Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
3A
Kelompok 3 :
Dosen Pembimbing:
Ns. Sila Dewi, M,Kep, Sp.KMB
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya,
sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan pada
kegawadaruratan gangguan kardiovaskuler dengan syndroma coroner akut n-
stemi.
Kelompok mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini,khususnya dosen pembimbing yang
telah membimbing hingga terselesaikan makalah ini
Kelompok menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu
kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing
maupun teman-teman atau pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I3
PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
A. KONSEP NSTEMI 6
1. Defenisi 6
2. Etiologi 6
3. Patofisiologi 9
4. Woc 11
5. manifestasi klinis 12
6. Komplikasi 16
7. Penatalaksanaan Medis 17
1. Pengkajian 18
2. Pengkajian Primer 18
3. Pengkajian Sekunder 19
4. Diagnosa Keperawatan 28
5. Intervensi Keperawatan 28
BAB III 32
PENUTUP 32
1
A. Kesimpulan 32
DAFTAR PUSTAKA 33
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus
atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi,
ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat
disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara
mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi
pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia,
2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso,
2005).
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner
kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner
kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri
sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus
interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada
sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri
koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah
(Oemar, 1996)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari
semua serangan jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat
tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan
stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.
Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrosis miosit
dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard
tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir,
status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS
dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan
dan kebutuhan oksigen miokard (Smeltzer, 2010)
Penatalaksanaan perawatan klien dengan NSTEMI bergantung pada
diagnosis yang diikuti oleh stratifikasi resiko yang dapat merugikan
jantung dan perdarahan yang akan terjadi. Klien yang beresiko rendah
dapat menggunakan manajemen konservatif seperti terapi anti platelet,
glikoprotein IIb/IIIa inhibitor (GP23I) dan anti koagulan, sedangkan klien
yang beresiko tinggi memerlukan pendekatan invasif, tindakan invasif
yang dilakukan tergantung kondisi klinis klien,
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan kardiovaskuler
Dengan Sindroma Coroner Akut pada pasien dengan Non Stemi ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Non
Stemi
2. Tujuan Khusus Mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Non Stemi
b. Melakukan perumusan diagnosis keperawatan pasien dengan Non Stemi
c. Menyusun perencanaan keperawatan pasien dengan Non Stemi
d. Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan
pada pasien dengan Non Stemi
e. Melakukan evaluasi keperawatan dengan pasien Non Stemi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP NSTEMI
1. Defenisi
Angina pectoris tidak stabil (unsTabel angina= UA) dan infark miokard
akut tanpa elavasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI)
diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologis
dan gambaran klinis sehingga prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika klien dengan manifestasi klinis
UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomeker jantung(Harun & Alwi, 2015).
Diagnosis UA banyak bergantung pada gambaran klinis. UA didefenisikan
sebagai angina pectoris atau rasa tidak nyaman karena iskemia yang sama
disertai dengan minimal satu dari tiga gambaran yaitu terjadi saat istirahat
(atau dengan aktifitas minimal) biasa berlangsung >10 menit, berat dan
merupakan onset baru (artinya dalam kurun waktu 4-6 minggu terakhir),
dan/atau terjadi pola kresendo (semakin berat, memanjang, atau lebih sering
dari sebelumnya). Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila klien yang memiliki
gambaran klinis NSTEMI terbukti mengalami nekrosis miokardium, yang
dibuktikan dengan meningkatnya biomarker jantung (Cannon & Braunwald,
2015).
Jadi dapat disimpulkan NSTEMI merupakan angina pectoris tidak stabil
yang telah terjadi nekrosis miokardium dapat dilihat dari peningkatkan
biomarker jantung.
2. Etiologi
Infark miokard disebabkan oleh sejumlah kelainan atau gangguan,
Dalam(Asikin, Nuralamsyah, & Susaldi, 2016):
a. Aterosklerosis
6
Thrombosis dan penyumbatan arteri koroner
b. Oklusi koroner akibat vaskulitis
c. Hipertrofi ventrikel
d. Penggunaan obat-obatan, misalnya kokain, amfetamin, dan efidrin
e. Faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen, misalnya aktifitas fisik
berat, demam atau hipertiroidisme.
f. Faktor yang menurunkan penghantar oksigen, misalnya hipoksemia atau
anemia berat.
g. Anomali arteri koroner yaitu aneurisma arteri koroner
h. Diseksi aorta
i. Arteritis
7
berkembang di luar batas penyediaan pembuluh kolateral untuk
memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi maka hasil
kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, terkadang demikian terbatas
sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang
diperlukan.
