Anda di halaman 1dari 23

Permasalahan Lingkungan Dan Penyebabnya Dengan Memanfaatkan

Peranan Biodiversitas Dan Konservasi Biologi: Studi Kasus Wilayah Pesisir

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Etika Keilmuan
Yang diampu oleh Ibu Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd.

Disusun Oleh:
Muhamad Prayogi Erfanda (190342720810)
Maria Angelina Genere Koban (200342857002)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM S2 BIOLOGI
NOVEMBER 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari
perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km2 serta perairan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas 2,7 juta km2 dengan potensi
lestari sumber daya ikan sebesar 6.11 juta ton per tahun (Boer, etc, 2001).
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan
laut; kearah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering
maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang
surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah
pesisir mencakup wilayah dengan ciri-ciri yang dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Dalam sautu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alami ataupun
buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah
terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves, padang lamun, pantai
berpasir (sandy beach), formasi pascaprea, formasi baringtonia, estuaria,
laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa : tambak,
sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan
kawasan pemukiman.
Kondisi suatu perairan pantai maupun pesisir dapat di ukur dengan
berbagai metode dan berbagai sudut pandang. Pendugaan kondisi perairan
dapat dilakukan berdasarkan sifat fisika-kimia air maupun berdasarkan data
biotik penghuni perairan tersebut. Sifat-sifat ini akan saling berinteraksi dan
saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain secara kompleks; sehingga
kondisi fisik dan/atau kimiawi akan mempengaruhi kondisi biotik; demikian
juga sebaliknya, bahwa kondisi biotik juga dapat mempengaruhi kondisi fisik
dan/atau kimiawi suatu perairan.

2
Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan kesesuaian
yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut. karena itu,
pengemasan dan pengaturan perlu dilakukan (Zonneveld et al, 1991).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir pantai
merupakan suatu kawasan yang mempunyai kerawanan dan sekaligus potensi
strategis ditinjau dari aspek penataan ruang, yaitu suatu kawasan yang secara
geografis spasial penting, namun belum banyak dilakukan upaya penataan
permanfaatan ruangnya secara terintegrasi/ terpadu, baik antar kawasan dalam
suatu wilayah administratif maupun antar wilayah administratif. Kerawanan
yang terdapat pada kawasan pesisir berkaitan dengan fungsi lindung/ekologis,
dimana posisi geografisnya merupakan peralihan antara ekosistem daratan
dan ekosistem perairan/ lautan, sehingga seringkali dijumpai sumberdaya
alam yang spesifik, seperti terumbu karang, hutan bakau, resting area, untuk
berbagai satwa dan sebagainya.
Potensi strategis yang dimiliki oleh kawasan pesisir berkaitan dengan nilai
ekonomis yang terdapat di kawasan ini, baik yang berbasis pemanfaatan
sumber daya alam, seperti perikanan budidaya (tambak), kehutanan,
pariwisata, dan sebagai¬nya, maupun yang tidak berbasis pada sumber daya
alam seperti perhubungan (pelabuhan). Beberapa pemanfaatan yang
berhubungan dengan fungsi budidaya ini cenderung bersifat ekspansif
sehingga kawasan ini rentan/ rawan terhadap terjadinya perubahan
penggunaan lahan, khususnya konflik penggunaan lahan (landuse conflicts)
antara fungsi lindung dengan fungsi budi daya.
Pemaparan dalam tulisan ini kami akan mencoba menguraikan konsep
manajemen sumber daya perairan pada perairan pesisir pantai dan teluk.
Tulisan ini juga akan berusaha memaparkan potensi sumber daya perairan,
kesesuaian habitat, pecegahan kesuburan perairan, perbaikan habitat, serta
konservasi sumber daya perairan pada wilayah peisisir pantai dan wilayah
teluk.

3
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan konsep sumber daya perairan.
2. Menjelaskan potensi sumber daya perairan pada wilayah pesisir pantai
dan teluk.
3. Menjelaskan perbaikan habitat pada wilayah pesisir pantai dan teluk.
4. Menjelaskan konservasi sumber daya perairan pada wilayah pesisir
panrai dan teluk.
5. Memberikan gambaran permasalahan dan prospek wilayah pesisir
Kabupaten Malang.

