Anda di halaman 1dari 112

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia

yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan mustahil manusia

dapat berkembang secara baik. Proses pendidikan merupakan upaya

mengembangkan dan mengaktualisasikan peserta didik dengan maksimal

sesuai dengan bakat dan minatnya baik secara formal maupun informal.

Dalam lembaga pendidikan baik formal maupun informal,

pengembangan akhlak mulia dan religius tentu saja menempati salah satu

tugas dari suatu lembaga.1 Oleh sebab itu pengembangan religius dan akhlak

mulia menempati tempat yang khusus dalam pendidikan nasional. 2 Tugas

pendidikan adalah untuk mengembangkan pribadi yang bersusila, dan beradab

sebagai anggota dalam masyarakatnya, masyarakat sekitarnya, masyarakat

etnisnya, masyarakat bangsanya yang bhinneka dan sebagai anggota dari

masyarakat manusia yang beradab .

Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

1
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),30.
2
Ibid, hlm. 30.

1
2

Untuk mewujudkan cita-cita mulia pendidikan, diperlukan sistem

pembelajaran yang representatif, yaitu sistem yang mampu mengelola peserta

didik mulai dari input, proses, dan output berbasis pemenuhan kebutuhan dan

pengembangan potensi setiap unsur yang terdapat di dalam diri manusia. Apabila

kebutuhan-kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan jasmani, akal, ruh

maupun kebutuhan berinteraksi, maka akan tercipta keseimbangan yang akan

berdampak pada kebahagiaan dan kedamaian. Menurut ‘Izz al-Diin alTamimy,

keseimbangan yang sempurna merupakan tujuan hakiki pendididikan Islam.3

Kenyataannya, pendidikan terutama di Indonesia belum mampu

melakukan penyeimbangan dan pengembangan terhadap potensi – potensi yang

terdapat dalam diri anak didik. Memang aturan – aturan penyelenggaraan

pendidikan sudah mulai tertata terutama setelah dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).4

Namun demikian sistem penyelenggaraan pendidikan yang digunakan belum ada

perubahan yang signifikan sehingga masih banyak sekolah/madrasah yang

beberapa elemen sistem pendidikannya masih kurang sejalan dengan "sistem

pendidikan yang proporsional". Proporsional, tidak hanya sekadar seimbang,

tetapi juga manusiawi, yakni mampu mengembangkan potensi-potensi fitrah

manusia. Secara teoretis, sistem pendidikan yang tidak proporsional tersebut

terdapat pada alur pendidikan, mulai dari input, proses, dan output.

3
‘Izz al-Diin al Tamimy, Kitab al-Karam wa al-Jud wa al-Sakha` al-Nufus. (Beirut: Daar ibn H}azm. 1991),
37, dan Shaikh Muhammad Sa’id Murshi. “Fann Tarbiyah alAwlaad fi al-Isla>m” dalam al-Gazira (terj). Seni
Mendidik Anak (Jakarta: Arroyah, 2001), 7.
4
Dalam UU nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan menyatakan bahwa penyelenggaraan
pembelajaran haruslah dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
3

Input adalah bagaimana pandangan sekolah/madrasah terhadap

penerimaan siswa baru. Bagaimana memandang kondisi anak didik dalam

kaitannya dengan hak mereka untuk dapat bersekolah dan menerima pendidikan.

Proses adalah bagaimana pelaksanaan belajar mengajar dapat berjalan dengan

efektif. Hal ini terletak pada strategi pembelajaran yang berkaitan dengan relasi

antara guru dan anak didik. Sedangkan output adalah bagaimana proses

pengambilan nilai (assessment) terhadap aktivitas pembelajaran yang adil dan

manusiawi sehingga didapat hasil pembelajaran yang otentik dan terukur.

Pola umum sekolah/madrasah di Indonesia yang membuka pendaftaran

sebanyak-banyaknya, kemudian mengadakan tes seleksi. Misalnya, dari 350

pendaftar, yang diterima hanya 100 siswa – siswi. Siapakah 100 siswa-siswi

tersebut? Pastinya mereka adalah yang menduduki peringkat 1 sampai 100 dari

350 calon siswa – siswi atau mungkin yang mampu menyumbang dana dalam

jumlah besar kepada sekolah/madrasah. Lalu, bagaimana nasib 250 siswa – siswi

yang tidak lolos? Stigma sebagai anak yang gagal masuk sekolah favorit akan

terus melekat seumur hidup dan membayang dalam pikiran selamanya.

Ada sebuah kisah menarik yang dibuat oleh Munif Chatib di dalam

bukunya “Sekolahnya Manusia” kisah tersebut bercerita tentang seorang ibu yang

rela berkeringat ketika berdesak-desakan melihat hasil pengumuman penerimaan

anaknya di sekolah favorit atau sekolah unggulan. Sekolah tersebut hanya

menerima 350 siswa, sedangkan pendaftar dan calon siswa yang mengikuti tes

penerimaan berjumlah lebih dari 1000 orang. Dapat dibayangkan betapa ketatnya

seleksi masuk ke sekolah tersebut. Tak lama kemudian, seorang ibu dengan

wajah kusut dan sedih keluar dari kerumunan, lalu berteriak memanggil
4

anaknya. Si anak dengan harap – harap cemas menghampiri ibunya. Ia

berharap ibunya menyampaikan kabar gembira tentang pengumuman hasil tes

tersebut. Namun kata sang ibu, “Nak, Nak… percuma Ibu kursuskan kamu,

privat lagi, sudah bayarnya mahal, masak tes gitu aja kamu tidak lulus.

Temanmu yang biasa – biasa saja di terima, masak kamu ini tidak di terima?

Dasar bodoh!”5

Peristiwa seperti kisah di atas ini hampir selalu terjadi setiap tahun ajaran

baru di hampir seluruh wilayah Indonesia. Tanpa disadari, si Ibu telah melakukan

penghancuran mental dan pemasungan kecerdasan pada anaknya dengan celaan

“bodoh” hanya karena gagal dalam tes masuk sekolah favorit atau sekolah unggul.

Pertanyaan yang penting untuk kita pikirkan saat ini adalah: Apa sih konsep

unggul itu sebenarnya? Benarkah sekolah-sekolah unggulan itu mampu

melahirkan manusia-manusia unggul? Benarkah sekolah unggul itu adalah

sekolah yang memilih dan menyeleksi dengan ketat kualitas akademis calon

siswanya? Lalu bagaimana semestinya sekolah itu menerapkan pola penerimaan

siswa barunya?

Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga

tidak memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian

5
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia (Bandung: Kaifa, 2009) ,91.
5

kecerdasan yang dimiliki siswanya, yakni hanya menekankan kepada kecerdasan

logika-matematika dan bahasa saja. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah

unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan

menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-

kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya beberapa

kecerdasan saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan seluruh potensi

kecerdasan seperti kecerdasan kinetis, musical, visual-spatial, interpersonal,

intrapersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan

sebutan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh

Howard Gardner pada tahun 1983.

Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk

yang sangat sempurna. Dalam bahasa Al-Qur’an, Allah telah menciptakan

manusia dalam sebaik-baiknya bentuk. Sebagaimana disebutkan dalam

Firmannya :

٤ ‫لَقَ ۡد َخلَ ۡقنَا ٱإۡل ِ ن ٰ َس َن فِ ٓي أَ ۡح َس ِن تَ ۡق ِو ٖيم‬


Artinya :Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya” (QS al-Tin, 4).

Sejatinya setiap anak dilahirkan cerdas dengan membawa potensi dan

keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas.


6

Jadi sangat tidak pantaslah seandainya sebuah sekolah hanya memperhatikan

salah satu dari beberapa macam kecerdasan yang dimiliki oleh seorang siswa.

Ketika konsep Multiple Intelligences ditarik dalam ranah pendidikan,


paradigma pendidikan pun mengalami banyak koreksi sebagaimana yang telah
penulis ungkapkan di atas. Hampir mayoritas pendidikan di sekolah sekarang ini
cenderung kurang menghargai seluruh potensi para peserta didiknya.

Konsep Multiple Intelligences yang menitikberatkan pada ranah keunikan

selalu menemukan kelebihan setiap anak. Lebih jauh lagi, konsep ini percaya bahwa

tidak ada anak yang bodoh sebab setiap anak pasti memiliki minimal satu

kelebihan. Apabila kelebihan tersebut dapat terdeteksi sejak awal, otomatis

kelebihan itu adalah potensi kepandaian sang anak. Atas dasar itu seharusnya

sekolah menerima siswa barunya dalam kondisi apapun. Tugas sekolahlah

meneliti kondisi siswa secara psikologis dengan cara mengetahui kecenderungan

kecerdasan siswa melaui metode riset yang dinamakan Multiple Intelligences

Research (MIR). Dan hasil riset ini dapat digunakan para guru untuk mempelajari

gaya belajar setiap siswa sehingga tercipta pembelajaran yang efektif dan

menyenangkan.6

Oleh karena itu, pola penerimaan siswa baru bagi sekolah yang

menerapkan Multiple IntelligencesSystem tidak menerapkan tes-tes formal

untuk menyaring siswa sebagaimana yang dilakukan sekolah pada umumnya.

Jumlah siswa yang mendaftar di sekolah yang menerapkan Multiple Intelligences

harus sesuai dengan kapasitas siswa yang akan diterima. Apabila sebuah sekolah

berkapasitas 100 siswa dalam penerimaan siswa barunya, maka ketika pendaftar

telah mencapai 100 siswa, pendaftaran akan ditutup.

6
Munif Chatib, op.cit, 92.
7

Bagi anak-anak yang diterima di sebuah sekolah/madrasah, kemudian

dikelompok – kelompokkan menjadi beberapa rombongan belajar sesuai dengan

kapasitas ruangan kelas yang tersedia. Namun masih banyak sekolah/madrasah

yang membagi kelas mereka berdasarkan kemampuan kognitifnya, biasanya kelas

A untuk anak yang paling pintar, kelas B untuk anak yang dibawahnya, dan

demikian seterusnya, hingga kelas terakhir adalah untuk anak bodoh.

Disadari atau tidak pembagian kelas yang demikian berarti

sekolah/madrasah telah memberi label kepada anak didik “kelompok anak pandai

dan kelompok anak bodoh” yang sangat berpengaruh kepada psikologis mereka,

terutama pada kelompok anak bodoh.

Konsekuensinya, semangat anak didik di kelas ini untuk maju dan berhasil

relatif kecil sebab sedari awal mereka sudah dicap sebagai siswa yang "bodoh"

oleh sekolah, teman-teman, masyarakat, bahkan sering kali oleh orangtua

merekasendiri. Sekolah/madrasah seperti ini menurut Thomas Amstrong adalah

sekolah yang telah terkena virus tracking.7

Wawasan tentang pendidikan sebagai proses belajar sepanjang hayat,

menekankan pentingnya pergeseran tanggung jawab belajar kearah

siswa/mahasiswa sebagai peserta didik yang merupakan komponen utama dalam

proses belajar mengajar.

Memperhatikan Kurikulum KTSP 2006 dengan proses pembelajaran

eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi serta penilaian yang mengacu pada tes untuk

mengukur keberhasilan pembelajaran. Sehingga yang terjadi di lapangan,

7
Tracking adalah pengelompokan siswa ke dalam beberapa kelas berdasarkan kemampuan kognitifnya.
Output tracking adalah pembagian kelas menjadi kelas untuk anak pintar dan kelas untuk anak bodoh. Virus
ini merupakan virus yang terdapat di hampir semua sekolah, terutama sekolah favorit. Thomas Amstrong,
Awakening Genius in The Classroom (Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum
Development, 1994), 175.
8

sebagian besar para pendidik di Indonesia masih memakai sistem pembelajaran

yang hanya menuntut kepada peserta didiknya untuk memiliki kecerdasan tunggal

yakni kecerdasan intelektual bukan kecerdasan majemuk.

Menurut Syed Haidar tentang filosofi pendidikan, yaitu kembali ke akar

untuk apa pendidikan itu ada. Secara filosofi, memang pendidikan di Indonesia

banyak yang sudah keluar dari jalur sebenarnya. Secara ontologis, mestinya

pendidikan itu harus diartikan menjadi tiga hal besar, yaitu pendidikan empiris,

imajinatif dan alam ruhani. Pendidikan hanya berputar – putar di dunia empiris

tanpa memperhatikan ruhani, pendidikan hanya untuk memenuhi kebutuhan

jasmani saja.

Untuk dapat mempersiapkan generasi yang cakap dalam menghadapi

berbagai persoalan hidup di masa mendatang, maka kurikulum perlu diperbarui

dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Maka dari itu, pemerintah melalui

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, meluncurkan sebuah

kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum 2013 (K-13), sebagai pengganti

kurikulum sebelumnya, KTSP 2006.

Kegiatan pembelajaran dalam skema K13 diselenggarakan untuk

membentuk watak, membangun pegetahuan, sikap dan kebiasaan – kebiasaan

untuk meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan pembelajaran

diharapkan mampu memberdayaka semua potensi peserta didik untuk menguasai

kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong

pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu

menjadi pembelajaran sepanjang hayatdan mewujudkan masyarakat belajar.


9

Kompetensi yang dimiliki tenaga pendidik serta kesiapan untuk

menjalankan K13 belum maksimal. Perlu ada yang menjembatani transformasi

KTSP 2006 ke K13 berupa sosialisasi, seminar, pelatihah yang kontinu sampai

tenaga pendidik benar – benar siap dan sudah matang segala aspek dan sistemnya.

Multiple Intelligences merupakan kerceradasan majemuk yang relatif baru

dikenalkan oleh Howard Gardner. Teori Multiple Intelligences adalah salah satu

perkembangan paling penting dan paling menjanjikan dalam pendidikan dewasa

ini. Pada dasarnya kecerdasan tidak semata – mata diukur dari kecerdasan dalam

menjawab pembelajaran semata, namun keceradasan manusia juga harus bernilai

kemampuan untuk menyelesaikan masalah, kemampuan menemukan persoalan –

persoalan baru, kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Multiple Intelligences

lebih dalam menjelaskan ada 9 macam kecerdasan manusia meliputi kecerdasan

bahasa, musikal, logika-matematika, visual-spasial, kinestetis-tubuh,

intrapersonal. Interpersonal, naturalis dan eksistensi. Terserapnya Multiple

Intelligences dalam dunia pendidikan, kurikulum apapun yang digunakan oleh

pemerintah, Multiple Intelligences akan tetap dapat berdampingan menjadi basis

pendidikan disuatu sekolah.

Terserapnya Multiple Intellegences System dalam dunia pendidikan juga

terdapat pada beberapa sekolah di Medan, khususnya SMP dibawah naungan

Aljam’iyatul Washliyah. Sebagai sebuah organisasi, Al-Washliyah didirikan

dengan suatu tujuan, sebagaimana dirumuskan pada pertemuan para pelajar senior

MIT tahun 1930, yaitu “memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya

agama Islam.”
10

Menyadari akan berbagai peristiwa di atas terdapat lembaga pendidikan

Islam yang telah berusaha untuk membenahi sistem pendidikannya melalui

“Pendidikan berbasis Multiple Intelligences System (MIS)”, yaitu merupakan

suatu sistem pendidikan mulai dari input, proses dan output yang sangat

menghargai setiap potensi anak didik. Dalam MIS guru dipantik menjadi

inspirator bagi anak didik yang siap menghantarkan mereka untuk menemukan

kompetensi terbaik lebih awal dengan menjunjung tinggi nilai – nilai moral

kemanusiaan.

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, penelitian ini akan

difokuskan pada Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences System Yang

Bermuatan Nilai – Nilai Islam Pada Sekolah Menengah Pertama Al Washliyah di

Kota Medan.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini terdapat

satu pertanyaan mayor: Bagaimana pengelolaan Pendidikan Islam berbasis

Multiple Intelligences System SMP Al Washliyah di Kota Medan ? Secara rinci

penelitian ini berusaha menjawab tiga pertanyaan minor:

1. Bagaimana pengelolaan input pendidikan berbasis Multiple Intelligences

System di SMP Al Washliyah di Kota Medan ?

2. Bagaimana proses pendidikan berbasis Multiple Intelligences System di SMP

Al Washliyah di Kota Medan ?

3. Bagaimana output pendidikan berbasis Multiple Intelligences System (MIS) di

SMP Al Washliyah di Kota Medan ?


11

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengelolaan Pendidikan Islam berbasis Multiple Intelligences System

SMP Al Washliyah di Kota Medan, dengan tiga ruang lingkup yaitu:

1. Pengelolaan input sistem pendidikan berbasis Multiple Intelligences System di

SMP Al Washliyah di Kota Medan.

2. Proses pendidikan berbasis Multiple IntelligencesSystem di SMP Al Washliyah

di Kota Medan.

3. Output pendidikan berbasis Multiple Intelligences System di SMP Al

Washliyah di Kota Medan.

D. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian pendidikan berbasis MIS pada

sekolah Islam ini:Pertama, dapat memberikan kontribusi dalam perumusan sistem

pendidikan Islam yang inovatif dan aplikatif berbasis tuntutan zaman sesuai

dengan perkembangan psikologi dan kecerdasan anak didik yang sedang

mempersiapkan masa depan untuk profesi yang akan dipilihnya. Kedua, dapat

merumuskan sistem pendidikan yang berkualitas, yang dapat membantu siswa-

siswi segera menemukan kondisi akhir terbaiknya. Ketiga, sebagai rujukan bagi

guru dan praktisi pendidikan dalam menggali potensi/kecerdasan siswa-siswinya

untuk mendesain pembelajaran sesuai dengan gaya belajar mereka. Dan keempat,

dapat digunakan oleh para penanggung jawab pendidikan sebagai panduan untuk

meningkatkan penjaminan mutu pendidikan.

E. Penelitian Terdahulu
12

Penelitian terdahulu yang terkait dengan judul tesis ini adalah sebagai

berikut.

1. Karya Eni Purwati tahun 2011 berjudul Pendidikan Islam Berbasis

Multiple Intellegences System (MIS) (Studi pada SMP YIMI Gresik

dan MTs. YIMA Bondowoso Jawa Timur).Penelitian ini bertolak

dari satu pertanyaan: Bagaimana pengelolaan Pendidikan Islam

berbasis Multiple Intelligences System (MIS) di SMP YIMI

Gresik dan MTs. YIMA Bondowoso Jawa Timur? Secara

rincipenelitian ini berusaha menjawab pertanyaan: Bagaimana

pengelolaan input, proses, dan output pendidikan berbasis MIS di

kedua lembaga pendidikan Islam tersebut ?

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara mendalam, pengamatan partisipatif, dan telaah

terhadap dokumen. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis data kualitatif.

Simpulan penelitian adalah: (1) Input siswa; tanpa tes, jumlah

yang diterima berdasarkan daya tampung kelas yang disediakan

untuk anak normal dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),

kemudian diadakan tes Multiple Intelligences Research (MIR).

Input guru; syarat utama adalah bersedia terus belajar dan

komitmen, dilaksanakan dengan tes tulis, praktik (microteaching),

dan wawancara. (2) Proses pembelajaran; guru menyusun

lessonplan berdasarkan hasil MIR dan SOP, melaksanakan


13

pembelajaran dengan strategi multiple intelligences berbasis

cara kerja otak, dan mengevaluasi/menilai kompetensi siswa,

didampingi oleh konsultan “Guardian Angel”. (3) Output siswa;

kompetensi siswa meliputi kognitif, psikomotor, dan afektif, yang

dinilai berdasarkan penilaian otentik dengan konsep ipsative-

discovery ability. Output guru; kompetensi guru dinilai

berdasarkan 4 komponen (hasil belajar siswa, lessonplan,

kreativitas, dan perilaku guru). Setiap semester siswa dan guru

menerima raport. Raport guru berfungsi sebagai penentu prestasi

yang berkonsekuensi pada kenaikan pangkat dan gaji.

2. Karya Anisa Dwi Makrufi tahun 2014 berjudul Konsep

Pembelajaran Multiple Intelligences Perspektif Munif Chatib Dalam

Kajian Pendidikan Islam.Konsep Pembelajaran Multiple

Intelligences Perspektif Munif Chatib dalam Kajian Pendidikan

Islam, Tesis, Yogyakarta: Konsentrasi Pendidikan Agama Islam,

Program Studi Pendidikan Islam, Program Pascasarjana, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Latar belakang penelitian ini berangkat dari fakta bahwa

sistem pendidikan di Indonesia (pada umumnya) belum mampu

menjadi solusi bagi keterbelakangan sosial dan moral

masyarakatnya. Salah satu solusi untuk memperbaiki degradasi

moral yaitu melalui model pendidikan yang manusiawi, yaitu

pendidikan yang mengakomodir potensi kecerdasan manusia yang


14

bersifat jamak (multiple intelligences).Dalam penelitian ini,

penulis mengkaji teori multiple intelligences yang dikembangkan

oleh Munif Chatib.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library

research). Pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis

buku-buku karangan Munif Chatib, wawancara, dan

mengumpulkan data dari sumber lain yang relevan. Pendekatan

dalam penelitian ini adalah Pedagogik Psikologi. Teknik analisis

data yang digunakan ialah content analisys dilanjutkan pada

deskriptif-analitik.

Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, desain konsep

pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (perspektif Munif

Chatib) di sekolah, secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu:

input, proses dan output. Pada tahap input, menggunakan Multiple

Intelligences Research(MIR) dalam penerimaan peserta didik

barunya. Tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses

pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama

dengan gaya belajar peserta didikya. Pada tahap output, dalam

pembelajaran berbasis multiple intelligences penilaiannya

menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah sebuah

penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik yang bukan

diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur dari segi

afektif dan psikomotorik peserta didik. Kedua, pendidikan berbasis

kecerdasan jamak relevan diterapkan dalam pendidikan Islam baik


15

yang bersifat mikro maupun makro. Islam mempunyai konsep

fitrah dalam hal mengembangkan potensi manusia, dan konsep

fitrah inilah yang harus dibimbing ke arah yang baik, salah

satunya dengan metode pembelajaran multiple intelligences. Secara

umum, metode yang dapat digunakan pada pendidikan Islam (PAI)

harus mengacu pada jenis kecerdasan peserta didik. Adapun

beberapa bentuk evaluasi dalam pembelajaran PAI yang sesuai

dengan multiple intelligences adalah portofolio, penilaian selama

proses belajar, dan soal tertulis.

3. Karya Umi Nopiarti tahun 2015 berjudul Internalisasi Nilai-Nilai

Islam Untuk Pembentukan Akhlak Dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Di Sd Muhammadiyah 16 Karangasem Laweyan

Surakarta. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan 1)

Perencanaan proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk

pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia. 2)

Pengorganisasian proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk

pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia. 3)

Pelaksanaan proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan

akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia. 4) Evaluasi proses

internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan akhlak dalam

pembelajaran bahasa Indonesia. 5) Faktor pendukung dan

penghambat proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk pembentukan

akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Jenis penelitian adalah kualitatif. pendekatan penelitian


16

menggunakan etnografi. Subyek penelitian adalah kepala

sekolah, guru, dan siswa. Metode pengumpulan data

menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan

dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan triangulasi.

Hasil penelitian yaitu : 1) Proses internalisasi nilai-nilai Islam

untuk Pembentukan Akhlak dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

di SD Muhammadiyah 16 Karangasem Surakarta dilakukan

dengan mengacu pada tugas guru sesuai dengan standar kerja

guru.2) Pengorganisasian proses internalisasi nilai-nilai Islam

untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di SD Muhammadiyah 16 Karangasem Surakarta

difokuskan pada pemerolehan bahasa, bukan pada pembelajaran

bahasa. 3) Pelaksanaan proses internalisasi nilai-nilai Islam untuk

pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

SD Muhammadiyah 16 Karangasem Surakarta meliputi strategi

pelaksanaan pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar,

dan pelaksanaan dilakukan dengan mengacu pada beberapa

karakteristik pendidikan di SD Muhammadiyah 16 Karangasem

Surakarta.4) Evaluasi proses internalisasi nilai-nilai Islam

untuk pembentukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia

di SD Muhammadiyah 16 Karangasem Surakarta meliputi

penilaian berbasis kelas untuk memperoleh informasi

perkembangan dan kemajuan siswa dalam pencapaian kompetensi.

5) Faktor pendukung dalam proses nilai-nilai Islam


17

untukpembetukan akhlak dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

SD Muhammadiyah 16 Karangasem Surakarta berupa dukungan

kelembagaan, sumber daya manusia, dan dukungan orang tua

siswa. Adapun faktor yang menjadi penghambat adalah keterbatasan

waktu.

4. Karya Evi Herawati tahun 2009 berjudul Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Alam. Penekanan

pengembangan kurikulum terletak pada: Pertama, materi

pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari

siswa (kontekstual). Kedua, metode pembelajaran yang

mengutamakan praktek dan pengalaman. Ketiga, evaluasi

pembelajaran yang berbasis proses. Pengembangan kurikulum

dilakukan melalui proses pendidikan yang dibentuk dengan cara

menyatu dengan alam (konversi alam) dan berorientasi pada

pembentukan moral atau kepribadian bukan sekedar sisi kognitif,

sebagaimana yang telah diterapkan di School of Universe.

Tesis ini menolak keberadaan sekolah-sekolah formal

yang hanya mengandalkan teori-teori tanpa menyentuh alam

dan berorientasi pada kekuatan kognitif. Penelitian ini

mendukung pembaharuan pendidikan, salah satunya Malik Fadjar

(Reorientasi Pendidikan Islam, 1999) yang mengatakan bahwa

keberhasilan pendidikan Islam tidak cukup diukur seberapa jauh

anak menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan

tentang ajaran atau ritus-ritus keagamaan semata. Namun yang


18

lebih penting seberapa jauh tertanam nilai-nilai keagamaan

tersebut terwujud nyata dalam tingkah laku anak sehari-hari.

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field

research), maka sumber data dalam penelitian ini adalah data

dokumen, hasil wawancara, dan data hasil observasi. Data

tersebut penulis analisa dengan cara mengidentifikasi data,

kemudian data tersebut diklasifikasi dan selanjutnya disimpulkan.

Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian, maka dilakukan

pengecekan kreadibilitas data. dengan cara perpanjangan

keikutsertaan, triangulasi, dan pengecekan sejawat melalui diskusi.

5. Karya Salim Haddar tahun 2010 berjudul Penerapan Konsep

Multiple Intelligences Dalam Mewujudkan Sekolah Unggul (Studi Kasus

Di Sd Yima Islamic School Bondowoso).Ketika konsep Multiple

Intelligences ditarik dalam ranah pendidikan, paradigma

pendidikan pun mengalami banyak koreksi. Hampir mayoritas

pendidikan di sekolah sekarang ini cenderung kurang menghargai

seluruh potensi para peserta didiknya. Konsep Multiple Intelligences

yang menitikberatkan pada ranah keunikan selalu menemukan

kelebihan setiap anak. Lebih jauh lagi, konsep ini percaya bahwa tidak

ada anak yang bodoh sebab setiap anak pasti memiliki minimal satu

kelebihan. Apabila kelebihan tersebut dapat terdeteksi sejak awal,

otomatis kelebihan itu adalah potensi kepandaian sang anak. Atas

dasar itu seharusnya sekolah menerima siswa barunya dalam kondisi


19

apapun. Sekolah yang telah mengimplementasikan konsep Multiple

Intelligences di dalamnya. Salah satunya yaitu SD Yayasan Islam

Madrasah Al-Falah Al-Khairiyah (YIMA) Islamic School Bondowoso.

Sekolah ini dulunya adalah sekolah yang sedikit terbelakang dan

bermutu rendah. Akhirnya setelahmenerapkan konsep Multiple

Intelligences, dalam waktu singkat sekolah tersebut berubah

menjadi sekolah yang unggul dan mendapat kepercayaan

masyarakat. Berdasarkan realita tersebut, serta diiringi dengan

keingintahuan yang lebih dalam tentang penerapan Multiple

Intelligences di sekolah, maka peneliti tertarik untuk merumuskan

masalah salah satunya adalah bagaimana implementasi konsep

Multiple Intelligences di SD YIMA Islamic School Bondowoso.

Rumusan tersebut bertujuan untuk mengetahui bentuk implementasi

konsep Multiple Intelligences di SD YIMA Islamic School

Bondowoso. Dengan menggunakan pendekatan Deskriptif-

Kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran yang objektif, faktual, akurat dan sistematis,

mengenai fenomena-fenomena yang ada di obyek penilitian. Untuk

mengumpulkan data digunakan beberapa metode yaitu, observasi,

interview, dan dokumentasi. Kemudian data yang telah terkumpul

tersebut dianalisis melalui tiga cara, yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Desain konsep

penerapan Multiple Intelligences di SD YIMA Islamic School


20

Bondowoso secara global meliputi tiga tahap penting yaitu input,

proses, dan output. (2) Implementasi Konsep Multiple Intelligences

di SD YIMA Islamic School Bondowoso dapat dilihat dari tiga tahap

penting yaitu input, proses, dan output. (a) Input. Dalam penerimaan

siswa barunya sekolah ini menggunakan sistem kuota artinya

sekolah ini akanmenutup pendaftaran apabila kuota terpenuhi.

Kemudian siswa yang telah diterima akanmengikuti proses Multiple

Intelligences Research (MIR). MIR adalah semacam alat riset

psikologis yang mengeluarkan diskripsi kecenderungan kecerdasan

majemuk anak dan gaya belajarnnya. (b) Proses. Tahapan ini adalah

tahapan pada proses pembelajaran. Hampir seluruh proses

pembelajarannya difokuskan pada kondisi siswa beraktivitas.

guru-guru di SD YIMA Islamic School ini juga sudah

berpengalaman dalam menggunakan strategi pembelajaran Multiple

Intelligences pada proses pembelajarannya. Hal tersebut ditandai

dengan seringnya sekolah ini melaksanakan pelatihan guru. (c)

Output. Tahapan ini adalah penilaian otentik. yakni penilaian yang

dilakukan terhadap keseluruhan kompetensi yang telah dipelajari

siswa dan dalam penilaian ini siswa dinilai dari 3 ranah, yaitu

kognitif, psikomotorik dan afektif. (3) Secara tekhnis pelaksanaan

evaluasi di SD YIMA terbagi menjadi tiga tahap yaitu: Konsultasi

lesson plan (rencana pembelajaran), Observasi kelas dan Feed back

(umpan balik).

6. Anisa Dwi Makrufi, Konsep Pembelajaran Multiple Intelligences


21

Perspektif Munif Chatib dalam Kajian Pendidikan Islam,

Disertasi, Yogyakarta: Konsentrasi Pendidikan Agama Islam,

Program Studi Pendidikan Islam, Program Pascasarjana, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Latar belakang penelitian ini berangkat dari fakta bahwa

sistem pendidikan di Indonesia (pada umumnya) belum mampu

menjadi solusi bagi keterbelakangan sosial dan moral

masyarakatnya. Salah satu solusi untuk memperbaiki degradasi

moral yaitu melalui model pendidikan yang manusiawi, yaitu

pendidikan yang mengakomodir potensi kecerdasan manusia yang

bersifat jamak (multiple intelligences).Dalam penelitian ini,

penulis mengkaji teori multiple intelligences yang dikembangkan

oleh Munif Chatib. Penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan (library research). Pengumpulan data dilakukan

dengan cara menganalisis buku-buku karangan

Munif Chatib, wawancara, dan mengumpulkan data dari

sumber lain yang relevan. Pendekatan dalam penelitian ini

adalah Pedagogik Psikologi. Teknik analisis data yang digunakan

ialah content analisys dilanjutkan pada deskriptif-analitik.

Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, desain konsep

pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (perspektif Munif

Chatib) di sekolah, secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu:

input, proses dan output. Pada tahap input,

menggunakan Multiple Intelligences Research(MIR) dalam


22

penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang kedua adalah

tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar

gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didikya. Pada

tahap output, dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences

penilaiannya menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik

adalah sebuah penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik

yang bukan diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur

dari segi afektif dan psikomotorik peserta didik. Kedua, pendidikan

berbasis kecerdasan jamak relevan diterapkan dalam pendidikan

Islam baik yang bersifat mikro maupun makro. Islam mempunyai

konsep fitrah dalam hal mengembangkan potensi manusia, dan

konsep fitrah inilah yang harus dibimbing ke arah yang baik,

salah satunya dengan metode pembelajaran multiple intelligences.

Secara umum, metode yang dapat digunakan pada pendidikan Islam

(PAI) harus mengacu pada jenis kecerdasan peserta didik.

Adapun beberapa bentuk evaluasi dalam pembelajaran PAI yang

sesuai dengan multiple intelligences adalah portofolio, penilaian

selama proses belajar, dan soal tertulis.

7. Bambang Saeful Hadi, Teori Kecerdasan Ganda Dan Implikasinya

Terhadap Strategi Pembelajaran Di Sekolah, Disertasi, Yogyakarta :

FIS Universitas Negeri Yogyakarta, 2011.

Tulisan ini mencoba untuk ikutserta memasyarakatkan dan

menggugah gagasan bagaimana mengimplikasikan teori kecerdasan


23

ganda (multiple intelligences) dalam penyusunan stategi

pembelajaran di kelas. Teori kecerdasan ganda merupakan konsep

baru yang muncul sebagai kritik terhadap psikometrik yang

menganggap kecerdasan manusia hanya pada kemampuan kuantitatif

dan verbal saja (kemampuan otak kiri). selama berabad-abad dunia

pendidikan hanya terfokus pada pengembangan otak kiri dengan

acuan psikometrik. Teori kecerdasan ganda yang dipelopori oleh

Gardner (1983) telah muncul sebagai upaya untuk mengoptimalkan

fungsi otak manusia. Gardner berhasil mengeksplorasi dimensi lain

dari kecerdasan manusia yang berada di otak kiri dan kanan.

Gardner berhasil mengidentifikasi 8 macam kecerdasan manusia,

yakni musical/rhythmic intelligencebodily/kinesthetic intelligence,

logical/mathematical intelligence, visual/spatial intelligence,

verbal/linguistic intelligence, interpersonal intelligence, dan

intrapersonal intelligence, dan naturalistic intelligence). Adanya

berbagai jenis kecerdasan ini berimplikasi pada strategi pembelajaran

yang dilaksanakan oleh para pendidik dan orang tua. Paradigma

pembelajaran lama yang menganggap bahwa (1) di kelas terdapap

anak yang bodoh, sedang, dan pandai (2) penerapan starategi

pembelajaran yang sama untuk semua siswa, harus di rubah karena

pada dasarnya semua siswa itu cerdas, hanya jenis kecerdasan yang

dimiliki berbeda. Perlakuan guru/orang tua terhadap siswa juga harus

diubah karena suatu jenis kecerdasan akan berbeda dalam hal gaya

belajarnya.
24

Sebagai sebuah teori baru, teori kecerdasan ganda belum memiliki

standar penggunaan dan belum memiliki pola yang mapan dalam

pelaksanaannya di dunia pendidikan. Banyak kritik dan kepesimisan

terhadap aplikasi teori ini dalam pembelajaran di kelas, terutama

dalam merumuskan metode pembelajaran yang perlu sangat variatif

dan kompleksitas pelaksanaan test-nya. Oleh karena itu, sebagai

pendidik perlu secara terus menerus mengeksplorasi strategi

pembelajaran yang sesuai agar masing-masing siswa dengan jenis

kecerdasan yang berbeda-beda, masing-masing dapat berkembang

sehingga di suatu kelas akan muncul para juara.

8. Hidayat Syarip,Integrasi Nilai Islam Dalam Pembelajaran Sains

(Ipa) Di Sekolah Dasar (Studi Deskriptif-Kualitatif di SD al-

Muttaqin Full Day School, Kota Tasikmalaya). S2 thesis, Universitas

Pendidikan Indonesia. 2009

Penelitian tentang Integrasi nilai Islam dalam pembelajaran Sains

(IPA) di SD ini sebagai upaya mengungkap permasalahan nyata di

lapangan. Penelitian ini berusaha mengungkap upaya yang dilakukan

SD al-Muttaqin Full Day School, Tasikmalaya dalam upaya

mengintegrasikan nilai Islam dalam persekolahan khususnya untuk

menelaah dan memotret upaya guru dalam mengintegrasikan nilai

Islam dalam pembelajaran Sains di kelas. pokok bahasan tentang

Bumi dan Alam semesta dipilih sebagai bahan ajar yang akan dikaji

dalam konteks mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam pokok

bahasan tersebut. Pokok bahasan ini diambil karena dimungkinkan


25

munculnya nilai-nilai Islam yang dapat diintegrasikan kedalam

konsep dan teori tentang bumi dan alam semesta ini. Data-data

penelitian dikumpulkan melalui berbagai instrumen penelitian

(wawancara, observasi dan dokumentasi), subjek-subjek yang

berhubungan dengan fokus penelitian (Kepala Sekolah, Wakasek

bidang Kurikulum dan Kesiswaan) merupakan subjek penelitian

untuk mengungkap komitmen dan program sekolah dalam upaya

mengintegrasikan nilai Islam di lingkungan sekolah. Adapun tentang

penanaman nilai Islam dalam pembelajaran Sains (IPA) di SD,

peneliti melakukan kolaborasi dengan guru sains kelas V SD untuk

mengobservasi dan menganalisis bagaimana desain program

pengajaran yang dilakukan guru dalam membuat perencanaan

pembelajaran dan proses di kelas. Berdasarkan hasil penelitian ini,

teridentifikasi permasalahan yang muncul dan dialami oleh guru

upaya mengintegrasikan nilai Islam dalam pembelajaran sains (IPA).

Ditemukan bahwa masih rendahnya kesadaran guru dalam

mengintegrasikan nilai Islam ke dalam pembelajaran sains, baik

secara eksplisit atau implisit. Hal ini disebabkan masih kuatnya

paradigma sentralistik bahwa segala hal yang berhubungan dengan

pembelajaran telah diatur dari pusat, sehingga daya kreasi dan

inovasi guru menjadi terhambat. Selain itu, latar belakang guru

sangat menentukan keberhasilan upaya integrasi ini. Guru dengan

latar belakang dan wawasan keislaman yang baik akan secara mudah

melakukan upaya integrasi ini. Tetapi yang lebih utama adalah


26

perubahan paradigma dalam melihat konsep ilmu dalam Islam, juga

perlunya motivasi, semangat yang tinggi dalam merumuskan

penanaman nilai Islam baik dalam perencanaan maupun proses

pembelajaran.

9. Muhammad Rasyid, Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) dalam Menanamkan Nilai-Nilai Keagamaan di Sekolah

Menengah Pertama Luar Biasa Pelaihari di Kabupaten Tanah Laut di

bawah bimbingan I: Dr. Hj. Romdiyah, M.Pd. dan II: Dr. Muhamad

Sabirin, M.Si, pada Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin,

(2014). Tesis ini dilatarbelakangi ketertarikan penulis terhadap

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di

Pelaihari, yang menggabungkan siswanya dengan beberapa

keterbatasan dalam satu kelas. Ini tentu saja memiliki kesulitan

dalam pembelajarannya, terutama pembelajaran Pendidikan Agama

Islam yang berusaha untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan yang

meliputi keimanan, ibadah dan akhlak. Dalam pelaksanaan

pembelajaran ini, guru kemungkinan memakai model pembelajaran

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan secara

maksimal. Fokus penelitian adalah bagaimana model pembelajaran

yang terdiri dari pendekatan, strategi, metode dan teknik

pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam

menanamkan nilai-nilai keagamaan di SMPLB, dan bagaimana

efektivitasnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui model

pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang terdiri dari: a.


27

Pendekatan yang dilaksanakan dalam pembelajarannya, b. Strategi

pembelajaran, c. Metode pembelajaran, dan d. Teknik

pembelajarannya, serta ingin mengetahui efektivitas penerapan

model tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

dengan jenis penelitian lapangan (field research). Teknik

pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Sedangkan analisis data adalah analisis kualitatif deskriptif yang

dilakukan sejak penggalian data di lapangan, melalui langka-

langkah, yaitu mengumpulkan data, display data, reduksi data,

kemudian menyimpulkan dan melaporkan dalam sebuah tesis. Hasil

penelitian ini menggambarkan bahwa 1. Model pembelajaran

Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan

di SMPLB Pelaihari Kabupaten Tanah Laut ini meliputi model

kontekstual, yaitu model pembelajaran yang menyesuaikan dengan

kondisi siswa yang terdapat di dalam kelas, dan dikemas

menyesuaikan dengan kondisi anak; PAIKEM, yaitu Pembelajaran

yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan; model

pembelajaran pendidikan nilai, yaitu pembelajaran yang didasarkan

kepada nilai-nilai Pendidikan Agama Islam sesuai yang

dikembangkan dalam materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam;

a) Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan yang

berpusat pada guru, berpusat pada siswa, pendekatan humanistik,

peneladanan, pembiasaan dan pendekatan fungsional, b) Strategi

pembelajaran yang dilaksanakan di SMPLB ini adalah strategi


28

psikologis, strategi keagamaan seperti keikhlasan, kesabaran, kasih

sayang, dan juga strategi yang mengarah kepada keterampilan seperti

membaca nyaring, c) Metode pembelajaran yang dilaksanakan dalam

pembelajaran seperti ceramah, dialog, tanya jawab, pemodelan,

cerita, dan demonstrasi, dan d) Teknik yang digunakan adalah

menyesuaikan dengan kondisi masing-masing siswa yang memiliki

beberapa keterbatasan yang tergabung dalam satu kelas. Sedangkan

2. Efektivitas pembelajaran yang dilaksanakan di SMPLB ini tidak

hanya ditunjukkan dengan nilai akhir siswa seperti raport atau ijazah,

melainkan dalam penekanannya kepada nilai-nilai kepribadian,

keagamaan, dan keterampilan dilihat dari kemanfaatan langsung bagi

siswa, seperti mampu berwudhu, mengikuti gerakan sholat,

membaca Al-Qur’an, menghormati teman, menghormati guru,

menjaga kebersihan dan sikap-sikap sederhana lainnya. Oleh karena

itu, model pembelajaran yang disebutkan di atas dapat dikatakan

efektif dilaksanakan dengan pendekatan, strategi, metode dan teknik

pembelajaran tertentu tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi

siswa SMPLB.

