Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

KANKER KOLOREKTAL
Oral and Parenteral Versus Parenteral Antibiotic Prophylaxis in Elective Laparoscopic Colorectal
Surgery

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Stase Ilmu Bedah
di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Oleh:
Riyandra Ade Rusdianto
16711162

Pembimbing :
dr. Nugroho Kuswardono, Sp.B

SMF ILMU BEDAH


RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2020
Profilaksis Antibiotik Oral dan Parenteral Dibandingkan dengan Parenteral Dalam
Bedah Laporoskopi Kolorektal
ABSTRAK

Tujuan : untuk mengetahui efektivitas dari antibiotic profilaksis oral dan parenteral pada bedah laparoskopi
kolorektal

Latar Belakang : tidak ada bukti penetapan antibiotic profilaksis yang optimal untuk bedah laparoskopi
kolorektal yang telah menjadi pilihan penting bagi pasien kanker kolorektal

Metode : Pasien kanker kolorektal yang akan menjalani operasi laparoskopi secara acak menerima antibiotic
profilaksis oral dan parenteral ( 1 g cefmetazole sebelum dan setiap 3 jam selama operasi ditambah 1 g
kanamisin oral dan 750 mg metronidazole dua kali sehari sebelum operasi : kelompok oral dan IV) atau
natibiotik profilaksis parenteral saja (kelompok IV). Hal yang menjadi poin utama dalam penelitian ini adalah
kejadian infeksi pada bagian tubuh yang dioperasi. Poin kedua adalah tingkat kejadian colitis, clostridium
difficile, infeksi lain, dan komplikasi non infeksi paska operasi.

Hasil : penelitian dilakukan dari November 2007 hingga desember 2012, dengan jumlah total pasien 579
pasien (289 kelompok oral dan IV dan 290 orang kelompok IV) dievaluasi untuk insidensi infeksi paska
operasi. Hasil insiden paska operasi adala 7,29% (21/289) pada kelompok oral-IV dan 12,8% (37/290) pada
keompok IV dengan odds rasio 0,536 (95% CI, 0,305-0,940 ; P ¼ 0,028). Kedua kelompok memiliki tingkat
kejadian yang sama dari C. difficile colitis (1/289 vs 3/290), infeksi lain (6/289 vs 5/290), dan komplikasi non
infeksi paska operasi (11/289 vs 12/290).

Kesimpulan : Regimen antibiotic profilaksis oral dan parenteral secara signifikan mengurangi resiko infeksi
paska operasi setelah operasi laparoskopi kolorektal elektif

PENDAHULUAN
Infeksi paska operasi merupakan salah satu penyebab utama morbiditas pada pasien yang menjalani operasi
kolorektal. Insiden infeksi paska operasi laparoskopi kolorektal mencapai sekitar 8% - 23%. Perkembangan
infeksi paska operasi ini meningkatkan lama perawatan di rumah sakit dan biaya terkait serta menurunkan
kualitas hidup yang berhubungan dengan Kesehatan. Terdapat beberapa pedoman yang telah diterbitkan untuk
antibiotik profilaksis dalam kasus pembedahan kolorektal namun tidak ada penelitian sebelumnya yang
menentukan regimen optimal untuk bedah laparoskopi kolorektal. Dalam kasus bedah laparoskopi kolorektal,
banyak faktor yang secara teoritis berkontribusi pada penurunan angka infeksi paska operasi, seperti
kebutuhan untuk sayatan bedah yang lebih pendek, keterlibatan trauma jaringan yang lebih sedikit, dan
kontaminasi, serta retraksi dinding perut mekanis. Dengan demikian, uji coba antibiotik profilaksis oral dan
parenteral dijalankan untuk mengetahui insiden infeksi paska operasi pada bedah laparoskopi kolorektal.

METODE

Desain Studi dan Peserta

Japan Multinational Trial Organization (JMTO) mengadakan penelitian terkontrol secara acak, tidak
dibutakan, dan multicenter di 5 rumah sakit di jepang antara tanggal 1 November 2007 hingga 31 Desember
2012. Peserta yang mengikuti penelitian ini harus memenuhi beberapa kriteria: (1) menjalani bedah kolorektal
laparoskopi untuk kanker kolorektal atau adenoma; (2) umur 20 tahun atau lebih tua; (3) mempunyai intake
oral yang bagus, dan (4) mempunyai fungsi organ yang adekuat.

Pasien yang mempunyai kondisi khusus seperti: (1) obstruksi usus, (2) infeksi preoperasi, (3) pengguna
antibiotik dalam jangka 2 minggu sebelum operasi, (4) penggunaan steroid preoperasi, (5) terapi adjuvant atau
kemoterapi, (6) diabetes mellitus tidak terkontrol, (7) ibu hamil atau menyusui, (8) alergi. Beberapa kondisi
tersebut yang dimiliki oleh peserta akan masuk ke kriteria eksklusi.

RANDOMISASI DAN PENYAMARAN

Peneliti merekrut pasien yang akan menjalani bedah laparoskopi kolorektal dan data dari pasien dikirim
kepada pihak JMTO melalui fax. Kemudian peneliti secara acak mengelompokkan peserta ke masing-masing
kelompok baik kelompok Oral-IV maupun kelompok IV. Pihak JMTO memberi informasi tentang perlakuan
kepada pasien baik dari dosis obat hingga teknik operasi yang dilakukan (colectomy, anterior resection, or
abdominoperineal resection). Pihak JMTO yang bertanggung jawab dalam intervensi, managemen data, dan
pemantauan pusat.

PROSEDUR PENELITIAN

Semua pasien menjalani mechanical bowel preparation (MBP) dengan 75 mg sodium picosulfat dan 34 mg
magnesium citrate dengan 180 ml air pada hari sebelum operasi. Pasien dalam kelompok Oral-IV mendapat
perlakuan 2 antibiotik oral yaitu 1 gram

kanamisin dan 750 mg metronidazole yang diminum 13 jam dan 9 jam sebelum operasi. Sedangkan pasien
dalam kelompok IV hanya menerima 1 gram cefmetazole yang diberikan 30 menit sebelum insisi kulit dan
diberikan tiap 3 jam selama operasi berlangsung. Bedah laparoskopi dilakukan di kedua kelompok dan tidak
ada pasien yang dilakukan pemasangan stoma. Peneliti menggunakan jenis jahit sintetik absorbable untuk
menutup fascia. Setelah ruang subkutan diirigasi menggunakan saline, jahit subkutikular absorbable digunakan
untuk menutup kulit. Lokasi operasi kemudian ditutup menggunakan dressing sterile kurang lebih 48 jam.

PENGUKURAN OUTCOME PENELITIAN

Outcome primer dari penelitian ini adalah insiden infeksi paska operasi. Diagnosis infeksi paska operasi yang
digunakan oleh peneliti berdasarkan dari guideline CDC. Infeksi paska operasi dibagi menjadi 2 menurut
sayatannya yaitu superfisial insisi (kulit dan jaringan subkutan) dan deep incisional (jaringan dibawah
subkutan). Infeksi paska operasi dapat terjadi juga pada organ dimana organ tersebut terpapar ketika operasi
dilakukan. Ketika terjadi tanda tanda infeksi paska operasi pada tubuh bagian manapun, peneliti melakukan
kultur terhadap mikrobiologi yang relevan. Outcome sekunder dari penelitian ini adalah tingkat insidensi dari
enteritis/kolitis/diare, penyakit infeksi, dan komplikasi lain dari paska operasi.

Para dokter bedah dan perawat menilai outcome ini setiap hari selama pasien tinggal di rumah sakit. Kemudian
setelah dipulangkan, semua pasien ditindaklanjuti di klinik rawat jalan selama 30 hari untuk memeriksa
terjadinya peristiwa yang disebutkan di atas. Semua kejadian dinilai menurut National Cancer Institut (NCI)
Common Toxicity Criteria (CTCAE v 3.0), dan peristiwa Tingkat 2 CTCAE diambil sebagai outcome
sekunder. Jika pasien mengalami enteritis/kolitis/diare, sampel tinja mereka diambil untuk diuji toksin C.
difficile

ANALISIS STATISTIK

Peneliti merekrut sebanyak 566 pasien selama penelitian berlangsung. Ukuran sampel ini akan memberikan
kekuatan 80% dengan tingkat signifikansi 2-sisi 0,05 untuk menunjukkan keunggulan kelompok Oral-IV
dalam pengurangan angka infeksi paska operasi. Insiden infeksi paska operasi diantisipasi pada 10% pasien
pada kelompok IV dan 4% pada kelompok Oral-IV. Periode penelitian yang direncanakan adalah 2,5 tahun
tetapi diperpanjang 2 tahun karena keterlambatan pendaftaran pasien. Peneliti melakukan analisis dengan
dasar intention-to-treat. Peneliti menyatakan data numerik kontinu sebagai median dan rentang interkuartil,
dan distribusi data dikotomis dilakukan dalam persentase. Hasil utama dianalisis dengan uji x ² . Perbandingan
sekunder antara 2 kelompok dianalisis dengan uji x² dan uji eksak Fisher. Semua P <0,05 dianggap
signifikan.
Subkelompok dianalisis dengan regresi logistik untuk penilaian interaksi statistik antara perlakuan di
berbagai subkelompok. Perbandingan subkelompok bersifat eksplorasi. Oleh karena itu, kami melaporkan
hasil pengujian tanpa penyesuaian multiplisitas untuk kesalahan tipe I. Kami melakukan semua analisis
dengan SPSS versi 18 (SPSS Inc, Chicago, IL) dan SAS versi 9.2 (SAS Institute, Inc, Cary, NC).

SUMBER PENDANAAN

Penelitian ini didanai oleh JMTO, sebuah asosiasi umum yang didirikan pada tahun 1999 untuk mendukung
uji klinis, terutama uji coba terkontrol acak multicenter atau multinasional, untuk diagnosis, pengobatan, dan
pencegahan penyakit. Sponsor tidak terlibat dalam desain atau pelaksanaan penelitian; pengumpulan,
pengelolaan, analisis, atau interpretasi data; atau persiapan, review, atau persetujuan laporan. Penulis terkait
memiliki akses penuh ke data studi dan tanggung jawab akhir dalam menyerahkan laporan untuk tujuan
publikasi.

HASIL

Antara 1 November 2007 dan 31 Desember 2012, 584 pasien dari 5 rumah sakit secara acak dikelompokkan
menjadi 2 kelompok: 291 ke kelompok IV dan 293 ke kelompok Oral-IV. Satu pasien dalam kelompok Oral-
IV menarik persetujuan, dan 1 pada kelompok IV dan 3 pada kelompok Oral-IV ditemukan tidak memenuhi
syarat setelah pengacakan. Oleh karena itu, 290 dan 289 pasien dalam kelompok IV dan Oral-IV, masing-
masing, menerima pengobatan yang dialokasikan dan dianalisis untuk hasil primer dan sekunder. Di salah satu
dari 5 pusat percobaan, 36 pasien di kelompok Oral-IV mendapatkan 2 dosis oral 500mg kanamisin dan
250mg metronidazole yang diminum 13 jam dan 9 jam sebelum operasi, dimana dosis tersebut setengah dari
dosis spesifik yang terdapat pada protokol penelitian. Akan tetapi, mereka menerima dosis yang sama pada
perlakuan antibiotik profilaksis yang diberikan secara IV. Semua pasien menjalani bedah laparoskopi, kecuali
12 (6 pasien di setiap kelompok) yang mana pasien tersebut menjalani operasi terbuka.

Kejadian infeksi paska operasi terjadi pada 21 dari 289 (7.26%; 95% CI, 4.26-10.3) pada pasien kelompok
Oral-IV. Sedangkan pada kelompok IV 37 dari 290 (12.8%; 95% CI, 8.90-16.6) mengalami infeksi paska
operasi. Sebagai outcome primer, antibiotik profilaksis oral dan parenteral secara signifikan mengurangi
kejadian infeksi paska operasi pada pasien yang menjalanii bedah laparoskopi kolorektal (OR=0.536; 95% CI,
0.305-0.940; P=0.028). Insidensi dari kejadian enteritis/kolitis/diare dan toksin C difficile dari sampel tinja
pada kelompok Oral-IV adalah 1.0% dan 0.3%. sedangkan pada kelompok IV adalah 3.1% dan 1.0%. Secara
angka, pada kelompok Oral-IV kejadian tersebut lebih rendah tetapi tidak signifikan. Insiden infeksi lain,
terutama infeksi saluran kemih, adalah 2,1% (6/289) pada kelompok Oral-IV dan 1,7% (5/290) pada kelompok
IV. Komplikasi non infeksi pasca operasi memiliki frekuensi yang identik, tetapi profil pasien sedikit berbeda
antara 2 kelompok. Kultur tempat pembedahan pada pasien yang terinfeksi menghasilkan pertumbuhan
masing-masing 21 dan 37 organisme dalam kelompok Oral-IV dan IV). Frekuensi mengisolasi organisme
tertentu serupa untuk 2 kelompok. Insiden infeksi paska operasi pada kelompok Oral-IV lebih rendah daripada
kelompok IV dalam kasus pasien yang menjalani bedah kolon (OR=0.379; 95%CI, 0.170-0.848; P=0.023)
dengan umur <67 tahun (OR=0.44; 95% CI, 0.204-0.948; P=0.041). Dengan memperhatikan faktor operasi,
penurunan resiko infeksi secara signifikan lebih rendah pada kelompok Oral-IV terutama pada subkelompok:
(1) pasien yang menjalani operasi <5 jam (OR=0.379; 95% CI, 0.181-0.792; P=0.009), (2) pasien yang
kehilangan darah <100 ml) (OR=0.524; 95% CI, 0.279-0.984; P=0.039), dan (3) pasien yang tidak
dipasangkan drainase (OR=0.487; 95% CI, 0.253-0.942; P=0.035).

DISKUSI

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani bedah laparoskopi kolorektal yang
mendapatkan antibiotik profilaksis oral dan IV secara signifikan mengurangi kejadian infeksi paska operasi
dibandingkan dengan profilaksis IV saja (OR 0,536; 95% CI: 0,305– 0,940; p 0,028). dalam penelitian ini,
kejadian infeksi insisional superfisial adalah 26/290 (9,0%) pada kelompok IV dan 15/289 (5,2%) pada
kelompok Oral-IV, sedangkan kejadian infeksi organ adalah 10/290 (3.4%) dan 7/289 (2.4%) di masing-
masing kelompok. Data ini konsisten dengan temuan dalam studi meta-analisis baru-baru ini yang
menyatakan bahwa antibiotik profilaksis tidak dapat mencegah kebocoran anastomosis tetapi secara efektif
mengurangi jumlah bakteri yang mengkontaminasi penyebab infeksi paska operasi.
Telah dilaporkan bahwa antibiotik oral yang tidak dapat diserap tubuh meningkatkan risiko kolitis C. difficile.
Dalam penelitian ini, semua pasien dinilai dalam kejadian enteritis/kolitis /diare, dan setiap pasien yang
mempunyai gejala-gejala ini, sampel tinja mereka diuji untuk toksin C difficile. Tingkat kejadian
enteritis/kolitis/diare dan racun C difficile dalam sampel tinja kelompok Oral-IV (masing-masing 1,4% dan
0,3%) lebih rendah daripada mereka dalam kelompok IV (3,1% dan 1,0%, masing-masing), dan juga lebih
rendah dari yang dilaporkan sebelumnya. Salah satu kemungkinan alasan keberhasilan perlindungan terhadap
infeksi C difficile setelah antibiotik profilaksis oral adalah penggunaan antibiotik IV sebelum dan selama
operasi dalam regimen penelitian ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, kontroversi telah muncul mengenai manfaat MBP untuk bedah kolorektal
elektif. Dalam percobaan kami, semua pasien menerima MBP dengan 75 mg sodium picosulfate dan 34 g
magnesium sitrat yang diambil dengan 180 ml air. Sebuah studi penting yang dilaporkan tidak lama setelah
dimulainya penelitian ini, menunjukkan bahwa MBP sebelum bedah kolorektal tidak perlu dilakukan,
sedangkan penelitian lainnya menunjukkan bahwa tingkat infeksi paska operasi yang lebih rendah dikaitkan
dengan MBP dalam kombinasi dengan antibiotik profilaksis oral. Oleh karena itu, MBP dianggap tidak
mempengaruhi efek regimen antibiotik profilaksis oral-parenteral dalam penelitian ini.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, ini adalah studi nonblinded. Peneliti tidak
menggunakan plasebo dalam uji coba ini, dan dokter bedah tidak disamarkan dalam alokasi pengobatan.
Namun, lokasi pembedahan dari semua pasien dievaluasi setiap hari selama periode rawat inap oleh beberapa
anggota staf medis yang tidak terlibat dalam percobaan ini, dan ini akan sangat mengurangi risiko bias dalam
menilai outcome primer. Kedua, 36 pasien yang dialokasikan ke kelompok Oral-IV di salah satu dari 5 pusat
percobaan diberi dosis yang lebih kecil dari antibiotik profilaksis oral daripada yang ditentukan dalam
protokol penelitian. Hal ini terjadi karena dokter bedah menggunakan resep yang salah. Kesalahan dosis ini
dapat membuat perbedaan kejadian infeksi paska operasi antara 2 kelompok perlakuan. Ketiga, protokol
penelitian diubah untuk memperpanjang masa studi dari 2,5 menjadi 4,5 tahun untuk mencapai ukuran
sampel yang direncanakan. Hal ini terjadi karena kepala dokter bedah memilih pusat uji coba untuk menjaga
kualitas uji coba yang mengakibatkan banyak konsumsi waktu dalam merekrut subjek untuk uji coba.
Sebagai kesimpulan, antibiotik profilaksis oral-parenteral secara signifikan mengurangi kejadian infeksi
paska operasi pada pasien yang menjalani bedah laparoskopi kolorektal.

PICO DAN CRITICAL APPRAISAL

JUDUL : Oral and Parenteral Versus Parenteral Antibiotic Prophylaxis in Elective Laparoscopic
Colorectal Surgery

PENULIS : Hiroaki Hata, MD, Takashi Yamaguchi, MD, Suguru Hasegawa, MD, PhD, FACS, Akinari
Nomura, MD, Koya Hida, MD, PhD, Ryuta Nishitai, MD, PhD, FACS, Satoshi Yamanokuchi, MD, PhD,
Takeharu Yamanaka, PhD, and Yoshiharu Sakai, MD, PhD, FACS.

TAHUN : 2016

Analisis PICO
P Patient and Clinical Problem Pasien dengan kanker kolorektal yang menjalani
bedah laparoskopi
I Intervention Parenteral antibiotik profilaksis
C Comparison Oral dan parenteral antibiotik profilaksis
O Outcome Membandingkan insidensi infeksi bagian tubuh
paska bedah laparoskopi kolorektal dengan
pemberian antibiotik oral-parenteral dan
parenteral saja

Bagaimana perbandingan insidensi infeksi paska operasi antara pemberian antibiotik profilaksis oral-
parenteral dengan parenteral saja?
Section A: Are the results of the trial valid?

1. Did the trial address a


clearly focused issue?
Yes  HINT: An issue can be ‘focused’ In terms of
• the population studied
Can’t Tell • the intervention given
 the comparator given
No
• the outcomes considered

Comments: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antibiotic profilaksis secara oral
dan parenteral dengan antibiotic profilaksis parenteral saja dalam menangani infeksi paska bedah
laparoskopik kolorektal.

2. Was the assignment Yes


of patients to HINT: Consider  how this was carried out
Can’t Tell
treatments  was the allocation sequence
randomised? No concealed from researchers
and patients

Comments: Peneliti memilih peserta penelitian berdasarkan kriteria inklusi yaitu : (1) akan menjalani
bedah laparoskopik kanker kolorektal atau adenoma; (2) umur 20 tahun atau lebih; (3) intake oral yang
bagus; (4) mempunyai fungsi organ yang adekuat. Kemudian data peserta akan dimasukkan ke
computer dan di verifikasi oleh pihak JMTO. Setelah registrasi terpenuhi, peserta penelitian diacak
secara random untuk masuk kedalam tiap tiap kelompok baik kelompok IV maupun kelompok Oral-IV.
Yes

Can’t Tell
3. Were all of the patients
who entered the trial HINT: Consider • was the trial stopped early
No
properly accounted for • were patients analysed in the groups to
at its conclusion? which they were randomised

Comments: Dalam penelitian ini, dokter bedah dan perawat menilai outcome harian pasien selama
dirawat di rumah sakit. Setelah pasien keluar dari rumah sakit, pasien ditindaklanjuti di klinik rawat
jalan selama 30 hari sejak operasi untuk dievaluasi terjadinya infeksi paska operasi,
enteritis/colitis/diare, dan komplikasi paska operasi non-infeksi.

Is it worth continuing?

2
4. Were patients, health Yes
workers and study
personnel ‘blind’ to
treatment? Can’t Tell

No

Comments: Dalam penelitian ini tidak menggunakan placebo dan intervensi yang dilakukan oleh dokter
bedah tidak disamarkan sehingga tidaak dilakukan secara buta. Hal tersebut dilakukan untuk
mengurangi resiko bias dalam menilai outcome primer.

5. Were the groups similar


at the start of the trial
Yes  HINT: Consider
• other factors that might affect
the outcome, such as; age, sex, social class
Can’t Tell

No

Comments: Peserta penelitian diambil dari 5 rumah sakit di jepang yang telah memenuhi kriteria
inklusi. Peserta penelitian berjumlah 579 dengan umur berkisar 65-70 tahun yang akan menjalani bedah
laparoskopik kolorektal. Peserta yang mempunyai obstruksi usus, infeksi preoperative, menggunakan
antibiotic 2 minggu sebelum pembedahan, penggunaan steroid, melakukan kemoterapi, mempunyai
Riwayat DM tidak terkontrol, mempunyai alergi, dan sedang dalam keadaan hamil atau menyusui akan
masuk ke kriteria eksklusi.

6.Aside from the experimental


Yes
intervention, were the groups
treated equally?
Can’t Tell

No 

Comments: Sebanyak 36 pasien dalam kelompok oral-IV mendapat dosis intervensi lebih kecil
daripada peserta lainnya. Hal ini dikarenakan dokter bedah yang melakukan intervensi, menggunakan
resep yang salah sehingga dosis yang digunakan lebih kecil dari dosis awal penelitian.

Section B: What are the results?


7. How large was the treatment effect? HINT: Consider
 what outcomes were
measured
 Is the primary outcome clearly
specified
 what results were found for
each outcome

Comments: insidensi infeksi paska operasi sebagai outcome primer pada kelompok oral-iv adalah
21/289 (7.26%; 95% CI; 4.26-10.3) sedangkan pada kelompok iv adalah 37/290 ( 12.8% ; 95% CI;
8.90-16.6). sebagai outcome primer, antibiotic profilaksis oral-iv secara signifikan mengurangi angka
kejadian infeksi paska operasi.

8. How precise was the estimate of the HINT: Consider


treatment effect?  what are the confidence limits

Comments: nilai confidence interval dalam penelitian ini menggunakan 95%.

Section C: Will the results help locally?

9. Can the results be applied Yes HINT: Consider whether


to the local population, or  the patients covered by the trial
in your context? are similar enough to the patients to whom
Can’t Tell
you will apply this
No  how they differ

Comments: hasil dari penelitian dapat diaplikasikan pada populasi lokal, karena karakteristik pasien
dan intervensi yang digunakan dapat ditemukan pada populasi lokal. Sebagian besar, antibiotik
profilaksis yang digunakan hanya jalur IV saja tidak dikombinasikan dengan oral.

10. Were all clinically Yes


important outcomes
considered? Can’t Tell HINT: Consider whether
 there is other information you would
No like to have seen
 if not, does this affect the decision

Comments: tidak semua hasil klinis pada penelitian ini dipaparkan dengan jelas. Pada jurnal ini tidak
menjelaskan efek samping terapi yang digunakan.
11. Are the benefits worth Yes HINT: Consider
the harms and costs?
 even if this is not addressed by the
Can’t Tell trial, what do you think?

No

Comments : Tidak tahu (Can’t Tell). Pada jurnal tidak disebutkan mengenai manfaat dan
efek samping dari intervensi yang dilakukan
Comments:

CRITICAL APPRAISAL

Checklist – CASP Randomized Control Trial 2018


A. Validitas Jurnal
1. Apakah studi ini menggambarkan secara jelas hal yang sedang dibahas?
Ya. Studi ini bertujuan untuk membandingkan intervensi dengan hanya
menggunakan antibiotik dan dengan menggunakan terapi bedah pada
responden apendisitis akut tanpa komplikasi di Finlandia antara November
2009 sampai Juni 2012

2. Apakah responden yang direkrut dilakukan dengan cara acak


(randomized)?
Ya. Peneliti merekrut responden dengan terlebih dahulu menegakkan
diagnosis apendisitis dengan melihat manifestasi klinis lalu dilakukan
pemeriksaan penunjang dengan CT (Computed Tomography) untuk
mengonfirmasi. Lalu randomisasi dilakukan dengan metode amplop secara
acak dengan menyebar ke beberapa Rumah Sakit yang berpartisipasi dan
dibuka langsung oleh ahli bedah. Ahli bedah melakukan intervensi
berdasarkan amplop dengan nomor yang sudah diacak tersebut.
3. Apakah responden yang masuk ke dalam penelitian telah diperhitungkan
atau dipertanggung jawabkan pada akhir penlitian?
Ya. Dalam penelitian ini peneliti melakukan follow-up dengan cara
meminta responden untuk kontrol dan menggunakan telepon untuk
diwawancarai. Jika responden tidak dapat melakukan hal tersebut maka
peneliti melakukan pemeriksaan langsung terhadap rekam medis
responden, karena biasanya responden sedang menjalankan operasi di
Rumah Sakit.
B. Metodologi Jurnal
4. - Apakah responden dilakukan blinding saat diintervensi?
Ya. Responden tidak tahu intervensi yang akan ia dapatkan karena
intervensi diberikan langsung oleh ahli bedah.
- Apakah investigator melakukan blinding saat intervensi responden?
Tidak tahu. Investigator saat melakukan follow up dapat melalui interview
telepon atau dengan memeriksa rekam medis responden.
- Apakah orang yang menilai dan menganilisa hasil dilakukan blinding
saat intervensi responden?
Ya. Peneliti tidak tahu intervensi yang diberikan kepada setiap responden
karena intervensi dilakukan oleh ahli bedah di setiap Rumah Sakit.
5. Apakah kelompok pada penelitian sesuai dengan karakteristik yang
diinginkan?
Ya. Responden diambil dari penduduk Finlandia yang berobat ke 6 Rumah
Sakit, yaitu Rumah Sakit Universitas Turku, Oulu, dan Tampere, serta
Rumah Sakit Umum Mikkeli, Seinajoki, dan Jyvaskyla. Responden
berumur antara 18-60 tahun.

6. Apakah kelompok pada penelitian mendapatkan tingkat perlakuan yang


sama?
Ya. Ahli bedah yang melakukan intervensi tersebut mayoritas bukan
bagian dari peneliti, sehingga mereka menerapkan protokol normal yang
sesuai dengan aturan yang sudah ada di Finlandia.

C. Hasil atau Importance Jurnal


7. Apakah hasil dari studi ini?
Responden pada penelitian ini awalnya adalah 273 untuk kelompok
appendectomy dan 257 untuk kelompok pemberian antibiotik, tetapi
terdapat beberapa data yang hilang karena responden meninggal saat
penelitian berlangsung. Sehingga responden yang digunakan adalah 272
untuk kelompok appendectomy dan 256 untuk pemberian kelompok
antibiotik. Pada penelitian ini digunakan uji statistik pearson. Analisis dari
intention to treat dari nilai efikasi antara 2 kelompok tidak signifikan
(P=0,89), sehingga peneliti tidak dapat menyatakan bahwa pemberian
terapi antibiotik itu lebih buruk daripada pembedahan (appendectomy).
Walaupun begitu nilai dari intention to treat bermakna yaitu -27% (95%
CI, -31,6% - ∞).
8. Seberapa tepat hasil dari studi ini?
Ya. Nilai confidence interval (CI) pada penelitian ini menggunakan 95%
9. Apakah manfaat dari intervensi lebih besar dibandingkan kerugian dan
biayanya?
Tidak tahu (Can’t Tell). Pada jurnal tidak disebutkan mengenai manfaat
dan efektivitas dari biaya yang diperlukan saat melakukan intervensi

D. Aplikasi Jurnal (Applicability)


10. Apakah hasil ini dapat diterapkan pada populasi lokal?
Ya. Pada populasi lokal kebanyakan masyarakat masih cenderung lebih
memilih tindakan konservatif dibanding operatif. Sehingga penggunaan
antibiotik dapat menjadi terapi pilihan dalam mengatasi apendisitis akut
tanpa komplikasi. Appendectomy pun juga umum dilakukan di Indonesia.
11. Apakah intervensi pada penelitian dapat di aplikasikan dengan baik pada
masyarkat lokal?
Tidak tahu (Can’t Tell). Pada pemberian antibiotik pada jurnal ini
menggunakan ertapenem yang sebanarnya jarang digunakan untuk terapi
appendistis. Terapi yang biasa digunakan untuk appendisitis di Indonesia
sendiri adalah menggunakan cefotaxim atau dengan metronidazol.

Anda mungkin juga menyukai