Anda di halaman 1dari 9

Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al.

JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2


Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi DOI: 10.17844/jphpi.2015.18.2.119

DETEKSI IKAN TUNA DAN PRODUK OLAHANNYA BERBASIS PROTEIN


DAN DNA BARCODING

Detection Tuna and Processed Products Based Protein and DNA Barcoding

Nuring Wulansari1*, Mala Nurilmala2, Nurjanah2


1
Direktorat Pengawasan Sumberdaya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Gedung Mina Bahari Gambir Jakarta
2
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor Jalan Lingkar Akademik Kampus IPB Bogor 16680
Telepon (0251) 8622915 Faks.(0251) 8622916
*Korespodensi: nuringwulan@gmail.com
Diterima 15 Juni 2015 / Disetujui 20 Agustus 2015

Abstrak
Ikan tuna merupakan komoditi perikanan terbesar kedua di Indonesia setelah udang.
Permintaan ikan tuna yang tinggi dan semakin terbatasnya stok ikan tuna terutama bluefin
tuna mengakibatkan maraknya pemalsuan. Autentikasi diperlukan untuk meyakinkan
konsumen tentang keakuratan pelabelan serta menjaga kualitas dan keamanan pangan.
Pada penelitian ini, autentikasi dilakukan berdasarkan protein dan DNA barcoding.
DNA barcoding menggunakan cytochrome b (cyt b) dari DNA mitokondria sebagai gen
target. Primer gen cyt b dirancang berdasarkan tuna spesies. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi keaslian ikan tuna dan produk olahannya melalui protein metode
SDS-PAGE dan teknik DNA barcoding. Tahapan penelitian ini yaitu elektroforesis protein
melalui SDS-PAGE, ekstraksi DNA, PCR amplifikasi, elektroforesis, dan sekuensing.
Sampel yang diuji berupa ikan segar (Tu1, Tu2, Tu3, Tu4, dan Tu5), dan olahan tuna (kaleng
dan steak) berhasil diekstraksi. Hasil SDS-PAGE membuktikan kerusakan protein pada
olahan ikan tuna, sehingga metode ini tidak tepat jika digunakan untuk mengidentifikasi
keaslian ikan tuna. Hasil elektroforesis PCR menunjukkan bahwa sampel ikan tuna, tuna
kaleng, dan steak tuna berhasil teramplifikasi pada rentang antara 500–750 bp, hal ini
sesuai dengan DNA target yaitu sebesar 620 bp. Hasil sekuen diperoleh bahwa Tu2, Tu3,
Tu4 dan Tu5 teridentifikasi sesuai hasil morfometrik yaitu T. albacares, sedangkan Tu1
teridentifikasi T. obesus dengan tingkat homologi sebesar 99%. Olahan steak tuna dan
tuna kaleng teridentifikasi sebagai T. albacares, hal ini sesuai dengan yang tertera pada
label yaitu tuna.

Kata kunci: autentikasi, cyt b, DNA barcoding, desain primer, SDS-PAGE.

Abstract
Tuna is the second largest fishery commodity in Indonesia after the shrimp. Since the
high demand and the limited stock of tuna resulted in fraudulent chance. Authentication
is required to meassure consumers regarding the accuracy of its labeling and food
safety. In this study, the authentication was based on protein and DNA barcoding using
cytochrome-b gene (cyt-b) of the mitochondrial DNA as the target of gene. Primer of
cyt b gene was designed based on the tuna species. This study aimed to identify the
authenticity of tuna fresh and its processed products through protein using SDS-PAGE

119 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2 Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al.

and DNA barcoding techniques. The phases of this research were protein electrophoresis
by SDS-PAGE, DNA extraction, PCR amplification, electrophoresis and sequencing.
Samples of fresh fish (Tu1, Tu2, Tu3, Tu4, and Tu5) and processed tuna (canned and
steak) were successfully extracted. Result showed that SDS-PAGE proved the damage of
proteins in the processed tuna, so this method was not appropriate if it is used to identify
the authenticity of tuna. PCR electrophoresis results showed that the samples of tuna,
tuna steak, sushi, meat ball, abon, and caned tuna were successfully amplified in the range
of 500-750 bp except Ka3, which was in line with the target of DNA (620 bp). Resulted
sequences of Tu2, Tu3, Tu4 and Tu5 were identified according the results of morphometric
namely T. albacares, while Tu1 was identified as T. obesus with homology level of 99%.
Processed tunas (steak and canned tuna) were identified as T. albacares, as stated on the
labels.