C. Batasan Penulisan
Batasan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Studi kasus yang diangkat dalam makalah ini terkait
beberapa permasalahan dalam wilayah pesisir pantai dan
teluk.
2. Kajian dalam makalah ini berfokus mengenai pembahasan penyebab dan
solusi yang diberikan untuk mengtasai permasalahan pada wilayah pesisir
dan teluk.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Manajemen Sumber Daya Perairan
Sumber daya alam pesisir dewasa ini sudah semakin disadari banyak orang
bahwa sumber daya ini merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan
dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan.
Di sisi lain, konsekuensi logis dari sumber daya pesisir sebagai sumber daya
milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces)
maka pemanfaatan sumberdaya alam pesisi dewasa ini semakin meningkat di
hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebih daya
dukung sumber daya (over eksploitatiton).
Ghofar (2004), menyatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya
alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi
bahan- bahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan
ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenis-jenis
yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya
alam pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar.
Sedangkan menurut Purwanto (2003), mengatakan bahwa ketersediaan
(stok) sumberdaya ikan pada beberapa daerah penangkapan (fishing ground)
di Indonesia ternyata telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga
kelestariannya terancam. Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit
didapatkan bahkan nyaris hilang dari perairan Indonesia. Kondisi ini semakin
diperparah oleh peningkatan jumlah armada penangkapan, penggunaan alat
dan teknik serta teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan.
Wilayah pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik,
karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah
ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki keaneka
ragaman lingkungan laut. Pesisir tidak sama dengan pantai, karena pantai
merupakan bagian dari pesisir.

5
Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat
produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang
dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga kekuatan
yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Menurut kesepakatan
bersama dunia internasional, pantai diartikan sebagai suatu wilayah peralihan
antara daratan dan lautan, apabila ditinjau dari garis pantai maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas sejajar garis pantai
(longshore), dan batas tegak lurus pantai (crossshore), (Supriharyono, 2000).
Sebagai tempat yang strategis pantai dimanfaatkan untuk berbagai hal
berupa eksploitasi sumber daya perikanan, kehutanan, minyak, gas, tambang
dan air tanah dan lain-lain. Pantai sebagai daerah wisata, konservasi dan
proteksi biodiversity. Pantai digunakan pula sebagai tempat perkembangan
dan peningkatan infrastruktur antara lain berupa transportasi, pelabuhan,
bandara yang kesemuanya untuk memenuhi peningkatan penduduk.
Teluk merupakan salah satu wilayah pesisir yang unik karena kondisinya
yang biasanya semi tertutup sehingga kondisi ini memberi ciri kekhasan
tersendiri. Aktifitas di daratan sangat mempengaruhi kualitas teluk.
Tujuan pengelolaan sumber daya perairan yaitu agar keberadaan sumber
daya tetap ada meskipun selalu di manfaatkan. Pengelolaan sumber daya
perairan dilakukan berdasarkan azas manfaat, keadilan, kemitraan,
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi dan kelestarian yang
berkelanjutan.

B. Potensi Sumber Daya Pada Pesisir Pantai dan Teluk


Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan
keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih
maupun yang tidak dapat pulih. Indonesia memiliki kekayaan
keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia, contohnya
ekosistem pesisir hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, yang
sangat luas dan beragam.

