Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TEKNOLOGI MINYAK LEMAK

PENGARUH FREKUENSI PENGGUNAAN BERULANG


MINYAK GORENG SAWIT TERHADAP KUALITAS FISIKA
DAN KIMIA

Dosen Pengampu : Siti Nurhalimah S.TP.,M.Si

Disusun Oleh:
Aditya Darajat (B.1910768)
Aziza Ramadianingsih(
Raka Astiyono Putra
Ramdhan Robianysah Putra
Sri Wahyuni ( B.1710345)

TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2020/2021
Abstrak
Salah satu metode penggorengan pada industri kecil menengah, restoran
maupun rumah tangga adalah metode deep fat frying. Metode ini menggunakan
minyak goreng yang banyak dan digunakan berulang-ulang. Hal ini tentu saja
akan menurunkan kualitas minyak goreng bahkan produk yang digoreng.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh E. Warsiki, A. Iskandar dan
M. Hidayati (2020) pada produk bawang merah yang digoreng menggunakan
minyak goreng yang sama sampai ulangan ke-11 didapatkan kesimpulan bahwa
minyak goreng masih memenuhi Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng
Sawit (SNI 7709:2012) sampai dengan 5 kali proses penggorengan berulang,
karena pada tahap ini parameter kadar air dan kandungan bahan mudah menguap,
nilai asam lemak bebas, dan bilangan peroksida masing-masing sebesar 0,0046;
0,0878, dan 0,303 masih memenuhi SNI 7709:2012.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Syahirah Yahya, Farah Hanis Razali
dan Farah Wahida Harun (2018) dengan cara membandingkan penggunaan
minyak goreng sawit yang digunakan di restoran dan di rumah tangga didapatkan
kesimpulan warna minyak goreng bekas restoran lebih gelap dibandingkan
dengan minyak goreng bekas rumah tangga, kadar air minyak goreng bekas
restoran (0,14%) lebih tinggi dibandingkan kadar air minyak goreng rumah
rangga (0,10), begitu juga %FFA ( 2,32% berbanding 3,97%); Acid Value (5,09
berbanding 8,70) dan impurities (2,04 berbanding 2,86).
Pada penelitian lainnya, untuk mengawetkan komponen bioaktif minyak
zaitun murni, waktu pemanasan harus dikurangi seminimal mungkin. Namun
demikian, performa minyak zaitun dalam pemrosesan termal yang lama biasanya
sama atau lebih unggul dari minyak lainnya, karena komposisi yang seimbang
baik dari komponen mayor maupun minor. Studi masa depan yang berhubungan
dengan jalur degradasi termal dari komponen minyak zaitun kecil dan
implikasinya pada kesehatan manusia akan menjadi nilai khusus untuk lebih
memperjelas masalah ini.
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan konsumen minyak goreng terbesar. Data dari Global
Agricultural Information Network USDA 2019 menunjukkan konsumsi minyak
kelapa sawit paling banyak mencapai 13.110 ribu metrik ton pada 2019. Minyak
goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak goreng mampu
menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur (renyah), warna
(coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi. Pemanasan minyak goreng dengan
suhu tinggi dan digunakan secara berulang akan mengakibatkan minyak
mengalami kerusakan karena adanya oksidasi yang mampu menghasilkan
senyawa aldehida, keton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik.
Selain itu mengakibatkan polimerasi asam lemak tidak jenuh sehingga komposisi
medium minyak berubah.
Bahan makanan yang digoreng dengan metode deep fat frying
menggunakan minyak yang banyak. Deep fat frying dilakukan dengan cara
merendam semua bagian bahan makanan ke dalam minyak goreng yang telah
dipanaskan. Deep fat frying membutuhkan minyak goreng dalam jumlah besar
sehingga minyak goreng akan digunakan berulang kali untuk menghemat biaya,
sedangkan penggunaan minyak goreng secara berulang dapat menurunkan
kualitas minyak goreng bahkan produk yang digoreng. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh E. Warsiki, A. Iskandar dan M. Hidayati (2020), penggunaan
minyak goreng secara berulang dapat berpengaruh nyata terhadap penurunan
kualitas yang ditandai dengan peningkatan kadar air dan bahan mudah menguap,
nilai asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.
Minyak zaitun, mirip dengan minyak nabati lainnya, digunakan untuk
menggoreng, memanggang, memasak di microwave, dll. ( Boskou, 2009;
Waterman & Lockwood, 2007 ). Setiap jenis thermal processing memiliki
karakteristik tertentu, yaitu mengenai temperatur dan waktu konpeksi. Pada
penggorengan, suhu tinggi dan jangka waktu yang lama digunakan pada
penggorengan berulang, minyak semakin terdegradasi oleh serangkaian reaksi
kimia yang kompleks termasuk oksidasi,hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi ini,
bagaimanapun, tidak setara untuk semua minyak nabati, dan ada perhatian khusus
mengenai minyak zaitun karena atribut bioaktifnya mungkin hilang selama proses
ini, meskipun sangat tahan terhadap oksidasi termal.
Degradasi minyak zaitun dalam pemrosesan termal adalah masalah yang
kompleks dari sudut pandang kimia, karena banyaknya senyawa berbeda dalam
komposisinya, serta dari perspektif efek kesehatan potensial, yang berasal dari
reaksi dan interaksi yang terjadi di bawah tekanan termal . Metodologi dan
metode pengujian yang andal diperlukan untuk mengatasi efek memasak yang
nyata pada komposisi minyak zaitun dan oleh karena itu potensi ketersediaan
hayati dan efek kesehatannya.
Suhu yang dicapai selama memasak merupakan faktor penentu untuk
sebagian besar minyak nabati dan VOO pada khususnya. Memang, keasaman
VOO semakin tinggi, karena tidak adanya refining, mengurangi batas termal
atasnya sebagai konsekuensi dari titik didih yang lebih rendah dari pelepasan
FFA. Meski begitu, saat diolah dalam kondisi pemasakan normal, dengan
temperatur hingga 180 - 190 ° C seperti biasa dalam menggoreng dan
memanggang, performa minyak zaitun sebanding atau lebih baik dari minyak
nabati lainnya. Namun demikian, di bawah pemanasan microwave, suhu yang
dicapai tidak terkontrol semua minyak nabati terdegradasi dengan cepat. Menurut
undang-undang terbaru, degradasi oli biasanya dievaluasi oleh fraksi oligomer
TPC atau TAG. Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak zaitun
memiliki laju pembentukan senyawa ini yang lebih rendah. Namun demikian,
berdasarkan analisis rinci komponen minyak zaitun, senyawa fenolik dan
tokoferol hampir habis setelah periode pemanasan yang singkat.
II. PEMBAHASAN