10. Muhamad Nurdin, Internalisasi Nilai-nilai Islami Dalam Membentuk

Kesadaran Antikorupsi Melalui Pengembangan Materi Kurikulum

PAI di SMP, Cirebon: Institut Agama Islam Negeri (Iain) Syekh

Nurjati Cirebon. 2012

Latar belakang penelitian tesis ini adalah untuk mengantisipasi

derasnya arus korupsi, dan membentuk kesadaran antikorupsi dengan


29

mengembangkan materi kurikulum PAI berbasiskan pada

internalisasi nilai-nilai Islami sejak dini. Penelitian ini bertujuan

untuk mengungkap bagaimana proses internalisasi nilai-nilai Islami

dalam membentuk kesadaran antikorupsi di sekolah. Juga

mendeskripsikan bagaimana desain pengembangan kurikulum PAI

dalam proses internalisasi nilai-nilai Islami sehingga membentuk

kesadaran antikorupsi. Kerangka pemikiran yang melandasi

penelitian ini adalah, bahwa pendidikan merupakan suatu proses

belajar dan penyesuaian individu secara terus menerus terhadap

nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Kaitan dengan

pembangunan bangsa, peranan pendidikan agama dalam hal ini

internalisasi nilai- nilai Islami sangat penting bagi tata kehidupan

berbangsa dan bernegara. Nilai- nilai Islami yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah nilai-nilai yang bernafaskan Islam.

Internalisasi nilai-nilai Islami merupakan salah satu cara untuk

membentuk mental anak didik agar memiliki pribadi yang bermoral,

berbudi pekerti luhur, dan bersusila sejak usia remaja. Sehingga pada

akhirnya dapat melahirkan anak didik yang anggun secara moral dan

intelektual. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka, yaitu

kajian literatur melalui riset kepustakaan dengan menggunakan data

kualitatif. Sumber data yang digunakan berasal dari sumber primer

dan sekunder. Dengan teknik pengumpulan datanya melalui

dokumentasi. Adapun analisis datanya menggunakan teknik berpikir

deduktif-induktif. Hasil penelitian tesis ini dapat disimpulkan bahwa:


30

1). Proses internalisasi nilai-nilai Islami dalam membentuk

kesadaran antikorupsi di sekolah, Pertama, Tahap transformasi nilai.

Kedua, Tahap transaksi nilai. Ketiga, Tahap transinternalisasi. 2).

Internalisasi nilai-nilai Islami dapat menjadi solusi alternatif

antisipatif dalam membentuk kesadaran antikorupsi anak didik di

sekolah melalui pengembangan materi kurikulum PAI. 3). Desain

pengembangan materi kurikulum PAI tentang Akhlak (berperilaku

dengan sifat-sifat terpuji) yaitu, Nilai-nilai Islami Dalam Kejujuran,

Nilai-nilai Islami Dalam Keadilan, Nilai-nilai Islami Dalam

Tanggungjawab dan Amanah, Nilai-nilai Islami Dalam

mengutamakan Kerja Keras, Nilai-nilai Islami Dalam Istiqomah,

Nilai-nilai Islami Dalam Ikhlas, dan Nilai-nilai Islami Dalam

Kesabaran, dalam membentuk kesadaran antikorupsi.

11. Fathani, Abdul Halim. 2011. Gaya Belajar Siswa dalam

Menyelesaikan Masalah Matematik Berdasarkan Multiple

Intelligences. Tesis, Jurusan Pendidikan Matematika, Program

Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof. Drs.

Purwanto, Ph.D., (II) Drs. H. Muchtar Abdul Karim, M.A.

Kecerdasan menduduki tempat yang sangat penting dalam dunia

pendidikan, namun seringkali kecerdasan ini dipahami secara parsial

oleh sebagian kaum pendidik. Hakikatnya, kecerdasan merupakan

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu

masalah, lalu ia menyelesaikan masalah tersebut atau membuat

sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Gardner menyatakan ada
31

delapan kecerdasan dalam teori multiple intelligences, yaitu

kecerdasan linguistik, matematik, spasial, musikal, kinestetik,

interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Penelitian ini difokuskan

untuk mendeskripsikan dan menganalisis gaya belajar siswa dalam

menyelesaikan masalah matematik ditinjau dari tingkat

kecenderungan multiple intelligences.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Instrumen lembar tugas yang digunakan merupakan salah satu

contoh masalah matematik yang diambil dari buku

berjudul "Problem Solving - A Basic Mathematics Goal: Becoming

a Better Problem Solver" yang diterbitkan oleh Ohio Department of

Education, Columbus, Tahun 1980. Subjek penelitian ini adalah

siswa kelas IXB Madrasah Tsanawiyah Negeri Kepanjen Malang

yang memiliki tingkat kecenderungan kecerdasan matematik dan

linguistik yang ditentukan berdasarkan hasil multiple intelligences

research (MIR). Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan

wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum gaya belajar

siswa dalam menyelesaikan masalah matematik menggunakan

kombinasi tiga gaya belajar, yaitu: visual, auditorial, dan kinestetik.

Tetapi, pada tahap-tahap tertentu ada siswa yang menggunakan dua

kombinasi gaya belajar (visual-kinestetik dan visual-auditorial), dan

ada siswa yang hanya menggunakan gaya belajar secara visual.

Secara umum, siswa memiliki kecenderungan tertinggi dalam


32

menyelesaikan masalah matematik dengan menggunakan gaya

belajar visual. Dengan demikian, ketika guru melayani siswa sesuai

dengan gaya belajarnya yang didasarkan atas tingkat

kecenderungan multiple intelligences, maka dia akan mampu

meningkatkan gairah belajar siswa dan pemahaman terhadap materi,

sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah sampai tuntas. Selain

itu, siswa menjadi sadar akan kemampuannya untuk menyelesaikan

masalah matematik, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan refleksi

untuk terus memacu semangat belajarnya menjadi lebih baik.

Dengan memperhatikan gaya belajar siswa dapat diartikan sebagai

proses pembelajaran yang memberi ruang gerak bagi setiap individu

siswa untuk mengembangkan kecerdasannya. 

12. Lukmawati, 2010. Studi etnografi penerapan multiple intelligences

system (MIS) di SMP YIMI full day school Gresik. Yogyakarta :

Universitas Gadjah Mada.

Di Indonesia penerapan teori multiple intelligences dalam bidang

pendidikan telah menuai pemahaman yang berbeda dari para

praktisi. Pemahaman yang berbeda tersebut dimungkinkan karena

kemiripan istilah kecerdasan dengan bidang studi. Untuk itu, tujuan

dari penelitian ini untuk menggali dan memahami penerapan MIS

(multiple intelligences system ) di SMP YIMI “Full day School”

Gresik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

metode etnografi untuk mendeskripsikan penerapan MIS yang

mencakup komponen yaitu input, proses dan output. Pertanyaan


33

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan MIS (multiple

intelligences system ) di SMP YIMI “Full day School” Gresik?

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam ( in-depth

interview), observasi dan catatan lapangan (field note) untuk

mengumpulkan data dari tujuh informan yang memberikan data

mengenai penerapan MIS dan delapan partisipan guru yang

memberikan data mengenai pengalaman mengajar dengan

menggunakan strategi mengajar MI dan enam belas siswa yang

memberikan data mengenai pengalaman belajar mereka. Data yang

diperoleh dianalisis dengan kombinasi pendekatan emik merupakan

pandangan dari sudut pandang partisipan dan pendekatan etik

merupakan pandangan ilmiah/peneliti. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa di dalam input; sekolah yang berbasis MIS

tidak menggunakan serangkaian tes kognitif dalam menerima atau

menolak siswa melainkan menggunakan kursi/pagu sebagai

indikator, dan menggunakan alat ‘riset’ psikologis yang dinamakan

MIR (multiple intelligences research) yang berguna untuk

mengetahui gaya belajar siswa dan pembagian kelas berdasarkan

kesamaan gaya belajar. Di dalam proses, ditemukan konsep “the best

process ”. Konsep ini mengacu pada proses pendidikan dan

pembelajaran. Dalam proses tersebut menempatkan posisi guru

sebagai agen pengubah perilaku siswa dan sebagai fasilitator dalam

pembelajaran. Sedangkan output, sekolah yang berbasis MIS

menggunakan penilaian otentik ( uthentica assessment ) dalam


34

menilai kompetensi; kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Kata

kunci: Multiple intelligences system (MIS), strategi pembelajaran

MI, “the best process”, Multiple intelligences research (MIR) dan

“the best teacher.

13. Setiawati, Farida Agus. 2005. Analisis faktor skala Multiple

Intelligence :Studi karakteristik perbedaan pada pelajar SMA di

Yogyakarta. . Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat ukur untuk

mengungkap profil multiple intelligences dan menguji alat ukur

tersebut dengan uji validitas item, reliabilitas dan analisis faktor.

Pengujian analisis faktor juga dilakukan dengan membandingkan

perbedaan muatan faktor yang muncul pada pelajar pria dan wanita.

Subjek penelitian ini adalah 489 pelajar yang berasal dari beberapa

SMA negeri dan swasta di Yogyakarta Jumlah pelajar pria ada 215

orang dan pelajar wanita sebanyak 274 orang. Data di analisis

dengan menggunakan uji analisis butir, uji reliabilitas dan analisis

faktor dengan menggunakan program SPSS 9.0. Analisis faktor

dilakukan dengan metode ekplanatory, eskraksi pada masing-masing

variabel dilakukan berdasar pada principal component (PC). Hasil uji

analisis item didapatkan 141 item yang valid dan 16 item gugur.

Item-item yang sahih memiliki koefisien korelasi 0.1521 hingga

0.6947.uji reliabilitas item-iten yang valid dengan menggunakan

teknik alpha dari Cronbach, didapatkan koefisien 0.9162 pada

keseluruhan item skala bagian 1 dan koefisien 0.8883 pada


35

keseluruhan item skala bagian 2. Apabila dilihat pada masing-

masing bentuk inteligensi, didapatkan koefisien reliabilitas antara

0.5361 hingga 0. 8513. Hasil uji analisis faktor berdasar pada

principal component (PC) didapatkan hasil satu faktor terekstraksi

pada masing-masing analisis faktor, pada skala bagian pertama

maupun kedua, baik pada subjek pria, wanita maupun keseluhan

subjek. Total varian yang dijelaskan pada masing-masing analisis

faktor 42.200% hingga 45 875 %. Berdasar struktur muatan

faktornya, diketahui bahwa semua bentuk inteligensi turut

mengungkap sebuah faktor yang dihasilkan. Temuan penelitian ini

membuktikan adanya inteligensi umum (g faktor) pada teorii

multiple intelligence. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan

terdapat variasi koefisen muatan faktor berbagai bentuk inteligensi

pada pria dan wanita. Apabila dianalisis lebih lanjut dengan

menggunakan uji t, hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan

muatan faktor antara pria dan wanita. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa inteligensi umum yang diungkap dari hasil

pengukuran analisis faktor skala multiple Intelligence tidak

menunjukkan perbedaan antara pria dan wanita.( p > 0.05 ). Hasil

penelitian ini secara teoritis mendukung teori-teori inteligensi yang

menyatakan inteligensi sebagai kapasitas umum (g faktor). Dan

secara praktis tercipta sebuah model alat ukur multiple Intelligence

yang teruji validitas dan reliabilitasnya. Kata Kunci : Analisis faktor,

skala multiple Intelligence, uji perbedaan pada pria dan wanita.


36
37

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan metode deskriptif,

metode penelitian yang digunakan untuk pencarian fakta pada obyek yang

alamiah dengan interpretasi yang tepat. Penelitian kualitatif cenderung memiliki

karateristik antara lain: mempunyai natural setting sebagai sumber data langsung,

peneliti merupakan instrument kunci (key instrument), bersifat deskriptif, lebih

memperhatikan proses dari pada product, cenderung menganalisis data secara

induktif, dan meaning (makna) adalah hal yang esensial di dalamnya.

Penelitian kualitatif disebut juga penelitian dengan pendekatan naturalistik,

karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, apa adanya, tanpa

dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test. Melalui pendekatan kualitatif,

diharapkan terangkat gambaran mengenai aktualitas, realitas sosial dan persepsi

sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal.

2. Prosedur Penelitian

Prosedur kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap

yaitu:

a.Tahap persiapan

1) Menentukan subyek penelitian. Subyek utama penelitian adalah informan

kunci (key informants) yang dapat memberi informasi kepada peneliti data

yang terkait dengan sistem rekrutmen siswa dan guru baru, pelaksanaan

proses pembelajaran, penilaian, dan kompetensi siswa dan guru. Subyek

utama penelitian ini adalah direktur, kepala sekolah/madrasah, wakil

kepala sekolah/madrasah, konsultan pendidikan, guru dan siswa-siswi


38

sebagai pelaku utama pendidikan. Untuk mendapatkan data dan hasil

penelitian secara komprehensip, peneliti juga melibatkan para orang tua

dan komite sekolah/madrasah.

2) Pengembangan dan penyusunan instrumen pengumpulan data baik untuk

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

b. Tahap pelaksanaan

1) Penggalian dan pengumpulan data melalui:

a) wawancara kepada subyek penelitian, untuk

mendapatkan data tentang komitmen pimpinan dan guru dalam

menjalankan konsep sekolah/madrasah unggul berbasis MIS terkait

input, proses, dan output.

b) Observasi/pengamatan terhadap pelaksanakan tes MIR, konsultasi

lesson plan, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan evaluasi dan

penilaian siswa dan guru.

c) dokumentasi sebagai bukti atas terlaksananya MIS di sekolah/madrasah

yang diperoleh:

- dari Tata Usaha berupa; profil sekolah/madrasah, hasil tes MIR, daftar

rombongan belajar, absensi guru, dan pedoman penyelenggaraan

pendidikan.

- dari Konsultan Pendidikan (Guardian Angel) berupa; lesson plan, SOP

konsultasi lesson plan, rubrik penilaian siswa dan guru, hasil karya

guru, daftar nilai guru, dan rapor guru.

- Dari Guru berupa; daftar nilai perkembangan kecerdasan siswa, hasil

karya siswa, rapor siswa.


39

2) Screeningdata. Data yang telah diperoleh melalui wawancara, observasi,

dan dokumentasi, diklasifikasi SMP Al Washliyah di Kota Medan.

Kemudian diseleksi, dan dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sesuai

dengan permasalahan yang dicari (input, proses, output).

c. Tahap analisis data

1) Selama di lapangan, data dianalisis secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, dengan kegiatan:

a) Reduksi data; merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada tema

utama dalam permasalahan.

b) Display data; penyajian dan pengorganisasian data secara logis-sistematis.

c) Verifikasi data; menarik simpulan dari data-data yang telah disajikan secara

bertahap hingga menjadi temuantemuan penelitian.

2) Setelah selesai di lapangan, simpulan-simpulan yang didapat dari tahap

sebelumnya, selanjutnya dilakukan analisis dengan teknik deskriptif-eksploratif,

dan menggunakan metode induktif-kualitatif. Yakni diawali dengan

mengungkapkan kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus berdasarkan

pendapat dan tindakan subyek penelitian dalam melaksanakan MIS, kemudian

diikuti dengan mengungkapkan kenyataan-kenyataan yang bersifat umum

berdasarkan konsep Pengelolaan Pendidikan Islam dan konsep Multiple

Intellegences System sehingga dapat disimpulkan dan dirumuskan sebagai

temuan penelitian.

3) Pengecekan kredibilitas data dengan teknik :

a) Persistent observation; untuk memahami gejala/peristiwa yang mendalam,

dilakukan pengamatan secara berulang-ulang.


40

b) Triangulasi (triangulation); mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh dengan triangulasi sumber dan teknik.

c) Member check; diskusi teman sejawat (peer reviewing) secara langsung pada saat

wawancara dan secara tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman

hasil wawancara yang sudah ditulis oleh peneliti.

d) Referential adequacy checks; pengecekan kecukupan referensi dengan mengarsip

data-data yang telah terkumpul selama penelitian di lapangan.


41

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Multiple Intelligences System

1. Pengertian Intelligence (Kecerdasan)

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT

kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia

dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia

dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya

yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus

menerus. Selain manusia, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan

namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk

mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara

instingtif (naluriah).

David Weschler memberikan rumusan tentang kecerdasan sebagai

suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir rasional dan

berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.8 Menurut beberapa teori,

kecerdasan atau intelegensi terkait dengan cara individu berbuat, apakah

berbuat dengan cara yang cerdas atau kurang cerdas atau tidak cerdas sama

sekali. Suatu perbuatan cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat.

Cepat dan tepat dalam memahami suatu masalah, menarik kesimpulan serta

mengambil keputusan atau tindakan.

Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat

ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari

8
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: Rosda Karya,2005), 93

40
42

rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P.

Chaplin memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan

menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan

efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk mengemukakan bahwa menurut

teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu :

1. Kemampuan untuk belajar.

2. Keseluruhan pengetahuan yang diperoleh.

3. Kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau

lingkungan pada umumnya.9

Jika kita merujuk ke pendapat Howard Gardner, dia memberikan

definisi tentang kecerdasan sebagai berikut :

1. Kecakapan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam

kehidupan.

2. Kecakapan untuk mengembangkan masalah untuk dipecahkan.

3. Kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang

bermanfaat di dalam kehidupan.10

Gardner juga mendefinisikan bahwa inteligensi itu merupakan

kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam

suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.

Berdasarkan pengertian dapat dipahami bahwa inteligensibukanlah

kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang

tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi, inteligensi memuat

9
Ibid,94.
10
Imanuella F. Rachmani, Multiple Intelligences Mengenali Dan Merangsang Potensi Anak
(Jakarta: PT Aspirasi Pemuda,2003),6.
43

kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam

situasi yang bermacam-macam. Gardner menekankan pada kemampuan

memecahkan persoalan yang nyata, karena seseorang memiliki

kemampuan inteligensi yang tinggi bila ia dapat menyelesaikan persoalan

hidup yang nyata, bukan hanya dalam teori. Semakin seseorang terampil dan

mampu menyelesaikan persoalan kehidupan yang situasinya bermacam-

macam dan kompleks, semakin tinggi inteligensinya.11

Dari pengertian kecerdasan dari beberapa pakar diatas sudah sangat

jelas bahwa kecerdasan bukan kemampuan seseorang dalam menjawab tes IQ

dalam kamar tertutup, melainkan kecerdasan itu dapat dilihat dari

bagaimana kemampuan seseorang untuk memecahan persoalan-persoalan

nyata dalam situasi yang bermacam-macam dalam kehidupan ini

Kecerdasan telah ada dan mengakar dalam saraf manusia, terutama

dalam otak yang merupakan pusat seluruh aktivitas manusia. Pada anak usia

0-3 tahun terjadi proses pertumbuhan sel-sel saraf serta pembentukan

koneksi (hubungan antara sel-sel saraf). Setelah berumur 4-5 tahun,

pertumbuhan otak akan mencapai 80%. Pengaruh pada perkembangan neuron

dalam SSP (sistem saraf pusat) akan meningkatkan kemampuan daya pikir

yang lebih kompleks. Penyerapan informasi dari luar diri semakin banyak.

Selanjutnya ketika anak usia anak mencapai 6 tahun lebih terjadi perluasan

ruang gerak serta hubungan social yang lebih rumit. Kondisi ruang gerak

dan peluasan lingkungan memberi informasi yang semakin banyak dan

berubah-ubah. Inilah masa-masa ideal untuk meningkatkan kemampuan

11
Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,2007),145.
44

fungsional dari struktur otak yang telah terbentuk.12

Kecerdasan terbentuk ketika pertumbuhan struktur dan fungsi

otak mencapai tahap tertinggi. Kondisi ini terjadi selama rentang waktu 12

tahun pertama. Selama rentang waktu 0-3 tahun dan 6-9 tahun merupakan

kondisi terbesar jumlah pembentukan jalur koneksi yang kemungkinan

hilangnya jalur koneksi dan kemungkinan hilangnya jalur tersebut pada

sistem saraf. Koneksi yang menghasilkan persepsi baik atau positif selaras

dengan nilai-nilai kecerdasan yang harus dibentuk semaksimal mungkin.

