Abstract: Indonesia has the second longest coastline in the world. This condition is considered as a potential to promote the
development of the nations. Nevertheless, some issues emerged related to the development of coastal areas; one of them is the
arrangement of the coastal region. The concept of Coastal Zone Planning and Integrated Upper Land Management’is the concept
of sustainable arrangement, integrating land spatial planning and marine spatial planning. This concept is set up to organize an
integrated and comprehensive coastal areas management, including the elements of land and marine water. However, Coastal
Zone Planning and Integrated Upper Land Management not yet considering the factor of land use, utilization, tenure and
ownership. To achieve this, it is necessary to set up land use and spatial planning regulations for coastal area, as well as to set up
its potential of coastal area planning.
Keywords
Keywords: Coastal, Planning, Land
Intisari: Indonesia merupakan salah satu negara yang menempati urutan kedua wilayah pantainya terpanjang di dunia. Hal ini tentu
merupakan potensi yang cukup besar untuk mendorong pembangunan di negara ini. Namun demikian, masih banyak persoalan yang
dihadapi dalam pembangunan wilayah pesisir, antara lain masalah penataan wilayah pesisir. Konsep “Penataan Wilayah Pesisir dan
Lahan Atas Terpadu “adalah konsep penataan wilayah masa mendatang yang mencoba mengkompromikan antara Rencana Tata Ruang
Wilayah dengan Perencanaan Ruang Laut. Dengan konsep ini diharapkan penataan wilayah pesisir yang melibatkan unsur daratan dan
perairan laut menjadi integrative dan komprehensif. Namun demikian, perencanaan Penataan Wilayah Pesisir dan Lahan Atas Terpadu
belum mempertimbangkan faktor penggunaan, pemanfaatan, pemilikan dan penguasaan tanah. Dan untuk melengkapinya diperlukan
kebijakan penataan pertanahan di wilayah pesisir dan penyusunan potensi penataan kawasan di wilayah pesisir.
Kata Kunci
Kunci: Pesisir, Penataan, Pertanahan
pada kawasan pesisir cukup kompleks dan masif yang air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
meliputi: kerusakan lingkungan, kemiskinan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
masyarakat, keterbatasan infrastruktur, pertum- pencemaran (Wikipedia.com). Sementara itu
buhan ekonomi yang tertinggal hingga permasalahan kawasan pesisir merupakan jalur tanah darat/kering
pertanahan. yang berdampingan dengan laut, dimana
Dalam rangka mengurangi perkembangan lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi
berbagai masalah wilayah pesisir tersebut perlu secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan
ditempuh berbagai upaya secara terintegrasi yang sebaliknya (Delinom dalam Femy Amalia Arizi Putri
komprehensif dari berbagai pihak terkait agar 2011).
penyelesaian permasalahan tersebut dapat Secara lebih khusus, Undang-undang No. 27
menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satu Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
persoalan mendasar dalam pembangunan wilayah Pulau-Pulau Kecil mendef inisikan pengertian
pesisir adalah bagaimana penyusunan alokasi ruang kawasan pesisir sebagai wilayah peralihan antara
dan pemanfaatan ruang darat dan laut agar bisa ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi,
terintegrasi. Hal ini penting, mengingat peraturan dimana ke arah 12 mil dari garis pantai untuk provinsi
berkaitan tata ruang wilayah darat dan wilayah dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/
perairan laut merupakan dua hal yang berbeda dan kota ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
berada pada kewenangan instansi pemerintah yang Dengan demikian, pembahasan mengenai kewe-
berbeda pula. Kemudian, bagaimana pengaturan nangan pengelolaan sumberdaya yang ada di
terhadap penguasaan bangunan dan permukiman kawasan pesisir oleh hanya dibatasi sejauh 12 mil laut
masyarakat yang berada di wilayah perairan laut yang dari garis pantai, selebihnya bukan lagi masuk dalam
selama ini belum ada landasan hukum yang jelas? ranah pengelolaan kawasan pesisir.