Menurut Standar Nasional Industri (SNI) 7709-2012, minyak goreng


sawit adalah “Bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal
dari minyak sawit, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi,
pendinginan dan telah melalui proses pemurnian dengan penambahan vitamin A”.
Selama proses penggorengan deep fat frying , kandungan air pada bahan makanan
menguap dan digantikan oleh minyak. Semakin banyak air yang diuapkan,
semakin banyak kandungan air dalam minyak akan meningkat. Hal ini
menyebabkan kandungan air dan bahan yang menguap terus meningkat seiring
dengan meningkatnya frekuensi penggunaan minyak. Kandungan air dan bahan
mudah menguap yang tinggi akan mempercepat proses hidrolisis sehingga laju
pembentukan asam lemak bebas akan meningkat. Parameter bilangan peroksida
meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi penggorengan. kenaikan
bilangan peroksida ini disebabkan minyak goreng sudah lama terpapar oksigen
sehingga terjadi reaksi oksidasi saat penggorengan berulang.

Menggoreng adalah metode menggoreng yang paling umum, terutama


di restoran dan industri makanan. Sementara dalam proses memasak lainnya,
minyak digunakan untuk beberapa kali lebih sedikit, penggunaan dalam waktu
lama biasanya diperlukan saat menggoreng dalam dipilih. Panduan umum
mencakup referensi ke suhu, biasanya hingga 180 ° C, menjadi waktu yang
digunakan dikondisikan oleh degradasi yang dicapai, berdasarkan inspeksi
visual dan sensorik yang jelas atau, terakhir, oleh batas yang diatur pada
senyawa polar total (TPC) ( Bastida & Sánchez-Muniz, 2002 ). FFA, yang
dinyatakan sebagai asam oleat, adalah ukuran penting untuk menilai kesesuaian
minyak nabati untuk konsumsi manusia, berkorelasi dengan persepsi keasaman
global. Jumlah FFA juga berkorelasi langsung dengan batas suhu atas karena
titik didihnya yang lebih rendah.

III.KESIMPULAN

Penggunaan minyak goreng secara berulang berpengaruh nyata terhadap


penurunan kualitas yang ditandai dengan peningkatan kadar air dan bahan mudah
menguap, nilai asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh E. Warsiki, A. Iskandar dan M. Hidayati (2020),
Frekuensi maksimum penggunaan minyak goreng berulang sesuai persyaratan
SNI yang ditetapkan adalah 5 kali dengan nilai kualitas air dan kandungan bahan
mudah menguapi, nilai asam lemak bebas, dan angka peroksida masing-masing
sebesar 0,0046, 0,0878, dan 0,303.
DAFTAR PUSTAKA

E. Warsiki., A. Iskandar., dan M. Hidayati. 2019. Degradation Quality of Reused


Palm Cooking Oil During Storage : Case Study in Fried Shallot Industry.
IOP Conference Series :Earth and Environmental Science, 460: 1-10.

Yahya, Sahirah., Farah Hanis Razali., dan Farah Wahida Harun. 2018.
Physicochemical Properties of Refined Palm Cooking Oil and Used Palm
Cooking Oil. International Conference on Chemical Sciences and
Engineering : Advance and New Materials.
Carla S.P. Santos, Rebeca Cruz, Sara C. Cunha. 2013. Effect of cooking on olive
oil quality attributes : Food Research International.

Anda mungkin juga menyukai