Keywords: Authentication, cytb, DNA barcoding, design primer, SDS-PAGE

PENDAHULUAN Sodium Dedocyl SulfatePolyacrylamide


Ikan tuna di Indonesia merupakan Gel Electrophoresis (SDS-PAGE),
komoditi perikanan terbesar kedua Isoelectric Focusing (IEF), Isozyme
setelah udang. Tingginya permintaan Staining and Immunoreactivity (ELISA)
akanikan tuna dan semakin terbatasnya (Martinez et al. 2003), dan molekuler
stok ikan tuna, mengakibatkan adanya (DNA) (Lockley dan Bardsley 2000).
pemalsuan, dimana spesies yang mirip DNA barcoding merupakan suatu
diganti dengan spesies yang memiliki teknik molekuler untuk mengidentifikasi
harga yang rendah, seperti pada label spesies menggunakan perbedaan urutan
ikan tuna dari genus Thunnus yang nukleotida dari daerah gen yang terstandar
bernilai tinggi diganti dengan ikan dari (Stoeckle dan Hebert 2008). DNA barcoding
genus Euthynnus yang bernilai rendah didasarkan pada fragmen mtDNA
(Rasmussen dan Morrissey 2011). gen cytochrome oxidase I (COI) atau
Kesalahan dalam identifikasi juga cytochrome b (cyt b) yang berfungsi sebagai
mengakibatkan kesalahan pelabelan ‘barcode’ untuk mengidentifikasi spesies
seperti pada spesies tuna sirip kuning (Roe dan Sperling 2007; Ward et al. 2005).
(Thunnus albacares) dan tuna mata besar Penelitian ini menggunakan metode
(Thunnus obesus) mempunyai kemiripan berbasis protein (SDS-PAGE) dan
morfologi pada ukuran kurang dari 40 cm molekuler (DNA barcoding). Gen cyt b
(Gerasmio 2012). Pemalsuan spesies yang dari DNA mitokondria digunakan sebagai
digunakan sebagai bahan baku produk gen target. Penelitian ini bertujuan untuk
merupakan suatu kegiatan penipuan dan mengidentifikasi keaslian ikan tuna
merugikan konsumen serta menurunkan dan produk olahannya melalui metode
tingkat kenyamanan konsumen. berbasis protein dan DNA.
Deteksi keaslian ikan diperlukan
untuk meyakinkan konsumen tentang BAHAN DAN METODE
keakuratan pelabelan serta menjaga Bahan dan Alat
kualitas dan keamanan pangan (Klossa- Bahan yang digunakan pada
Kilia et al. 2002). Deteksi keaslian penelitian ini yaitu ikan tuna segar, tuna
ikan dapat dilkukan secara fisik kaleng, steak tuna, DNeasy Blood and
(morfologi), protein seperti teknik Tissue Kit (Qiagen), DNeasy Mericon

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 120


Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al. JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2