Pertanyaan lebih lanjut, apakah penyusunan rencana
tata ruang darat dan tata ruang laut, benar benar
telah mengakomodasi kepemilikan atau penguasaan
tanah atau bangunan yang ada di masyarakat,
mengingat selama ini penyusunan tata ruang baik
di darat maupun laut tidak sedikit yang mengabaikan
permasalahan ini. Hal yang demikian, akan
menimbulkan pemasalahan pertanahan di wilayah Gambar 1: Definisi Batas Wilayah Pesisir.
pesisir sebagaimana yang muncul di Kampung Sumber: Rakhmin Dahuri (2015)
Batang Luar Pesisir Utara Jakarta saat ini. Adalah hal yang unik tatkala membahas kerangka
pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia. Berbeda
B. Konsep Penataan Wilayah Pesisir dan
dengan pembahasan pengelolaan wilayah daratan
Lahan Atas Terpadu
atau laut, sesuai cakupan wilayah pesisir yang
Pesisir merupakan daerah pertemuan antara
mencakup darat dan perairan laut, maka payung
darat dan laut. Untuk yang ke arah darat meliputi
hukum yang dipergunakan meliputi 3 (tiga)
bagian daratan yang masih dipengaruhi sifat-sifat
peraturan perundangan- undangan yaitu UU No :
laut seperti: pasang surut, angin laut, dan perembesan
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU
air asin. Sedangkan untuk daerah yang ke arah laut
No : 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan
meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
Pulau- Pulau Kecil, juncto UU N0: 1 Tahun 2014
proses-proses alami seperti: sedimentasi dan aliran
sebagai penyempurnaan UU No: 27 Tahun 2007, serta
Wuryanta: Integrasi Penataan Pertanahan dalam Kerangka ...: 19-30 21
UU No : 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Dalam untuk menghasilkan rencana zonasi kawasan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang strategis nasional, rencana zonasi kawasan strategis
Penataan Ruang pasal 1 di jelaskan bahwa ruang nasional tertentu, dan rencana zonasi kawasan antar
adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut wilayah.
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, Bertitik tolak pada kondisi diatas, maka dalam
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan melakukan penyusunan tata ruang wilayah pesisir,
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan Rakhmin Dahuri (2015) menjelaskan sudah seha-
memelihara kelangsungan hidupnya. Pada Pasal 6 rusnya memperhatikan beberapa hal penting sebagai
ayat (3) dijelaskan bahwa penataan ruang wilayah berikut:
nasional meliputi ruang wilayah yuridiksi dan wilayah a. Harus memahami hirarki rencana tata ruang
kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, wilayah dan perencanaan ruang laut.
ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di Dengan memahami kedua hirarki tersebut maka
dalam bumi, sebagai satu kesatuan wilayah. akan dihilangkan kendala antara perencanaan di
Sementara itu pada Pasal 6 ayat (4) ditegaskan bahwa wilayah darat dan perairan laut;
penataan ruang provinsi
dan kabupaten/kota
meliputi ruang wilayah
yuridiksi dan wilayah ke-
daulatan nasional yang
mencakup ruang darat,
ruang laut dan ruang
udara, termasuk ruang
di dalam bumi, sesuai
dengan ketentuan pera-
turan perundang-un-
dangan. Sedangkan
pada Pasal 6 ayat (5) di
pertegas bahwa ruang
Gambar 2: Hirarki Rencana Tata Ruang Wilayah
laut dan ruang udara pengelolaannya diatur dengan dan Perencanaan Ruang Laut. Sumber : Rakhmin
undang- undang tersendiri. Dahuri, 2015
Sementara itu, dalam UU No: 12 Tahun 2014 Pasal
b. Harus memperhatikan kaitan ruang secara glo-