6
1. Sumber daya dapat di pulihkan ( renewable resources)
a) Potensi Daya Perikanan
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari
sumberdaya perikanan palagis besar ( 451.830 ton/tahun) dan pelagis
kecil (2.423.000 ton/ tahun), sumberdaya perikanan 3.163.630 ton/
tahun,udang 100.720 ton/tahun, ikan karang 80.082 ton/tahun dan cumi –
cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional potensi lestari
ikan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai
48% ( Dirjen Perikanan 1995).
b) Hutan Mangrove
Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
diwilayah pesisir. Fungsi dan peran hutan Mangrove, yaitu: a) menyusun
mekanisme antara komponen mangrove dengan ekosistem lain,pelindung
pantai, dan pengendali banjir. b) penyerap bahan pencemar,sumber
energi bagi biota laut. c) menjaga kesetabilan produktivitas dan
ketersediaan sumberdaya hayati di perairan. d) sebagai sumber kayu
kelas satu, bahan kertas dan arang.
c) Padang Lamun dan Rumput Laut
Padang lamun mempunyai fungsi: a) meredam ombak dan
melindungi pantai. b) daerah asuhan larva. c) tempat makan. d) rumah
tempat tinggal biota laut. e) wisata bahari.
d) Terumbu Karang
Peran terumbu Karang, yaitu: a) pelindung pantai dari hempasan
ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. b) sebagai habitat tempat
mencari makanan.
2. Sumber Daya yang Tidak Dapat di Pulihkan (Unrenewable
Resources)
a) Bahan tambang dan mineral
Bahan tambang dan mineral yang terdapat di antaranya: bahan
bangunan, pasir.
b) Jasa-jasa lingkungan
Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan
7
pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media

8
transportasi dan komunikasi, sumber energy, sarana pendidikan dan
penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim,
kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis
lainnya. sumber energy yang dapt dimanfaatkan antara lain.
c) OTEC ( Ocean Thermal Energy Convention )
OTEC merupakan salah satu bentuk pengalihan energy yang
tersimpan dari sifat fisik laut menjadi energy listrik. Suhu air laut akan
menurun sesuai dengan bertambahnya kedalaman. Perbedaan suhu air di
permukaan dengan suhu air di bagian dalam dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi listrik.
a) Energi dari gelombang laut
Gelombang laut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai energi
alternatif di hampir seluruh wilayah dan lautan dunia.
b) Energi pasang surut
Pasang surut dapat dikonversi menjadi energi listrik , terutama pada
daerah teluk yang memiliki amplitudo pasang surut 5 sampai 15 m.

C. Perbaikan Habitat Pada Pesisir Pantai dan Teluk


Perbaikan habitat pada sumber daya perairan pesisir pantai dan teluk
seperti terumbu karang, hutan mangrove, atau padang lamun dapat dilakukan
untuk memberi kendali terhadap kerusakan sumber daya.
a) Perbaikan Terumbu Karang
Terumbu karang memiliki bentuk dan struktur yang membuatnya
unik sebagai salah satu ekosistem yang hidup di dalam laut. Ekosistem
terumbu karang disusun oleh karang-karang dari Kelas Anthozoa, Ordo
Scleractinia (Tomascik et al., 1997).
Usaha pemulihan terumbu karang, salah satunya dengan budidaya
karang dengan memanfaatkan metode transplantasi karang menggunakan
teknik fragmentasi. Transplantasi karang pada prinsipnya adalah
memotong cabang karang dari karang hidup, lalu ditanam pada suatu
daerah tertentu. Namun pelaksanaan tidak semudah yang dibayangkan,

9
karena harus pula diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan transplantasi. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
reproduksi karang dengan fragmentasi meliputi ukuran fragmen, tipe
substrat tempat fragmen diletakkan, dan jenis karang (Thamrin, 2006).
Transplantasi karang merupakan salah satu metode budidaya
karang dengan memotong sebagian dari koloni karang tertentu untuk
ditanam di tempat yang baru. Berbagai macam metode transplantasi
karang telah dilakukan diantaranya dengan menggunakan substrat beton
hingga metode elektrolisis yang menggunakan aliran listrik. Berbagai
macam metode tersebut dilakukan untuk mendapat metode transplantasi
yang paling efektif.
b) Perbaikan Habitat Padang Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae)
yang dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal (Wood et
al. 1969). Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut
yang dapat terdiri dari satu species (monospesific; banyak terdapat di
daerah temperate) atau lebih dari satu species (multispecific; banyak
terdapat di daerah tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun.
Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem yang
kompleks dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat panting bagi
perairan wilayah pesisir. Secara taksonomi lamun (seagrass) termasuk
dalam kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas di lingkungan
laut yang umumnya hidup di perairan dangkal wilayah pesisir. Lamun
sangat berperan penting pada fungsi-fungsi biologis dan fisik dari
lingkungan pesisir. Pola zonasi padang lamun adalah gambaran yang
berupa rangkaian/model lingkungan dengan dasar kondisi ekologis yang
sama pada padang lamun. Aktivitas manusia di sekitar pesisir dapat
berupa pertanian, peternakan dan pelabuhan tradisional serta pemukiman
penduduk. Aktivitas manusia yang tidak memperhatikan lingkungan

10
pesisir akan mengakibatkan perubahan komunitas lamun sebagai
penunjang ekosistem pesisir.
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan
gangguan utama dari aktivitas manusia maka untuk rehabilitasinya dapat
dilaksanakan melalui dua pendekatan: yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft
rehabilitation) dan 2) rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
1. Rehabilitasi lunak
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,
dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan
mempunyai kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara
alami. Rehabilitasi lunak lebih menekankan pada pengendalian perilaku
manusia.
2. Rehabilitasi keras
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi
lingkungan atau dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu
direhabilitasi. Kegiatan transplantasi lamun belum berkembang luas di
Indonesia. Berbagai percobaan transpalantasi lamun telah dilaksanakan
oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI yang masih dalam taraf awal.
Pengembangan transplantaasi lamun telah dilaksanakan di luar negeri
dengan berbagai tingkat keberhasilan.
c) Perbaikan Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai
ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang
dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air
karena adanya pasang surut air laut.
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya
pesisir di sebagian besar-walaupun tidak semua-wilayah Indonesia.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi
penghubung antara daratan dan lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda
lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah daratan atau ke arah laut
melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi
efek yang

11
merugikan dari perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber
makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada
maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.
Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang
rendah dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-
kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun
hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa
keanekaragaman hayati yang berada di sekitar mangrove juga harus
dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem
tersebut menjadi lebih tinggi. Dapat diambi suatu aksioma bahwa
pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-
habitat di sekitarnya agar mangrove dapat tumbuh dengan baik.
Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara
restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan
kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan
manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan
keinginan untuk menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang
dipahami/diingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya
mengandung makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk
mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Kita manusia pelaku mencoba
membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses pemulihan
terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik
akan lebih murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman
mangrove secara langsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu
sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi
memperbaiki atau memperbaharui diri secara alami

D. Konservasi Sumber Daya pada Pesisir Pantai dan Teluk


Secara ekologi kawasan konservasi perairan harus memiliki
keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan,
keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan

12
ikan daerah pengasuhan. Kriteria sosial budaya meliputi dukungan
masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman dan kearifan lokal
serta adat istiadat, serta kriteria ekonomi meliputi nilai penting perikanan,
potensi rekreasi dan pariwisata, estetika dan kemudahan mencapai kawasan.
Kawasan perlindungan laut didirikan untuk tujuan skala besar, termasuk
melindungi spesies laut dan habitatnya, menjaga keanekaragaman hayati laut,
mengembalikan cadangan perikanan, mengelola aktivitas pariwisata, dan
meminimalkan konflik diantara berbagai pengguna. Untuk mencapai tujuan
ini, sasaran yang spesifik dan terukur harus ditentukan dalam konteks
keluaran dan hasil yang dicari. Pada gilirannya membutuhkan pengembangan
rencana pengelolaan yang ditentukan dengan baik, identifikasi ukuran
keberhasilan dari kawasan perlindungan laut, monitoring dan evaluasi
dampak pengelolaan, danpada akhirnya aktivitas tersebut menjadi masukan
ke dalam proses perencanaan untuk memperbaiki tujuan, rencana dan
capaian. Dengan kata lain, kawasan perlindungan laut harus di kelola secara
adaptif.

E. Permasalahan Dan Prospek Wilayah Pesisir Kabupaten Malang


Permasalahan yang terkandung di wilayah pesisir Kabupaten Malang
ditinjau dari aspek sumberdaya alam, sosial ekonomi dan prasarana wilayah
diuraikan sebagai berikut ini.
a) Ekosistem Pesisir
a) Ancaman Kerusakan Wilayah Pesisir Akibat Gelombang Air Laut
Selatan
Semua potensi yang terkandung dalam ekosistem pesisir atau laut di
wilayah pesisir Kabupaten Malang dikhawatirkan akan mengalami
kerusakan pantai akibat adanya gelombang air laut selatan yang cukup
besar. Karakteristik ombak di Pantai Selatan (PANSELA) lebih besar
jika dibandingkan dengan Pantai Utara (PANTURA), sehingga kondisi
yang demikian memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
kelangsungan hidup di wilayah pesisir Kabupaten Malang, mengingat
ancaman ombak ini merupakan faktor pembatas alami dalam
13
pengembangan wilayah.

14
b) Ancaman Kerusakan Perairan Pesisir Akibat Penangkapan Ikan
dengan Peledak
Disamping karena ombak laut yang besar, wilayah perairan pesisir
dikhawatirkan mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan oleh
nelayan yang menggunakan bahan peledak yang berbahaya. Penggunaan
bahan peledak ini dapat mengancam biota air lainnya seperti terumbu
karang.
c) Alih Fungsi Lahan di Pesisir
Wilayah pesisir di Kabupaten Malang sebagian besar berupa kawasan
lindung. Pada saat ini kondisi kawasan lindung di wilayah tersebut
sebagian mengalami alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya, seperti permukiman penduduk, lahan pertanian
budidaya dan perkebunan. Alih fungsi lahan ini didorong oleh faktor
sosial ekonomi masyarakat pesisir dalam rangka pemenuhan kebutuhan
ekonomi. Adanya alih fungsi lahan akan menyebabkan serangkaian
dampak atau permasalahan baru seperti rawan banjir, longsor, kekeringan
pada wilayah perlindungan di bawahnya, dan juga berpengaruh terhadap
kondisi wilayah pantai antara lain terjadinya sedimentasi.
d) Eksploitasi Sumberdaya yang Tidak Ramah Lingkungan
Banyaknya kegiatan-kegiatan eksploitasi sumber daya yang tersedia di
kawasan pesisir dan perairan Malang Selatan yang tidak ramah
lingkungan, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan
seperti: berkurangnya hutan bakau akibat penebangan akan menyebabkan
abrasi gelombang laut yang cukup besar, penangkapan ikan dengan
peledak yang dapat merusak ekosistem terumbu karang, penebangan dan
pembukaan areal tambak pada hutan mangrove dan sejenisnya.
e) Pengelolaan Kawasan Pesisir yang Kurang Optimal
Kurangnya pengelolaan kawasan pesisir yang ada di wilayah Kabupaten
Malang dan pemeliharaan sarana-prasarana yang ada misalnya kondisi
pantai dan lingkungan sekitarnya yang terlihat masih kotor dan kurang
terurus, sarana prasarana obyek wisata yang kurang berkembang, sarana-

15
prasarana perikanan yang kurang memadai merupakan salah satu
permasalahan yang harus mendapatkan perhatian dalam pengembangan
wilayah pesisir secara terpadu.
b) Transportasi Laut
a) Ombak dan Gelombang Cukup Besar pada Musim Barat
Pada saat musim barat, ombak dan gelombang laut cukup besar, yang
mengancam aktivitas transportasi laut. Pelabuhan Sendangbiru
direncanakan sebagai Pelabuhan Nasional-Internasional, sehingga faktor
pembatas alam berupa ombak dan gelombang laut yang cukup besar ini
akan mempengaruhi pelayaran menuju pelabuhan.
b) Kesulitan Pembebasan Lahan Guna Pengembangan Pelabuhan
Lahan yang potensial untuk pengembangan pelabuhan di wilayah pesisir
merupakan kawasan hutan baik hutan produksi maupun hutan lindung,
yang memerlukan proses dan prosedur relatif panjang dan rumit dalam
rangka alih fungsi lahan, karena bersifat lintas sektor. Kesulitan
pembebasan lahan untuk pengembangan pelabuhan menjadi hambatan
atau permasalahan dalam rangka penyediaan lahan sebagai kawasan
pelabuhan.
c) Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Pesisir yang Kurang Optimal
Kawasan pelabuhan yang berfungsi salah satu prasarana transportasi laut,
kondisinya saat ini masih belum optimal pengelolaannya, yang ditandai
dengan kondisi air laut yang kotor yang disebabkan karena aktivitas
nelayan di pelabuhan. Hal ini disamping menurunkan estetika pelabuhan
juga dapat mengganggu kelancaraan transportasi kelautan.
d) Keterbatasan Pendukung Kegiatan Ekspor
Pelabuhan Sendangbiru yang direncanakan sebagai pelabuhan Nasional-
Internasional hingga saat ini masih mengalami keterbatasan fasilitas atau
sarana pendukung bagi kegiatan ekspor, seperti peruntukan pergudangan
maupun kawasan peruntukan industri pendukung. Keterbatasan ini

