uploads/2014/05/8.-LEMBAGA
KEMASYARAKATAN.pdf
11