Sebaliknya koneksi sel-sel saraf yang menghasilkan persepsi buruk harus

dicegah dan diputuskan jika telah terjadi.13

Perkembangan struktur dan fungsi otak yang sedang tumbuh melalui

tiga tahapan, mulai dari otak primitif, (action brain), otak limbik (feeling

brain), dan akhirnya ke neocortex atau disebut juga thought brain (otak

pikir), meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak

primitif mengatur fisik untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,

mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses

informasi yang masuk dari panca indra. Saat menghadapi ancaman atau

keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan

reaksi untuk menghadapi atau lari dari kondisi kendala (fight or flight

response). Manusia akan bereaksi secara fisik dan emosi terlebih dahulu

sebelum otak pikir sempat memproses informasi.14

Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta

12
Sutan Surya, Melejitkan Multiple Intelligence Sejak Dini (Yogyakarta : Andi, 2007),1.
13
Ibid,5.
14
Ibid,5-6.
45

dan benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif.

Artinya, otak primitif dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir,

disaat lain otak pikir dapat dikunci untuk tidak melayani otak limbik dan

primitif selama keadaan darurat, baik nyata maupun tidak.15

Otak pikir, yang merupakan bentuk daya pikir tertinggi dan bagian

otak yang paling objektif, menerima masukan dari otak primitif dan otak

limbik. Namun, ia butuh waktu lebih banyak untuk memproses informasi yang

masuk dari otak primitif dan otak limbik. Otak pikir juga merupakan tempat

bergabungnya pengalaman, ingatan, perasaan, tindakan, dan kemampuan

berpikir untuk melahirkan gagasan dan tindakan. Jika si kecil masih

berumur dibawah 6 tahun, pengalaman dan sikap kritis atau

keingintahuannya akan menghasilkan kontruksi emosional dan kecerdasan.

Selama itu pula terjadi pertumbuhan otak kira-kira 80%, sesuai dengan

faktor-faktor pendukung yang mempengaruhinya. Jika kita ingin menjadikan

si kecil lebih pandai, selama waktu itu adalah periode yang krusial

pertumbuhannya. Selanjutnya otak anak disini dapat mengalami

pertumbuhan maksimum. Sebelum anak berusia empat tahun, otak primitif

dan otak limbik sudah 80% tereliminasi. Setelah umur 6-7 tahun bergeser

ke otak pikir. Awalnya dari belahan otak kanan yang antara lain bertugas

merespon citra visual.16

2. Pengertian Multiple Intelligences (Kecerdasan Ganda)

Multiple Intelligences adalah istilah atau teori dalam kajian tentang

ilmu kecerdasan yang memiliki arti “kecerdasan ganda” atau “kecerdasan


15
Ibid, hlm 6.
16
Ibid, hlm.7.
46

majemuk”. Teori ini ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner,

seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate

School Of Education, Harvad University, Amerika Serikat. Dia juga adalah

penulis Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Basic Books,

1983/1993), Multiple Intelligences : The Theory in Practice Intelligence

Reframed : Multiple Intelligences for the 21st Century (Basic`Books, 1993),

dan (Basic Books, 1993). Saat ini dia juga salah satu direktur Project Zero di

Harvard Graduate School of Education. Project Zero adalah pusat

penelitian dan pendidikan yang mengembangkan cara belajar, berpikir,

dan kreativitas dalam mempelajari suatu bidang bagi individu dan institusi.17

Multiple intelligences merupakan sebuah penilaian yang melihat

secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk

memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan

alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu

benda-benda kongkret maupun hal-hal yang absrtak.

Di dalam teorinya Gardner menjelaskan bahwa setiap orang

memilki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan

yang berbeda antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan lainnya.

Pengertian inteligensi Gardner ini berbeda dengan pengertian yang

dipahami sebelumnya. Sebelum Gardner, pengukuran IQ (Intelligence

Question) seseorang didasarkan pada tes IQ saja, yang hanya menonjolkan

kecerdasan matematis-logis dan linguistik. Sehingga, mungkin saja

dijumpai orang yang nilai tes IQ-nya tinggi tetapi dalam kehidupan sehari-

17
Paul Suparno, Teory Intelligensi Ganda Dan Aplikasinya Di Sekolah (Yogyakarta: Kanisius, 2004),17.
47

harinya tidak sukses dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Menurut

Gardner, pengukuran intelligensi yang menekankan pada kemampuan

matematis logis dan linguistik ini telah menafikan kecerdasan-kecerdasan

yang lain.18

Penemuan Gardner tentang inteligensi seseorang telah mengubah

konsep kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan seseorang diukur bukan

dengan tes tertulis, tetapi bagaimana seseorang dapat memecahkan problem

nyata dalam kehidupan. Inteligensi seseorang dapat dikembangkan melalui

pendidikan dan jumlahnya banyak, hal ini berbeda dengan konsep lama yang

menyatakan bahwa inteligensi seseorang tetap mulai sejak manusia lahir

sampai kelak dewasa, dan tidak dapat diubah secara signifikan.

Bagi Gardner, suatu kemampuan disebut inteligensi bisa

menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk

memecahkan masalah dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya.

Selanjutnya kemahiran tersebut dapat menciptakan suatu produk baru dan

bahkan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang dapat

mengembangkan ilmu pengetahuan baru yang lebih maju dan canggih.

Misalnya, kemampuan interpersonal, suatu kemampuan untuk menjalin

relasi dengan orang lain. Kemampuan interpersonal akan dapat

memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan orang lain.

Sekaligus dengan kemampuan tersebut seseorang dapat mengembangkan

kemampuan interpersonal yang lebih terpola untuk meningkatkan relasi

dengan orang lain, bahkan dapat menjadi penengah terhadap konflik-konflik

18
Colin Rose dan Malcom, Cara Cepat Belajar Abad XXI (Bandung : Nuansa, 2002),57.
48

masyarakat. Dengan perkembangan tersebut, maka akan muncul teori-teori

tentang relasi antar manusia yang lebih canggih. Jadi, dalam kemampuan itu

ada dua unsur, yaitu pengetahuan dan keahlian.19

Setiap kecerdasan didasarkan, paling sedikit pada awalnya, pada

potensi biologis, yang kemudian diekpresikan sebagai hasil faktor-faktor

genetik dan lingkungan yang saling mempengaruhi. Walaupun

seseorang mungkin memandang suatu kecerdasan dalam isolasi individual

luar biasa seperti orang yang amat cerdas dalam bidang tertentu tetapi

nyaris tidak memahami bidang yang lain (idiot savant). Secara umum,

individual menunjukkan beberapa kecerdasan. Memang, setelah bayi yang

masih amat muda, kecerdasan tidak pernah dijumpai dalam bentuk murni.

Sebaliknya, kecerdasan tertanam dalam berbagai sistem simbol, seperti

bahasa yang dipakai berbicara dan sistem gambar, sistem membuat catatan,

seperti peta dan musik atau pencatatan dan matematika dan bidang-bidang

pengetahuan, seperti kewartawanan dan teknik mekanika. Jadi, pendidikan

pada suatu saat mewakili pemeliharaan kecerdasan seperti telah diwakili

sepanjang waktu dalam berbagai sistem mode budaya.20

Secara jelasnya Gardner mengungkapkan bahwa tidak ada anak

bodoh atau pintar. Yang ada, anak yang menonjol dalam salah satu atau

beberapa jenis kecerdasan tersebut. Dengan demikian, dalam menilai dan

menstimulasi kecerdasan anak, orang tua dan guru selayaknya dengan

jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus. Dalam menstimulasi

kecerdasan anak, dapat dikatakan, kecerdasan tertentu bisa jadi diasah


19
Ibid,147.
20
Ibid,133.
49

agar terampil. Tetapi, pada dasarnya, setiap manusia memiliki

kecenderungan untuk cerdas di satu bidang tanpa harus bersusah payah

mengasahnya.

Esensi teori multiple intelligences menurut Gardner adalah

menghargai keunikan setiap orang, berbagai variasi cara belajar, mewujudkan

sejumlah model untuk menilai mereka, dan cara yang hampir tak

terbatas untuk mengaktualisasikan diri didunia ini dalam bidang tertentu

yang akhirnya diakui. Menurut hasil penelitiannya, Gardner menyatakan

bahwa di dalam diri setiap orang terdapat delapan jenis kecerdasan

dintaranya seperti kecerdasan logikamatematika, linguistik (berbahasa),

visual-spasial, kinestetik (gerak tubuh), musikal, interpersonal,

intrapersonal, dan naturalis.21

Multiple Intelligences membantu orang tua mengenal kekuatan

dan kekurangan anak-anaknya. Tapi janganlah cepat-cepat mengambil

kesimpulan kecerdasan si anak, misalnya, cocok menjadi atlet, menjadi

akuntan, menjadi musisi atau lainnya tanpa memberikan kesempatan padanya

untuk mengeksplorasi dunia, bekerja dengan keterampilan sendiri dan

mengembangkan kemampuannya sendiri. Tentu, keseimbangan adalah salah

satu tujuan Gardner dalam mengupas perihal beberapa tipe kecerdasan.

Untuk itu, ia menyarankan orang tua untuk mengasah satu kecerdsan si anak

yang menonjol, misalnya kecerdasan musiknya, sekaligus menstimulasi

kecerdasan logika-matematika atau linguistiknya.22

Memang bisa jadi anak-anak kita tak lantas menjadi seperti


21
Howar Gardner, Multiple Intelligences. The Theory In Practice (New York: Basic Books, 1993),38.
22
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,8.
50

pemusik cemerlang yang mendunia sekaliber Rihana dan Beethoven atau

dalam skop nasional seperti Anang, Krisdayanti atau Ungu maupun pencipta

musik kreatif seperti Melly Goeslow. Begitu pula menjadi penulis besar

seperti J.K. Rowling penulis cerita dari Harry Potter atau novelis nasional

seperti Habiburrahman El Shirazy. Namun, kehidupan anak tetap perlu

diperkaya melalui pengembangan berbagai jenis kecerdasan di tingkat

memungkinkan. Jika si anak memiliki peluang untuk belajar melalui

kelebihan-kelebihannya, maka akan muncul perubahan-perubahan kognitif,

emosional, sosisal atau bahkan perubahan fisik yang positif dan

menakjubkan.

Menurut Thomas Amstrong, salah satu cara terbaik untuk

mengenali kecerdasan yang paling berkembang dari para siswa adalah

dengan mengamati kenakalan mereka di kelas. Siswa yang memiliki

kecerdasan linguistik tinggi akan sering menyela pembicaraan, siswa yang

memiliki kecerdasan spasial tinggi akan suka cora—coret dan melamun,

siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi akan suka mengobrol,

dan siswa yang memiliki kecerdasan kinestetis-jasmani tidak bisa duduk

diam, sedangkan siswa yang memiliki minat tinggi pada alam mungkin akan

membawa binatang ke dalam kelas tanpa izin. Melalui kenakalan mereka

tersebut, secara metaforis mereka berkata; “Inilah cara saya belajar Pak/Bu

guru, dan apabila Anda tidak mengajari saya melalui cara belajar saya yang

paling alamiah, apa yang akan terjadi? Bagainapun juga saya akan tetap

melakukannya.” Kenakalan yang berkaitan dengan kecerdasan tertentu

ini, kemudian menjadi semacam seruan minta tolong-indikator diagnostik


51

tentang bagaimana seorang siswa seharusnya mendapatkan pengajaran.23

3. Macam-macam Multiple Intelligences

a) Kecerdasan Linguistik ( Linguistic Intelligence)

Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-

kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini

mencakup kepekaan terhadap arti kata, urutan kata, suara, ritme dan intonasi

dari kata yang di ucapkan. Termasuk kemampuan untuk mengerti

kekuatan kata dalam mengubah kondisi pikiran dan menyampaikan

informasi. Kecerdasan ini berkaitan juga dengan penggunaan dan

pengembangan bahasa secara umum seperti yang dimiliki para pencipta

lagu, para penulis, editor, jurnalis, penyair, orator, penceramah maupun

pelawak. Contoh orang yang memiliki kecerdasan linguistik ini adalah;

Sukarno, Martin Luther, J.K. Rowling, Melly Goeslow dan sebagainya.24

Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar,

baik dan lengkap. Ia mudah mengembangkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa, mudah mengerti urutan arti

kata-kata dalam belajar bahasa. Mereka juga mudah untuk

menjelaskan, mengajarkan, menceritakan pemikirannya kepada orang lain.

Mereka lancar berdebat, mudah ingat dan bahkan dapat menghafal beberapa

surat di dalam Al-Qur’an dengan waktu singkat.

Keterampilan berbahasa menuntut kemampuan menyimpan

berbagai informasi, yang berarti berkaitan dengan proses berfikir.

23
Thomas Amstrong. Sekolah Para Juara (Bandung: Kaifa, 2002),44.
24
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,13.
52

Kecerdasan bahasa kerap kali juga diikuti keterampilan bersosialisasi.

Karena dalam bersosialisasi umumnya anak-anak mengandalkan

keterampilan berbicara. Namun, anak yang cerdas berbahasa bukan jaminan

bahwa ia akan cerdas di bidang lain, seperti cerdas logika-matematika,

cerdas musik atau cerdas gerakan tubuh. Demikian pula sebaliknya, anak

yang cerdas di suatu bidang lain, belum tentu cerdas di bidang linguistik.25

Potensi kecerdasan berbahasa yang dimiliki seorang anak juga perlu

dilatih dan dikembangkan. Bisa saja anak tampak begitu terampil

berbahasa ketika masih balita, tetapi kemudian menghilang di usia-usia

selanjutnya. Jadi, pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam hal ini.

Anak yang tidak diberi kesempatan berbicara atau selalu dikritik saat

mengemukakan pendapatnya, misalnya, ia akan kehilangan

kemampuan dan keterampilanya dalam mengungkapkan ide dan

perasaannya. Mengajak anak berbicara merupakan rangsangan paling

sederhana yang dapat dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan

linguistik buah hatinya. Seorang ibu atau ayah dapat berkomunikasi dan

menstimulasi anak dengan banyak cara. Mungkin dengan menyentuh

tubuhnya sambil berkata, sambil bercerita atau bahkan sambil bernyanyi

sekalipun. Meskipun anak kita tidak bisa memahami dengan apa yang kita

bicarakan, ceritakan atau yang kita nyanyikan, mendengar saja pun sudah

cukup. Karena mendengar merupakan sebuah unsur yang sangat penting

dalam memahami sebuah bahasa.

b) Kecerdasan Logika-Matematika. (Logical-mathematical intelligence)


25
Paul Suparno, op. cit.,.26.
53

Kecerdasan logika dan matematika adalah kemampuan seseorang

dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi

(jalan keluar) dengan urutan yang logis (masuk akal). Ia suka angka, urutan,

logika dan keteraturan. Ia mengerti pola hubungan, ia mampu melakukan

proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir deduktif artinya cara

berpikir dari hal-hal yang besar kepada hal-hal yang kecil. Proses berpikir

induktif artinya cara berpikir dari hal-hal yang kecil kepada hal-hal yang

besar. Ini adalah jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri

insinyur, ilmuwan, ekonom, akuntan, detektif, dan para anggota profesi

hukum.26

Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis sangat

mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara

mereka bekerja. Dalam menghadapi banyak persoalan, dia akan

mencoba mengelompokkannya sehingga mudah dilihat mana yang pokok

dan yang tidak, mana yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain, serta

mana juga yang merupakan persoalan lepas. Maka, dia tidak mudah bingung.

Mereka juga dengan mudah membuat abstraksi dan suatu persoalan yang luas

dan bermacam-macam sehingga dapat melihat inti persoalan yang dihadapi

dengan jelas.

Kecedasan logika matematika juga terkait erat dengan

kecerdasan linguistik, terutama dalam kaitananya dengan penjabaran alasan-

alasan logika-matematika. Gardner menjelaskan bahwa Seseorang dengan

26
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,27.
54

kecerdasan logika-matematika menonjol, dapat mengkonstruksikan sebuah

solusi sebelum hal itu diartikulasikan. Gardner mengkategorikan

kecerdasan logika-matematika seseorang kerapkali tak hanya

mengandalkan keterampilan seseorang menganalisis, melainkan juga

sebuah kemampuan intuitif menuju sebuah jawaban atau solusi.27 Dapat

dikatakan, kecerdasan tertentu bisa jadi diasah agar terampil, meskipun pada

dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan untuk cerdas di satu

bidang tanpa harus bersusah payah mengasahnya.

Orang dengan kemampuan logika-matematika yang baik, pada

dasarnya haus akan pencarian rumus atau pola. Hal ini biasanya

diawali dengan kesukaannya terlibat dalam kegiatan dengan konsep

matematis yang kental. Mengapa matematika? Karena matematika

merupakan salah satu bidang yang pada dasarnya berusaha mencari pola atau

rumusan. Namun kemudian, minat anak-anak yang memiliki tingkat

kecerdasan logika-matematika yang tinggi akan merambah, tidak hanya

pada kegiatan unsure strategis dan matematis, melainkan juga pada kegiatan

yang bersifat analitis dan mengkonsep.

Semakin tinggi tingkat usia seseorang maka kegiatan yang mereka

geluti akan semakin bersifat abstrak, sehingga anak-anak yang memiliki

kecerdasan logika-matematika yang sangat baik biasanya memilih

profesi yang mengandalkan abstraksi logis-simbolis. Misalnya saja,

mereka kelak akan memilih profesi sebagai seorang filusuf, peneliti,

27
Howar Gardner, Multiple Intelligences. The Theory In Practice (New York: Basic Books, 1993) ,34.
55

insinyur.

Tokoh-tokoh dunia dengan kecerdasan logika-matematika yang luas

biasa antara lain; Archimedes, tokoh penemu yang dikenal dengan seruan

Eureka, Sir Isaac Newton, pencetus hukum Gravitasi, Galileo,

penemu teleskop, Phytagoras, penemu hukum matematika phytagoras,

Einstein, pencetus hukum relativitas, Copernicus, pencetus konsep bumi

bulat.28

c) Kecerdasan Visual-Spasial (Spatial-Visual intelligence)

Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat

dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat). Visual

artinya gambar, spasial yaitu hal-hal yang berkenaan dengan ruang atau

tempat. Kecerdasan ini melibatkan kesadaran akan warana, garis, bentuk,

ruang, ukuran dan juga hubungan di antara elemen-elemen tersebut.

Kecerdasan ini juga melibatkan kemampuan untuk melihat obyek dari

berbagai sudut pandang.

Kecerdasan visual-spasial ini memungkinkan orang

membayangkan bentuk-bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih

mudah. Ini karena ia mampu mengamati dunia spasial secara akurat dan

mentransformasi presepsi ini. Termasuk didalamnya adalah kapasitas untuk

menvisualisasikan, menghadirkan visual dengan grafik atau ide spasial, dan

untuk mengarahkan diri sendiri dalam ruang secara cepat.

Visual-spasial bisa diartikan juga sebagai sebuah model yang

28
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,28.
56

melihat secara deskriptif bagaimana seorang individu menggunakan

kecerdasan mereka untuk memecahkan masalah dan menghasilkan

bentuk. Pendekatan ini merupakan sarana bagaimana pikiran manusia

mengoprasikan isi dunia, baik itu orang, objek atau suara. Anak-anak dengan

kecerdasan visual-spasial yang tinggi biasanya berpikir mengunakan gambar

atau image. Mereka juga menyukai kegiatan yang ada hubungannya dengan

visual-spasial, seperti bermain puzzle, menggambar, bermain balok,

membangun bentuk, mendesain, merancang atau menggambar pola.

Anak-anak dengan kecenderungan kecerdasan ini biasanya

mengamati lingkungan secara holistik, menyimpan informasi dalam bentuk

nonsekuen. Ini dikarenakan kekuatan proses belahan otak bagian kanan.

Dan seseorang yang memiliki kecerdasan ini juga punya presepsi yang

tepat tentang suatu benda dengan ruang di sekitarnya, ia dapat memandang

dari segala sudut. Maka, ia dapat menggambarkan kedudukan ruang dengan

baik. Dalam kehidupan sehari-hari, seoarang yang memiliki kecerdasan ini

dengan mudah akan menemukan jalan dalam ruang dan suatu tempat, ia

meliihat peta kota dengan mudah. Dan ia tidak mudah bingung apabila

berada pada suatu daerah karena ia akan cepat beradaptasi dan dapat mudah

mencari jalan keluar kembali.