Food Kit (Qiagen), proteinase K, etanol diambil bagian dagingnya dan dimasukan
96%, kloroform, Kapa Taq Extra kedalam tabung mikro 1,5 mL dan diberi
HotStart ReadyMix PCR Kit (Kapa larutan etanol 96% pa sampai sampel
Biosystems), primer foward dan reverse, terendam, kemudian disimpan ke dalam
agarose (Vivantis), Etium Bromida, gel freezer suhu -70oC. Produk steak tuna
loading buffer (Invitrogen), DNA ladder disimpan pada suhu -70oC, sedangkan
(Invitrogen). tuna kaleng disimpan pada suhu ruang.
Alat yang digunakan antara lain pipet Koleksi sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
tips (Axygen Scientific, California-USA),
mikro pipet (Thermo Scientific), tabung Analisis Berbasis Protein
mikro, sentrifuse(PerfectSpin 24 plus, SDS-PAGE merupakan teknik untuk
Peqlab Biotechnologie GmbH, Erlangen- memisahkan protein berdasarkan arus
Jerman), mesin PCR (Termocycler listrik, yang merupakan fungsi dari
Biometra T1, Biometra GmbH, Gottingen- panjang rantai polipeptida atau berat
Jerman), inkubator (Digital Block Heater molekulnya, hal ini dilakukan dengan
HX-1, Peqlab Biotechnologie GmbH, cara menambahkan deterjen SDS dan
Erlangen-Jerman), elektroforesis (Merk pemanasan untuk merusak struktur tiga
Mupid-Exu, Tipe Electrophoresis System), dimensi pada protein dengan terpecahnya
timbangan digital (Merk Adam Tipe ikatan disulfide yang selanjutnya direduksi
PW254, England), spindown (PerfectSpin menjadi gugus sulfidhihidril.
mini, Peqlab Biotechnologie GmbH, Sampel diekstrak proteinnya dengan
Erlangen-Jerman), vortex (peqTwist vortex cara 1 gr sampel ditambahkan 3 mL buffer
mixer, Peqlab Biotechnologie GmbH, phoshat dikocok-kocok kemudian di
Erlangen-Jerman) microwave (Panasonic sentrifuse dengan kecepatan 5.000 rpm,
NN-SM320M), Freezer, dan alat sinar UV suhu 4°C selama 30 menit dan diambil
Extragene Ultraviolet Viewer (UV-1). supernatannya. Hasil ekstraksi kemudian
didenaturasi pada suhu 65°C selama 3
METODE PENELITIAN menit.
Koleksi Sampel Sampel yang telah didenaturasi dan
Sampel terdiri dari ikan tuna segar dan marker masing-masing dimasukan ke
produk olahan ikan tuna. Ikan tuna segar dalam sumur sebanyak 5 µL. Chamber
diperoleh dari Muara Baru, dan produk elektroforesis dihubungkan dengan arus
olahan tuna berupa tuna kaleng dan steak listrik dan running sampel pada arus 20
tuna diperoleh dari supermarket di daerah A dan voltase 220 V selama 75 menit.
Bogor. Ikan tuna segar yang diperoleh, Running buffer dipisahkan dan gel diambil

Tabel 1 Koleksi sampel


Kode sampel Label Lokasi Tanggal Sampling
Tu1 Ikan segar Muara Baru 20 Nopember 2014
Tu2 Ikan segar Muara Baru 20 Nopember 2014
Tu3 Ikan segar Muara Baru 24 Februari 2015
Tu4 Ikan segar Muara Baru 24 Februari 2015
Tu5 Ikan segar Muara Baru 24 Februari 2015
Ka Tuna Kaleng (Chunks Tuna) Bogor 27 Nopember 2014
St Tuna Fillet Thunnus albacares Bogor 27 Nopember 2014

121 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2 Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al.

dari plate pembentuk gel. Gel yang telah Tool (BLAST) dalam situs NCBI:http://
diambil dari plate direndam dalam 25 blast.ncbi.nlm.nih.gov/ Blast.cgi. Hasil
mL larutan staining selama kurang lebih primer yang diperoleh kemudian diuji
2 jam, kemudian dibilas dengan air dan pada web http://www.oligoevaluator.com/
direndam dalam 50 mL larutan destaining OligoCalcServlet#.
over night atau sampai pita protein terlihat
jelas, dalam tahap ini larutan staining Amplifikasi PCR
digunakan untuk mewarnai protein dan Sampel yang telah diekstraksi
larutan destaining untuk menghilangkan dilakukan amplifikasi dengan PCR.
warna pada gel dan memperjelas pita Tahapan PCR meliputi: pradenaturasi
protein yang terbentuk. Gel (staining gel) (94°C selama 5 menit), denaturasi (94°C
diwarnai dengan larutan staining yang selama 5 menit), annealing (T = 50-60°C
mengandung Coomassive Briliant Blue selama 1 menit), extension (T = 72°C
R-25 0,01% yang dilarutkan dalam metanol selama 1 menit), post extention (T = 72°C
asam asetat dan air dengan perbandingan selama 7 menit) dan preservation (T = 8°C
tertentu. Gel direndam dalam pewarna, selama 5 menit).
kemudian dibilas dengan asam asetat Bahan yang digunakan untuk PCR
jenuh. Protein menjadi berwarna biru terdiri dari campuran 21,5 μL ddH2O,
karena mengikat Coomassie Briliant Blue. primer foward dan reverse masing-masing
Mobilitas relatif protein digunakan untuk 1,25 μL, DNA template sebanyak 1 μL,
menentukan berat molekulnya. dan Kapa Taq Extra HotStart Ready Mix
PCR Kit (Kapa Biosystems) sebanyak
Analisis Berbasis Molekuler (DNA 25 μL sehingga diperoleh bahan PCR
Barcoding) mix sebanyak 50 μL. PCR mix terdiri
Analisis molekuler meliputi ekstraksi dari dNTP yang berfungsi agar pada
DNA, desain primer, PCR amplifikasi, proses PCR dapat membuat untai baru
sekuensing dan identifikasi spesies. serta taq polimerase, dd H2O berfungsi
untuk melarutkan komponen PCR agar
Ekstraksi DNA bercampur, dan primer baik forward
Proses ekstraksi DNA menggunakan maupun reverse berfungsi untuk proses
standar protokol The Dneasy Blood and penggandaan pada PCR.
Tissue Kit (Qiagen) untuk ikan segar dan PCR mix kemudian dimasukkan ke
produk olahan menggunakan standar thermocycler yang sebelumnya diatur suhu
protokol Dneasy Mericon Food Kit dan siklus yang akan digunakan. Produk
(Qiagen). Proses ekstraksi DNA terdiri PCR kemudian dapat divisualisasikan
dari tiga tahap yaitu, perusakan dinding pada 1% gel agarose yang telah diberi
sel (lisis), pemisahan DNA dari bahan pewarna berupa larutan ethidium bromide
lain, dan permurnian DNA. untuk dielektroforesis, hasil elektroforesisi
kemudian divisualisasikan di bawah
Desain Primer gelombang pendek sinar UV.
Data sekuens thunnus gen parsial cyt
b mitrokondria diambil melalui National Sekuensing
Center for Biotechnology Information DNA yang telah teramplifikasi
(NCBI) situs web http://www.ncbi.nlm. kemudian disiapkan untuk proses
nih.gov/nucleotide/. Pencarian homologi penentuan urutan nukleotida
gen cyt b thunnus menggunakan menggunakan DNA sequencer. Data
program Basic Local Alignment Search hasil sekuensing kemudian diolah

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 122


Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al. JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2

menggunakan program MEGA 6 antar populasi karena mutasi, seleksi,


(Molecular Evolutionary Genetic Analysis) persilangan acak dan penghanyutan
(Tamura et al. 2013). Hasil sekuensing yang gen yang akan menyebabkan terjadinya
telah dianalisis ditentukan indentifikasi evolusi. Data sekuen untuk spesies
spesiesnya menggunakan proses BLAST outgroup diperoleh dari Genbank NCBI.
(Basic Local Alignment Search Tool) yaitu
membandingkan dengan database sekuen Hasil dan Pembahasan
DNA pada genbank (http://blast.ncbi.nlm. SDS-PAGE
nih.-gov). Pola protein yang terbentuk pada
sampel ikan tuna segar, steak tuna, dan
Pohon Filogenetik tuna kaleng dapat dilihat pada Gambar 1.
Hasil sekuensing kemudian di Pada gambar terlihat bahwa pola protein
alignment (Clustal W) untuk menentukan pada ikan segar dan steak terlihat lebih
apakah hasil sekuen homolog dengan tebal dan jelas dibandingkan pola protein
lainnya. Pohon filogenetik dibuat pada tuna kaleng, hal ini dikarenakan pada
menggunakan software MEGA 6, tuna yang dikalengkan telah terjadi proses
dengan metode Neighbour-Joining Tree pemanasan sehingga protein menjadi
model Kimura 2-Parameter (K2P) dan terdenaturasi dan mengakibatkan pola
bootstrap 1.000 replikasi. Pohon filogentik proteinnya tidak terlihat.
digunakan untuk melihat kekerabatan dan Identifikasi spesies berbasis protein
jarak genetik suatu spesies. Jarak genetik tidak dapat digunakan untuk produk-
merupakan ukuran perbedaaan genetik produk yang telah mengalami pemanasan,

M 1 2 3

BM (kDa)

192
112
85
60

47

28

21

8,8

Gambar 1 Fraksi-fraksi protein ikan tuna dan olahan tuna


Keterangan: M=Marker; 1=Ikan tuna segar; 2=Steak tuna; 3=Tuna kaleng.

123 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2 Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al.

Tabel 2 Desain primer thunnus untuk gen cyt b


Primer Sekuen Panjang Tm ( C) GC (%) Primer Struktur
(bp) Dimer Sekunder
Tuna1-F 5’CTYCTATCCGCAGTC 26 62,9 50,0 Tidak tidak
CCATATGTYGG3’
Tuna1-R 5’GGAATAGGGAGAAGT 23 63,0 52,2 Tidak tidak
AGAGGACG3’

sehingga perlu dilakukan identifikasi anealing (Sambrook et al. 2001).


lanjut berbasis DNA. Rasmussen dan Primer yang telah diperoleh
Morrissey (2008) menyatakan bahwa diuji http://www.oligoevaluator.com/
metode berbasis protein umumnya dapat OligoCalcServlet#. Primer yang telah
digunakan untuk ikan segar, namun didesain dapat dilihat pada Tabel 2. Primer
kurang efektif untuk produk yang cyt b ikan tuna diberi label Tuna1-F dan
mengalami pemanasan karena protein Tuna1-R.
telah terdegradasi.
Ekstraksi dan Amplifikasi DNA
Desain Primer Ikan tuna segar dan olahannya telah
Desain primer mengambil sekuen berhasil diekstraksi. Hasil ekstrak DNA
Thunnus gen cyt b parsial mitokondria ikan tuna dan olahan tuna kemudian
melalui NCBI. Sekuen Thunnus terdiri dari diamplifikasi dengan teknik PCR dengan
Thunnus obesus, T. orientalis, T. albacares, primer Tuna1-F dan Tuna1-R cyt b,
T. alalunga, T. thynnus, T. maccoyii, T. tahapan PCR terdiri dari predenaturasi
Tonggol, kemudian diolah dengan MEGA 94°C selama 5 menit, denaturasi 94°C
6 dan diperoleh daerah conserve cyt b selama 30 detik, anealling 58°C selama
pada rentang daerah 445 bp untuk foward 1 menit, ekstensi 72°C selama 1 menit
dan 1.064 pb untuk reverse sehingga dengan 40 siklus, post ektensi 72 °C selama
diperoleh panjang fragmen sebesar 620 7 menit dan penyimpanan 8°C selama 5
pb. Parameter yang digunakan dalam menit.
mendesain primer yaitu jumlah basa (18- Elektroforegram PCR ikan tuna segar
22 basa), suhu annealing antara 50-70°C, dan olahan tuna menunjukkan bahwa
presentase G atau C antara 40-65%, basa sampel teramplifikasi pada fragmen
pada ujung arah hilir yaitu G atau C, antara 500–750 bp, hal ini sesuai dengan
meminimalkan terjadinya loops dan self DNA target yaitu sebesar 620 bp.

