Anda di halaman 1dari 24

DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus
berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok
panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap
glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner & Suddart, 2002).

KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the
Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu:
(Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang
normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk
mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan
insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak
dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun
dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma
penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit
Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :
1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda- tanda dan gejala
seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh
tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih
besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus
berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai
vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem
imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim
2009).
WOC
Manifestasi Klinis

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal .
Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten c Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Klasifikasi :


Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk
kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon
dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Komplikasi

Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering
hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun
insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
Ulkus Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang tumbuh
kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit
kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

Penatalaksanaan

1. Medis
Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan
Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
2 .Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin
diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan
Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial,
memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa
darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan
penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolik


Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya
anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis
atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah.
Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.


Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri
masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan
dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
1. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes.
2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140
hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
3. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama
periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari
140 mg/dl.
4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah
diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini
digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

I. Data fokus pengkajian


Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada
berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu
dikaji meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi,
disorientasi, koma
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut Tanda : Nadi yang menurun, disritmia,
bola mata cekung
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen Tanda : Urine berkabut, bau busuk
( infeksi ), adanya asites.
4. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus Tanda : Turgor kulit jelek dan
bersisik, distensi abdomen
5. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi

7. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum Tanda : Lapar udara, frekuensi
pernafasn
8. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
9. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall. 2000).
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

5. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
J. Fokus Intrvensi dan Rasional

1. Diagnosa no. 1

Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya

aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh

darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

Kriteria Hasil : a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.

c. Kulit sekitar luka teraba hangat.

d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

e. Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :

1). Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2). Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,

hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.

Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga

tidak terjadi oedema.

3). Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan

merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.


Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya

arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

4). Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,

pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi

pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat

diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara

rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan

pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah

ulkus/gangren.

2. Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren

pada ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

Kriteria hasil : a. Berkurangnya oedema sekitar luka.

b. Pus dan jaringan berkurang

c. Adanya jaringan granulasi.

d. Bau busuk luka berkurang.

Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses


penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan

selanjutnya.

2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik

menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang

menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga

kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak

jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan

nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur

pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan

kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik

yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah

untuk mengetahui perkembangan penyakit.

3. Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil : a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau

hilang.

b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk

mengatasi nyeri.

c. Elspresi wajah klien rileks.


d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas

normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T :

120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1). Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.

2). Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan

mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien

untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.

3). Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan

memperberat rasa nyeri.

4). Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri

yang dirasakan pasien.

5). Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan

kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.

6). Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran

pus.
7). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri

pasien.

4. Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di

kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang

optimal.

Kriteria Hasil : a. Pergerakan paien bertambah luas

b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan

kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

c. Rasa nyeri berkurang.

d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara

bertahap sesuai dengan kemampuan.

Rencana tindakan :

1). Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

2). Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga

kadar gula darah dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat

kooperatif dalam tindakan keperawatan.

3). Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah

sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan

baik.

4). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )

dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri,

fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas

secara bertahap dan benar.

5. Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : a. Berat badan dan tinggi badan ideal.

b. Pasien mematuhi dietnya.

c. Kadar gula darah dalam batas normal.

d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Rencana Tindakan :

1). Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi

pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan

diet yang adekuat.

2). Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.


Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi

terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.

3). Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat

badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan

diet ).

4). Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program

diet yang ditetapkan.

5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet

diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa

ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,

pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan

gula darah dan mencegah komplikasi.

6. Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan

tinggi kadar gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).

Kriteria Hasil : a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )

c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.


Rencana tindakan :

1). Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran

infeksi dapat membantu menentukan tindakan

selanjutnya.

2). Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan

diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk

mencegah infeksi kuman.

3). Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4). Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang

ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat

meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat,

mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil

kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

5). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin

akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses

penyembuhan akan lebih cepat.


7. Dianosa no. 7

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang

penyakitnya.

Kriteria Hasil: a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan

kembali bila ditanya.

b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri

berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Rencana Tindakan :

1). Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan

gangren.

Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat

perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan

yang diketahui pasien/keluarga.

2). Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan

menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat

dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

3). Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada

pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat


sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

4). Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan

libatkan pasien didalamnya.

Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung

dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif

dan cemasnya berkurang.

5). Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /

memungkinkan).

Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang

telah diberikan.

Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan

keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi

dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga

dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan

keamanan fisik dan psikologis.

Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi

intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. Evaluasi

merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah

membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan

dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan

tercapai:
1. Berhasil

prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal

yang ditetapkan di tujuan.

2. Tercapai sebagian

pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan

dalam pernyataan tujuan.

3. Belum tercapai

pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang

diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

Anda mungkin juga menyukai