16
menjadi hambatan dalam rangka pengembangan pelabuhan yang
memiliki skala Nasional maupun Internasional.
e) Pengembangan JLS yang Belum Sepenuhnya Berjalan Sesuai
Kebutuhan
Rencana pengembangan JLS pada satu sisi diprakirakan akan membawa
perubahan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah,
bahkan ekonomi regional. Namun dalam proses pelaksanaan
pembangunannya masih mengalami beberapa kendala seperti kegiatan
pengadaan atau pembebasan lahan. Pengembangan JLS yang belum
sepenuhnya berjalan sesuai dengan kebutuhan dan diprakirakan masih
relatif lama untuk dapat difungsikan secara penuh juga akan membawa
pengaruh terhadap kegiatan ekonomi wilayah.
c) Perikanan
a) Kurangnya Alternatif Pengolahan Hasil Produksi Perikanan
Potensi perikanan khususnya perikanan tangkap di wilayah Kabupaten
Malang cukup besar dengan adanya wilayah perairan yang memiliki
keragaman sumberdaya alam kelautan. Hasil produksi perikanan tangkap
pada umumnya langsung didistribusikan kepada pengepul atau konsumen
secara langsung. Kegiatan pengolahan hasil produksi perikanan masih
belum berjalan, yang diakibatkan karena keterbatasan peralatan
pengolahan, padahal kegiatan pengolahan perikanan dapat meningkatkan
nilai tambah atau nilai jual hasil perikanan.
b) Berkurangnya Debit Air Musim Kemarau untuk Pengembangan
Perikanan Darat
Kegiatan budidaya perikanan darat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
air atau debit air sungai. Pada saat musim kemarau, debit air sungai di
wilayah pesisir mengalami penurunan, sehingga mempengaruhi kegiatan
budidaya perikanan darat yang berupa karamba. Penurunan debit air ini
merupakan faktor pembatas alamiah yang menjadi permasalahan dalam
pengembangan budidaya perikanan darat.

17
c) Penurunan Kualitas Lahan untuk Tambak akibat Pencemaran
Untuk pengembangan kawasan perikanan tambak permasalahan yang
dihadapi adalah menurunnya kualitas lahan untuk tambak akibat adanya
pencemaran dari wilayah darat berupa sisa obat hama (pestisida) yang
larut bersama air sungai atau air permukaan lainnya. Kondisi ini akan
berpengaruh terhadap tingkat produktivitas perikanan tambak yang ada di
wilayah pesisir.
d) Pencemaran Air ke Wilayah Perairan Pantai
Wilayah perairan merupakan daerah akhir pengaliran dari daratan,
sehingga tingkat pencemaran di perairan pantai ini cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya kegiatan budidaya di wilayah daratan dan
mempengaruhi ekosistem wilayah pantai dan perairan yang pada
akhirnya berakibat pada potensi lestari perikanan laut. Pencemaran air ini
dapat mengakibatkan penurunan kualitas air laut, yang mempengaruhi
biota perairan yang ada di pesisir maupun biota di wilayah perairan,
termasuk potensi sumberdaya alam kelautan yang berupa ikan, terumbu
karang, rumput laut dan hutang mangrove.
e) Penangkapan Ikan yang Tidak Ramah Lingkungan
Adanya kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan yang tidak ramah
lingkungan ini akan menyebabkan rusaknya ekosistem perairan dan
pantai sehingga dapat menimbulkan serangkaian dampak negatif lainya
yang berpengaruh terhadap keberadaan potensi perikanan tangkap yang
ada di wilayah pesisir Kabupaten Malang.
d) Pariwisata
a) Belum Mampu Bersaing dalam Skala Regional dan Nasional
Potensi pariwisata yang besar dan sangat banyak belum mampu bersaing
dalam skala regional dan nasional, dan banyaknya obyek wisata
menjadikan sukar untuk mengembangkan dalam skala besar secara
bersamaan.

18
b) Kurangnya Pengembangan Keterkaitan Obyek Wisata
Kurangnya pengembangan keterkaitan obyek wisata sebagai satu
kesatuan sistem menjadi permasalahan dalam pengembangan pariwisata
yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Malang.

Prospek Pengembangan Pesisir Kabupaten Malang


Prospek pengembangan wilayah pesisir pada masa mendatang di
Kabupaten Malang adalah sebagai berikut :
1. Ekosistem Pesisir
 Pemanfaatan kawasan lindung di kawasan pesisir Malang Selatan untuk
kegiatan lain dengan tidak merusak/mengganggu keseimbangan
kelestarian lingkungan, yakni seperti: pengembangan kegatan wisata
alam, untuk kegiatan penelitian dan wisata pendidikan, sehingga selain
memberikan manfaat ekonomi juga meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya kelestarian lingkungan terutama di kawasan pesisir
yang cenderung rentan terhadap perubahan di wilayah darat maupun
perairan.
 Peningkatan pemanfaatan potensi yang terdapat di kawasan pesisir
Malang Selatan khususnya perikanan tangkap atau perikanan perairan
laut secara ramah lingkungan akan mendorong keberlanjutan dalam
jangka panjang.
 Perlindungan Pulau Sempu yang ada di Kecamatan Sumbermanjing
Wetan sebagai kawasan wisata dan cagar alam sesuai dengan fungsi dan
perannya.
 Kawasan hutan lindung mempunyai potensi alam yang menarik dapat
dikembangkan untuk kegiatan wisata (eco tourism), yaitu wisata alam
pantai, dengan tanpa mengubah fungsi lindung yang ditetapkan pada
kawasan, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi.
 Pemanfaatan potensi sumber daya alam dan pengembangan kegiatan
potensial (wisata, pelabuhan) di kawasan pesisir Malang Selatan ini dapat
dioptimalkan apabila dikembangkan akses menuju kawasan maupun
akses yang menghubungkan antar kawasan di wilayah pesisir.

19
 Untuk pengembangan dan pengelolaannya diperlukan kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat setempat.
 Kawasan Sendangbiru sangat potensial untuk pengembangan pelabuhan
dan kawasan industri dalam skala besar.
2. Transportasi Laut
 Dengan dukungan pengembangan skala besar Kawasan Sendangbiru
memiliki kemampuan uantuk dikembangkan sebagai pelabuhan laut
untuk angkutan barang.
 Pada kawasan sekitar Pantai Tamban yang bersebelahan dengan Pantai
Sendangbiru memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan
pelabuhan pada bagian daratan.
 Letaknya di tepi Samudra Indonesia, Kawasan Sendangbiru dapat
didorong menjadi pelabuhan berskala Nasional – Internasional.
Peningkatan infrastruktur khususnya Jalan Lintas Selatan dan ke arah
Kota Malang akan mendorong percepatan perwujudan Sendangbiru
menjadi Pelabuhan Nasional-Internasional.
3. Perikanan
Prospek pengembangan kegiatan perikanan tangkap sangat besar di wilayah
pesisir Malang, dimana terkait dengan adanya rencana pengembangan
pelabuhan perikanan dan pelabuhan umum Nasional-Internasional di
Kawasan Sendangbiru.
4. Pariwisata
Prospek pengembangan kawasan pariwisata berupa wisata pantai sangat besar
di wilayah Pesisir Kabupaten Malang baik yang telah berkembang maupun
yang belum dikembangkan secara optimal, mengingat daya tarik ekologi
pantai serta ekologi kawasan lindung yang ada di wilayah pesisir selatan
Kabupaten cukup tinggi.