750 bp
500 bp Gen target
620 bp

Gambar 2 Hasil Elektroforegram PCR


Keterangan: M=Marker; 1=Tuna1; 2=Tuna2; 3=Tuna3; 4=Tuna 4;
5=Tuna5; 6=Kaleng Tuna; 7=Fillet Tuna

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 124


Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al. JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2

Sekuensing merupakan teknik yang cepat dan akurat


DNA yang berhasil teramplifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi
kemudian dilakukan penentuan urutan genetik krustasea, moluska dan ikan,
nukleotidanya dengan cara mengirimkan juga untuk konservasi terutama untuk
hasil PCR produk. Hasil urutan nukleotida memantau spesies yang dilindungi dan
yang diterima kemudian diolah dengan terancan punah, perdagangan ilegal,
software MEGA 6. Hasil identifikasi selain itu DNA barcoding dapat digunakan
spesies (Tabel 3) dilakukan dengan analisis autentikasi untuk mendeteksi kesalahan
BLAST yaitu membandingkan dengan pelabelan produk olahan. Galimberti et al.
database yang ada pada Genbank. (2013) menyatakan bahwa DNA barcoding
Tabel 3 terlihat bahwa ikan tuna segar merupakan metode berbasis molekuler
Tu1 terjadi perbedaan dalam identifikasi, yang dapat mengidentifikasi spesies,
dimana identifikasi berdasarkan morfologi bahan mentah dan makanan olahan, serta
Tu1 teridentifikasi sebagai T. albacares, keamanan pangan.
sedangkan secara molekuler teridentifikasi
sebagai T. obesus dengan tingkat homologi Pohon Filogenetik
sebesar 99%. Konstruksi pohon filogenetik
Identifikasi secara morfologi sering menggunakan metode Neighbour
terjadi kesalahan, dari 48 sampel dengan Joining Tree dengan K2P model, dan
fork lenght 13-31 cm, hasil analisis nilai bootstrap 1.000 replikasi. Spesies
morpho-meristik sebanyak 12 sampel Balaenoptera omurai dijadikan sebagai
(25%) terindentifikasi big eye, sedangkan outgroup karena mempunyai perbedaan
36 sampel (75%) merupakan yellow nukleotida yang signifikan dengan sampel.
fin, namun dengan analisis genetik hati Pada gambar terlihat bahwa sampel Tu2,
menunjukkan bahwa hanya 5 sampel Tu3,Tu4, Tu5, K dan St membentuk
(10%) merupakan big eye, sedangan clade dengan T. albacares, sedangkan
43 sampel (90%) merupakan yellow Tu1 membentuk clade dengan T. obesus.
fin (Gerasmio 2012), sehingga metode Penelitian Maralit et al. (2013) dengan
berbasis DNA merupakan metode yang Neighbour Joining Tree dan K2P model
akurat untuk mengidentifikasi spesies, menunjukkan bahwa semua sampel
hal ini diperkuat oleh Nicole et al. (2012) bluefin tuna membentuk clade dengan
bahwa metode berbasis DNA barcoding longtail tuna (Thunnus tonggol) yang
mengindikasikan telah terjadi mislabelling.

Tabel 3 Identifikasi spesies dengan analisis BLAST


Sampel Kode Spesies pada Hasil analisis Homologi Kode Akses
label
Tuna 1 Tu1 T. albacares T. obesus 99% KJ018961.1
Tuna 2 Tu2 T. albacares T. albacares 99% DQ080287.1
Tuna 3 Tu3 T. albacares T. albacares 99% DQ080285.1
Tuna 4 Tu4 T. albacares T. albacares 99% DQ080286.1
Tuna 5 Tu5 T. albacares T. albacares 99% DQ080281.1
Kaleng K Tuna T. albacares 99% DQ080281.1
Steak St T. albacares T. albacares 99% DQ080281.1

125 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2 Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al.