Imajinasi orang yang memiliki kecerdasan ini sungguh aktif, mereka

juga dapat mengungkapkan gagasannya dalam grafik yang lebih jelas dan

ringkas. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini kelak dimungkinkan akan

berprofesi sebagai arsitek, seniman, pemahat, pelaut, fotografer, dan


57

perencana strategis. Beberapa tokoh yang memiliki kecenderungan kecedasan

ini diantaranya adalah: Pablo Picasso (pelukis internasional), Sidharta

(seorang pemahat), Affandi (pelukis di Yogyakarta).29

d) Kecerdasan Gerak-Tubuh (Bodily-kinesthetic intelligence)

Kecerdasan gerak tubuh atau ialah kemampuan dalam menggunakan

tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan

perasaan. Kecerdasan ini juga meliputi keterampilan fisik dalam bidang

koordinasi, keseimbangan, daya tahan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.

Kemampuan seperti ini biasanya dimiliki oleh para atlet, aktor, pemahat,

ahli bedah atau seniman tari.

Kecerdasan gerakan tubuh yang sering juga disebut body smart

ini, memang penemuan Gardner yang paling controversial, karena beberapa

oaring berpendapat control terhadap fisik bukanlah bentuk dari kecerdasan.

Namun, Gardner dan peneliti-peneliti lain dalam bidang multiple

intelligences mempertahankan pendapatnya. Individu dengan kecerdasan

gerakan tubuh, secara alami memilliki tubuh yang atletis dan memiliki

keterampilan fisik. Ia juga meimiliki kemampuan dan merasakan

bagaimana seharusnya tubuh membentuk. Mereka ahli menggunakan

seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, dan dalam

penggunaan tangan untuk manghasilkan atau memindahkan sesuatu.

Kecerdasan ini juga termasuk keterampilan koordinasi, keseimbangan,

kelenturan, kekuatan, fleksibilitas dan kecepatan.30

Orang yang mimiliki kecerdasan gerak tubuh dapat dengan


29
Ibid,42.
30
Paul Suparno, op. cit.,35.
58

mudah mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka

pikirkan dan rasakan dengan mudah diekspresikan dengan gerak tubuh,

dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah dapt

memainkan mimik, drama, dan peran. Mereka dengan lihai melakukan

gerakan tubuh dalam olahraga dengan segala macam variasinya. Secara

sederhana, mereka dapat menyalurkan apa yang mereka hidupi dengan

gerak tubuh. Orang yang kuat dalam kecerdasan gerak tubuh juga sangat

baik dalam menjalankan operasi bila ia seorangdokter bedah.

Siswa yang yang mempunyai kecerdasan gerak tubuh biasanya

suka menari, olahraga, dan suka bergerak. Siswa ini biasanya tidak suka

diam, ingin selalu menggerakkan tubuhnya. Bila ada waktu luang dan tidak

ada pelajaran, anak-anak dengan kecerdasan gerak tubuh ini dengan segara

berlari-lari dan bermain di lapangan sekolah. Seorang pendidik yang

melihat siswa-siswinya berlatih tari atau dansa akan dengan cepat mengenali

siswa mana yang memiliki inteligensi yang paling menonjol di sini.

Demikian pula seorang pelatih sepak bola dengan cepat akan tahu siswa

yang mana punya kelihaian lebih dalam mengolah bola. Beberapa tokoh

berikut ini termasuk orang yang memiliki kecerdasan gerak tubuh yang

sangat luar biasa, diantaranya; Cristian Ronaldo (pemain sepak bola

terbaik dunia), Usain Bolt (pelari tercepat di dunia), Martha Graham

(penari balet), Jaky Chan (aktor film laga ), Simon Santoso (pemain bulu

tangkis nasional).

e) Kecerdasan Musikal (Musical intelligence)

Kecerdasan musik adalah kemampuan untuk menikmati,


59

mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan

bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme,

melodi dan timbre dari musik yang didengar. Musik mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kemampuan

matematika dan ilmu sains dalam diri seseorang. Apabila seorang anak

tumbuh dan dididik dalam sebuah setting budaya yang mengagungkan

keterampilan atau kemampuan musik, besar kemungkinan potensi musik

anak terasah dan berkembang.31

Orang yang menonjol kecerdasan musikalnya sangat peka terhadap

suara dan musik. Mereka dengan mudah belajar dan bermain musik

secara baik. Bahkan, sejak kecil sering kali mereka dapat menangkap dan

mengerti struktur musik. Itulah yang banyak dialami oleh para komponis

musik. Mereka dengan mudah juga menciptakan melodi dan lagu. Mereka

menyenangi dan tidak mudah bosan dengan apapun yang berbau musik.

Banyak dari mereka mudah menyanyi dan menjadi hidup dalam pentas-

pentas musik. Yang menonjol adalah mereka dapat mengungkapkan perasaan

dan pemikirannya dalam bentuk musik. Mereka dengan mudah mempelajari

sesuatu bila dikaitkan dengan musik atau dalam lagu.32

Telah di teiliti di 17 negara terhadap kemampuan anak didik usia 14

tahun dalam bidang sains. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa anak dari

negara Belanda, Jepang dan Hongaria mempunyai prestasi tertinggi di

dunia. Saat di teliti lebih mendalam ternyata ketiga negara ini memasukkan

unsur ini ke dalam kurikulum mereka. Selain itu musik juga dapat
31
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,72.
32
Paul Suparno, op. cit.,37.
60

menciptakan suasana yang rileks namun waspada, dapat membangkitkan

semangat, merangsang kreativitas, kepekaan dan kemampuan berpikir.

Belajar dengan menggunakan musik yang tepat akan sangat membantu kita

dalam meningkatkan daya ingat. Kecerdasan jenis ini adalah bakat yang

dimiliki oleh para musisi, komposer, perekayasa rekaman.

Bagi para pendidik, kecerdasan musikal sering dilihat sebagai

sebuah bakat musik yang bersumber pada kemampuan alamiah atau karunia

yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu. Dengan demikian

kecerdasan yang diasosiasikan dengan konsep kemampuan bermusik,

selalu dianggap tidak berhubungan dengan tingkat pencapaian atau

prestasi tinggi dalam area atau bidang akademik lain. Padahal sebenarnya

tidaklah demikian, karena kecerdasan musikal juga berkaitan dengan

kecerdasan linguistik dan kecerdasan logika matematika. Memang

seseorang yang cerdas musik belum tentu dapat menjadi komposer hebat

apabila tidak memiliki kemampuan linguistik serta logika matematika

yang baik. Untuk itu, upaya mengasah kecerdasan musik tak hanya ditujukan

untuk prestasi musikal, melainkan perlu diupayakan juga menjaga

keseimbangan perkembangan anak. Tokoh-tokoh dengan kecerdasan

musikal yang tinggi adalah para komponis dan musisi terkenal dunia,

seperti Mozart, Bach, Beethoven, Debussy, Jhon Lenon, dan Carlos

Santana. Selain memiliki kecerdasan musikal yang tinggi, mereka juga

memiliki kecerdasan lain yang mendukung kecerdasan yang dimilikinya

seperti kecerdasan logika matematika atau linguistik. Hal ini dibuktikan

dengan bagaimana mereka mengatur ritme lagu, merancang program-


61

program musik dan bahkan menjadi guru musik. 31 Secara singkat, meskipun

kecerdasan musikal tak tampak sebagai bentuk kecerdasan yang nyata,

seperti kecerdasan logika matematika atau linguistik, tetapi apabila dilihat

dari sudut pandang neurologi, pemahaman dan keterampilan musikal

seseorang berkembang selaras dengan bentuk kecerdasan lain.

f) Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal intelligence)

Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengerti dan

menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, temperamen,

serta gerakan tubuh orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat

dari orang lain juga termasuk dalam kecerdasan ini. Secara umum

kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Kecerdasan ini juga

mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain,

mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin

kelompok. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki oleh para pemimpin, para

guru, fasilitator, motivator, polisi, pemuka agama, dan penggerak massa. 33

Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi biasanya

sangat mudah bekerja sama dengan orang lain, mudah berkomunikasi

dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain bagi mereka yang memiliki

kecerdasan ini sungguh serasa sangat menyenangkan. Mereka dengan mudah

mengenali dam membedakan perasaan serta apa yang dialami teman dan orang

lain. Kebanyakan mereka peka terhadap teman, terhadap penderitaan orang

lain, dan mudah berempati yakni mampu memahami dan merasakan

33
Imanuella F. Rachmani, op. cit.,84.
62

perasaan orang lain saat berinteraksi dengan orang tersebut. Banyak

diantaranya suka member masukan kepada teman, saudara atau orang lainnya

hal ini bertujuan agar mereka maju. Maka, tidak jarang sekali dia berperan

sebagai komunikator, sebagai fasilitator dalam pertemuan atau dalam

perbincangan masalah penting. Dan mereka juga dengan mudah menjadi

penggerak massa karena kemampuannya mendekati massa itu. Bila

menjadi pemimpin, orang yang memiliki kecerdasan ini biasannya

disukai karena pendekatannya yang baik kepada para anggota, mengerti

dan menghargai perasaan anggota.

Kecerdasan ini juga merupakan faktor utama yang turut

mempengaruhi kesuksesan seorang anak menjalin hubungan sosial di

lingkungannya. Karena dengan kecerdasan inilah seorang anak cenderung

lebih baik dan mudah menjalin interaksi sosial. Anak yang memiliki

kecenderungan kecerdasan ini juga menyenangi kegiatan yang menuntut

bekerja sama dengan orang lain, seperti dalam kelompok olahraga atau

sebagainya dan anak yang memiliki kecerdasan ini juga gemar berhumor

saat berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya.

Dalam konteks belajar, anak yang memiliki kecerdasan interpersonal

lebih suka belajar dengan orang lain, lebih suka mengadakan studi

kelompok. Dalam suatu kelas, bila guru memberikan pekerjaan atau

tugas secara bebas, siswa-siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal

akan dengan cepat berdiri dan mencari teman yang mau diajak kerja sama.

Walaupun anak sering mendapatkan kesempatan untuk

mengembangkan kecerdasan interpersonalnya saat tengah melakukan


63

kegiatan di sekolah, namun tak ada salahnya apabila orang tuapun turut

mendukung si anak kala berada di rumah. Orang tua dapat memberi

rangsangan yang mendukung perkembangan kecerdasan interpersonal anak

dengan memberinya contoh yang baik dalam bertingkah laku dan

berbahasa, membimbingnya dalam memecahkan suatu masalah,

mangajaknya berdiskusi, mengajarkan menghargai orang lain, dan

mengajarkan anak untuk mampu mendengarkan pendapat dan

berempati terhadap orang lain. Ini semua disebut prilaku prososial, yaitu

latihan kesiapan yang diperlukan anak agar kelak perilakunya dapat

diterima di lingkungan sosial.

g) Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal intelligence)

Kecerdasan intrapersonal atau cerdas diri adalah kemampuan

yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri

serta kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri

itu, dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, mampu

memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. Orang yang memilki

kecerdasan ini sangat menghargai nilai, etika dan moral, serta memiliki

kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya. Ia sadar akan tujuannya hidupnya

sehingga tidak ragu-ragu untuk mengambil keputusan pribadi. Kecerdasan

seperti ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh agama, pembimbing,

serta kadang kala pemimpin juga memiliki kecerdasan ini.

Orang yang memiliki Kecerdasan ini biasanya mudah

berkonsentrasi dengan baik karena dapat mengatur perasaan dan emosinya

sehingga kelihatan sangat tenang. Pengenalan akan dirinya sungguh


64

sangat mendalam dan seimbang, kesadaran spiritualitasnya juga sangat

tinggi. Orang tipe ini kebanyakan refleksif dan suka bekerja sendirian.

Bahkan, kadang kala mereka suka menyepi sendiri di tempat terasing.

Sehingga tidak heran jika kita melihat seorang siswa yang memilih untuk

mengasingkan diri dan termenung di suatu tempat ketika siswa-siswa lain

tengah asyik bermain pada jam istirahat. Atau bahkan tidak tertarik jika

gurunya memberikan tugas kelompok. Guru yang tidak tahu sering mamarahi

siswa ini karena dianggap tidak menanggapi perintah. Padahal dengan

mengasingkan diri itu seorang siswa dapat berpikir dalam.

Perlu diketahui, bahwasanya anak bertipe kecerdasan intrapersonal

ini bukanlah anak yang tergolong dalam individu yang anti sosial,

karena sesungguhnya dengan kecerdasan intrapersonal anak ini kelak akan

tumbuh menjadi seorang individu yang memiliki kepekaan sangat baik saat

melakukan relasi dengan individu lainnya. Ia dapat melakukan introspeksi

diri, memiliki proses berfikir yang dalam, memiliki kebebasan untuk

berkreativitas, memiliki intuisi yang baik, dan memiliki motivasi diri yang

baik pula. Dengan kecerdasan intrapersonal yang menonjol, seorang anak

memiliki keinginan kuat untuk meraih suatu tujuan yang ingin ia capai,

memiliki rasa percaya diri yang baik, dan juga memiliki cara berfikir yang

positif kala menghadapi berbagai pendapat dari berbagai topik pembicaraan.

Tokoh-tokoh seperti Neil Amstrong, Helen Keller, Columbus, atau pun

Sir Edmond Hilarry merupakan beberapa contoh orang yang memiliki

kehidupan sukses dengan kecerdsan intrapersonal luar biasa yang mereka miliki.

Jika seorang anak mampu mengembangkan kecerdasan intrapersonalnya


65

dengan baik, maka dia akan memiliki kesuksesan yang baik pula di masa

datang. Dengan demikian ada baiknya apabila orang tua tak terburu-buru

mengira buah hatinya bermasalah dalam hal hubungan sosial karena

sikap diam dan pemalunya. Justru orang tua harus lebih memiliki

kepekaan dalam meliihat kelebihan salah satu aspek kecerdasan yang dimiliki

anaknya.34

h) Kecerdasan Naturalis ( Naturalist intelligence)

Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali,

membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di

jumpai di alam maupun lingkungan. Intinya adalah kemampuan manusia

untuk mengenali tanaman, hewan dan bagian lain dari alam semesta,

melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan

menggunakan kemampuan ini secara produktif- misalnya berburu, bertani,

atau melakukan penelitian biologi. Kecerdasan seperti ini biasanya dimiliki

oleh para pecinta alam, para petani, pendaki gunung, pemburu.

Ide Gardner tentang kecerdasan naturalis baru muncul pada tahun

1995 dan dipublikasikan tahun 1997. Sampai sekarang teori tentang

kecerdasan ini masih terus dalam proses penyempurnaan. Orang tua dan

guru mungkin sangat berminat dengan kecerdasan yang satu ini, karena

manifestasi dari kecerdasan ini sangatlah tidak lazim. Bahkan kerap kali

tidak muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah. Misalnya saja,

anak lebih suka bermain di luar rumah seperti di taman atau di kebun, anak

tampak lebih senang menyendiri mengamati barisan semut dan meneliti

34
ibid,103.
66

bunga-bunga, memandangai awan atau bermain-main dengan hewan

peliharaan seperti anjing, kucing atau kelinci.

Siswa yang memiliki kecerdasan naturalis tinggi biasanya dapat

dilihat dari kemampuannya mengenal, mengklafikasi, dan menggolongkan

tanaman-tanaman, binatang serta alam mini yang ada di sekolah. Mengenali

anak dengan kecerdasan naturalis sama seperti mangenali kecerdasan di

bidang lainnya. Bila anak dengan mudah menandai pola dan benda-benda

alam, dapat mengingat benda-benda alam yang ada di lingkungannya,

serta gemar mengamati, menyukai binatang-binatang dan menandai hal-hal

yang khas pada binatang itu, maka ia dapat dikatakan memiliki kecerdasan

naturalis yang tinggi. Selain itu, anak dengan kecenderungan kecerdasan ini

juga sangat menikmati aktivitas berkemah, serta duduk diam mengamati

perbedaan dan perubahan alam.

Gardner mengatakan, kecerdasan naturalis adalah kecerdasan

yang dimiliki semua orang sejak lahir sampai awal-awal kehidupannya.

Anak-anak kecil menunujukkan kecerdasan ini lebih baik dibandingkann

orang dewasa. Mengapa? Karena anak-anak menikmati lingkungan alam

secara mandalam dan tidak menganggap lingkungan sekitarnya hanyalah

lartar belakang dari setiap peristiwa yang ia alami. Mungkin yang dimaksud

adalah, anak-anak kecil tidak mangambil jarak dengan lingkungan

sekitarnya. Ia dan alam masih menyatu.

Kecerdasan naturalis ini akan semakin terasa apabila anak-anak

tersebut tetap tinggal di lingkungan yang terus-menerus memberinya

rangsangan. Anak-anak yang hidup dalam budaya agraris atau petani,


67

pemburu dan nelayan, umumnya memiliki kecerdasan naturalis yang

menonjol, dan kecerdasan ini bertahan hingga mereka dewasa. Hal ini

karena mereka terus-menerus hidup dalam lingkungan yang menuntutnya

menggunakan kecerdasan naturalis yang mereka miliki. Salah satu

contoh tokoh terkenal dunia yang memiliki kecenderungan

kecerdasan naturalis tinggi adalah Charles Darwin. Kemampuan

Darwin untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi serangga, burung,

ikan, mamalia, membantu mengembangkan teori evolusi.35

Menurut Gardner, dalam diri seseorang terdapat delapan

kecerdasan tersebut. Delapan kecerdasan yang dimiliki oleh manusia ini

mengungkapkan kepada kita bahwa ada banyak jendela menuju satu

ruangan yang sama di mana subjek-subjek pelajaran dapat didekati dari

berbagai perspektif. Dan ketika siswa mampu menggunakan bentuk-

bentuk kecerdasan mereka yang paling kuat, mereka akan menemukan

bahwa belajar itu mudah dan menyenangkan. Kedelapan kecerdasan

dalam diri seseorang ini dapat dikembangkandan ditingkatkan secara

memadahi sehingga dapat berfungsi bagi orang tersebut. Ini menunjukkan

bahwa kedelapan kecerdasan itu bukan hal yang sudah mati tidak

terkembangkan, melainkan masih dapat ditingkatkan. Disinilah

pendidikan mempunyai fungsi, yaitu membantu agar setiap kecerdasan

pada diri seseorang berkembang optimal.

Gardner juga mengungkapkan bahwa seorang siswa akan

mudah menangkap materi yang disampaikan guru, bila materi itu

35
Paul Suparno, op. cit.,43.
68

disamapaikan dengan menggunakan pendekatan kecerdasan yang dimiliki

oleh siswa tersebut. Maka, seorang siswa yang memiliki kecerdasan

kinestetik-tubuh dapat juga mempelajari fisika dengan mudah bila pelajaran

itu disajikan dengan tari atau gerak. Di sinilah tantangan bagi guru untuk

merencanakan pengejarannya yang sesuai dengan kecerdasan siswa.

Ada baiknya kita mulai menjajaki jenis kecerdasan kita sendiri mana

yang sudah berkembang dan mana yang belum. Dari delapan kecerdasan

tersebut, manakah yang menjadi keunggulan kita dan mana yang belum

kita gunakan secara maksimal ?. Dengan mengetahui bahwa anda

memilki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, kita

akan dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuan kita semaksimal

mungkin.

B. Nilai – Nilai Islam

Islam adalah agama yang haq dan diridhai Alloh SWT, diturunkan melalui

Nabi Muhammad SAW yang dipilih sebagai rasul-Nya yang terakhir. Ajaran atau

petunjuk Alloh SWT yang disebut agama Islam itu, terhimpun secara lengkap dan

sempurna di dalam Al-Quran sebagai mana difirmankan melalui surat Ali Imran ayat

138 yang artinya sebagai berikut: “Al-Quran itu adalah penerangan bagi seluruh

manusia, petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa”.

Dari firman Alloh itu jelas bahwa Islam merupakan agama universal, bukan

sekedar untuk suatu kaum atau bangsa tertentu dan bukan sekedar untuk manusia
69

yang mendiami bagian bumi tertentu pula. Islam adalah untuk umat manusia

sepanjang zaman dan seluruh alam (lil’alamin).

Islam sebagai agama samawi, sumbernya adalah Alloh SWT bermaksud

untuk menerangi kehidupan manusia agar tidak tersesat. Islam merupakan juga

petunjuk jalan yang benar dan lurus bagi manusia, untuk mencapai ridha Alloh SWT

dan bukan jalan yang dimurkai-Nya. Dengan demikian berarti Islam memberikan

pelajaran kepada manusia mengenai cara menjalani dan menjalankan hidup dan

kehidupan yang baik dan benar, untuk mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat

pada saatnya kelak.

1. Pengertian nilai dan penanaman nilai yaitu :

Nilai merupakan suatu hal yang melekat pada suatu hal yang lain

yang menjadi bagian dari identitas sesuatu tersebut. Bentuk material dan

abstrak di alam ini tidak bisa lepas dari nilai. Nilai memberikan definisi,

identitas, dan indikasi dari setiap hal konkret ataupun abstrak. Pengertian

nilai menurut Sidi Ghazalba sebagaimana dikutip oleh Chabib Toha, nilai

adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda konkrit bukan

fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menuntut pembuktian

empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun

tidak disenangi.36

Sedangkan menurut J.R Freankle nilai adalah "a value is an idea a

concept about what some on thinks is important in life".37

Dari pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dan

36
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000),60
37
http://www.PutuWangza.com/Lasantha/download/blogger, diakses pada tanggal 13 mei 2016,
pukul 13.00 WIB
70

objek memiliki arti penting dalam kehidupan.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan universal yang diperuntukkan

untuk seluruh umat manusia. Pendidikan Islam memiliki nilai-nilai luhur yang agung

dan mampu menentukan posisi dan fungsi di dalam masyarakat Indonesia. Menurut

Chabib Thoha dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam, Penanaman nilai

adalah suatu tindakan, perilaku atau proses menanamkan suatu tipe kepercayaan yang

berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas

dikerjakan.38

Sedangkan menurut Wahyudi dalam bukunya Program Pendidikan

Islam, Penerapan pendidikan nilai Islam pada pendidikan usia dini harus

melibatkan seluruh elemen yang menunjang iklim sekolah, agar terjadi interaksi

positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan diinternalisasikan. Guru

sebagai suri teladan (role model) dalam kegiatan belajar mengajar harus

berkomunikasi dua arah dengan anak berdasarkan keikhlasannya. 39

Penerapan pendidikan nilai Islam pada pendidikan harus

melibatkan seluruh elemen yang menunjang iklim sekolah, agar terjadi

interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

diinternalisasikan. Guru sebagai suri teladan (role model) dalam kegiatan belajar

mengajar harus berkomunikasi dua arah dengan anak berdasarkan keikhlasannya.40

Penanaman nilai-nilai Islam pada pendidikan prasekolah ini

berorientasi pada perkembangan pribadi anak secara total. Sehingga pendidik dituntut

untuk bisa mengkolaborasikan nilai-nilai Islam dengan pengetahuan melalui program

pelatihan dan mendidik anak seoptimal mungkin. Dengan adanya usaha tersebut,
38
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,61
39
Wahyudi, dkk, Program Pendidikan Untuk Anak Usia Dini di Prasekolah Islam,(Jakarta:
Gramedia Widya Sarana Indonesia, 2005),28
40
Ibid.
71

maka akan bermunculan anak-anak yang cerdas dan berpribadi Islami. Karena pada

dasarnya setiap aspek dalam kehidupan pribadi harus diimbangi oleh prinsip-prinsip

krusial dalam Islam.

Bertolak dari pemikiran di atas, maka materi pendidikan keislaman pada

masa usia prasekolah menjadi hal yang fundamental bagi orang tua maupun

guru, Berikut ini adalah nilai-nilai yang harus ditanamkan pada pendidikan

sekolah :

a) Menanamkan nilai keimanan

Menurut Najib Khalid al-Amir, pembinaan keimanan merupakan

pembinaan yang pertama kali harus ditanamkan dalam jiwa dan pikiran anak.

Sehingga pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok sebagai

pengembangan fitrah, bagi manusia yang mempunyai sifat dan kecenderungan

untuk mengakui dan mempercayai adanya Tuhan. 41 oleh karena itu penanaman

keimanan pada anak merupkan hal yang paling esensial. Pada masa prasekolah

ini, merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keimanan dimana

anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar, banyak hal yang ia saksikan

ketika ia berhubungan dengan orang-orang disekitarnya. Dalam pergaulan inilah

anak mulai mengenal tuhan melalui ucapan-ucapan disekelilingnya, ia melihat

perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Akan tetapi

mereka belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran agama Islam,

disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam

melakukan tindakan-tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.42

Dalam al-Qur’an diterangkan tentang perlunya pemahaman nilai

keimanan sejak dini, yakni dalam surat Luqman : 13 yang berbunyi :

41
Najib Khalid al-Amir, Min Asalibi ar-Rasul fi at-Tarbiyah, terj. M. Iqbal Haetami, Mendidik Cara
Nabi Saw, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002),145.
42
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 56.
72

            
  
Artinya :
“ Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman:13)43

Dari ayat tersebut jelas anak harus mendapat pelajaran tentang

keimanan yaitu mengesakan Allah Swt. Adapun materi keimanan yang

diberikan kepada anak-anak dapat berupa mengenalkan rukun iman.

Menurut Mudjab Mahalli, yang pertama kali harus dilakukan oleh orang

tua dalam mendidik anak adalah menanamkan nilai tauhid atau keimanan.

Misalnya, ketika lahir diadzani telinganya. Karena di dalamnya terdapat ungkapan

pernyataan yang mengandung makna pengagungan terhadap Allah, serta

memuji atas kebesaran-Nya ungkapan tersebut juga diikuti dengan kalimat

syahadat, sebagai kalimat yang pertama kali harus diucapkan ketika seseorang

memeluk agama Islam. 44

b) Menanamkan nilai ibadah.

Penanaman nilai ibadah pada anak dimulai dari dalam keluarga. Anak

yang masih kecil lebih menyukai kegiatan-kegiatan ibadah yang mengandung

gerak, sedangkan ajaran agama belum dapat di pahaminya karena ajaran agama

yang abstrak tidak menarik perhatiannya. 45

Masa kanak-kanak bukanlah masa pembebanan atau pemberian

kewajiban. Namun merupakan masa persiapan, latihan dan pembiasaan untuk

menyambut masa pembebanan kewajiban (taklif) ketika ia telah baligh nanti

dan salah satu kewajiban muslim yang sudah baligh yakni melaksanakan ibadah

shalat. Maka pendidikan ibadah shalat ini ditanamkan sejak dini. 46


43
Depag RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2006), 581.
44
A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001),544.
45
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), 60.
46
Ibid
73

Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu

Daud yang berbunyi :

‫ول اهَّلل ِ َص ىَّل اهَّلل عَلَ ْي ِه َو َس مَّل َ ُم ُروا‬ ُ ‫قَا َل قَا َل َر ُس‬ ‫َع ْن مَع ْ ِرو ْب ِن ُش َع ْي ٍب َع ْن َأبِي ِه َع ْن َج ِّد ِه‬
‫َأ ْوال َدمُك ْ اِب َّلص ال ِة َومُه ْ َأبْنَ ا ُء َس ْبع ِ ِس ِن َني َوارْض ِ بُومُه ْ عَلَهْي َ ا َومُه ْ َأبْنَ ا ُء َعرْش ٍ َوفَ ّ ِرقُ وا بَيْهَن ُ ْم يِف‬
)‫الْ َمضَ ِاجع ِ (أخرجه ابوداود يف كتاب الصالة‬
Artinya :”  Dari ‘Amar bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya ra., ia
berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “perintahlah anak-anakmu
mengerjakan salat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah
mereka karena meninggalkan salat bila berumur sepuluh tahun,
dan pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan)!”.
(HR.Abu Daud dalam kitab sholat)”47

Jadi kewajiban mendidik anak melakukan shalat itu harus

diterapkan sejak dini. Jangan sampai anak sudah berusia sepuluh tahun

belum mampu melakukan shalat. Tentu saja ini tidak terlepas dari

kewajiban mendidik masalah wudhu.

Orang tua harus mengingatkan anak untuk melakukan shalat secara

terus menerus ketika mereka sudah berusia tujuh tahun bahkan sepuluh

tahun dengan lembut namun tegas.48 Menjadikan shalat sebagai kebiasaan

tidak bisa berhasil dalam waktu satu malam saja. Namun bila kedua orang

tuanya mengajak anak untuk shalat berjamaah, akan menjadikan tugas

membiasakan shalat lima waktu secara teratur ini lebih mudah. Ketika

anak lupa, terlambat melakukan shalatnya, jangan buat anak merasa

bersalah atau malu. Namun anggaplah sebagai kerikil kecil yang terjadi di

47
http://schaizatul.blogspot.co.id/2014/12/hadits-tentang-pendidikan-anak.html, diakses pada
tanggal 15 Mei 2016 pukul 11.00 WIB
48
Norma Tarazi, The Child in Islam: a Muslim Parent’s Handbook, terj. Nawang sri Wahyunngsih,
Wahai Ibu Kenali Anakmu: Pegangan Orang tua Muslim Mendidik Anak, (Bandung: Mitra
Pustaka, 2003),176.
74

tengah perjalananannya dalam bertanggung jawab pada dirinya sendiri.

Cara mendidik anak melakukan shalat secara rutin, bisa dilakukan

dengan membiasakan mereka diajak ke masjid, diajak berjamaah dan

menghadiahkan kepada mereka buku tentang tata cara melakukan shalat.

Karena pada dasarnya anak usia prasekolah sangat membutuhkan

bimbingan dan arahan dari orang yang dianggapnya sebagai top figur

(orang tua maupun guru) melalui observasi dan imitasi.

Penanaman nilai ibadah shalat ini dapat dilakukan pada pendidikan

prasekolah melalui kegiatan:

- Guru membantu anak untuk bersiap-siap mengerjakan shalat.

- Guru memperkenalkan wudhu, pakaian bersih dan suci, mushala dan

sebagainya

- Guru menjelaskan batasan-batasan aurat bagi laki-laki dan perempuan

dalam shalat.

- Anak mempraktekkan shalat berjamaah dalam kelompok kecil danbelajar

untuk mengikuti imam

- Anak dilatih untuk tenang dan menjawab ketika mendengarkan adzan.

- Anak dilatih untuk menghafalkan surat al fatihah

- Membiasakan anak untuk melaksanakan shalat tepat pada waktunya. 49

3. Menanamkan nilai Akhlak

Sejalan dengan usaha membentuk nilai keimanan yang kokoh

maka diperlukan juga usaha menanamkan akhlak yang mulia pada anak

49
Wahyudi, CHA dan Dwi Retna Damayanti, op.cit., hlm .42.
75

sejak dini karena akhlak yang mulia merupakan aset bagi setiap orang

dalam menghadapi pergaulan di lingkungan masyarakat.

Menurut Norma Tarazi apabila anak dibesarkan dengan bimbingan

akhlak yang mulia dari orang tua dan lingkungan yang kondusif maka ia

akan memiliki banyak figur untuk diteladani dan membantu dalam

pembentukan pribadi yang Islami pada diri anak. 50 Karena akhlak pada

anak terbentuk dengan meniru, bukan nasehat atau petunjuk. Anak selalu

mengawasi tingkah laku orang tuanya. Maka diharapkan orang tua sebagai

pendidik utama untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan memberikan

teladan yang baik. Di samping itu juga anak harus menghormati dan

berbuat baik kepada kedua orang tua mereka.

Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Swt dalam al-Qur’an

surat Luqman ayat 14 sebagai berikut :

       


         
Artinya :
“ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun (Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak
berumur dua tahun). Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman:14) 51

Sedangkan beberapa nilai yang harus diterapkan dan ditanamkan pada

anak, adalah membiasakan anak agar menggunakan tangan kanan bila memberi,

mengambil, makan dan minum dan mengajarkannya untuk memulai setiap

50
Norma Tarazi, op.cit., hlm .165.
51
Depag. RI, op.cit.,581.
76

pekerjaan dengan membaca Basmalah. Bila makan dan minum dilakukan

dengan duduk yang baik serta mengakhiri setiap pekerjaan dengan bacaan

Hamdalah.52

Bila orang tua akan melarang sesuatu pada anak, hendaknya mereka

melarangnya atas suatu hal yang juga mereka hindari. Bila orang tua

mengarahkannya pada suatu nilai perilaku, hendaknya mereka pun memiliki nilai

itu dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga anak akan

mengakui kebenarannya dan mau mempelajarinya. 53

Fenomena ini tidak jarang kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Seorang

ibu selalu berkata pada anaknya bahwa menceritakan kejelekan orang lain itu

tidak baik, karena jika orang yang kita ceritakan aibnya itu mendengar, akan

merasa sakit dan sedih. Namun di kesempatan lain, sang ibu menceritakan

kejelekan orang lain dengan tetangga-tetangganya.

Menjadi catatan yang sangat penting bagi orang tua dalam

mendidik anak. Hendaknya mereka konsisten dengan perintah dan larangan

yang ia berikan pada anaknya dengan tidak mengubah nilai yang ada dan sudah

dipahami oleh anak itu sendiri. Dengan demikian, anak akan mempercayai

ajaran orang tuanya.

Di samping itu, nilai akhlak ini dapat diterapkan pada pendidikan

sekolah melalui beberapa tema, antara lain:

a) Busana Muslim

- Bicarakanlah tentang busana yang sesuai dalam Islam. Yakni busana

yang menutup aurat dan tidak mendatangkan bahaya bagi si pemakainya.

- Bicarakan dan perlihatkan perbedaan antara pakaian yang ketat dengan

52
Mujab Mahalli, op.cit.,547.
53
Muhammad Rasyid Dimas, Siyasat Tarbawiyah Khathiah, terj. Sari Narulita, 20 Kesalahan dalam
Mendidik Anak, (Jakarta: Rabbani Press, 2005), 71.
77

pakaian yang longggar

b) Akhlak dan tata cara makan yang Islami

- Mencuci tangan sebelum makan

- Berdoa untuk meminta berkah Allah atas makanan

- Makan dengan menggunakan tangan kanan dan pelan-pelan

- Mengambil makanan yang tersedia secukupnya saja, sehingga tidak

memubadzirkan makanan

- Berdoa setelah makan sebagai rasa syukur atas makanan yang telah

diberikan

- Mencuci tangan dan mulut setelah selesai makan

- Membereskan peralatan makan yang telah dipakainya.

c) Perilaku Islami

- Bertoleransi dengan teman-temannya, seperti: berbagi mainan, crayon,

buku dan sebagainya

- Membantu teman yang sedang memerlukan, bekerja sama danbergantian

- Memberi salam kepada setiap orang muslim

- Menjaga kebersihan dan kerapihan ruang kelas dan sekitarnya.

- Serta guru menjelaskan konsep tentang kebersihan adalah sebagian

dari iman

d) Menggunakan bahasa yang sopan

- Guru harus membiasakan anak dengan kosa kata yang sesuai dengan

ajaran Islam. Seperti: Subhanallah, Insya Allah, dan sebagainya

- Berusaha untuk menghindari ucapan dan kata-kata kasar yang tidak dapat

diterima Seperti: makian, cemoohan, dan sebagainya

- Berbicara dengan temannya menggunakan bahasa yang sopan. Misalnya


78

“Tolong…..”, “Bolehkah saya…..”, dan “Terima kasih”.54

4. Menanamkan Nilai sosial

Perkembangan sosial terjadi melalui proses sosial secara alamiah.

Dengan demikian anak harus dipersiapkan untuk menjadi anggota

masyarakat yang mempunyai etika yang sesuai dengan norma-norma yang

berlaku. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang seimbang

mengembangkan seluruh potensi manusia sehingga menjadi pribadi yang

baik. Fenomena-fenomena yang muncul pada masyarakat sekarang ini

disebabkan oleh lemahnya pemahaman bersosial. Dimulai dari

perselisihan antar masyarakat sampai pada ketidakharmonisan dalam

keluarga.55 Adapun dasar dari kebutuhan sosial ini tercantum dalam al-

Quran :

      


:      Artinya
“ Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu
dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Pandangan Zakiah Daradjat mengenai penanaman nilai sosial ini

dapat dilakukan melalui :

- Mementingkan keluarga dan Ibu yang merupakan wadah pertama dalam

pendidikan Memperhatikan pendidikan anak, sebagai kekayaan di masyarakat dan

kekuatan di masa depan bagi bangsa.

- Pembentukan manusia yang berprestasi dan ekonomis dalam hidup

- Menumbuhkan kesadaran pada manusia agar ia dapat menyadari

keberadaan dan kemampuannya untuk berperan serta dalam

menciptakan kemajuan masyarakatnya, membelanya dan menjaga keamanan


54
Wahyudi, CHA dan Retna Damayanti, op.cit.,30-32.
55
Khalid Ahmad Asy Syantut, Rumah: Pilar Utama Pendidikan Anak, (Jakarta: Rabbani Press, 2005),73.
79

dan ketentramannya.56

C. Pendidikan Al Jamiyatul Washliyah

Al Washliyah merupakan organisasi yang bergerak dan memulai

gerakannya di bidang pendidikan, bahkan ia dibesarkan karena peranannya di

bidang pendidikan sehingga di sanalah akar keberadaannya. Maka program

utama yang segera ditanganinya adalah bidang pendidikan ini.

Banyaknya jumlah madrasah dan sekolah yang didirikan oleh Al

Washliyah menandakan organisasi ini mudah diterima oleh masyarakat dan telah

berperan dalam mencerdaskan bangsa. Dengan jumlah yang terus bertambah dari

waktu ke waktu, dibutuhkan pengelolaan dan pengawasan yang lebih profesional.

Karena itu keberadaan Majelis Pendidikan Al Washliyah sangat diperlukan.

Pembentukan Majelis-majelis di Al Washliyah bersamaan dengan

didirikannya Al Washliyah pada tahun 1930, kemudian dilanjutkan pada tahun

1934 setelah terbentuknya struktur Pengurus Besar Al Washliyah. Terhitung

sejak tahun 1934 organisasi Al Washliyah menggerakkan majelis-majelis yang

telah disusun. Dan sebagai catatan bahwa majelis yang dibentuk pada tahun 1934

itu berbeda dengan majelis yang dibuat pada masa awal berdirinya Al Washliyah.

Salah satu majelis yang dibentuk itu adalah majelis tarbiyah, yaitu majelis

yang mengurusi masalah pendidikan dan pengajaran. Lembaga formal untuk

pendidikan dan pengajaran atau tarbiyah dikenal dengan nama madrasah. Di

sumatera Timur madrasah disebut “mandarsah dan maktab”. Di tanah arab

maktab disebut dengan kuttab, berasal dari taktib artinya pengajaran menulis, jadi

56
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),18.
80

kuttab berarti tempat mengajar. 57

Selama dua tahun pasca berdirinya Al Washliyah (1930-1932), perhatian

pengurus lebih banyak pada persoalan pembinaan kedalam, terkait penataan

organisasi dan keuangan. Sehingga majelis-majelis yang telah disusun nyaris

tidak melakukan aktifitas apa-apa. Pada tahun 1934 barulah majelis-majelis

mulai bergerak, terutama yang paling menonjol adalah majelis tarbiyah

(pendidikan), karena majelis ini mengembangkan cara baru dalam pendidikan

keislaman, baik bersifat formal maupun informal.

Pada tahun 1934 tujuan ini mengalami sedikit perubahan redaksi yang

dinyatakan bahwa tujuan oganisasi ini adalah “berusaha menunaikan tuntutan agama

Islam.”58Sejak berdiri, Al-Washliyah memang memiliki perhatian intens terhadap

dunia pendidikan. Sebagai salah satu organisasi pembaharu, Al-Washliyah

memainkan peranan tidak kecil bagi perubahan kondisi umat Islam. Indonesia.

Sejarah membuktikan bahwa Al-Washliyah memberikan perhatian cukup besar

terhadap 3 (tiga) bidang yaitu pendidikan, dakwah dan sosial. 59

Bagi organisasi Islam yang telah maju, hal ini bukan luar biasa. Tapi bila

diingat bahwa Al Washliyah adalah sebuah organisasi bermazhab Syafi’i, yang

dapat pula dikatakan mewakili organisasi Islam yang sepaham,

sekurangkurangnya di Sumatera Timur, maka dapat dikatakan bahwa organisasi ini

telah membuka cakrawala baru dalam dunia pendidikan Islam. Hal ini dapat

dilihat dalam langkah-langkah yang diambil Al Washliyah tanpa segan dan malu,

57
Chalidjah Hasanuddin, Al Jam’iyatul Washliyah Api Dalam Sekam (Bandung: Pustaka, 1988), cet.
ke-1,74.
58
Udin Sjamsuddin, Chutbah Pengurus Besar Memperingati Ulang Tahun Al Djamijatul Washlijah (Medan: PB Al Washlijah,
1955), 4.
59
Muhammad Ridwan Ibrahim Lubis, Kepribadian Anggota & Pengurus Al-Washliyah (Jakarta: PP HIMMAH, 1994),
12.
81

demi untuk mengejar kemajuan, bersedia belajar dan mencontoh dari organisasi

Islam lain yang berbeda paham, seperti Muhammadiyah.60

Secara tegas, komitmen Al-Washliyah dalam dunia pendidikan dapat dilihat

dari hasil Muktamar Al-Washliyah XIV di Medan. Dalam Muktamar tersebut,

Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah membuar rencana

pembangunan Al-Washliyah dalam bidang pendidikan, dan rencana tersebut dibagi

menjadi tiga, yakni pendidikan rumah tangga (informal). Madrasah/perguruan

(formal), dan masyarakat (non-formal). Al-Washliyah memandang bahwa ketiga

lingkungan pendidikan tersebut sangat penting digarap dan dibangun. Apabila salah satu

lingkungan pendidikan tersebut lemah, maka akan menimbulkan pengaruh dan akibat buruk bagi

lingkungan pendidikan lainnya. Muktamar ini bahkan telah merumuskan secara baik tentang

tujuan pendidikan ketiga institusi pendidikan ini. Disebutkan bahwa tujuan pendidikan

informal Al-Washliyah adalah “membentuk rumah tangga bahagia, harmonis dan penuh

diliputi rasa tanggungjawab timbalbalik dan rasa ketaqwaan kepada Allah Swt.” Tujuan pendidikan

madrasah adalah “membentuk manusia mukmin yang taqwa, berpengetahuan luas dan dalam,

cerdas dan tangkas dalam berjuang menuntut kebahagiaan dunia dan akhirat.” Sedangkan tujuan

pendidikan masyarakat adalah “membina masyarakat umat yang beriman dan bertaqwa kepada

Allah Swt., memiliki rasa sosial dan perikemanusiaan yang mendalam, serta terikat ketat dengan

tali ukhuwah Islamiyah, sesuai dengan ajaran agama Islam dan Pancasila.61

Sedangkan tujuan pendidikan Al-Washliyah menurut Sistem Pendidikan Al-

Washliyah tahun 2000 adalah 1) membentuk manusia mukmin yang bertaqwa,

berpengetahuan luas dan dalam, berbudi pekerti yang tinggi, cerdas dan tangkas dalam

60
Chalidjah Hasanuddin, Al Jam’iyatul Washliyah Api Dalam Sekam, cet. ke-1, h. 118.
61
Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan PB Al-Washliyah, Pola Pembangunan Al-Jam’iyatul Washliyah
dalam Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Makalah tidak diterbitkan).
82

berjuang menuntut kebahagiaan dunia dan akhirat. 2) mengembangkan dan menyebarkan

ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk

meningkatkan taraf hidup dan menumbuhkembangkan masyarakat madani.62 Tujuan

pendidikan Al-Washliyah seperti ini pernah diungkapkan oleh Prof. Nukman Sulaiman,

salah seorang ulama Al-Washliyah pada tahun 1967, dengan menyatakan bahwa tujuan

pendidikan Al-Washliyah adalah “membentuk manusia mukmin yang taqwa,

berpengetahuan luas dan dalam, berbudi pekerti yang tinggi, cerdas dan tangkas dalam

berjuang, serta menuntut kebahagiaan dunia akhirat.63

Sejak tahun 1934, madrasah dan sekolah Al Washliyah khususnya di

Sumatera Utara terus mengalami peningkatan dari segi jumlah dan tersebar di

hampir setiap pelosok Sumatera Utara. Menurut data 2010, jumlah

sekolah dan Madrasah Al Washliyah adalah 620 unit, yang terdiri dari 157 sekolah

umum (SD, SMP, SMA, SMK) serta 463 madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah,

Aliyah). Dengan jumlah siswa sekolah umum 30.694 orang dan sekolah agama

72.697, sehingga total jumlah siswa secara keseluruhan berdasarkan jenjang

pendidikan yang ada sebanyak 103.391 orang siswa.

Seperti diketahui bahwa sejak awal berdirinya tahun 1930 sampai dengan

tahun 1982, pucuk pimpinan organisasi atau yang disebut Pengurus Besar Al

Washliyah berdomisili di Kota Medan, Sumatera Utara. Setelah Muktamar Al-

Washliyah tahun 1982 di Jakarta Pengurus Besar Al Washliyah pindah ke

Ibukota Negara. Dan selama periode tersebut Majelis Pendidikan Al Washliyah

62
Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan PB Al-Washliyah, Pola Pembangunan Al Jam’iyatul Washliyah dalam
Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Makalah tidak diterbitkan).
63
Pengurus Besar Al-Jam‟iyatul Washliyah, “Sistem Pendidikan AlWashliyah,” dalam Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Al-Jam’iyatul Washliyah, ed. Pengurus Besar Al-Washliyah (Jakarta: PB Al-Washliyah, 2000).
83

sepenuhnya berada dibawah koordinasi Pengurus Besar. Kepindahan pucuk

pimpinan organisasi ke Jakarta mengharuskan Pimpinan Wilayah Al

Washliyah Sumatera Utara mengambil alih tugas pengelolaan pendidikan. Hal

ini ditandai dengan dibentuknya Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Al

Washliyah Sumatera Utara.

D. Multiple Intelligences pada Sekolah Berbasis Islam

Konsep dasar pendidikan Islam, sebenarnya dapat dianalisa dari

proses Allah mendidik manusia (dalam arti menumbuhkan dan

mengembangkannya secara bertahap) sepanjang sejarah kehidupan manusia

untuk mengembangkan potensi fitrahnya sekaligus menjalankan tugas

kekhalifahan.64 Pendidikan Islam merupakan salah satu kekuatan pendidikan

nasional. Pendidikan Islam sebagai kelanjutan dari sistem pendidikan

tradisional diapresiasi gagasan tentang sistem pendidikan nasional terpadu yang

bervisi memperdayakan seluruh lapisan masyarakat.65

Strategi dan langkah yang perlu diperhatikan dalam usaha perubahan

pendidikan Islam antara lain:

1. Reorientasi Kerangka Dasar Filosofis dan Teoritis

Unsur-unsur esensial dalam sistem pendidikan Islam didasarkan

atas beberapa konsep pokok tertentu, yaitu konsep agama, konsep

manusia, konsep ilmu, konsep kebijakan, konsep keadilan, konsep

64
Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, 39.
65
Muhammad Abdurrahman, Pendidikan di Alaf Baru, Yogyakarta: Prismasophie, 2003, 36-37.
84

universitas, dan konsep demokrasi. Kerangka dasar pertama pembaruan

pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia

dan hubungannya dengan masyarakat, lingkungannya menurut ajaran

Islam. Proses pendidikan Islam dan pandangan Islam terhadap manusia

sebagai makhluk yang dididik dan mendidik, sebagai berikut: a. sesuai

dengan maksud pendidikan Islam adalah kegiatan untuk mengarahkan

dengan sengaja perkembangan seseorang sejalan dengan nilai-nilai Islam, b.

pembahasan tentang hakekat manusia dalam Al Qur’an kata kuncinya Khalaqa

artinya menciptakan atau membentuk.66


Pendidikan Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia itu

dijadikan khalifah di bumi, yang dilengkapi dengan fitrah yaitu potensi

bawaan berupa: potensi keimanan, memikul amanah dan tanggung jawab,

kecerdasan, komunikasi dan bahasa dan potensi fisik. Pendidikan Islam

merupakan pendidikan yang berwawasan tentang Tuhan, manusia dan

alam secara integratif. Pendidikan sebagai proses belajar, harus mampu

menghasilkan individu dan masyarakat religius yang secara personal

memiliki integritas dan kecerdasan. Implementasi multiple intelligences

pada sekolah Islam berorientasi pada ajaran Islam sesuai dengan Al

Qur’an dan Hadis. Misalnya dalam pengembangan kecerdasan musikal

diusahakan musik-musik yang bernuansa Islami dan menyesuaikan

karakter-karakter Islam.

2. Misi dan Visi Pendidikan Islam

66
Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Membangun Masyarakat Madani Indonesia, Yogyakarta:
Safiria Insania Press, 2003, 128.
85

Lembaga-lembaga pendidikan Islam mau tidak mau dituntut untuk

menyusun misi dan visi, baik tingkat makro maupun mikro. Apabila

mencoba merumuskan misi pendidikan Islam bagaimana pendidikan

Islam dapat :67

a) Mengembangkan potensi peserta didik secara optimal melalui

pendidikan dan pengajaran bermutu berdasarkan nilai-nilai Islam.

b) Mendorong pembaruan pemikiran Islam menuju masyarakat madani.

c) Mengintegrasikan ilmu agama Islam dengan ilmu pengetahuan umum.

d) Menghasilkan individu dan masyarakat yang religius (iman dan takwa),

akhlak mulia, cerdas, berketrampilan, menguasai IPTEK, kreatif, inovatif,

memiliki, integritas pribadi, merdeka, demokrasi, bersikap adil, disiplin,

memiliki sikap toleran yang tinggi, menghargai hak asasi manusia, taat

hukum, dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia yang

memiliki orientasi global.

Dalam menyusun visi pendidikan Islam mempertimbangkan lima visi

dasar yaitu :68

a) Belajar bagaimana berpikir.

b) Memuat aspek-aspek keterampilan dalam keseharian hidup termasuk

kemampuan pribadi memecahkan setiap masalah.

c) Belajar menjadi diri sendiri.

d) Belajar untuk hidup.

Dalam Implementasi multiple intelligences sesuai dengan visi dan

Ibid,141-143.
67

Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Membangun Masyarakat Madani Indonesia,
68

Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003, 144-145.


86

misi Pendidikan Islam dapat dikembangkan pembelajaran yang

mengandung nilai-nilai Islami. Dalam pengembangan kurikulumnya

dapat mengintegrasikan perpaduan nilai umum dan nilai agama, dan

mampu manghasilkan peserta didik yang religius dan toleransi dalam

beragama.

3. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam untuk :69

a) Mewujudkan cendekiawan muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia,

cerdas, cakap, terampil, mandiri dan bertanggung jawab terhadap

kemaslahatan umat;

b) Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang

memiliki kemampuan akademik atau profesional untuk menyelesaikan

tugas-tugas dan kewajibannya sehari-hari, yaitu dengan jalan

menerapkan dan mengembangkan ilmu dan keterampilan yang ada pada

dirinya masing-masing di lingkungannya;

c) Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi di

lingkungan kerjanya sehari-hari sehingga menemukan teknologi baru yang

lebih bermanfaat bagi manusia.

Dari tujuan di atas salah satunya adalah memiliki kemampuan

akademik dan mengembangka ilmu sesuai bidang masing-masing, hal ini

merupakan bentuk implementasi multiple intelligences dalam tujuan

69
Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003, 157.
87

pendidikan Islam yang akan menghasilkan cendekiawan-cendekiawan

muslim yang berahlakul karimah yang mampu menghasilkan teknologi

baru yang lebih bermanfaat.

4. Strategi Pendidikan Islam

Untuk menciptakan pendidikan Islam perlu dibuat strategi dan

kebijakan pendidikan Islam antara lain :70

a) Menyelenggarakan pendidikan Islam yang relevan, bermutu, dapat

dipertanggung jawabkan, demokratis dan profesional.

b) Meningkatkan efisiensi internal dan eksternal.

c) Memberi peluang yang luas dan meningkatkan kemampuan

masyarakat. Merampingkan birokrasi pendidikan sehingga lebih lentur.

Adapun strategi pelaksanaan ciri khas agama Islam di sekolah antara

lain :71

a) Peningkatan Pendidikan Agama Islam melalui mata pelajaran selain

pendidikan agama Islam.

b) Peningkatan Pendidikan Agama Islam melalui kegiatan ekstra

kurikuler.

c) Peningkatan Pendidikan Agama Islam melalui suasana keagamaan yang

kondusif.

d) Peningkatan Pendidikan Agama Islam melalui pembiasaan dan

pengamalan agama, misalnya sholat berjama’ah di sekolah.

70
Ibid.
71
Shaleh Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004, 259.
88

Dalam pengembangan strategi pendidikan Islam dapat

diselnggarakan dalam bentuk kegiatan intra maupun ekstrakurikuler

sebagai wadah untuk penggalian dan pengembangan kecerdasan pada

masing-masing siswa. Selain juga melalui suasana keagamaan yang

kondusif serta pembiasaan-pembiasaan pengalaman beragama.

5. Reorientasi Kurikulum Pendidikan Islam

Materi pendidikan Islam tergambar dalam kurikulum yang disusun

untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Untuk itu, dalam kurikulum

terdapat kelompok mata pelajaran yang berorientasi pada pembentukan

sikap dan nilai pribadi muslim yang terintegral sebagai masyarakat dan

warga negara. Prinsip yang dikembangkan dalam menyusun kurikulum

terpadu antara lain : 72

a. Prinsip integrasi ilmu dunia dan akhirat.

b. Prinsip keseimbangan.

c. Prinsip persamaan dan pembebasan.

d. Prinsip kontinu-berkelanjutan seiring perkembangan zaman.

e. Prinsip kemaslahatan dan keutamaan.

Kurikulum pada sekolah berbasis Islam haruslah mengembangkan

keterpaduan antara ilmu dunia dan akhirat yang dilaksanakan secara

seimbang dan mengikuti perkambangan zaman yang akan mencetak

ilmuan muslim yang mampu memberikan kemanfaatan kepada semua.

6. Reorientasi Metodologi Pendidikan Islam

72
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga,
dan Masyarakat, Yogyakarta: PT. LkiS, 2009, 84-87.
89

Konsep pemikiran metodologi pendidikan Islam sebagai berikut :73

a) Tidak ada pemisahan istilah pendidikan dan pengajaran, pengajaran

selalu dilandasi nilai-nilai kependidikan dan pendidikan selalu

diwujudkan melalui kegiatan pengajaran.

b) Menggunakan paradigma holistik artinya materi pengajaran

pendidikan Islam harus selalu terintegrasi dengan ilmu umum.

c) Perlu dipergunakan model penjelasan yang rasional dalam

melaksanakan norma peribadatan.

d) Perlu dipergunakan teknik pembelajaran partisipatori artinya peserta

didik aktif, eksploratif dan bertanggung jawab serta mengamalkan.

e) Perlu dipergunakan pendekatan empirik untuk menghadirkan dan

mengaktualkan iman dalam kehidupan.

f) Berorientasi pembelajaran berpusat pada siswa.

Penyelenggaraan pembelajaran pada sekolah Islam mengintegrasikan

pendidikan Islam dalam pendidikan umum dengan menggunakan

model-model pembelajaran yang kreatif, dan mampu mengaktifkan

siswa. Waktunya untuk merubah pola pembelajaran yang semula berpusat

pada guru, sekarang menjadi berpusat pada siswa, guru hanya sebagai

fasilitator saja.

Hujair AH. Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam, Membangun Masyarakat Madani Indonesia,
73

Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003, 195-196.


90

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang didasari dengan

metode deksriptif. Selain itu penelitian ini lebih dicurahkan untuk

memahami fenomena fenomena sosial dari perspektif partisipan yang

diperoleh melalui pengamatan partisipatif. Dalam penelitian kualitatif

peneliti lebur dalam situasi yang diteliti. Peneliti adalah pengumpul data,

orang yang memiliki kesiapan penuh untuk memahami situasi. 74

Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha

menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu

secara jelas dan sistematis. Dalam penelitian ini mereka melakukan

74
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008,
12-13.
91

eksplorasi, menggambarkan dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan

memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang

diperoleh di lapangan.75

Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif karena data yang dianalisis

tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada), melainkan hasil

analisis itu berupa deskriptif dari gejala-gejala yang diamati.76

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif karena

melalui pengamatan partisipatif dengan tujuan untuk menggambarkan apa

adanya dan mengungkap bagaimana implementasi multiple intelligences

pada pembelajaran di SMP Al Washliyah di Kota Medan.

2. Lokasi Penelitian
90
Tempat penelitian ini adalah SMP Al Washliyah di Kota Medan.

3. Waktu Penelitian

Waktu penelitian mulai ………..2016 sampai …………2016.

4. Sumber Data Penelitian

Sumber data primer (utama) dalam penelitian kualitatif adalah

kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data sekunder (tambahan)

seperti dokumen-dokumen dan foto.77 Adapun sumber data dalam

penelitian ini antara lain:

a. Data Primer.

Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau yang diwawancarai

75
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, 14.
76
M Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia,
2001, 15.
77
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009,
157.
92

merupakan sumber primer, dan dicatat melalui catatan tertulis atau

melalui perekaman video, pengambilan foto ataupun film. Hasil

dari pengamatan dan wawancara mendalam membatasi kata-kata

dan tindakan yang relevan saja kemudian dianalisis menjadi sumber

data primer. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber utama

yaitu: kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua baik di SMP Al

Washliyah di Kota Medan.

b. Data Sekunder

Sumber tertulis merupakan sumber kedua dan

merupakan bahan tambahan yang dapat dibagi atas sumber buku,

majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan resmi.78 Sumber tertulis

dari penelitian ini antara lain: dokumen-dokumen resmi sekolah

yang berupa dokumen profil SMP Al Washliyah di Kota Medan dan

juga dokumen pribadi guru yang relevan.

c. Foto

Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan

sering digunakan untuk menelaah segi-segi subyektif dan hasilnya

dianalisis secara induktif. Hasil dari pengamatan ataupun

wawancara didokumentasikan melalui foto ataupun direkam melalui

video.

5. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang utama ialah peneliti sendiri. Pada awal penelitian

78
Ibid, 159.
93

penelitilah alat satu-satunya. Ada kemungkinan hanya dialah merupakan

alat sampai akhir penelitian. Namun setelah penelitian berlangsung

diperoleh fokus yang lebih jelas melalui wawancara.79

Ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsif,

dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas

pengetahuan, memproses dan mengikhtisarkan, dan memanfaatkan

kesempatan mencari respons yang tidak lazim.80

Adapun instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain: tape recorder, kamera, alat perekam video, catatan lapangan dan

peneliti adalah instrumen itu sendiri.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dikenal oleh penelitian kualitatif

pada umumnya pertama adalah wawancara mendalam. Kedua teknik

observasi dan ketiga teknik dokumentasi. 81 Ketiga teknik tersebut

digunakan dengan harapan dapat saling melengkapi antar ketiganya.

Lebih jelasnya ketiga teknik tersebut adalah :

a. Wawancara Mendalam

Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi

verbal yang bertujuan memperoleh informasi. 82 Wawancara secara

garis besar dibagi dua, yakni wawancara tak tersetruktur dan

wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut

79
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Transito, 2003,34
80
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, 160.
81
, Metode Penelitian Kualitatif, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004, 72.
82
S. Nasution, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, 113.
94

wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif,

terbuka, etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur disebut

wawancara baku yang susunan pertanyaannya sudah dibakukan

sebelumnya dengan pilihan jawaban yang tersedia.83

Sedangkan menurut Patton84 macam wawancara dibedakan

menjadi 3 antara lain:

1. Wawancara pembicaraan informal. Jenis wawancara ini

pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara itu

sendiri. Jadi bergantung pada spontanitasnya dalam mengajukan

pertanyaan kepada terwawancara. Hubungan pewawancara dengan

terwawancara dalam suasana biasa, wajar, seperti pembicaraan

biasa dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara.

Pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang

dirumuskan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara

garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar

pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup.

3. Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara

yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan

pertanyaan kata-katanya dan cara penyajiannyapun sama untuk setiap

responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan pendalaman

terbatas, dan hal itu bergantung pada situasi wawancara dan

83
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, 180.
84
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009, 187.
95

kecakapan pewawancara.

Peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur dan

menggunakan pendekatan menggunakan petunjuk umum dimana

peneliti hanya menggunakan pedoman wawancara yang memuat

kerangka garis besar berisi tentang pokok-pokok yang dirumuskan

yang akan ditanyakan kepada subyek dengan tujuan untuk

memperoleh informasi bukan baku / informasi tunggal dengan irama

yang bebas.

Persiapan wawancara tak terstruktur dapat diselenggarakan

menurut tahap-tahap antara lain:85 1) menemukan siapa yang akan

diwawancarai, 2) mencari tahu bagaimana yang sebaiknya untuk

mengadakan kontak dengan responden, 3) mengadakan persiapan yang

matang untuk pelaksanaan wawancara.

Sebelum pelaksanaan wawancara peneliti membuat pedoman

wawancara terlebih dahulu untuk menentukan siapa yang akan

diwawancarai, materi atau pedoman garis-garis besar topik yang akan

dilakukan dalam proses wawancara. Setelah pedoman wawancara

dibuat, peneliti mengadakan kontak awal dengan responden baik

langsung maupun tidak langsung untuk menentukan waktu yang tepat

untuk dilaksanakan wawancara. Sebelum melaksanakan wawancara

peneliti melakukan persiapan-persiapan berupa catatan harian,

kamera, maupun alat perekam. Dalam proses wawancara peneliti

meminta persetujuan terlebih dahulu untuk direkam dengan

85
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, 199.
96

responden. Dan setelah selesai wawancara untuk keabsahan data

peneliti melakukan member check dengan menyimpulkan poin-poin

penting dan meminta persetujuan kembali dengan responden. Dalam

wawancara peneliti merekam dan membuat catatan hasil dari

wawancara tersebut.

b. Observasi

Observasi atau pengamatan dalam rangka mengumpulkan data

dalam suatu penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif

dan penuh perhatian. Untuk menyadari adanya suatu rangsangan

tertentu yang diinginkan atau studi yang disengaja dan sistematis

tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala psikis dengan jalan

mengamati.86 Dalam observasi ini diusahakan mengamati keadaan

yang wajar dan yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk

mempengaruhi mengatur atau memanipulasikannya. 87 Dalam

penelitian kualitatif, metode pengamatan berperan sangat penting.

Karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan informasi secara

lengkap. Bentuk kegiatan peneliti dengan mengamati secara terjun

langsung ke lapangan atau ke sekolah sehingga peneliti ikut aktif di

dalamnya, langsung dapat melihat situasi yang diamati dan dipaparkan

melalui pengamatan dan pencatatan. Pengamatan berlatar alamiah

atau tak terstruktur karena terjadi secara naturalistik dan apa adanya

86
Mandalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan proposal, Jakarta: Bumi Aksara, 2003, 63.
87
Nasution, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, 106.
97

yang terjadi di sekolah.88

Dalam melakukan pengamatan peneliti terjun langsung ke lokasi

penelitian yaitu di SMP Al Washliyah di Kota Medan. Peneliti

mengamati implementasi multiple intelligences dalam pembelajaran.

Peniliti melihat langsung kondisi dan situasi yang diamati selanjutnya

dipaparkan melalui pencatatan. Dalam melakukan pencatatan peneliti

menuliskan kondisi yang sebenarnya dan tidak dibuat-buat.

Dalam melakukan pengamatan tidak bisa berdiri sendiri,

artinya tidak dapat dilakukan tanpa pencatatan datanya. Adapun

langkah-langkah dalam pembuatan catatan lapangan sebagai berikut :89

1) Membuat catatan lapangan.

Catatan lapangan sangat penting karena merupakan anak rantai

antara pengumpulan data berdasarkan observasi dan wawancara dengan

analisis serta pengolahan data. Catatan lapangan menjadi dasar utama

dalam penulisan laporan, maka sejak mulanya perlu kita melaksanakan

menurut sistematika tertentu.90

Ketika melakukan pengamatan peneliti menuliskan hal-hal

pokok saja dalam pengamatan dan direkam dalam video, ketika sampai

di rumah baru dibuat catatan lapangan berdasarkan data dan video

rekaman. Catatan lapangan ini digunakan sebagai pedoman untuk

membuat paparan data hasil observasi implementasi multiple

intelligences di SMP Al Washliyah di Kota Medan.

88
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, 176.
89
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, 180-182.
90
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Transito, 2003, 98-99.
98

2) Buku harian pengalaman lapangan dibuat dalam bentuk yang tela

terorganisasi dan harus diisi setiap hari. Pembuatan buku harian itu

dimanfaatkan untuk analisis data dan pengkategorian.

3) Catatan kronologis dilakukan secara rinci dan secara kronologi dan

secara kronologi dari waktu ke waktu. Catatan itu diberi nomor urut

kemudian pencatatan disertai waktu.

4) Jadwal pengamatan berisi waktu secara rinci tentang apa yang

akan dilakukan dimana bilamana apa yang diamati dan

semacamnya.

5) Balikan melalui pengamat lainnya. Pengalaman pengamat itu

dapat saling dipertukarkan dengan pengamat sendiri dan hal itu

dapat lebih memperbaiki teknik pengamatannya.

6) Alat elektronika seperti video, alat perekam maupun kamera.

7) Daftar cek, dibuat untuk mengingatkan pengamat apakah seluruh aspek

informasi sudah diperoleh atau belum.

Sesuai dengan setting yang dikehendaki. Teknik ini

digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi

multiple intelligences dan berbagai hal yang terkait dengan multiple

intelligences dalam pembelajaran baik di SMP Al Washliyah di Kota

Medan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data

dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik

dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen-dokumen


99

tersebut diurutkan sesuai dengan kekuatan dan kesesuaian isinya

dengan tujuan pengkajian. Isinya dianalisis, dibandingkan dan

dipadukan membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan

utuh.91

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen antara lain :92

1) Dokumen Pribadi.

Dokumen pribadi merupakan catatan atau karangan seseorang

secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya.

Maksud mengumpulkan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh

kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di

sekitar subyek penelitan. Contoh dokumentasi pribadi adalah buku

harian, surat pribadi dan otobiografi.

2) Dokumen Resmi.

Dokumentasi resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen

eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman,

instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan

dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-bahan

informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial misalnya

majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan kepada

media massa.

Teknik ini secara khusus digunakan untuk memperoleh

dokumen resmi tentang profil sekolah secara umum, visi misi, struktur

organisasi, profil guru dan karyawan, keadaan siswa, sarana dan


91
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, 221-222.
92
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009, 217-219.
100

prasarana. Sedangkan dokumen pribadi guru meliputi: rpp, daftar

siswa, hasil raport, penilaian ekstrakurikuler dan buku komunikasi.

7. Sampling

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif berbeda dengan

penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif maksud sampling di sini

untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam

sumber dan bangunannya. Dalam penelitian ini tidak ada sampel acak,

tetapi sampel bertujuan (purposive sampel). Sampel bertujuan ini ciri-

cirinya sebagai berikut : 93

a) Rancangan sampel yang muncul: Sampel tidak dapat ditentukan atau

ditarik terlebih dahulu.

b) Pemilihan sample secara berurutan: Tujuan untuk memperoleh

variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan

satuan sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah

dijaring dan dianalisis. Teknik sampling bola salju bermanfaat

dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin

banyak.

c) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: Pada mulanya setiap sampel

dapat sama kegunaannya, namun semakin banyak informasi sampel

dipilih atas dasar fokus penelitian.

93
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009,
224-225
101

d) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: Jika informasi

yang diperlukan sudah dapat dijaring, maka penarikan sampel pun

sudah dapat diakhiri.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel bertujuan. Hal

ini dilakukan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang

fokus penelitian. Ketika informasi tersebut sudah mencukupi maka

penarikan sampel dihentikan. Sampel yang diambil dari penelitian ini

antara lain beberapa guru, orang tua murid, dan siswa. Selain itu juga

sampel pengamatan pembelajaran di kelas dan juga pembelajaran

ekstrakurikuler.

8. Keabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan

data. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan pada derajat

kepercayaan (kredibilitas). Derajat kepercayaan ini berfungsi untuk :

melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan

penemuannya dapat dicapai dan untuk mempertunjukkan derajat

kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti

pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.94

Berbagai cara dapat dilakukan untuk memenuhi kriteria derajat

kepercayaan (kredibilitas) antara lain :95

a. Memperpanjang masa observasi: harus cukup waktu untuk betul

94
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, 324.
95
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2003, 114-117.
102

betul mengenal suatu lingkungan, mengadakan hubungan baik

dengan orang-orang di sana, mengenal kebudayaan lingkungan dan

mengecek kebenaran informasi.

b. Pengamatan yang terus-menerus : dengan pengamatan yang

terus-menerus dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat.


c. Triangulasi: data atau informasi yang telah dikumpulkan dalam

suatu penelitian kualitatif perlu diuji keabsahannya melalui

teknik triangulasi metode: jika informasi atau data yang berasal

dari hasil wawancara misalnya, perlu diuji dengan hasil

observasi dan seterusnya. Selain itu juga triangulasi sumber: jika

informasi tertentu misalnya ditanyakan kepada responden yang

berbeda atau antara responden dan dokumentasi. 96 Untuk

menguji keakuratan data digunakan trianggulasi metode

pengumpulan data yaitu dengan cara menggunakan beberapa cara

pengumpulan data seperti observasi, wawancara mendalam dan

dokumentasi.97

d. Membicarakan dengan orang lain: diskusi dilakukan dengan orang

yang sebaya dengan peneliti, menghindari yang senior agar tidak

terpengaruh otoritasnya, dan menghindari yunior karena orang

seperti ini enggan memberikan kritik. Orang itu hendaknya tidak

terlibat dalam penelitian agar pandangannya lebih netral.

e. Menganalisis kasus negatif: kasus negatif adalah kasus yang tidak

sesuai dengan hasil penelitian hingga saat tertentu. Selama masih


96
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004, 83.
97
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, 105.
103

ada kasus-kasus demikian penelitian harus dilanjutkan sampai

kasus ini tuntas tercakup dalam kesimpulan yang diambil.

f. Menggunakan bahan referensi: sebagai bahan referensi untuk

meningkatkan kepercayaan akan kebenaran data, dapat

digunakan hasil rekaman atau video atau dokumentasi.

g. Mengadakan member check: salah satu cara yang sangat

penting melakukan member check dengan cara pada akhir

wawancara kita ulangi dalam garis besarnya, berdasarkan catatan

kita dengan maksud memperbaiki kekeliruan atau menambah apa

yang masih kurang.

9. Analisis data

Analisis data penelitian kualitatif dimulai dengan menyusun fakta-

fakta hasil temuan lapangan. Kemudian peneliti membuat diagram-

diagram, tabel, gambar-gambar, dan bentuk-bentuk pemaduan fakta

lainnya. Hasil analisis data, diagram, bagan, tabel, dan gambar-gambar

tersebut diinterpretasikan, dikembangkan menjadi proposisi dan prinsip-

prinsip.98

Untuk menganalisa data penulis menggunakan analisis data

deskriptif kualitatif dengan langkah: reduksi data, display data,

mengambil kesimpulan.

Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam analisis data

antara lain: 99

a. Mengumpulkan dan menelaah seluruh data yang tersedia dari


98
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, 115.
99
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Transito, 2003, 129.
104

berbagai sumber wawancara, observasi, maupun dokumentasi dan

juga foto-foto kegiatan.

b. Mengadakan reduksi data: data yang diperoleh di lapangan

ditulis dalam bentuk karangan atau laporan terinci, disusun lebih

sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting dan dibuat

susunan yang lebih sistematis.

c. Display data: untuk dapat melihat gambaran gambaran keseluruhan

atau bagian tertentu dari penelitian diusahakan peneliti membuat

tabel atau diagram yang berupa pedoman penelitian baik

dokumentasi, wawancara maupun observasi.

d. Pengkodean: agar catatan tidak bercampur aduk sehingga

susah dikendalikan, catatan diberi kode. Untuk wawancara diberi

kode “w” dan observasi diberi kode “o”.

e. Membuat kesimpulan dengan menggunakan metode induktif

yaitu dengan jalan mengumpulkan fakta-fakta khusus untuk

diambil kesimpulan yang bersifat umum.

B. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian kualitatif menurut Lexy J. moleong, ada

empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu tahap pra-lapangan, tahap kegiatan

lapangan, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan.100

1. Tahap Pra-Lapangan

Pada tahap ini peneliti mengunjungi lokasi, dalam hal ini adalah

SMP Al Washliyah Kota Medan. Untuk mendapatkan gambaran yang


100
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, 85.
105

tepat tentang latar penelitian. Kemudian peneliti menggali informasi

yang diperlukan dari orang-orang yang dianggap memahami subyek

penelitian.

Selain itu peneliti juga melakukan beberapa langkah penelitian,

yaitu menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian,

mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih

dan memanfaatkan informasi, dan menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Tahap Kegiatan Lapangan

Pada tahap kegiatan lapangan, ada tiga langkah yang harus

dilakukan, yaitu memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki

lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. Pada tahap ini

peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dengan metode-metode

yang telah ditentukan sebelumnya. Disamping itu, peneliti melakukan

pengecekan dan pemeriksaan keabsahan data untuk membuktikan bahwa

kredibilitas data dapat dipertanggung jawabkan.

3. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini, peneliti melakukan penghalusan data yang

diperoleh dari subyek, informan maupun dokumen dengan memperbaiki

bahasa dan sistematikanya agar dalam pelaporan ini hasil penelitian tidak

terjadi kesalahpahaman maupun salah penafsiran. Setelah data-data itu

dianalisis dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Tahap Penulisan

Pada tahap ini, peneliti menyusun laporan hasil penelitian dengan


106

format yang sesuai dalam bentuk tulisan dan bahasa yang mudah

dipahami oleh pembaca.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan bagaimana penelitian tersebut

dilaksanakan. Dalam penelitian non eksperimen baik pendekatan kuantitatif

maupun kualitatif, desain penelitian lebih mengarah kepada langkah-langkah

pengumpulan data. Dalam desain tersebut diuraikan secara agak rinci: data

apa yang dikumpulkan, dari mana dan dari siapa data tersebut dikumpulkan,

dikumpulkan dengan menggunakan teknik dan instrumen apa, bagaimana

langkah-langkah pengumpulan datanya.101

Desain penelitian ini yang akan dilakukan sebagai berikut:

Tabel Desain Penelitian


Data yang Sumber data Teknik Instrumen
dikumpulkan pengumpulan pengumpulan
data data
Profil sekolah - Dokumen- - Wawancara - Peneliti sendiri
SMP Al Washliyah dokumen profil mendalam de- - Pedoman wa-
di Kota Medan sekolah (letak ngan Kepala wancara tentang
dan keadaan sekolah dan profil sekolah
geografis, seja- Waka kurikulum - Alat perekam
rah berdirinya, - Dokumentasi - Kamera
visi misi, tujuan
sekolah, struktur
organisasi, kea-
daan tenaga
kependidikan,
keadaan peserta
didik, sarana
dan prasarana.
- Foto sekolah

101
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, 287-288.
107

Pemahaman - Kata-kata atau - Wawancara - Peneliti sendiri


mengenai multiple tindakan mendalam kepa- - Pedoman wa-
intelligences oleh da Kepala Seko- wancara tentang
Kepala Sekolah lah dan 3 orang pengetahuan
dan guru-guru guru tentang pe- multiple intelli-
mahaman multi- gences
ple intelligences - Alat perekam
- Kamera
Kerangka konsep- - Dokumen- - Dokumentasi - Peneliti sendiri
tual implementasi dokumen - Wawancara - Alat perekam
multiple intelli- sekolah dengan Waka - Kamera
gences di SMP Al - Dokumen pri- Kurikulum dan - Pedoman wa-
Washliyah di Kota badi guru Waka wancara tentang
Medan (silabus, RPP) Kesiswaan kerangka kon-
Data yang Sumber data Teknik Instrumen
dikumpulkan pengumpulan pengumpulan
data data

Profil sekolah - Dokumen- - Wawancara - Peneliti sendiri


SMP Al Washliyah dokumen profil mendalam de- - Pedoman wa-
di Kota Medan sekolah (letak ngan Kepala wancara tentang
dan keadaan sekolah dan profil sekolah
geografis, seja- Waka kurikulum - Alat perekam
rah berdirinya, - Dokumentasi - Kamera
Pemahaman - Kata-kata atau - Wawancara - Peneliti sendiri
mengenai multiple tindakan mendalam kepa- - Pedoman wa-
intelligences oleh da Kepala Seko- wancara tentang
Kepala Sekolah lah dan 3 orang pengetahuan
dan guru-guru guru tentang pe- multiple intelli-
mahaman multi- gences
Kerangka konsep- - Dokumen- - Dokumentasi - Peneliti sendiri
tual implementasi dokumen - Wawancara - Alat perekam
multiple intelli- sekolah dengan Waka - Kamera
gences di sekolah - Dokumen pri- Kurikulum dan - Pedoman wa-
SMP Al Washliyah badi guru Waka wancara tentang
di Kota Medan (silabus, RPP) Kesiswaan kerangka kon-
Data yang Sumber data Teknik Instrumen
dikumpulkan pengumpulan pengumpulan
data data
108

Profil SMP Al - Dokumen- - Wawancara - Peneliti sendiri


Washliyah di Kota dokumen profil mendalam de- - Pedoman wa-
Medan sekolah (letak ngan Kepala wancara tentang
dan keadaan sekolah dan profil sekolah
geografis, seja- Waka kurikulum - Alat perekam
rah berdirinya, - Dokumentasi - Kamera
Pemahaman - Kata-kata atau - Wawancara - Peneliti sendiri
mengenai multiple tindakan mendalam kepa- - Pedoman wa-
intelligences oleh da Kepala Seko- wancara tentang
Kepala Sekolah lah dan 3 orang pengetahuan
dan guru-guru guru tentang pe- multiple intelli-
mahaman multi- gences
Kerangka konsep- - Dokumen- - Dokumentasi - Peneliti sendiri
tual implementasi dokumen - Wawancara - Alat perekam
multiple intelli- sekolah dengan Waka - Kamera
gences di sekolah - Dokumen pri- Kurikulum dan - Pedoman wa-
SMP Al Washliyah badi guru Waka wancara tentang
di Kota Medan (silabus, RPP) Kesiswaan kerangka kon-

Tabel Panduan Wawancara


Panduan Wawancara
No SUBYEK TOPIK PANDUAN WAWANCARA

1 Kepala sekolah Gambaran Umum Gambaran umum sekolah,


SMP Al Washliyah di SMP Al Washliyah di ciri khas sekolah, pemahaman
Kota Medan Kota Medan tentang multiple Intelli-
gences.

2 Guru Pengelolaan - Pemahaman guru tentang


Sekolah multiple intelligences
- Implementasi multiple in-
telligences dalam pembe-
lajaran intrakurikuler dan
ekstrakurikuler di sekolah
- Bentuk evaluasi
- Dampak implementasi Mul-
tiple Intelligences terhadap
siswa
109

3 Orang tua murid Respon terhadap - Latar belakang pemilihan


sekolah sekolah
- Respon tentang pembela-
jaran di sekolah
- Pandangan tentang kegiatan
ekstrakurikuler.
- Dampak implementasi ter-
hadap prestasi dan kepri-
badian siswa.
4 Siswa Motivasi dan - Motivasi belajar di sekolah
Aktivitas - Respon siswa terhadap
sekolah
- Pandangan tentang KBM di
sekolah
- Kegiatan ekstra di sekolah
- Dampak terhadap prestasi
dan kepribadian

Tabel Panduan Observasi


Panduan Observasi
No FOKUS EVENT/MOMEN PANDUAN OBSERVASI
T
1 Gambaran Umum Situasi sekolah Aktivitas Harian

2 Situasi Pembela- Pembelajaran KBM didalam Jam pela-


jaran di Sekolah jaran
3 Aktivitas Pembe- Ekstra wajib Pelaksanaan kegiatan eks-
lajaran Ekstra Ekstra pilihan trakurikuler

Tabel Panduan Dokumen

Panduan Dokumen
No FOKUS DOKUMEN YG
DIKUMPULKAN
1 Gambaran Umum Sekolah Profil sekolah
Data dan struktur
2 Pembelajaran Proses Jadwal Kegiatan Harian

Hasil Hasil raport siswa


3 Situasi Pembelajaran Jadwal dan bentuk Kegiatan
di Sekolah Ekstra
110
111

Proses Pendidikan berbasis Multiple Intelligences System (Howard Gardner) :

INPUT PROSES OUTPUT

Penjelasan MIS (Munif Chatib) :


1. Pegelolaan Input dilaksanakan dengan pendidikan inklusi dengan paradigma
education for alldan penelitian komprehensif; rekrutmen peserta didik
dilakukan tanpa tes. Setiap siswa mempunyai kecerdasan tertentu dan
sebenarnya tidak ada siswa yang bodoh.
2. Penyusunan Lesson Plan disusun/ rencanakan berdasarkan MIR dan SOP
dengan konsultasi Lesson Plan. Penyusunan disesuaikan dengan 8
Intelligences (kecerdasan). Evaluasi Lesson Plan terletak pada efektivitas
kinerja guru (tenaga pendidik), metode atau gaya mengajar dengan konsultasi
Lesson Plan.
3. Output, konsep penilaian otentik, isaptive, kognitif, psikomotorik dan
afektifnya.
112

Penerapan MIS di SMP Al Washliyah di Kota Medan

GURU INPUT SISW

Rekrutmen : Rekrutmen :
- Selektif, komunikatif dan - Aselektif, education for all
inovatif - Uji MIR untuk
- Training mengelompokkan anak
berbakat (Gifted Child)

Lesson Plan disusun tim


Kurikuler
MGMP dengan bahan
pertimbangan yang telah
PROSES Berintegrasi
diperoleh MIR.
Ekstrakurikuler

Penilaian otentik, isaptive,


Evaluasi kognitif, psikomotorik dan
afektifnya.
OUTPUT

Anda mungkin juga menyukai