Penurunan kemampuan memompa jantung berhubungan dengan luas dan
lokasi kerusakan jaringan infark.Jika lebih dari separuh jaringan jantung
yang mengalami kerusakan, biasanya jantung tidak dapat berfungsi dan
kemungkinan terjadi kematian. Jantung yang mengalami kerusakan dapat
membesar dan sebagian besar merupakan usaha jantung untuk
mengompensasi kemampuan memompa yang menurun (karena jantung
yang lebih besar akan berdenyut lebih besar). Jantung yang membesar
juga merupakan gambaran klinis kerusakan otot jantungnya
sendiri.Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung merupakan
prognosis yang lebih buruk.
c. Penyebab lainnya : embolus
penyebab lain dari serangan jantung adalah suatu bekuan dari bagian
jantungnya sendiri. Terkadang embolus terbentuk didalam jantung.Lalu
pecah dan tersangkut di arteri koroner.Spasme pada arteri koroner
menyebabkan aliran darah berhenti.Spasme ini disebabkan oleh obat
(seperti kokain) atau merokok, tetapi terkadang tidak diketahui
penyebabnya.
Adapun faktor resiko yang menjadi pencetus terjadi infark miokard akut.
Faktor resiko terjadinya infark miokard menjadi dua golongan, yaitu faktor
resiko yang dapat diubah dan faktor resiko yang tidak dapat diubah(Aspiani,
2014).
a. Faktor yang dapat diubah
1) Mayor, seperti merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,
hiperkolesterolemia, dan pola makan (diet tinggi lemak dan tinggi
kalori)
8
2) Minor, seperti stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambivalen), dan kurang aktivitas fisik.
b. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
Faktor resiko ini meliputi hereditas/keturunan, usia lebihdari 40 tahun,
ras (insidens lebih tinggi pada orang berkulit hitam), wanita post
menopause, dan secara umum pria lebih sering mengalami penyakit ini
dibandingkan wanita.
3. Patofisiologi
Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab terjadinya infark miokard
yang mempengaruhi lapisan intima dinding arteri dan ditandai dengan
adanya deposit lipoprotein pada area tersebut. Penumpukan deposit
lipoprotein tersebut mengakibatkan terbentuknya thrombus yang membuat
lumen menyempit, sehingga terjadi gangguan suplai darah dalam jangka
panjang.Gangguan suplai darah melalui arteri koroner akibat penyempitan
atau penyumbatan dapat mengakibatkan kekuatakan kontraksi otot jantung
menurun/gagal.Hal ini disebabkan kurangnya pasokan oksigen yang
dibutuhkan dan pada akhirnya terjadi iskemia pada sel otot jantung. Selain
itu, juga akan terjadi iskemia miokard yang berkembang menjadi nekrosis
dan kematian miosit. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya nekrosis total
jaringan distal, maka infark hanya akan terjadi pada miokardium. Namun,
jika thrombus menyumbat secara permanen pada pembuluh darah, maka
infark akan meluas melalui miokardium hingga dari endokardium ke
epikardium dan menyebabkan gangguan jantung berat(Asikin et al., 2016).
9
gejala syok.Manifestasi klinis meliputi perubahan tingkat kesadaran,
sianosis, akral dingin, kulit berkeringat, hipotensi, takikardia, dan penurunan
output urin.Oleh karena itu, klien yang mengalami IMA berisiko untuk
mengalami syok kardiogenik.
Dalam upaya untuk mendukung fungsi-fungsi vital, sistem saraf simpatik
merespons perubahan iskemik pada miokardium. Awalnya, baik curah
jantung maupun tekanan darah menurun, menstimulasi pelepasan hormon
epinefrin dan norepinefrin, yang dalam upaya tubuh untuk mengimbangi
peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan afterload, pada akhirnya
meningkatkan permintaan miokard untuk oksigen. Ketika kebutuhan
oksigen meningkat pada saat bersamaan Saat suplai ke otot jantung
berkurang, jaringan iskemik bisa menjadi nekrotik (J & Overbaugh, 2009).
Penimbunan trombosit
Inflamasi Sel pecah (lisis) Sel terisi ion Pompa natrium, ATP yg dihasilkan As. Laktat
dan faktor pembekuan
Kondisi Infark natrium dan air kalium berhenti sangat sedikit meningkat
Komplikasi: Gagal
Hipoksia meluas,
jantung, kematian.
Aktivasi saraf simpatis, sistem Parasimpatis iskemia meluas,
renin-angiotensin, peningkatan berkurang infark meluas
ADH, pelepasan hormon stress Aliran darah ke perifer CRT di ekstremitas > 2 dt,
(ACTH, Kortisol), peningkatan semakin menurun pucat bahkan sianosis
prod. glukosa HR dan TPR Beban jantung
Meningkat meningkat
Dx: Insufisiensi
Darah ke ginjal Produksi urin Volume plasma Aliran balik vena Perfusi Perifer
menurun menurun meningkat meningkat
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada klien dengan diagnosis NSTEMI menurut :
a. Nyeri dada
Menurut (Irmalita et al., 2015) angina tipikal/nyeri dada pada klien NSTEMI selama 20
menit.
b. Nyeri dada di substernum atau kadang di epigastrium, yang menjalar ke leher, bahu kiri,
dan/atau lengan kiri.
c. Gejala pada epigastrium, misalnya rasa mual dan kembung, serta ,muntah
d. Adanya gejala prodromal, misalnya letih, rasa tidak enak pada dada atau malaise
e. Sesak (dispneu)
f. Kulit pucat
g. Akral dingin
h. Sinus takikardi
i. Ronkhi di basal paru
j. Terkadang hipotensi
k. Ada perubahan di segmen ST EKG
l. Peningkatan biomeker jantung
m. Diaphoresis
n. Terdengar suara jantung tiga dan/atau
empat (Cannon & Braunwald, 2015)
a. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik untuk klien dengan NSTEMI (Irmalita et al., 2015)adalah
yaitu :
i. Elektrokardiogram
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa
didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu
diagnosis, setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan
perekaman EKG serial atau pemantauan terus menerus. EKG yang mungkin dijumpai
klien NSTEMI dan UAP antara lain:
1) Depresi segmen ST dan/atau inverse gelombang T; dapat disertai dengan elevasi
segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2) Gelombang Q menetap
3) Nondiagnostik
4) Normal
Depresi segmen ST ≥0.5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk
diagnosis UA dan NSTEMI, tetapi mengingat kesulitn mengukur depresi segmen ST
yang kecil, diagnosis lebih relavan dihubungkan dengan depresi segmen ST ≥ 1 mm.
depresi segmen ST ≥ 1 mm dan/atau inverse gelombang T ≥ 2 mm di beberapa sadapan
prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP dan NSTEMI (tingkat peluang
tinggi).
Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, makan diagnosis UAP dan/atau NSTEMI
dapat dipastikan.
ii. Biomeker Jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana
peningkatakn kadar marka jantung tersebut terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam.
Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria
lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
marka jantung meningkat sedikit melampaui batas normal atas.
Kadar troponin pada klien infark miokard meningkat dalam darah perifer 3-4 jam setelah
awitan infark dan menetap sampai 2 minggu.Peningkatan ringan kadar troponin biasanya
menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini
dapat menetap hingga 2 minggu.
Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat
digunakan.CKMB meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai puncaknya 12 jam, dan
menetap sampai 2 hari.
iii. Pemeriksaan noninvasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan gambaran
fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan diagnosis banding.
Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia
dan menjadi normal saat iskemia menghilang.Selain itu, diagnosis banding seperti
stenosis aorta, kardiomiopati, hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui
pemeriksaan ekokardiografi.Jika memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi
transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang rawat gawat darurat dan dilakukan
secara rutin dan sesegera mungkin bagi klien tersangka SKA.
Stress test seperti exercise EKG dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK
obstruktif pada klien-klien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan marka jantung
yang negative.
iv. Pemeriksaan invasive (Angiografi koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan
PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan diagnostic pada klien dengan
risiko tinggi dan diagnosis banding tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut,
misalnya pada arteri sirkumfleksi, sangat penting pada klien yang sedang mengalami
gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG
diagnostik.Pada klien dengan penyakit pembuluh multiple dan mereka dengan stenosis
arteri utama kiri memiliki resiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler yang serius,
angiografi koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas gerakan dinding regional
seringkali memungkinkan identifikasi lesi yang menjadi penyebab.Penemuan angiografi
yang khas antara lain eksentritas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakan yang kabur,
dan filling defect yang mengesankan adanya intrakoroner.
5. Komplikasi
Adapun Komplikasi yang terjadi jika NSTEMI tidak ditangangi dengan segera dan benar
(Priscilla, M, & Gerene, 2016)yaitu :
i. gagal jantung kongestif
gagal jantung kongestif merupakan sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan
kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan diri,maka besar curah sekuncup sehingga volume sisa ventrikel
meningkat. Peningkatan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila
tekanan hidrostastik dalam kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi
proses transudasi ke dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi,
terjadi udema paru akibat pembesaran cairan ke dalam alveoli hingga gagal jantung
kiri.Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat
meningkatnya tekanan vaskuler paru sehingga membebani ventrikel kanan.
ii. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.Timbul lingkaran setan
hemodinamika progresif hebat yang irreversible, yaitu penurunan perfusi perifer,
penurunan perfusi koroner, dan peningkatan kongesti paru.
iii. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotis sebelum pembentukan parut. Kantong
pericardium yang terisi oleh darah akanmenekan jantung dan menimbulkan tamponade
jantung, tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung
iv. Tromboemboli
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardia
dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.Daerah keduanya mempunyai potensi
membentuk thrombus adalah vena sistem vena balik. Embolisasi vena akan menyebabkan
embolisme pada paru.
v. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan
pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan, terkadang dapat terjadi efusi perikardial atau
penimbunan cairan antara kedua lapisan.
vi. Sindrom Dressler
Sindrom dressler atau sindrom pasca infark miokardium merupakan respon peradangan
jinak yang disertai nyeri pada pleuraperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan
suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.
vii. Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologis sel miokardium.Perubahan
elektrofisiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi.
6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan awal tata laksana infark miokard akut yaitu mengembalikan perfusi miokard sesegera
mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan tata laksana komplikasi. Penatalaksanaan
awal (Asikin et al., 2016)yaitu :
i. Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan pemantuan saturasi
oksigen.
Setelah tata laksana awal dan stabilisasi klien, tujuan berikutnya mengembalikan aktifitas
normal dan mencegah komplikasi jangka panjang.
a. Obat penghambat enzim pengonversi angiotensin (ACE inhibitor) untuk mengurangi
preload dan afterload.
b. Beta bloker untuk menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga kerja jantung menjadi
berkurang.
c. Statin untuk menurunkan kolesterol yang merupakan penyebab aterosklerosis.
d. Pembedehan
1) Coronary artery bypass gragting (CABG)
2) Percutaneous coronary intervention (PCI)
Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST
dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu :
a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi)
d. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS
1. Pengkajian
4) Disability (kemampuan)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status
neurologis. Pengkajian tingkat kesadaran yang mengukur obyektif
adalah GCS. Biasanya pasien NSTEMI GCS 14-15.
5) Exposure ( paparan)
Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian
menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting untuk
mencapai akses cepat ke bagian tubuh. Biasanya pasien NSTEMI tidak
dilakukan pengkajian exposure (Wartonah, 2014).
3. Pengkajian Sekunder
1) Biodata
Identitas pasien berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin,
tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
3) Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2009), pemeriksaan fisik dilakukan secara head
to toe dan di dokumentasikan secara persistem meliputi :
a) Keadaan umum
Keadaan umum adalah gambaran kondisi klien yang terobservasi
oleh perawat seperti tingkat ketegangan atau kelelahan, warna kulit,
tingkat kesadaran kualitatif maupun kuantitatif dengan penilaian
skor Glasgow Coma Scale (GCS), pola napas, posisi klien, dan
respons verbal klien. Biasanya keadaan umum klien lemah.
b) Tanda-tanda vital
Biasanya terjadi perubahan tanda vital seperti takikardi, takipnea,
hipertensi atau hipotensi. Dengan perubahan posisi (terlentang ke
duduk), fluktuasi normal tekanan darah dan denyut jantung
meningkat ringan (sekitar 5 mmHg untuk tekanan sistolik dan
diastolik; sedangkan denyut nadi meningkat 5-10 permenit). Setelah
klien duduk dari posisi baring, berikan waktu 1-3 menit sebelum
pengukuran tekanan darah.
c) Frekuensi Pernapasan
Biasana klien sesak napas (dyspneu) mendadak yang tidak
diketahui sebabnya mungkin terjadi karena emboli pulmoner atau
infark pulomoner. Napas dangkal dapat mengindikasikan nyeri
akibat perikarditis atau pleurisy. Pernapasan Cheyne Stokes adalah
siklus respirasi dangkal yang meningkat kecepatan dan
kedalamannya diikuti dengan penurunan kecepatan dan kedalam
serta periode apnea. Pernapasan cheyne stokes sering terlihat pada
lanjut usia degan gagal jantung berat, juga pada klien anemia.
e) Toraks
(1) Inspeksi
Biasanya dinding dada simetris, pernapasan meningkat, ada otot
bantu pernapasan
(2) Palpasi
Biasanya getaran suara pada dinding dada simetris
(3) Perkusi
Melalui perkusi pemeriksa dapat menilai batas-batas paru dan
jantung, serta kondisi paru. Biasanya perkusi memberikan suara
pekak
(4) Auskultasi
Biasanya bunyi nafas bersih, kadang ada terdengar wheezing
ataupun rongki.
f) Jantung
(1) Inspeksi
Biasanya iktus kordis tampak
(2) Palpasi
Biasanya iktus teraba, irama dapat teratur atau tidak.
(3) Perkusi
Biasanya terdengar bunyi pekak
(4) Auskultasi
Biasanya ada bunyi jantung ektra S3 atau S4, murmur, atau friction
rub.
g) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk abdomen datar, tidak teraba tegang.
(2) Auskultasi
Biasanya bunyi usus menurun
(3) Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
(4) Perkusi
Biasanya timpani
h) Ekstremitas dan
Integumen Inspeksi:
Palpasi:
5. Data sosial
6. Data spritual
7. Data penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
1) Thorax X-ray dilakukan untuk menentukan ukuran, silhoutte,
dan posisi jantung. Mungkin normal atau menunjukkan
pembesaran jantung diduga gagal jantung kongestif atau
aneurisma ventrikuler.
2) Echocardiography guna mengkaji struktur dan gerakan katup
jantung. Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu
pengkajian dan diagnosis kardiomiopati, kerusakan katup,
perdicardial effusion, fungsi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel,
dan tumor jantung.
3) Cardiac Fluoroscopy dilakukan melalui observasi visual terus-
menerus terhadap gerakan jantung, paru, dan pembuluh darah
dengan suatu layar , dilakukan untuk menampilkan aktivitas
jantung.
4) Arteriography (angiography) dilaksanakan jika ada indikasi
obstruksi atau penyempitan atau aneurisma arteri.
5) Elektrokardiografi (EKG)
Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada
NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi transient dan
atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T,
gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal)
6) Kateterisasi jantung
7) Pemeriksaan laboratorium
a) Sistem hematologik : hemoglobin, hematokrit, LED,
leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-
2 berhubungan dengan proses inflamasi,
eritrosit, trombosit, dan lain-lain.
b) Serum isoenzim kardiak : CK-MB, CK meningkat
pada 6-8 jam setelah awitan infark dan memuncak
antara 24 dan 28 jam pertama. Pada 2-4 hari
setelahnya baru kembali normal. CPK, SGOT,
LDH mulai tampak pada serum setelah 24 jam
pertama dan akan tinggi selama 7-10 hari, dan
troponin I dan troponin T mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CKMB.
c) Serum lipid : kolesterol total, Low Density
Lipoprotein, High Density Liporotein, trigliserida.
d) Faal hemostasis (tes koagulasi) : waktu protrombin
dan waktu parsial tromboplastin (pre dan pasca
terpa fibrinolitik atau antikoagulan).
e) Arterial Blood Gasses (ABG): pH, PaCO3, Pao3,
HCO3, saturasi oksigen, Base Excess.
f) Tes fungsi hati : SGOT, bilirubin, urobilin.
g) Tes fungsi ginjal : Blood Urea
Nitrogen/ureum, kreatinin (creatinine),
asam urat (uric acid).
h) Kimia darah : kadar gula darah (acak, puasa, dan 2
jam post pandrial).
i) Elektrolit : kalium (K+), natrium, kalsium,
klorida, fosfor.
j) Urine analisis : reduksi, sedimentasi.
k) Serum katekolamin.
l) Kultur darah.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa SL SI
o KI KI
Keperawat
an
1 Nyeri Setelah dilakukan Manajemen nyeri
tindakan keperawatan a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Akut berhubungan
selama 1x8 jam masalah durasi, frekuensi, kualitas,
dengan Agen
tingkat nyeri teratasi intensitas nyeri
Cedera Fisiologis dengan kriteria hasil: b. Identifikasi nyeri
a. Keluhan c. Identifikasi respon nyeri
nyeri berkurang non verbal
b. Kesulitan d. identifikasi pengetahuan
tidur berkurang dan keyakinan tentang nyeri
c. Frekuensi e. Identifikasi pengaruh
nadi berkurang budaya terhadap respon nyeri
d. Nafsu f. Identifikasi pengaruh nyeri pada
makan membaik kualitas hidup
e. Tekanan g. Monitor keberhasilan
darah membaik terapi koplementer yang sudah
f. Meringis berkurang diberikan
g. Gelisah menurun h. Monitor efek samping
h. Ketegangan penggunaan analgetik
otot berkurang i. Berikan teknik
i. Pola napas membaik nonfarmakologis untuk
j. Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
normal
j. Kontrol lingkungan
yang
memperberat rasa nyeri
k. Fasilitasi istirahat dan tidur
l. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
m. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
n. Jelakan strategi meredakan nyeri
o. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
p. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
q. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Efektif tindakan keperawatan a. monitor pola napas
berhubungan selama 1x24 jam b. monitor bunyi napas tambahan
dengan Deformitas masalah pola napas c. monitor sputum
Dinding Dada teratasi dengan KH: d. pertahankan kepatenan jalan
a. tekanan napas dengan head-tilt dan chin-
ekspirasi meningkat lift
b. tekanan e. posisikan semi-fowler dan fowler
inspirasi meningkat f. berikan minum hangat
c. dyspnea berkurang g. lakukan fisioterapi dada
d. penggunaan h. lakukan penghisapan lender
otot bantu kurang dari 15 detik
napas i. lakukan hiperoksigenasi sebelum
berkurang oenghisapan endotrakeal
e. frekuensi j. keluarkan sumbatan benda adat
napas membaik dengan forsep McGill
f. kedalaman k. berikan oksigen, jika perlu
napas
membaik
g. ekskusi l. anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
dada membaik
m. ajarkan teknik batuk efektif
kolaborasi
pemberian bronkodilator,
ekspektiran, jika
perlu
3 Penurunan Setelah dilakukan erawatan Jantung
tindakan keperawatan a. Identifikasi tanda atau gejala
Curah Jantung
selama 1x24 jam prime penurunan curah jantung
berhubungan
diharapkan KH: (meliput dispnea, kelelahan,
dengan perubahan
a. Kekuatan nadi edema,ortopnea paroxysmal,
kontraktilitas
perifer dalam nocturnal dyspne peningkatan
rentang normal CVP)
b. Cardiac Index (CI) b. Identifikasi tanda dan gejala
dalam rentang sekunder penurunan curah
normal jantung (peningkatan BB,
c. Stroke Volume hepatomegali, distensi vena
Index (SVI) jugularis, palpitasi, oliguria,
dalam rentang batuk)
normal c. Monitor tekanan darah
d. Palpitasi dalam d. Monitor intake dan output
rentang normal cairan
e. Bradikar e. Monitor saturasi oksigen
dia f. Monitor keluhan nyeri dada
berkuran g. Berikan diet jantung yang sesuai
g h. Fasilitasi pasien dan
f. Dispnea berkurang keluarga untuk modifikasi gaya
g. Batuk berkurang hidup sehat
h. Tekanan darah i. Berikan dukungan emosional dan
normal spiritual
i. Capillary refill j. Berikan oksigen
time dalam untuk mempertahankan saturasi
renang norma oksigen
>94%
k. Kolaborasi pemberian antiaritmia
4 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy
Aktivitas tindakan keperawatan a. Identifikasi gangguan fungsi
berhubungan selama 1x24 jam tubuh yang mengakibatkan
dengan Kelemahan masalah toleransi kelelahan
aktivitas membaik b. monitor kelelahan fisik
dengan KH: dan emosional
a. frekuensi c. monitor pola jam tidur
nadi membaik d. monitor lokasi
b. saturasi dan ketidaknyamanan
oksigen membaik melakukan aktivitas
c. keluhan e. sediakan lingkungan nyaman
lelah berkurang dan rendah stimulus
d. dyspnea f. lakukan latihan rentang gerak
data beraktivitas pasif dan atau aktif
berkurang g. berikan aktivitas distraksi yang
e. dyspnea menenangkan
setelah beraktivitas h. fasilitasi duduk di sisi tempat
berkurang tidur, jika tidak dapat berpindah
f. warna kulit membaik atau berjalan
g. tekanan i. anjurkan tirah baring
darah membaik j. anjurkan melakukan aktivitas
h. frekuensi bertahap
nafas membaik k. anjurkan menghubungi perawat
i. EKG jika tanda dan gejala kelelahan
iskemia membaik tidak berkurang
l. ajaran strategi koping untuk
mengurangi kelelaha
m. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan
makanan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
NSTEMI merupakan angina pectoris tidak stabil yang telah terjadi nekrosis
miokardium dapat dilihat dari peningkatkan biomarker jantung.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila klien yang memiliki gambaran klinis NSTEMI
terbukti mengalami nekrosis miokardium, yang dibuktikan dengan meningkatnya
biomarker jantung (Cannon & Braunwald, 2015).
Angina pectoris tidak stabil (unsTabel angina= UA) dan infark miokard akut tanpa
elavasi ST (non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan
suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika klien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
berupa peningkatan biomeker jantung(Harun & Alwi, 2015)
DAFTAR
PUSTAKA
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Erlangga.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Kardiovaskuler : Aplikasi NIC & NOC. (W. Prapitani, Ed.). Jakarta : EGC.
Anantharaman, V., & Lim, S. H. (2013). Treatment of NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial
Infarction). Current Emergency and Hospital Medicine Reports, 1(1), (diunduh 2018
November 12); 18–28. Tersedia pada : https://doi.org/10.1007/s40138-012-0006-y
Cannon, C. P., & Braunwald, E. (2015). HARRISON : Kardiologi dan Pembuluh
Darah. (Iskandar & Miranti, Eds.) (2nd ed.). Jakarta : EGC.
Harun, S., & Alwi, I. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (A. W. Sudoyo, S. Setiati, & I.
A. Dkk, Eds.), Jakarta Interna Publishing (4th ed., Vol. 2).(diunduh 2018 November
12); Tersedia pada : https://doi.org/10.1590/S1516-18462008000300012.
Irmalita, Juzar, D. A., Andrianto, Setiano, B. Y., Tobing, D. P., Firman, D., & Firdaus, I.
(2015). Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Edisi III.(diunduh 2018
November 15); Tersedia pada : https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehn416
James, S. (2017). 2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in
patients presenting with ST -segment elevation The Task Force for the management of
acute myocardial infarction, (August). (diunduh 2018 November 12); Tersedia pada
:https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehx393
Midleton, T. A. (2011). EKG Buku Saku. (Eka Anisa Mardela & Aryandhito, Eds.) (bahasa
Ind).
Jakarta : EGC.
Priscilla, L., M, B. karen, & Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal :
Bedah Gannguan Kardiovaskuler. (A. Linda, Ed.) (5th ed.). Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Wartonah, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans Info Media