Tu2 cytb*
Tu5 cytb*
DQ080285.1| Thunnus albacares cytb
DQ497903.1| Thunnus albacares cytb
DQ080287.1| Thunnus albacares cytb
K cytb*
Tu4 cytb*
St cytb*
DQ080281.1| Thunnus albacares cytb
DQ497902.1| Thunnus albacares cytb
DQ080288.1| Thunnus albacares cytb
Tu3 cytb*
Tu1 cytb*
KJ018961.1| Thunnus obesus cytb
KJ018960.1| Thunnus obesus cytb
KJ018956.1| Thunnus obesus cytb
KJ018928.1| Thunnus obesus cytb
KJ018926.1| Thunnus obesus cytb
EF103940.1| Balaenoptera omurai cytb

Gambar 4 Pohon filogenik sampel ikan tuna dan olahannya


Keterangan: *sampel yang digunakan

KESIMPULAN 2012. Discrimination of juvenile


Pengujian keaslian berbasis protein yellowfin (Thunnus albacares)
(SDS-PAGE) tidak dapat digunakan and bigeye (T. obesus) tunas using
terutama untuk produk-produk perikanan mitochondrial DNA control region
yang telah mengalami proses pemanasan. and liver morphology. PLoS ONE 7(4).
Hasil elektroforesis PCR menunjukkan Klossa-Kilia E, Papasotiropoulos V, Kilias
bahwa sampel berhasil teramplifikasi G, Alahiotis S. 2002. Authentication
sesuai dengan gen target 620 bp. Hasil of Messolongi (Greece) fish roe using
analisis dengan BLAST menunjukkan PCR RFLP analysis of 16s rRNA
bahwa sampel ikan segar teridentifikasi mtDNA segment. Food Control
sebagai T. albacares dan T. obesus dengan 13:169-172.
tingkat homologi 99%, sedangkan produk Lockley AK, Bardsley RG. 2000. DNA-
olahan kaleng dan fillet teridentifikasi based methods for food authentication.
T. albacares dengan tingkat homologi 99%. Trends in Food Science and Technology
11(2):67-77.
DAFTAR PUSTAKA Maralit BA, Aguila RD, Ventolero MFH,
Galimberti A, De Mattia F, Losa A, Bruni Perez SKL, Willette DA, Santos MD.
I, Federici S, Casiraghi M, Martellos 2013. Detection of mislabeled using
S, Labra M. 2013. DNA Barcoding as DNA barcodes and its implications
a new tool for food traceability. Food to food traceability and safety. Food
Research International 50:55-63. Control 33:119-125.
Gerasmio IRP, Babaran RP, Santos MD. Martinez I, Aursand M, Erikson U,

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 126


Deteksi Ikan Tuna dan Produk Olahannya, Wulansari et al. JPHPI 2015, Volume 18 Nomor 2

Singstad TE, Veliyulin E, van der fish species. Di dalam buku


Zwaag C. 2003. Destructive and non- Handbook of Seafood Quality, Safety
destructive analytical techniques and HealthApplications; Cesarettin
for authentication and composition Alasalvar, Fereidoon Shahidi, Kazuo
analyses of foodstuffs. Trends Miyashita dan Udaya Wanasundara
in FoodScience and Technology 2011 Blackwell Publishing Ltd. 576p.
14(12):489-498. Roe AD, Sperling FAH. 2007. Patterns of
Nicole S, Negrisol E, Eccher G, Mantovani evolution mitochondrial cytochrome
R, Patarnello T, Erickson DL, Kress WJ, c oxidase I and II and implications
Barcaccia G. 2012. DNA Barcoding as for DNA barcoding. Molecular
a reliable method for authentication Phylogenetics and Evolution 44:325-
of commercial seafood products. Food 345.
Technol. Biotechnol 50(4):387-398. Sambrook JR. 2001. Molecular cloning
Rasmussen RS, Morrissey MT. 2008. DNA- :A Laboratory Manual. 3rd ed. Cold
based methods for the identification of Spring Harbor Lab. Press. New York.
commercial fish and seafood species. Ward RD, Zemlak TS, Innes BH, Last PR,
Comprehensive Reviews in Food Herbert PDN. 2005. DNA barcoding
Science and Food Safety 7:280-295. Australia;s fish species. Philosophical
Rasmussen RS, Morrissey MT. 2011. Trans-actions of the Royal Society Part
DNA-based detection of commercial B 360:1847-1857.

127 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai