Anda di halaman 1dari 11

Perilaku

Satwa Liar Pada Kelas Reptilia



1 1
Wanda Marida , Muhammad Radhi
1
Mahasiswa Program Studi Kehutanan.Fakultas Pertanian, Universitas Almuslim, Jalan Almuslim, Matang
Glumpang Dua Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh 24261
Email: maridawanda@gmail.com

ABSTRAK
Perilaku merupakan kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam aktifitas hariannya seperti sifat kelompok, waktu aktif,
wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara, interaksi
dengan spesies lainnya, cara kawin dan melahirkan anak. Reptil melupakan hewan vertebrata berdarah dingin
(Poikilothermic) yang dapat menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Tujuan pengamatan jurnal
untuk mendeskripsikan perilaku, makan, perilaku seksual, perilaku social, perilaku khas, dan perilaku pergerakan
yang sesuai bagi reptil. Aktivitas golongan reptil di antaranya BIAWAK AIR (Varanus salvator), turpeper atau kura-
kura batok (Coura amboinensis), Buaya Muara (Crocodylas porosus), Ular Kobra (Ophiophagus Hannah), Biawak
Komodo (Varanus Komodoensis)
Kata Kunci: Perilaku Harian, Reptil

Pendahuluan semakin meningkat, sehingga dugaan populasi satwa
Indonesia merupakan salah satu negara liar berkurang secara dramatis dari tahun ke tahun
yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi (Akmal et al., 2014a). Reptil adalah salah satu fauna
di dunia. Menurut Biodiversity Action Plan for yang banyak terdapat di wilayah Indonesia.
Indonesia (Bappenas, 1993) Indonesia memiliki Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai
sekitar 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di negara yang memiliki kekayaan jenis reptil paling
dunia, 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% tinggi di dunia, lebih dari 600 jenis reptil terdapat di
burung serta 25% jenis ikan. Tingginya Indonesia (Bappenas, 1993). Satwaliar ini telah telah
keanekaragaman hayati tersebut sangat dipengaruhi lama dimanfaatkan, bahkan telah menjadi komoditas
oleh posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis ekonomi yang bernilai tinggi. Pemanfaatan reptil
serta terletak diantara dua wilayah biogeografi yaitu sebagai binatang peliharaan maupun untuk
Indo Malaya dan Australian. konsumsi serta obat-obatan telah berkembang ke
berbagai negara, bahkan dalam dua dekade terakhir
Keanekaragaman hayati baik flora maupun
Indonesia dikenal sebagai salah satu pengekspor
fauna yang dimiliki merupakan potensi yang dapat
reptil terbesar di dunia (Soehartono dan Mardiastuti,
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Lebih
2003). Kegiatan pemanfaatan reptil yang telah
dari 6.000 jenis tumbuhan dan satwa yang biasa di
banyak menghasilkan keuntungan secara ekonomi
manfaatkan oleh masyarakat Indonesia baik yang
juga menimbulkan dampak negatif yang cukup
berasal dari alam maupun hasil budidaya (Bappenas,
besar. Eksploitasi reptil yang berlebihan dan tidak
1993). Sedangkan secara ekologis flora dan fauna
terkontrol akan menimbulkan ancaman terhadap
sebagai komponen dalam ekosistem memiliki
kelestarian satwa tersebut. Populasi reptil yang
peranan yang penting dalam kelangsungan proses-
termasuk satwa liar memiliki potensi penurunan
proses ekologi untuk menjaga keseimbangan
populasi akibat kehilangan habitat, perburuan,
ekosistem. Rusak atau hilangnya salah satu
perdagangan liar oleh tingginya harga dan
komponen dalam ekosistem akan menyebabkan
permintaan pasar (Akmal et al., 2019)
gangguan terhadap ekosistem serta berkurangnya
kualitas lingkungan. Reptil melupakan hewan vertebrata
berdarah dingin (Poikilothermic) yang dapat
Saat ini satwa liar memiliki nilai ekonomis
menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan
yang tinggi sehingga terjadinya perburuan liar

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


sekitarnya. Reptile tidak dapat mengatur suhu (2010) menyatakan bahwa perilaku merupakan
internal layaknya hewan mamalia yang bardarah tindakan atau aksi yang mengubah hubungan antara
panas (Homoiothermic) sehingga meraka organisme dan lingkungannya. Perilaku dapat terjadi
bergantung pada lingkungan sekitar untuk dapat sebagai akibat suatu stimulus dari luar.
mengatur suhu tubuh mereka. Berjemur di bawah Perilaku Sosial merupakan Perilaku yang
sinar matahari merupakan upaya reptile dalam dilakukan oleh satu individu atau lebih yang
menghangatkan diri dan meningkatkan metabolisme menyebabkan terjadinya interaksi antar individu dan
tubuh, sedangkan untuk mendinginkan tubuh, antar kelompok. Perilaku Sosial bisa dibagi menjadi:
reptile biasa berpindah ke tempat yang teduh atau v Perilaku Affiliative; adalah perilaku yang
berpindah ke Kawasan perairan (Taylor dan O’Shea dilakukan bertujuan untuk mempererat
2004). ikatan social, koordinasi antar individu dan
Tubuh reptil tersusun oleh sisik yang kebersamaan antar atau di dalam kelompok
kerantik dan berbentuk rata meupun berduri. Fungsi v Perilaku Agonistic
sisik pada tubuh reptil adalah untuk mengatur • Perilaku aggressive: Perilaku yang
siklulasi air yang memungkinkan agar reptil terhindar bersifat mengancam atau
ancaman dehidrasi saat jah dari wilayah perairan menyerang.
(McDiarmid dkk.,2012). Reptil tidak memiliki telinga • Perilaku submissive: Perilaku yang
eksternal dan rambut maupun bulu. Pada umumnya menunjukkan ketakutan atau
reptil merupakan hewan karnivora. Jenis kura-kura kalah.
dan beberapa jenis kadal seperti iguana merupakan v Vokalisasi; Adalah suara yang dikeluarkan
karnivora, sedangkan chameleon merupakan jenis oleh satu atau lebih individu untuk
repti pemakan serangga atau insektivora (O’Shea berkomunikasi dan koordinasi diantara
dan Halliday, 2001) system reproduksi reptil adalah anggota kelompoknya
ovivar dan sebagian ovivipar. v Perilaku maternal / mothering; Perilaku
Setiap makhluk hidup akan melakukan induk yang bertujuan melindungi dan
interaksi dengan lingkungannya sejak pertama kali memelihara anaknya
dilahirkan. Perilaku juga di pelajari didalam Reproduksi hewan dapat dibedakan
penangkaran untuk dapat mngamati secara menjadi dua macam yaitu secara seksual dan
langsung. Penangkaran adalah upaya untuk menjaga aseksual. Perkembabiakan aseksual terjadi
tanpa pelebuhan sel kelamin jantan dan betina.
populasi yang terancam punah (Akmal et al., 2015)
Perkembangan aseksual umumnya terjadi pada
Untuk tetap eksis setiap makhluk hidup hewan tingkat rendah atau tidak bertulang
harus mampu melakukan adaptasi, baik pada belakang (avertebrata) dan sebagian kecil
tingkatan populasi maupun komunitas pada suatu verteberata. Perkembanganbiakan seksual
biosfer. Kajian perilaku hewan pada dasarnya terjadi pada hampir seluluh tingkatan hewan.
mempelajari bagaimana hewan-hewan berperilaku Perkembangbiakan tersebut melibatkan alat
di lingkungannya dan setelah para ahli melakukan kelamin jantan dan alat kelamin betina dan
interpretasi, diketahui bahwa perilaku merupakan ditandai oleh adanya peristiwa pembuahan
hasil dari suatu penyebab atau suatu “proximate (fertilisasi).
cause” (Fachrul, 2007). Perilaku merupakan
kebiasaan-kebiasaan satwa liar dalam aktifitas PEMBAHASAN
hariannya seperti sifat kelompok, waktu aktif, 1. BIAWAK AIR (Varanus salvator)
wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara
Biawak Air (Varanus Salvator) merupakan
membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku
jenis biawak yang tersebar luas di Asia selatan dan
bersuara, interaksi dengan spesies lainnya, cara
Asia Tenggara. Biawak ini merupakan jenis biawak
kawin dan melahirkan anak. Salah satu aspek dalam
yang paling sering di jumpai di berbagai wilayah di
biologi reproduksi satwa liar adalah pengetahuan
Indonesia dan dekat dengan pemukiman manusia.
tentang anatomi dan siologi organ reproduksi baik
Salah satu penyebaran biawak air di Pulau Jawa
jantan maupun betina (Akmal et al., 2014b). Suhara
adalah di Pulau Biawak. Pulau Biawak merupakan

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


Kawasan konservasi Laut daerah yang di kelola Perilaku bergerak pada kelas umur anak
pemerintah daerah Indramayu dibawah kementerian banyak dilakukan karena kelas umur anak lebih
Kelautan dan Perikanan seluas 120 hektar. senang menjelajah untuk mencari hal baru, selain itu
Keberadaan biawak ini diperkirakan sejak jaman juga dilakukan untuk menghindari dari ancaman
dahulu dan sudah ada sebelum mercusuar yang biawak dewasa. Pada kelas umur muda aktif
terdapat di pulau tersebut dibangun yaitu pada bergerak untuk menjelajah dan mencari sumber
tahun 1870 (Wakhid, 2010). Status keberadaan pakan yang kemudian dijadikan wilayah teritorinya
biawak air (Varanus salvator) dianggap memiliki nanti diusia dewasa. Pada biawak dewasa jenis
persebaran yang luas dan perlu diperhatikan akibat kelamin jantan, melakukan aktivitas bergerak untuk
dari perburuan liar dan pembangunan wilayah. mencari makan dan menjaga teritorinya dari biawak
Pulau Biawak dengan luasan 120 ha lainnya, sedangkan pada jenis kelamin betina
memiliki kelimpahan dan kepadatan populasi pada melakukan aktivitas bergerak untuk mencari
biawak muda sebanyak 100 individu dengan persarangan dan bertelur. Aktifitas bergerak biawak
kepadatan 0,83 ind/ha, sedangkan pada biawak dilakukan pada padi dan sore hari, hal ini dilakukan
dewasa sebanyak 140 individu dengan kepadatan selain untuk mencari makan, biawak bergerak untuk
populasi sebesar 1,17 ind/ha. Menurut Gumilang menghindari ancaman dari biawak lainnya dan
(2001), tingginya populasi biawak air kemungkinan mencari tempat untuk beristirahat.
diakibatkan oleh kurangnya faktor pengendali Perilaku istirahat ditunjukkan dengan
populasi seperti adanya satwa lain yang menjadi merebahkan atau menempelkan seluruh bagian
predator biawak air, sumber makanan yang tubuh biawak ke permukaan tanah. Perilaku istirahat
melimpah, tingkat persaingan rendah, produktifitas dilakukan setelah melakukan aktivitas bergerak,
tinggi, pengaruh manusia yang minim dan makan, atau berjemur dan dilakukan dengan tidur.
kemungkinan double counting. Pola istirahat yang stabil dilakukan oleh semua kelas
Kondisi lingkungan dan habitat sangat adalah melakukan tidur di siang dan malam hari. Di
berpengaruh terhadap populasi dan perilaku biawak. malam hari, istirahat biawak di Pulau Biawak
Menurut Wildlife Associates (1999) dalam Pah dilakukan di dalam persarangan berupa kubangan
(2003), habitat biawak air memiliki kondisi yang tertutup semak dan ranting pepohonan.
lingkungan yang panas atau lembab dengan kisaran Lembaga Biologi Nasional (1977) dalam Hidayat
suhu lingkungan di siang hari 29 - 32°C dan pada (2014) menyatakan bahwa Biawak menyukai tinggal
malam hari adalah 26 - 28°C. Di Pulau Biawak suhu di sekitar air dan menghuni berbagai relung.
rata – rata di pagi hari berkisar antara 24,30 – Perilaku Makan
26,40°C , di siang berkisar antara 29,60 – 33,8°C dan Aktivitas berjemur banyak dilakukan
di malam hari berkisar antara 27,40 – 29,8°C. Biawak divegetasi terbuka dan sesekali ke tepi pantai dan
merupakan reptil berdarah dingin yang mangrove. Hal ini dilakukan untuk beraktivitas
membutuhkan keseimbangan suhu dan kelembaban berjemur dan mencari makan. Biawak dewasa lebih
untuk menjaga metabolisme tubuhnya. Hal ini banyak memangsa tikus dan sesekali memangsa ikan
ditunjukkan dengan perilaku berjemur biawak di pagi di pantai. Perilaku sosial dapat terjadi pada semua
dan sore hari. Suhu dan kelembaban yang cukup juga kelas umur, akan tetapi selama pengamatan hanya
dibutuhkan biawak dalam membentuk terjadi satu kali pada kelas umur dewasa jenis
persarangannya. Persarangan biawak dibuat dalam kelamin jantan. Perilaku yang ditunjukkan adalah
bentuk kubangan dan tertutup semak serta ranting berkelahi memperebutkan makanan.
pepohonan merupakan bentuk pengaruh kondisi
aktivitas biawak dari tiap umur cenderung
lingkungan terhadap perilaku biawak.
sama. Di pagi dan sore hari biawak cenderung
mencari makan dan berjemur. Aktivitas berjemur di
PERILAKU HARIAN BIAWAK AIR pagi hari dilakukan pada pukul 07.00 - 10.00 WIB dan
Perilaku Pergerakan sore hari pada pukul 15.00 – 17.00 WIB. Aktivitas
istirahat di siang hari banyak dilakukan biawak untuk
tidur dan dilakukan di tempat – tempat teduh,

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


sedangkan istirahat di malam hari, aktivitas istirahat Turpeper atau Kura-Kura batok adalah sejenis kura-
biawak banyak dilakukan di kubangan yang lembab kura yang tergolom suku Geoemyydidea. Menyebar
dan tertutup semak – semak rimbun. luas dari india di sebelah barat hingga maluku di
bagian timur. Maluku sebagai daerah kepulauan
Perilaku Sosial
yang didominasi oleh pulau-pulau kecil memiliki nilai
Aktivitas sosial biawak jarang terjadi, hal ini keunggulan karena pemisahan oleh lautan ini
dikarenakan biawak merupakan satwa soliter yang menyebabkan terbentuk spesiasi flora dan fauna
jarang berkomunikasi dengan biawak lain. Menurut serta ekosistem antara satu pulau dengan pulau
Bennet (1998), biawak biasanya tidak bersosialisasi lainnya. Hal ini menyebabkan dapat saja terjadi
dengan binatang lain. Faktor terjadinya aktivitas setiap pulau memiliki keanekaragaman jenis yang
sosial adalah proses kawin, perebutan makan dan berbeda dengan pulau lainnya, sehingga perlu
wialyah teritorialnya, sehingga aktivitas ini tidak dikelola dengan baik dan benar untuk membentuk
terpaku pada alokasi waktu aktivitas harian biawak. keseimbangan antara berbagai komponen yang ada
didalamnya agar terbentuk kelestarian lingkungan.
penyu darat atau kura-kura batok yang oleh
Perilaku Khas sebagian masyarakat Maluku Tengah disebut sebagai
Kondisi cuaca di Pulau Biawak cenderung Turpepel dengan nama latin Coura amboinensis
belum banyak diketahui.
stabil sepanjang hari Ketika terjadinnya hujan deras,
prilaku bergerak biawak cenderung menurung dan Habitat Turpepel (Coura amboinensis) adalah
memilih beristrirahat di tempat teduh, sedangkan di tipe habitat Semi Akuatik. Habitat semi akuatik
adalah tipe habitat campuran yaitu daratan (tanah)
cuaca mendung atau gerimis biawak melakukan
dan air. Turpepel menyukai dua (2) tipe habitat
aktivitasnya seperti biasa. Biawak merupakan reptil
tersebut yaitu daratan (tanah) dan air. Di
berdarah dingin yang membutuhkan keseimbangan
habitatnya, Turpepel ini tinggal di dekat sungai dan
suhu dan kelembaban untuk menjaga metabolisme atau sawah dengan berlindung pada rerumputan
tubuhnya. Biawak mempunyai sistem sirkulasi dan atau tanaman semak dan belukar atau tumbuhan
respirasi yang tidak efisien dibanding satwa berdarah yang ada di sepanjang sungai. Turpepel tidak begitu
panas dalam mengalirkan oksigen ke jaringan tubuh suka dengan hawa yang panas, sehingga ketika di
untuk metabolisme. Hal ini menyebabkan biawak siang hari Turpepel akan mencari air untuk
memiliki rata – rata proses metabolisme yang kecil mendinginkan suhu badannya dan minum untuk
dan tak dapat menghasilkan panas yang cukup menghilangkan rasa haus, setelah itu kembali lagi ke
diperlukan oleh tubuh untuk aktivitas biokimia yang daratan untuk mencari tempat yang teduh, lembab,
optimal dan gelap untuk beristirahat.

Perilaku seksual PERILAKU HARIAN kura-kura batok

Menurut Alikodra (1990), habitat Perilaku Makan


merupakan suatu kawasan yang dapat memenuhi Turpepel termasuk dalam jenis hewan
semua kebutuhan dasar dari populasi tertentu. berdarah dingin dan jenis hewan omnivora yaitu
Kebutuhan dasar populasi adalah untuk berlindung, hewan pemakan segala atau hewan pemakan
tumbuh tumbuhan dan daging. Waktu makan bagi
berkembang biak, menyediakan makanan dan air
para Turpepel ialah pada pagi hari ketika matahari
serta pergerakan. Habitat biawak air di Pulau Biawak
terbit pukul 07.00 atau 07.30 WIT. Turpepel akan
terdiri dari hutan mangrove dan pantai.
langsung mencari sumber air untuk minum dan
Perkembangan biakan biawak adalah dengan mengurangi rasa haus atau dehidrasi mereka selama
bertelur. Telur biawak disimpan di pasir atau tidur. Setelah minum, maka Turpepel akan langsung
dilumpur di tepi sungai, bercampur dengan daun- mencari makan.
daun busuk dan ranting. Turpepel mencari makan di daerah atau di
wilayah teritori mereka. Dimana, apabila saat
2. Turpeper (Coura amboinensis) mencari makan Turpepel mendapat sumber
makanan seperti buah pisang maka dengan segera
akan langsung membuka buah pisang tersebut dari

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


kulitnya untuk mendapat isi atau daging buah pisang melakukan gerak-gerik dengan tujuan menarik
tersebut dengan cara menahan buah pisang tersebut perhatian sang betina. Menurut pengamatan,
dengan salah satu kaki depan mereka, dan kaki Turpepel jantan biasanya hanya berdiam diri di suatu
depan yang satunya lagi bertugas untuk membuka tempat yang tenang dan bahkan lebih sering
kulit pisang tersebut. Adapun saat Turpepel tersebut istirahat(siang) atau tidur(malam). Namun, ketika
sedang beraktivitas, mereka melakukan aktivitas musim kawin tiba perilaku Turpepel jantan menjadi
secara berkelompok, ketika dalam aktivitas mereka lebih agresif atau aktif dari biasanya. Turpepel
mendapat lagi sumber makanan seperti anak ayam jantan menjadi tidak tenang dan lebih sering
maka dengan segera Turpepel tersebut secara berjalan-jalan di sekitar wilayah teritorinya. Perilaku
berkelompok memakan anak ayam tersebut. berjalan-jalan Turpepel jantan ialah dengan
Perilaku pergerakan mengikuti Turpepel betina, kemudian Turpepel
jantan mengeluarkan kepala dan lehernya untuk
Turpepel biasanya beristirahat ketika hasrat
mencium bagian ekor Turpepel betina, bahkan
makan mereka telah terpenuhi. Biasanya Turpepel
sampai kepala Turpepel jantan masuk ke bagian
ketika di siang hari, mereka beristirahat dibawah
bawah plastron dari Turpepel betina.
dedaunan pohon yang jatuh atau di sekitar tanaman
semak dan belukar. Fungsinya ialah untuk Perilaku lain dari Turpepel jantan ataupun
melindungi Turpepel tersebut dari ancaman Turpepel betina ialah dapat saling menggigit satu
predator ataupun manusia. Waktu istirahat dan sama lain. Hal itu terjadi ketika saat semua Turpepel
lamanya waktu istirahat Turpepel tidak menentu, berkumpul dalam satu tempat, ataupun ketika saat
karena Turpepel akan beristirahat ketika mereka lapar dan haus, bahkan ketika dalam proses kawin.
tidak melakukan aktivitas apapun. Turpepel juga Perilaku tersebut terlihat sangat saling
biasanya beristirahat di bawah atau di dalam karapas mengintimidasi satu dengan yang lainnya. Turpepel
atau tempurung atau batok mereka sendiri. Hal itu memang tidak memiliki gigi, namun cengkraman
bisa terjadi ketika Turpepel berada di daerah atau di mulut atau moncong Turpepel yang keras dan kuat
tempat yang jauh dari wilayahnya. dapat melukai Turpepel lainnya. Pada pengamata
memang tidak tampak adanya Turpepel yang terluka
Semua satwaliar biasanya menandai daerah
parah namun ketika dilihat ada beberapa kaki
atau wilayah teritorinya dengan urine, sama halnya
Turpepel yang merah akibat gigitan atau
dengan Turpepel. Turpepel melakukan aktivitas
cengkraman mulut atau moncong tersebut. Hal ini
harian mereka di daerah atau wilayah teritori
dapat mengakibatkan Turpepel stres dan yang
mereka dan juga di luar atau sekitar wilayah teritori
terjadi ialah Turpepel tersebut akan memasukan
mereka. Biasanya wilayah teritori tersebut ditandai
kepala dan kaki-kakinya ke dalam karapas dalam
dengan urine, feses (kotoran), dan juga jejak kaki
waktu yang cukup lama dan tidak mau makan.
atau cakar Turpepel. Daerah atau wilayah teritori
dari Turpepel salah satunya adalah tempat untuk Perilaku khas
tidur. Tempat untuk tidur Turpepel biasanya tempat Perilaku lain Turpepel jantan dalam masa
yang gelap, sedikit lembab, dan tersembunyi di kawin ialah ekor dari Turpepel jantan bergerak-gerak
bawah dedaunan atau semak belukar. ketika berjalan untuk menarik perhatian Turpepel
Perilaku tidur Turpepel terlihat sebelum betina agar mau mengikutinya. Selain itu ada juga
Turpepel tidur. Biasanya sebelum tidur, Turpepel perilaku seperti badan bagian belakang turpepel
akan menggali-gali dibawah dedaunan atau semak jantan terangkat, ekornya keluar cukup panjang
belukar untuk mencari posisi aman, nyaman, teduh, cairan, dan jalannya menjadi cepat dari biasanya.
dan sejuk untuk tidur. Ketika tidur, Turpepel Hal tersebut dilakukan untuk menarik perhatian dari
menutup mata, memasukkan keempat kakinya Turpepel betina. Selama masa kawin Turpepel
kedalam tempurung atau batok mereka. Dan untuk jantan akan melakukan hal tersebut sampai ada
kepala ada beberapa Turpepel yang memasukkan Turpepel betina yang merasa tertarik dan mulai
kepala kedalam tempurung atau batok dan ada juga mengikuti Turpepel jantan.
yang hanya memasukkan leher saja dan kepalanya
hanya keluar sedikit. 3. Buaya Muara (Crocodylas porosus)
Perilaku seksual Crocodylus porosus atau disebut juga buaya
Turpepel berkembang biak seperti halnya muara merupakan salah satu dari tujuh jenis buaya
satwa lainnnya yaitu sang jantan lebih banyak yang hidup di Indonesia. Buaya jenis ini tersebar di

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


seluruh perairan Indonesia mulai dari Pulau Sumatra seperti menangkap mangsa, reproduksi, dan
hingga Pulau Irian Jaya (Iskandar, 2000). Secara interaksi sosial terjadi di dalam air.
morfologi, Neil (1946) dan Weeb et al., (1978) dalam frekuensi perilaku bergerak di perairan yang
Gans (1985) mengatakan bahwa pada individu paling sering dilakukan adalah mengambil
dewasa warna tubuh buaya muara lebih gelap nafas/muncul kepermukaan air. Proses pernafasan
daripada saat masih remaja. Bagian ventral pada buaya sangat khas karena dipengaruhi oleh
tubuhnya berwarna kuning gading kecuali di bagian struktur jantungnya (Farmer dan Carrier, 2000).
ekor yaitu abuabu. Ukuran maksimal pada individu Dengan perilaku sering mengambil nafas/muncul
jantan mampu mencapai 5-6 m, sedangkan individu kepermukaan air maka konsumsi oksigen (O2) akan
betina memiliki kisaran 2,5-3 m. Kematangan seksual meningkat sehingga penghasilan panas internal juga
pada buaya muara biasanya dicapai pada umur 10 akan meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tahun. Individu jantan mampu mencapai ukuran buaya yang sudah dewasa memiliki tingkat
tubuh kurang lebih 3,2 m. Berbeda dengan individu metabolisme yang tinggi' Selain itu kemungkinan
jantan, individu betina memiliki ukuran tubuh yang perilaku sering mengambil nafas atau muncul ke
lebih kecil pada saat matang seksual yaitu kurang permukaan air juga berguna untuk menghemat
lebih2,2 m. energi yang digunakan serta untuk mengurangi
Buaya muara merupakan salah satu jenis panas yang berlebih (Pifla dan Larriera, 2002).
reptil yang memiliki perilaku unik dan menarik. Perilaku Makan
Perilaku buaya dan jumlah individu dalam suatu
Buaya memiliki otak paling berkembang
populasi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dibandingkan reptil lainnya. Mereka dapat
buaya itu sendiri (Britton, 2002; Poletta et al., 2008).
mempelajari pola dan kebiasaan mangsa (Morpurgo
Tiap perilaku buaya dipengaruhi oleh faktor
et al., 1993). Perilaku Buaya betina saat makan
kenyamanan habitat yang merupakan tempat buaya
ternyata juga lebih sering dengan strategi menerkam
berinteraksi dengan lingkungannya. Terdapat dua
tibatiba mangsanya di perairan. Buaya betina
macam lingkungan yaitu alam bebas dan buatan
menunggu mangsa dalam air dan berkamuflase
manusia seperti penangkaran. Pada dua habitat yang
dengan mata telinga dan nostril tetap di permukaan
berbeda tersebut salah satu perilaku buaya yang
air lalu menerkam mangsa ketika lengah untuk
terpengaruh pada umumnya adalah keaktifan buaya
kemudian ditarik masuk ke dalam air hingga
itu sendiri
tenggelam. Pada buaya jantan strategi
memangsanya dengan menyelam dan menerkam
Perilaku harian buaya muara tiba-tiba, lalu mangsa di lempar ke udara (dengan
Perilaku Bergerak bantuan gravitasi) dan perlahan mangsa pun ditelan.
Gigi yang tajam, otot perut dan asam pencemaan
Perilaku bergerak berhubungan erat dengan
yang kuat membuat buaya tidak perlu menguyah
keadaan lingkungan dan juga ketahanan tubuh
makanannya.
karena perilaku bergerak mempunyai dampak
langsung terhadap kemampuan menangkap mangsa, Perilaku social
kemampuan untuk menjelajah dan juga perilaku Buaya memiliki suatu hierarki dominansi baik
sosial pada binatang (Elsworth et a\.,2003; itu populasi yang terdapat di alam liar maupun
Soendjoto el a/., 2006). populasi yang terdapat di dalam penangkaran. Suatu
perilaku bergerak buaya dibedakan dalam dua individu yang dominan ditentukan dari ukuran dari
macam perilaku yang berbeda, yaitu perilaku buaya tersebut. Apabila buaya tersebut memiliki
bergerak yang dilakukan di perairan dan perilaku ukuran yang paling besar, individu buaya tersebut
bergerak di daratan. Hal ini disebabkan buaya merupakan individu buaya yang paling dominan
merupakan hewan yang bersifat semi-akuatik. Pada (Morpurgo et al., 1993). Individu jantan yang
hewan yang bersifat semi-akuatik dalam dominan memiliki kekuasaan dalam mengontrol
kesehariannya selain berada di lingkungan perairan kesempatan kawin, perolehan makanan dan ruang
juga sering berada di lingkungan daratan. Di antara gerak, sedangkan individu betina cenderung
kedua lingkungan tersebut perilaku buaya di memperlihatkan dominansinya saat melakukan
perairan lebih pinting daripada perilaku bergerak di pemilihan letak sarang (Ross, 1989). Buaya jantan
daratan karena berbagai macam kebiasaan buaya maupun Buaya betina perilaku sosial yang paling
besar frekuensinya adalah dominansi. Hal ini

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


ditunjukkan dengan adanya perkelahian. Perkelahian PERILAKU HARIAN ULAR KOBRA


pada buaya dapat terjadi ketika dalam wilayah Perilaku makan
kekuasaan buaya dominan tersebut dimasuki oleh
buaya lain. Hanya individu tertentu yang boleh Sebagaimana namanya Ophiophagusberarti
masuk wilayahnya. saatnya buaya menyendiri, pemakan ular, mangsa utamanya adalah jenis-jenis
karena menjaga wilayahnya atau kalah dalam ular yang berukuran relatif besar, seperti sanca
persaingan. Buaya jantan dan Buaya betina beberapa (Python) atau ular tikus (Ptyas). Juga memangsa
kali melakukan vokalisasi pendek. Diperkirakan ularular yang berbisa lainnya dan kadal berukuran
vokalisasi tersebut untuk menggertak serta untuk besar seperti halnya biawak. Ular kobra yang
memanggil anaknya. Perilaku sosial berupa vokalisasi dikurung mau juga memakan daging atau tikus mati
memanggil anaknya serta menjaga sarang yang ditaruh di kandang ular atau digosokkan ke
menunjukkan parental care yang dilakukan oleh tubuh ular agar berbau seperti ular.Setelah menelan
Bunda. mangsa yang besar, ular kobra dapat hidup beberapa
Perilaku seksual bulan lamanya tanpa makan lagi.Ini dikarenakan laju
Pada musim kawin dan bertelur buaya metabolismenya berlangsung lambat.
dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang Perilaku seksual
magsa yang mendekat, induk buaya betina umunya
Ular kobra bertelur sekitar 20–50 butir, yang
menyipan telur-telurnya dengan dibenamkan di
diletakkannya di dalam sebuah sarang penetasan
bawah gundukan tanah atau pasir bercampur
terbuat dari timbunan serasah dedaunan. Sarang ini
dengan serasah daun, induk kemudian menunggui
terdiri dari dua ruangan, di mana ruang yang bawah
telurnya dari jarak 2 meter
digunakan untuk meletakkan telur dan ruang yang
Perilaku khas atas dihuni oleh induk betina yang menjaga telur-
perilaku buaya betina saat makan ternyata juga telur itu hingga menetas. Ular ini bertelur sekitar
lebih sering dengan strategi menerka tiba-tiba bulan April hingga Juli. Telur-telurnya berukuran
mangsanya di perairan. Buaya betina menunggu sekitar 59 x 34 mm, yang sedikit bertambah besar
mangsa di dalam air dengan mata telinga dan nostril dan berat selama masa inkubasi. Telur-telur ini
tetap di permukaan air dan menerka mangsa ketika menetas setelah 71–80 hari, dan anakanak ular yang
lengah untuk kemudian ditarik ke dalam air hingga keluar memiliki panjang tubuh antara 50–52 cm.
tenggelam. sedangkan buaya jantan dengan stategi Perilaku Sosial
menyelam dan menerka tiba-tiba, lalu mangsa
Kebanyakan ular kobra, seperti umumnya
dilempar ke udara (dengan bantuan grafitasi) dan
hewan, takut terhadap manusia dan berusaha
perlahan mangsapun ditelan.
menghindarinya.Ular ini juga tidak seketika
menyerang manusia yang ditemuinya, tanpa ada
4. Ular Kobra (Ophiophagus Hannah) provokasi sebelumnya.Kenyataan bahwa ular ini
Ular Kobra atau kobra (Ophiophagus Hannah) cukup banyak yang ditemui di sekitar permukiman
adalah ular berbisa terpanjang di dunia dengan manusia, sementara jarang orang yang tergigit
panjang tubuh keseluruhan mecapai sekitar 5,7 m. olehnya, menunjukkan bahwa ular kobra tak
Akan tetepi Panjang hewan dewasa pada umunya seagresif seperti yang disangka.Walaupun demikian,
sekitar 3-4,5 m. Ular ini ditakuti oleh orang karena kewaspadaan tinggi tetap diperlukan apabila
bisannya yang mematikan dan sifat-sifatnya yang menghadapi ular ini.Ular kobra dikenal sebagai ular
terkanal agrasif, meskipun banyak catatan yang yang amat berbisa, yang gigitannya dapat
menunjukkan perilaku yang sebaliknya. Ular kobra membunuh manusia.Seperti juga ular-ular lainnya,
dikenal dengan beberapa nama lokar seperti oray temperamen ular ini sukar diduga.Beberapa
totong (Sd.), ular tedung abu, tedung selor (Kal.) dan individunya bisa jadi lebih agresif daripada yang
lain-lain Dalam bahasa Inggris disebut king cobra lainnya.Demikian pula, pada masa-masa tertentu
(raja kobra) atau hamadryad.Ular yang bertubuh seperti pada saat menjaga telurtelurnya, ular ini
panjang dan ramping. dapat berubah menjadi lebih sensitif dan agresif.
Telah dilaporkan adanya serangan-serangan ular

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


kobra terhadap orang yang melintas terlalu dekat ke Steyn pada tahun 1911, kemudian dideskripsi dan
sarangnya. dipublikasikan pertama kali oleh P.A.Ouwens pada
Perilaku Pergerakan tahun 1912 (Auffenberg, 1981; Ciofi, 1999;
Surdaryanto dan Sastrawan, 1999). Menurut
Ular kobra berburu baik pada siang maupun
Ciofi(1999) sejak tahun 1970, di pulau padar tidak
malam, akan tetapi jarang terlihat aktif di malam
ditemukan biawak Komodo lagi. Biawak Komodo
hari. Kebanyakan herpetologis menganggapnya
oleh Auffenberg (1981) dikelompokkan menjadi tiga,
sebagai hewan diurnal. Sebagaimana ular kobra yang
yaitu anak Komodo (Panjang kurang dari 1m),
lain, apabila merasa terancam dan tersudut ular
biawak Komodo remaja (Panjang 1m sampai 2m),
kobra akan menegakkan lehernya serta
dan biawak Komodo dewasa (Panjang lebih dari 2m).
mengembangkan tulang rusuknya sehingga kurang
lebih sepertiga bagian muka tubuhnya berdiri tegak Menurut Auffenberg (1981) biawak Komodo
dan memipih serupa spatula. Sekaligus, posisi ini bersifat diurnal dan aktifitasnya menunjukkan pola
akan menampakkan warna kuning dan coret hitam di bimodal, kecuali pada musim penghujan pola
dadanya, sebagai peringatan bagi musuhnya. unimodal dengan puncaknya pada saat tengah hari.
Melihat postur tubuhnya ini dan gerakannya yang Menurut Sudaryanto et al., (in press) perilaku harian
gesit tangkas, orang umumnya merasa takut dan anak biawak Komodo adalah berjemur (27,3%),
menganggapnya sebagai ular yang agresif serta berjalan (80,6%), berteduh (36,7%), agonistic (2,9%),
berbahaya, yang dapat menyerang setiap makan (1,9%), minum (0,2%), dan defekasi (0,4%).
saat.Pandangan ini, menurut para herpetolog, terlalu Anak biawak Komodo sebagian besar habitanya
dilebih-lebihkan dan hanya benar sebagian. adalah di pohon (86%).
Perilaku Khas Seperti kebanyakan mahkuk hidup yang
terancam punah di wilayah tropika, informasi
Ular kobra berburu dengan mengandalkan
auteklogi biawak Komodo secara in situ masih
penglihatan dan penciumannya.Sebagaimana ular-
tergolom miskin (Primack et al., 1998). Sejauh ini
ular pada umumnya, ular kobra membaui udara
belum banyak diketahui perilaku harian biawak
dengan menggunakan lidahnya yang bercabang,
Komodo dewasa terutama di habitat aslinya.
yang menangkap partikel-partikel bau di udara dan
membawanya ke reseptor khusus di langit-langit
mulutnya.Reseptor yang sensitif terhadap bau ini PERILAKU HARIAN BIAWAK KOMODO
disebut organ Jacobson. Jika tercium bau Perilaku pergerakan
mangsanya, ular ini akan menggetarkan lidahnya dan
Pada umumnya biawak Komodo dewasa
menariknya keluar masuk untuk memperkirakan
tidur dari pukul 18.00 sampai 08.00 biawak Komodo
arah dan letak mangsanya itu. Matanya yang tajam
dewasa tidur 60% di bawah pohon bidara (Zizyhus
(ular kobra dapat melihat mangsanya dari jarak
jujuba) , 20%di bawah pohon asam (tamarindus in-
sejauh 100 m), indera perasa getaran di tubuhnya
dica) 4%di bawah pohon kesambi (Schleichera
yang melata di tanah, dan naluri serta
oleosa) 4% di semak-semak dan 12% dalam lubang
kecerdasannya sangat membantu untuk menemukan
bawah tanah, dan berjemur dilakukan pada pukul
mangsanya.Ular ini dapat bergerak cepat di atas
06.00 sampai 09.00 tetapi sering dilakukan pada
tanah dan memanjat pohon dengan sama baiknya.
pukul 07.00 sampai 08.00 oleh biawak Komodo
Mangsanya, jika perlu, dikejarnya hingga di atas
dewasa.
pohon.
Aktivitas berjemur setiap hari rata-rata

sebanyak 9,2%. Pada saat biawak Komodo dewasa
5. Biawak Komodo (Varanus Komondoensis) berjemur suhu lingkungannya antara 24C sampai
Biawak Komodo (Varanus Komodoensis 27C, sedangkan suhu permukaan kulit biawak
Ouwens,1912) merupakan satwa edemik Pulau Komodo dewasa pada saat itu antara 17,7C sampai
Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Gilimotang, 28,3C. bila suhu biawak Komodo dewasa sudah lebih
dn Cagar Alam WeeWuul (Pulau Flores bagian barat). tinggi dari pada suhu lingkungannya, maka biawak
Biawak Komodo pertama kali ditemukan oleh Van Komodo dewasa akan berhenti berjemur kemudian

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


mulai berjalan mencari mangsa. Bila suhu dibutuhkan untuk setiap perilaku turpeper (kura-
permukaan kulitnya mencapai 31C, biawak Komodo kura batok) antara lain: Perilaku makan dan minum,
dewasa berhenti mencari mangsa dan mencari pada pagi hari ketika matahari terbit pukul 07.00
tempat berteduh untuk beristirahat. atau 07.30 WIT; Perilaku istirahat, lamanya waktu
Perilaku makan istirahat (siang) Turpepel tidak menentu, karena
Turpepel beristirahat ketika mereka tidak melakukan
Biawak Komodo dewasa mencari makan pada
aktivitas apapun; Perilaku tidur, pada petang atau
pukul 08.00 sampai 11.00 dan 15.00 sampai 16.00.
malam hari pukul 18.30 atau 19.00 WIT; Perilaku
hal ini sesuai dengan yang dikatakan Auffenberg
berkembang biak, pada musim kawin; Perilaku
(1981) bahwa biawak Komodo mempunyai pola
berjemur, pada pagi hari ketika matahari terbit pukul
bimodal, dengan puncak aktivitas pergerakan antara
07.00 atau 07.30 WIT dan hanya berjemur 15 sampai
pukul 09.00 sampai 10.00 dan 15.00 sampai 16.00.
20 menit.
biawak dewasa mencari mangsa setiap hari rata-rata
sebanyak 30,6%. Biawak Komodo dewasa biasanya Aktivitas harian buaya muara adalah
memangsa rusa, babi hutan (Sus scrofa), monyet aktivitas makan (1,54%), aktivitas bergerak (88,41%),
ekor Panjang (Macaca Fascicularis), kuda (Equus sp.), aktivitas istirahat/berjemur (7,37%), dan aktivitas
kerbau (Bubalus Bubali). social (2,68%). Perilaku harian ular kobra adalah
yang perilaku diam sebanyak 78,50 %, perilaku
Perilaku khasnya
bergerak sebesar 19,90 %, memangsa 1,46 %, ganti
Pada saat berjalan mencari mangsa lidah kulit 0,06 % agonistik 0,04 %, kawin 0,03 % dan
biawak Komodo dewasa selalu dijulurkan keluar minum 0,01 %. Perilaku harian biawak Komodo
masuk, untuk mengumpulkan partikel bau dewasa adalah tidur (12,5%), berjemur (9,2%),
mangsannya dan diteruskan ke sepasang organ berjalan (30,6%), berteduh (45,6%), minum(0,2%),
jacobson di langit-langit mulutnya. (Auffenberg, defekasi (0,1%), dan menggali tanah (0,3%).
1981; Ciofo, 1999)

Perilaku social
DAFTAR PUSTAKA
Perilaku agonistik pada biawak Komodo
Alikodra H.S. 1990. Pengelolaan Satwa liar (I). Pusat
dewasa dapat dibagi menjadi dua yaitu perilaku
Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.
agostik agresif dan prilaku agonistik submisif.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Perilaku agonistik agresif tidak hanya dilakukan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
untuk mengancam atau menyerang mangsannya,
Bogor.
tetapi juga dilakukan terhadap biawak Komodo
lainnya. Sedangkan perilaku agonistic submisif Akmal, Y., Nisa, C., & Novelina, S. (2014a). Anatomi
terjadi pada saat biawak Komodo dewasa Organ Reproduksi Jantan Trenggiling (Manis
menunjukkan ketakutan saat berjumpa dengan javanica). Acta Veterinaria Indonesiana,
biawak Komodo yang ukurannya lebih besar. 2(2), 74–81.
Perilaku seksual Akmal, Y., Nisa, C., & Novelina, S. (2014b). Anatomy
of the Male Reproductive Organs of Javan
Biawak Komodo dewasa menggali lubang di
Pangolin (Manis javanica). In Proceeding the
tanah dengan tujuan untuk meletakkan telurnya
3 Joint International Meeting Bogor
atau mencuri teler biawak Komodo lainnya.
Indonesia P-03: 1 (Vol. 2). Hal: 69-70.

Akmal, Y., Muliari, Nisa, C., & Novelina, S. (2015).
KESIMPULAN Anatomy Accessory Glands Of Male
Aktivitas harian merupakan periode aktif Reproductive Of Javan Pangolin (Manis
atau bangun antara satu tempat bermalam sampai javanica). In Proceeding the 1th Almuslim
masuk ke tempat bermalam berikutnya. Aktivitas International Conference on Science,
harian biawak air adalah aktivitas makan (3,22%), Technology and Society (AICSTS), 1(1) Hal:
aktivitas bergerak (54,91%), aktivitas istirahat 192-197.
(34,46%), dan aktivitas berjemur (7,41%).Waktu yang

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


Akmal, Y., Nisa, C., & Novelina, S. (2019). Morfologi Suaka Margasatwa Pulau Rambut, DKI
Kelenjar Aksesori Kelamin Jantan pada Jakarta (skripsi). Bogor. Fahutan. UNB
Trenggiling (Manis javanica) (Morphology Ismanto, 2007. Anggana, 2007. Konservasi Sumber
Of The Male Sex Accessory Glands Of The
Daya Alam dan Ekosistem.
Pangolin (Manis javanica)). Jurnal Veteriner,
20(36), 38–47. Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura & Buaya
https://doi.org/10.19087/jveteriner.2019.2 Indonesia & Papua Nugini. PALMedia
0.1.38 Citra. Bandung. Pp. 157-r59.
Alikodra, Hadi S. 1979. Dasar Dasar Pembinaan IUCN. 2008. Red list of Threatened Species.
Margasatwa. Institut Pertanian Bogor. http://www.iucnredlist.org.27/0512008
Bogor. Diktat kuliah Martin, P. and P. Bateson. 1987. Measuring
Altmann. H. 1973. Observational Study of Behavior: Behavior. Cambridge University Press.
Sampling Metho ds. Behavior, 49: 227 -267' Cambridge.
Bapennas. 1993. Laporan kerja BAPPENAS. Badan Masternbroek. 2002. Spitting Asian Cobras (Naja
Perencanaan dan Pembangunan Nasional sp.). Available at.
Bailey, J.A. 1984. Principles of Wildlife http://www.nationalgeografic.com.Open ed:
Management. John Wiley & Sons. 15.10.2005.
Network. Mc. Cord, 1998. Philippen, 1998. Rummler, 1991.
Carr, A. 1980. Reptilia. Pustaka Alam Life. Jakarta. Identifikasi Jenis Turpepel
Cooper, K.E. 2002. Molecular Biology of Muhammad, Yosi. 2008. Pendugaan Parameter
Thermoregulation: Some Historical Demografi dan Sebaran Spasial Populasi
Perspectives on Thermoregulation' J' Biawak Komodo (Varanus komodoensis)
Appl' P hYsiol', 92: 17 17 -17 24' di Pulau Rinca Taman Nasional Komodo
Ciofi, C. 1999. The Komodo Dragon. Seientifie Nusa Tenggara Timur (Skripsi). Bogor.
American. Marc 1999. Fahutan. IPB
http://www.sciam.com/1999/0399issue/ Morpurgo, B., Gyaryahu, G. dan Robinzon, B.
0399ciofi.html. 1993. Aggressive Behaviour in Immature
De Lisle. F.H. 2007. Observations on Varanus Captive Nile Crocodiles, Crocodylus
salvator in North Sulawesi. Biawak. Niloticus, in Relation to Feeding.
Quarterly Journal of Varanid Biology and Physiologt & Behavior,53 (6):1157-1
Husbandry 1(2): 59-66. Pah, M.K. 2003. Aktivitas Harian Biawak Air Asia
Delany, M.J. 1982. Mammal Ecology. Chapman (Varanus salvator) di Suaka Margasatwa
& Hal, New York. Pulau Rambut, Jakarta (skripsi). Bogor.
Fahutan. IPB
Direktorat Perlindungan Hutan, 1992. Buku Saku
Pengenalan Jenis Satwaliar Reptilia. Pifla, C. dan Larriera, A.2002. Caiman Latirostris
Growth: the Effect of a Management
Fritz, 1991. Identifikasi Jenis Turpepel.
Technique on the Supplied Temperature.
Gans, C. 1985. Biotogt of Reptilia' John Wiley &
Short Communication. Aquacultur e, 21 1:
Sons, Inc.: New York. PP 335-344.
387 -392.
Gumilang, Robi. 2001. Populasi dan Penyebaran
Primack, R.B, dkk. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan
Biawak Air (Varanaus salvator) di Suaka
Obor Indonesia: Jakarta
Margasatwa Pulau Rambut (skripsi).
Poletta, G.L., Larriera, A. dan Siroski, P.A. 2008.
Bogor. Fahutan. IPB
Broad Snouted Caiman (Caiman
Hidayat, E. W. 2014. Populasi dan Preferensi
Latirostris) Growth Under Different
Habitat Biawak Air (Varanus salvator) di

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)


Rearing Densities. Short Communication. Suhono, B. 1986. Ular-ular Berbisa di Jawa. Penerbit
Aquacul ture, 2810: 264-266. Pustaka Antar Kota. Jakarta.
Priyono, A. dan A. Bratasentanu, 1999. Perilaku Suratmo, G. 1978. Tingkah Laku Marga Satwa.
Kawin Ular Sanca HIjau (Morelia viridis). Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Prosiding Seminar nasional Konservasi Tinbergen, 1979. Perilaku Satwaliar
Keanekaragaman Amfibia dan Reptilia di
Wakhid, Abdul. 2010. Studi ekologi biawak (Varanus
Indonesia. PAU Ilmu hayat IPB dan
salvator) di Pulau Biawak. Fauna
Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.
Indonesia Volume 9 No. 1. LIPI. Bogor
Seebacher, F. dan Murray, S.A. 2007. Transient
Whitten, A.J. 1982. Home Range Use by Kloss
Receptor Potential Ion Channels Control
Gibbons (Hylobates klossii) on Siberiut
Thermoregulatory Behaviour in Reptiles.
Island, Indonesia. Anim. Behav., 30: 182 –
P/os One,2 (3); e281.
198
Soehartono, T. A. 1999. The Trade Status of Black
Wulangi, K. S. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan.
Spitting Cobra (Naja naja sputatrix).
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Prosiding Seminar nasional Konservasi
Ilmu Pengetahuan Alam. ITB. Bandung.
Keanekaragaman Amfibia dan Reptilia di

Indonesia. PAU Ilmu hayat IPB dan
Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Tugas Mandiri Mahasiswa (Marida,W. 2019)

Anda mungkin juga menyukai