20
BAB III
RANGKUMAN

Kondisi suatu perairan pantai maupun teluk dapat di ukur dengan berbagai
metode dan berbagai sudut pandang. Pendugaan kondisi perairan dapat dilakukan
berdasarkan sifat fisika-kimia air maupun berdasarkan data biotik penghuni
perairan tersebut. Sifat-sifat ini akan saling berinteraksi dan saling pengaruh
mempengaruhi satu sama lain secara kompleks; sehingga kondisi fisik dan/atau
kimiawi akan mempengaruhi kondisi biotik; demikian juga sebaliknya, bahwa
kondisi biotik juga dapat mempengaruhi kondisi fisik dan/atau kimiawi suatu
perairan.
Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan kesesuaian
yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut. karena itu,
pengemasan dan pengaturan perlu dilakukan. Pengelolaan sumber daya perairan
perlu di lakukan demi keberlanjutan sumber daya dalam jangka yang panjang.
Sumber daya perairan merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,
keberadaanya saat ini semakin tergradasi akibat dari intervensi alam dan
intervensi manusia. Pengelolaan sumber daya perairan sebuah keharusan demi
kepentingan jangka panjang. Semoga karunia itu tetap selalu ada dan bisa di
rasakan generasi yang akan datang.

21
DAFTAR RUJUKAN

Boer, M., K. A. Aziz, J. Widodo, A. Djamali, A. Ghofar dan R. Kurnia. 2001.


Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di
Perairan Indonesia. Direktorat Riset dan Eksplorasi Sumberdaya Hayati,
Direktorat Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut, Departemen
Kelautan dan Perikanan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Perikanan
Laut - Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 49p
Carolita, I., B. Hasyim, D. Dirgahayu, S. Irwan, H. Noviar, I.W. Bagja dan Y.
Noulita. 1999. Analisis Kualitas Air di Sekitar perairan Surabaya
Menggunakan Data Landsat-TM. Majalah Lapan Edisi Penginderaan Jauh,
01(01): 10-19.
Cervetto, G., Mesones, C., Calliari, D. 2002. Phytoplankton Biomass and its
Realitionship to Enviromental Variables in a Disturbed Coastal Area of The
Rio De La Plata Uruguay, before the New Sewage Collector System.
Atlantica Rio Grande 24(1): 45 – 54.
Edgren, G., 1993. Expected Economic and Demographic Development in Coastal
World Wide, National Institute for Coastal and Marine Management, Coastal
Zone Management Centre, Noordwijk, Netherland.
Ghofar, A., 2004, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Terpadu dan
Berkelanjutan, Cipayung-Bogor.
Lee, G. F., and Jones-Lee, A. 2007. Role of Aquatic Plant Nutrients in Causing
Sediment.
Najamuddin A. 2004. Variasi Ukuran dan Kebiasaan Makan Larva Ikan dan
Juvenil Ikan di Pantai Tanjung Mangkok Kalimantan Selatan. Tesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purwanto, 2003, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jendral
Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Romomihtarto K, Juwana S. 1999. Plankton Larva Ikan Hewan Laut. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI.

22
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis, PT. Gramedia, Jakarta.
Soemodhiharjo. 1990. Teluk Ambon. Ambon: Balai Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut (LIPI) Ambon.
Oxygen Demand Part II – Sediment Oxygen Demand, Report of G. Fred Lee &
Associates, El Macero, CA, June (2007).
Pauer, J.J., K. Taunt, W. Melendez, R.G. Kreis, and A. Anstead. 2007.
Resurrection of the Lake Michigan eutrophication model, MICH1. J. Great
Lakes Res. 33:554-563.
Tomascik, T., A.J. Mah., A. Nontji. and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of The
Indonesian Seas. Periplus Edition. Republic of Singapore. 7: 192 – 221.
Thamrin. 2006. “Karang” Biologi Reproduksi dan Ekologi. Minamandiri Pres,
Zonneveld. N., E. A. Huisma dan J. H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya
Ikan.
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai