Pengkajian
Pada trauma abdomen pengkajian terdiri dari identitas klien dan penanggung jawab, pengkajian darurat
serta pengkajian lanjut. Pengkajian darurat terdiri dari pengkajian primer dan skunder dimana perlu
dilakukan evaluasi cepat disertai resusitasi secara simultan. Pengkajian primer dilakukan tanpa
melakukan penilaian riwayat secara menyeluruh sampai kondisi kegawatan teratasi. Namun untuk
memprediksi pola cedera yang lebih baik dan mengidentifikasi risiko yang lebih fatal maka perlu
dipastikan mekanisme cedera yang didapatkan dari berbagai elemen yang dapat menjelaskan kronologi
terjadinya trauma secara jelas dan ringkas baik dari keluarga, saksi, pengantar atau pihak kepolisian.
Faktor penting yang berhubungan dengan pengkajian darurat, khususnya dengan etiologi kecelakaan
kendaraan bermotor meliputi hal-hal berikut:
Untuk menentukan prioritas resusitasi dan diagnosis ditetapkan berdasarkan stabilitas hemodinamik
dan tingkat keparahan cedera. Berdasarkan arahan protokol Advanced Trauma Life Support adalah
untuk mengidentifikasi dan melakukan pencegahan terhadap kondisi yang mengancam jiwa. Protokol ini
terdiri dari:
· Breathing.
· Circulation.
· Disability.
· Expouse.
Selain prioritas resusitasi dilaksanakan, untuk melakukan pengkajian riwayat cepat menurut Salomon
(200) merekomendasikan pendekatan AMPLE:
· Allergies.
· Medications.
Resusitasi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fisik sampai kondisi kegawatan teratasi. Sementara
pengkajian skunder dilanjutkan untuk mengidentifikasi cedera melalui pemeriksaan head-to-toe. Selama
proses pengkajian pasien sampai saat memberikan intervensi kepada pasien tenaga kesehatan yang
bertugas perlu meningkatkan kewaspadaan dengan menggunakan alat pelindung seperti cap, pelindung
mata, masker, gown, sarung tangan, dan sepatu penutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi cairan
tubuh pasien.
Pada kondisi klinik, penilaian klinis awal pasien dengan trauma abdomen seringkali silit dan tidak akurat.
Pengkajian utama tetap dilakukan terhadap status yang bisa menyebabkan kondisi disfungsi neurologis,
yang dapat disebabkan karena cedera kepala atau penyalahgunaan zat. Pemeriksaan umum yang dapat
diandalkan dan gejala pada pasien yang masihh dalam kondisi sadar adalah nyeri, nyeri tekan abdomen,
adanya tanda perdarahan gastrointestinal, hipovolemia, dan bukti adanya iritasi peritoneum. Sejumlah
besar darah dapat terakumulasi di rongga peritoneal dan pelvis tanpa adanya perubahan yang signifikan
atau didapat pada fase awal dalam temuan pemeriksaan fisik.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi dengan hasil
temuan sebagai berikut:
· Inspeksi: Pada saat pemeriksaan dapat ditemukan adanya kondisi lecet (abrasi) atau ekimosis. Tanda
memar akibat sabuk pengaman, yakni luka memar atau abrasi di perut bagian bawah sangat
berhubungan dengan kondisi patologis intraperitoneal. Inspeksi visual sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan adanya distensi abdomen yang mungkin dapat terjadi karena pneumoperitonium, dilatasi
lambung, atau ileus yang diproduksi oleh iritasi peritoneal. Fraktur iga bagian bawah dapat berhubungan
dengan cedera pada limpa atau cedera hati.
· Auskultasi: Ditemukannya bunyi usus pada bagian toraks menunjukkan adanya cedera pada otot
diafragma.
· Palpasi: Palpasi dapat menemukan adanya keluhan tenderness (nyeri tekan) baik secara lokal atau
seluruh abdomen, kekakuan abdominal, atau rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal.
· Perkusi: untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang mengalami cedera.
· Pemeriksaan rektal: Dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi akibat patah tulang panggul
dan pada feses dievaluasi adanya darah kotor.
· Pemeriksaan fungsi perkemihan: Dilakukan terutama adanya tanda dan riwayat trauma panggul
yang dapat menyebabkan cedera pada uretra dan kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih
dan kemampuan dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji adanya ruptur uretra.
c. Pengkajian Psikososial
Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami kecemasan dan pasien
memerlukan pemenuhan informasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan kondisi klinis dan
rencana pembedahan darurat.
Apabila pasien trauma abdomen memiliki indikasi untuk dilakukan prosedur pembedahan maka pada
kondisi pascabedah pasien akan mendapatkan perawatan di ruang intensif. Pada kondisi ini perlakuan
pengkajian disesuaikan dengan konteks keperawatan kritis. Pengkajian lanjutan pada konteks
keperawatan medikal-bedah di ruang rawat inap bedah dilakukan secara anamnesis, pemeriksaan fisik,
pengkajian diagnostik, dan pengkajian penatalaksanaan medik. Pada pasien pascabedah setelah dari
ruang intensif di ruang bedah hasil pengkajian yang dapat ditemukan:
1. Keluhan utama: Nyeri, keluhan yang berhubungan denga penurunan motilitas usus.
2. Pengkajian riwayat penyakit: Merupakan pengkajian lanjutan riwayat intervensi yang sudah
didapat pasien selama di unit gawat darurat, kamar bedah, dan ruang intensif, seperti jenis
pembedahan, penggunaan cairan dan transfusi darah, fungsi gastrointestinal, serta pengetahuan dalam
mobilisasi pasca bedah.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan disik yang didapatkan dapat sesuai dengan manifestasi klinik. Pada survei umum, pasien
terlihat lemah, TTV bisa didapatkan adanya perubahan. Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan
hal-hal berikut:
· Inspeksi: Kondisi yang paling sering adalah terdapat luka pascabedah pada bagian abdomen dan
terpasang Foley kateter. Pada kondisi ini penting dikaji kondisi luka pascabedah dan berbagai risiko yang
meningkatkan masalah pada pasien, seperti adanya infeksi luka operasi (ILO), risiko dehisens dan
eviserasi terutama pada pasien obesitas.
· Auskultasi: Pada kondisi klinik sering didapatkan bising usus tidak ada, terutama dengan pasien yang
memiliki keterbatasan mobilitas.
· Palpasi: pemeriksaan ini sering tidak dilakukan karena akan menjadi stimulus nyeri pada pasien.
· Perkusi: Sering didapatkan adanya bunyi timpani akibat abdomen mengalami kembung.
4. Pengkajian diagnostik lanjutan: Dilakukan di ruang rawat inap bedah, meliputi: pemeriksaan darah
rutin (hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, dan LED), pemeriksaan serum elektrolit, serta
pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal.
5. Penatalaksanaan medis yang perlu dikaji: Adanya pemberian antimikroba yang akan diberikan
selama 5-7 hari pascabedah terutama pada pasien trauma abdomen dengan kontaminasi rongga
peritoneal.
Diagnosis Keperawatan
1. Risiko syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, skunder dari cedera vaskular intraabdominal
2. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi dan kurang sumber pengetahuan ditandai dengan
kurangnya pengetahuan terkait dengan penyakit, penatalaksanaan, dan perawatan
3. Risiko trauma b.d akses pada senjata, alat rumah tangga yang rusak, bahaya listrik (mis. salah stop
kontak, kabel terkelupas, kotak sikring kelebihan daya), bermain dengan objek berbahaya, jalan tidak
aman, jarak yang berdekatan dengan jalur kendaraan (mis. jalan raya, rel kereta api), kontak dengan
mesin berbahaya, lingkungan tempat tinggal kriminal, tidak menggunakan sabuk pengaman, kurang
pengetahuan tentang kewaspadaan keselamatan, dan gangguan keseimbangan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) ditandai dengan diaforesis, dilatasi pupil,
ekspresi wajah nyeri, fokus menyempit, keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri,
laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek,
menangis, waspada), perilaku distraksi, perubahan pada parameter fisiologis (mis. TD, frekuensi jantung,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan end tidal karbondioksida), perubahan posisi untuk
menghindari nyeri, perubahan selera makan, putus asa, dan sikap melindungi area nyeri.
5. Risiko ketidakseimbangan volume cairan b.d ansietas, berkeringat, trauma, obstruksi intestinal,
sepsis, dan program pengobatan.
6. Risiko infeksi b.d kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan, prosedur invasif, gangguan
integritas kulit, statis cairan tubuh, penurunan hemoglobin dan malnutrisi.
7. Ansietas b.d ancaman pada status terkini, krisis situasi, dan stresor ditandai dengan gelisah, kontak
mata yang buruk, ekspresi kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa, penurunan produktivitas,
distres, gugup, takut, sangat khawatir, peningkatan ketegangan, peningkatan keringat, wajah tegang,
anoreksia, dilatasi pupil, gangguan pernapasan, jantung berdebar, mulut kering, peningkatan denyut
nadi, peningkatan RR, peningkatan TD, mual, nyeri abdomen, dan gangguan konsentrasi.
Rencana Keperawatan
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Didapatkan skor pada indikator NOC “Shock severity: Hypovolemic “
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pengetahuan pasien tentang penyakit dan
prosedur penatalaksanaan meningkat. Didapatkan skor pada indikator NOC: “Knowledge: Pain
Management“
Intervensi: NIC “Pain Management“
1. Memeriksa nyeri secara keseluruhan, meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor yang mendukung terjadinya nyeri
3. Mengeksplorasi faktor yang menyebabkan nyeri semakin membaik atau semakin parah
4. Memberikan informasi tentang nyeri secara adekuat dan memberikan cara mengantisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur yang dilakukan
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan trauma pada pasien berkurang.
Didapatkan skor pada indikator NOC “Physical Injury Severity“
2. Memberikan tempat kepada pasien di tempat tidur yang sesuai/memberikan efek terapeutik
3. Mencegah dari penerapan tekanan kepada bagian tubuh yang berkaitan dengan cedera atau trauma
4. Tidak melakukan mobilisasi kepada pasien tiap 2 jam, berdasarkan jadwal yang dibuat
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan factor resipitasi
2. Monitor TTV
4. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Tingkatkan istirahat
10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Administrasi analgetik :.
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan cairan dalam tubuh pasien seimbang.
Didapatkan skor pada indikator NOC “Fluid Balance“
2. Memantau status hidrasi seperti mukus membran, nadi yang adekuat dan tekanan darah
3. Memantau TTV
6. Memberikan terapi IV
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami infeksi.
Didapatkan skor pada indikator NOC “Infection Severy“
2. Membatasi kunjungan
4. Penggunaan masker, sarung tangan dan gown steril saat mengkaji kondisi pasien
6. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus segera
lapor ke tenaga kesehatan
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan kecemasan pada pasien dan keluarga
pasien berkurang. Didapatkan skor pada indikator NOC “Anxiety Level“
2. Menjelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang akan dirasakan ketika prosedur sedang
berlangsung
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:
7. Kecemasan berkurang.