43 ditegaskan bahwa ayat (1) : Perencanaan ruang
bal dan regional yang meliputi: Alur Laut Ke-
laut meliputi : (a) perencanaan tata ruang laut
pulauan Indonesia (ALKI) sebagai bagian dari
nasional, (b) perencanaan zonasi wilayah pesisir dan
global trade route tersibuk di dunia dan China’s
pulau-pulau kecil, (c) perencanaan zonasi kawasan
Maritime Silk Road Policy;
laut; ayat (2) Perencanaan tata ruang laut nasional
c. Harus memperhatikan kaitan ruang secara nasio-
merupakan proses perencanaan untuk mengha-
nal yang meliputi: poros maritim dunia, tol laut,
silkan rencana tata ruang laut nasional; ayat (3)
MP3EI, dan kawasan produksi migas lepas pantai;
Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
d. Harus memperhatikan Ruang wilayah dari garis
kecil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
pantai sejauh 12 mil laut dan antara 12 mil laut sampai
peraturan perundang-undangan; ayat (4) Peren-
dengan garis batas Zone Economy Exclusive
canaan zonasi kawasan laut merupakan perencanaan
(ZEE);
22 Bhumi Vol. 2 No. 1 Mei 2016
e. Harus memperhatikan Tata Ruang Wilayah Darat eko-biologis vital: flora dan fauna langka/
(Upland areas)- pesisir-lautan dilindungi, “key species”, landscape unik, dan
f. Jadikan wilayah pesisir dan pulau kecil di sebelah sebagainya;
kiri dan kanan ALKI sebagai KEK berbasis c) Wilayah daratan harus memperhatikan aturan
ekonomi kelautan/maritim. daerah preservation (20%), conservation (10%)
g. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan utilization zone (70%); proses eko-biologis
ekonomi (kemakmuran) baru di wilayah pesisir vital: nursery grounds, spawning grounds, alur
sepanjang ALKI, pulau-pulau kecil, dan wilayah migrasi fauna penting; jarak (spacing) antara
perbatasan, seperti: Sabang - Meulaboh, Natuna- kawasan preservasi dengan kawasan peman-
Anambas, Bangka–Belitung, Kayong Utara- faatan intensif bergantung pada jangkauan
Pemangkat, Tarakan–Nunukan, Pare Pare- dampak negatif (polutan, sedimen) yang ditim-
Mamuju, Palu–Donggala, Gorontalo, Sangihe– bulkan dari kegiatan pembangunan dalam
Talaud, Muna–Buton-Wakatobi, Morotai–Kep. kawasan pemanfaatan intensif; pengamanan tata
Sula, Sorong–Raja Ampat, Ambo–Tual– ruang pesisir dari dampak negatif (polutan,
Yamdena, Larantuka–Alor–Kupang, Lombok– sedimen, dan sebagainya) melalui aliran air
Sumbawa, Sendang Biru–Perigi, Kulun Progo– sungai, run off, dan aliran air tanah dari kegiatan
Sadeng, Purworejo–Cilacap, Pangandaran- di daerah hulu; dalam kawasan pembangunan,
Pelabuhan Ratu, Lampung Selatan–Barat-Utara, alokasikan ruang untuk berbagai sektor pem-
Bengkulu, Bungus–Mentawai, dan Sibolga-Nias. bangunan atas dasar kesesuaian biofisik wilayah.
Lebih lanjut, Rakhmin Dahuri (2015) menekankan Berdasarkan berbagai pertimbangan diatas, maka
bahwa berkaitan dengan pemanfaatan ruang dapat dilakukan perencanaan terpadu dari hulu
wilayah pesisir dibagi menjadi beberapa bagian yakni: (daratan)-pesisir- perairan laut dapat dilihat sebagai
a) Wilayah laut 12 mil sampai dengan garis batas berikut ini:
ZEE harus memperhatikan: alur pelayaran (trans-
portation route); alur
ruaya ikan, penyu,
paus, biota laut lain-
nya; serta struktur
dan bangunan lepas
pantai (offshore struc-
ture and building);
b) Wilayah perairan
laut dari pasang
tertinggi sampai 12
mile laut harus
memperhatikan:
Penentuan kawasan preservasi, konservasi, dan Gambar 3: Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir.
Sumber: Rakhmin Dahuri, 2015
pemanfaatan intensif untuk wilayah yang akan/
sedang ditata; lokasi dan besaran (luasan)
kawasan preservasi ditentukan berdasarkan pada
“distribusi spasial” atribut atau proses eko-biologis
vital yang terdapat pada kawasan tersebut; Atribut
Wuryanta: Integrasi Penataan Pertanahan dalam Kerangka ...: 19-30 23
Tabel 1: Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Lahan dan penguasaan tanah baik oleh masyarakat, badan
Atas Secara Terpadu hukum, instansi pemerintah tidak menjadi pertim-
Kawasan/Zona Komposisi Kegiatan Pembangunan bangan dalam penyusunan perencanaan tersebut.
1. Lahan Atas (Upland Areas) • Hutan Lindung
• Hutan Produksi Padahal dengan mengabaikan masalah penggunaan
• Perkebunan
• Hortikultur tanah, pemanfaatan tanah, penguasaan tanah, dan
• Perikanan Perairan Umum
2. Lahan Bawah (Lowland Areas) • Tanaman Pangan
pemilikan tanah akan menimbulkan berbagai kon-
• Hortikultur
• Perkebunan traproduktif bagi pembangunan itu sendiri. Dampak
• Perikanan Budidaya Perairan Tawar
3. Lahan Pesisir (Coastal Land) • Perikanan Budidaya Payau (Tambak)
yang akan timbul antara lain: kerusakan lingkungan
• Hutan Produksi Mangrove
• Tanaman Pangan dan ekologi, alih fungsi lahan yang tidak sesuai
• Hortikultur
• Perkebunan (Kelapa) dengan eksisting penggunaan tanah, konflik dan
4. Laut (4 mil dari Garis Pantai) • Marikultur
• Perikanan Demersal
sengketa pertanahan, konflik sosial akibat konflik
• Perikanan Pelagis Kecil
kepentingan penguasaan tanah hingga penguasaan
5. Laut (12 mil dari Garis Pantai) • Marikultur
•
•
Perikanan Demersal
Perikanan Pelagis Kecil
dan pemilikan tanah secara ilegal. Oleh karena itu,
• Perikanan Pelagis Besar
menjadi hal yang sangat penting untuk mengiteg-
6. Laut Nasional antar Pulau • Perikanan Demersal
• Perikanan Pelagis Kecil
• Perikanan Pelagis Besar
rasikan kebijakan penataan pertanahan dalam
7. ZEEI • Perikanan Pelagis Kecil penyusunan perencanaan wilayah pesisir dan lahan
• Perikanan Pelagis Besar
• Perikanan Laut Dalam atas terpadu.
8. Laut Internasional • Perikanan Pelagis Besar
• Perikanan Laut Dalam (deep sea fisheries) Direktorat Penataan WP3WT pada Kementrian
Sumber: Rakhmin Dahuri, 2015 Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
melalui perumusan kebijakan, penataan dan
pemantauan di wilayah pesisir, telah melakukan
C. Integrasi Penataan Pertanahan dalam
berbagai kegiatan yang berkaitan dengan perma-
Rencana Wilayah Pesisir dan Lahan
salahan pertanahan di wilayah pesisir. Kegiatan yang
Atas Terpadu
dijalankan oleh Direktorat Penataan WP3WT dibagi
Sebagaimana telah diuraikan secara lengkap
menjadi dua (2) pokok kegiatan besar yakni penyu-
diatas bagaimana usaha perencanaan wilayah pesisir
sunan kebijakan di kawasan pesisir dan kegiatan yang
dan lahan atas terpadu, bahwa pemanfaatan ruang
bersifat teknis dalam rangka mendukung kegiatan
di wilayah daratan- pesisir dan perairan laut harus
penataan di kawasan pesisir.
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa harus
Kebijakan Pertanahan pada kawasan pesisir
memisahkan secara ekstrim antara rencana tata
adalah Penyusunan Peraturan Menteri Agraria dan
ruang wilayah dengan perencanaan ruang laut.
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Namun demikian, dalam penyusunan perencanaan
mengenai Penataan Pertanahan di Wilayah Perairan
wilayah pesisir dan lahan atas terpadu, telah menge-
dan Pulau-Pulau Kecil. Penerbitan peraturan ini
sampingkan unsur-unsur pertanahan baik itu dari
dilandasi pada latar belakang bahwa belum adanya
sisi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan
peraturan pemberian hak atas tanah baik peda
pemilikan tanah. Hal ini sebagai mana dilihat dalam
masyarakat, badan hukum, instansi pemerintah yang
pertimbangan-pertimbangan dalam penyusunan
berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
perencanaan wilayah pesisir dan lahan atas terpadu
Apalagi mengingat Peraturan Pemerintah No. 40
diatas tidak pernah sedikitpun mempertimbangkan
tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak
bagaimana penggunaan tanah dan pemanfaatan
Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pengelolaan (HP),
tanah yang ada di wilayah pesisir baik di darat mau-
Pasal 60 menyatakan bahwa: “Pemberian HGU, HGB
pun di perairan laut. Demikian juga pemilikan tanah
atau HP atas sebidang tanah yang seluruhnya
24 Bhumi Vol. 2 No. 1 Mei 2016
merupakan pulau atau yang berbatasan dengan mengenai obyek hak atas tanah di wilayah perairan
pantai diatur tersendiri dengan Peraturan pesisir, bangunan diatas air, dan pemberian hak atas
Pemerintah.” tanah terhadap obyek hak atas tanah diperairan
Kenyataan ini menunjukkan bahwa Peraturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pemerintah No. 40 Tahun 1996 yang sudah berjalan Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN mengenai
hampir 20 tahun belum ada tindaklanjutnya. Penataan Pertanahan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Sementara pada sisi lain kebutuhan peraturan yang Pulau Kecil antara lain menjelaskan pada pasal 5:
berkaitan dengan itu sudah sangat mendesak (1) Obyek hak atas tanah di wilayah perairan pesisir
diterbitkan mengingat penguasaan tanah dikawasan adalah bidang tanah di wilayah perairan pesisir
pesisir makin intensif oleh berbagai pihak yang yang digunakan dan dimanfaatkan dalam wujud
berkepentingan di dalamnya. bangunan di atasnya, yang dapat berupa:
Secara garis besar Peraturan Menteri Agraria Dan bangunan rumah, bangunan gedung, bangunan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional galangan kapal, bangunan dermaga, bangunan
berkaitan dengan Penataan Pertanahan di Wilayah kilang, bangunan jalan/jalan tol, atau bangunan
Perairan dan Pulau-Pulau Kecil terdiri dari 9 bab, lain yang memberi manfaat.
yang dimulai dari Bab I yang berisi ketentuan umum (2)Bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam
dan terakhir, Bab VIII yang berisi Ketentuan Penutup. ayat (1) adalah bangunan dengan kriteria:
(lihat Gambar: Gambar: Skema Peraturan Menteri a. didirikan pada pondasi yang sebagian menan-
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan cap di darat dan sebagian lainnya menancap
Nasional tentang Penataan Pertanahan di Wilayah di tanah pada bagian perairan pesisir; atau
Perairan dan Pulau-Pulau Kecil). b. didirikan pada pondasi yang seluruhnya
menancap di tanah pada bagian perairan
pesisir;
(3)Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
terletak pada zona yang telah diatur peruntukan
penggunaan dan pemanfaatannya dalam pera-
turan daerah tentang rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota dan atau rencana zonasi wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil kabupaten/kota.
(4)Bidang tanah di perairan pesisir sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dibatasi pondasi terluar
yang menopang bangunan di atasnya.
(5)Batas bidang tanah di perairan pesisir sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4) yang pada sisi bidang
yang tidak berbatasan langsung dengan bidang
tanah di perairan pesisir lainnya dinyatakan
Gambar 3: Skema Peraturan Menteri ATR/ berbatasan langsung dengan tanah negara.
Kepala BPN tentang Penataan Pertanahan di Dalam Pasal 6 : Pemberian hak atas tanah di
Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil (Sumber: perairan pesisir adalah berjangka waktu.
Direktorat Penataan WP3WT, 2015)
(1) Hak Atas Tanah di Wilayah Perairan Pesisir
Dalam Peraturan Penataan Pertanahan di sebagaimana dimaksud dalam Pasal dapat
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diatur diberikan dengan Hak Guna Bangunan dan Hak
Wuryanta: Integrasi Penataan Pertanahan dalam Kerangka ...: 19-30 25
Pakai kepada : Dalam pasal 10 disebutkan bahwa :
a. warga negara Indonesia; (1) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
b. badan hukum yang didirikan menurut Pasal 5 dapat dialihkan sepanjang tidak merubah
hukum Indonesia dan berkedudukan di In- penggunaan dan pemanfaatannya;
donesia; (2)Hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
c. pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 5 dapat dibebankan dengan suatu hak
Selanjutnya, dalam pasal 3 dijelaskan bahwa:: tanggungan; (3)Peralihan dan pembebanan hak
Jangka waktu hak atas tanah sebagaimana atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan
ketentuan yang terdapat dalam peraturan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa selain
Dalam pasal 7 : Pemberian hak atas tanah dan menyusun kebijakan penataan pertanahan,
bangunan diatas perairan laut yang harus memenuhi Direktorat Penataan WP3WT melakukan kegiatan
syarat telah memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang bersifat teknis yakni Penyusunan Potensi
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Penataan Pemanfaatan Kawasan Pesisir. Dengan
syarat khusus yang meliputi : melakukan kegiatan ini diharapkan mampu
a. digunakan dan dimanfaatkan secara terus memberikan beberapa manfaat, diantaranya :
menerus, serta sesuai dengan peruntukannya a) Memberikan gambaran yang jelas mengenai
dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/ potensi penataan pertanahan pada wilayah pesisir
kota, atau rencana zonasi wilayah pesisir dan berdasarkan aspek Penguasaan, Pemilikan,
pulau-pulau kecil yang telah ditetapkan dalam Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T)
peraturan daerah, atau rekomendasi dari dengan mempertimbangkan aspek lingkungan
pemerintah daerah; fisik, serta peraturan dan kebijakan yang berlaku.
b. memenuhi ketentuan perizinan dari pemerintah; b) Dalam jangka panjang, penerapan potensi pena-
c. khusus untuk subyek hak atas tanah badan taan kawasan pesisir akan mempunyai kontribusi
hukum harus dilengkapi dengan dokumen dalam pemberian hak atas tanah agar tidak terjadi
lingkungan dari lembaga pemerintah terkait. konflik kepentingan dalam rangka pemanfaatan
Dalam pasal 8: Penggunaan dan pemanfaatan tanah dan ruang di kawasan peisisir.
tanah yang disyaratkan pada waktu pemberian hak c) Akan memberikan penguatan hak atas tanah
atas tanah di wilayah perairan pesisir dicatat dalam kepada masyarakat sekaligus mengurangi konflik
buku tanah (sertipikat). pertanahan yang muncul akibat banyaknya
Dalam pasal 9: Hak atas tanah sebagaimana investasi yang menanamkan modalnya di
dimaksud dalam Pasal 6 hapus karena: kawasan pesisir.
a. masa berlaku haknya berakhir; d) Akan memberikan kontribusi terhadap peru-
b. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum bahan dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah
jangka waktunya berakhir; dan Perencanaan Ruang Laut;
c. penggunaan dan pemanfaatannya tidak sesuai e) Akan memberikan peran pada kegiatan prioritas
dengan pemberian haknya semula; Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/Badan
d. dicabut untuk kepentingan umum; Pertanahan Nasional seperti: Legalisasi aset, Pro-
e. bangunannya diterlantarkan; dan gram Prona, Sertif ikasi UMKM, Sertif ikasi
f. bangunan beserta tiang pancangnya musnah atau Nelayan, MBR, Reforma Agraria, Konsolidasi
hilang. Tanah, Penyusunan Neraca Penatagunaan
26 Bhumi Vol. 2 No. 1 Mei 2016