Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana


seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat
antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung,
tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke,
kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat
darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran
maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan (Media Aeculapius,
2013).
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto
(2010), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon
dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya
membawa pasien ke rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan
segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat
oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi
yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2012).
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia
adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang
disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme
atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung racun. Makanan
dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau seng yang

1
menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga
beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah keracunan makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, virus, dan
parasit.
Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi
baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat
keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari
seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010
menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat
di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan
berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM
dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu
manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator situasi
keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan
bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang
terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25
untuk negara berkembang.
Ditahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
ada 1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11
meninggal dunia. Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan
bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan
kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan
(20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2011).
Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan
pada saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa
mikroorganisme ada yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak
berbahaya. Namun, bakteri-bakteri tertentu yang berkembang biak dalam
makanan bisa menghasilkan racun penyebab penyakit. Bakteri Staphylococcus
menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam

2
setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium
botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih serius bahkan seringkali
fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan
ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang
tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan
tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap
keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah
konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala
baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan
menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan
ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan penanganan
segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang
benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi
karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut.
Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut
patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan
faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada
kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain,
khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia,
bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta
gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat
fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat
yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda
pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu
organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang
pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat

3
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut
bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

B. Rumusan Masalah
Bagaimana patofisiologi terjadinya keracunan makanan dan langkah
pengkajian survei primer dan sekunder dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/ (i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir
secara ilmiah terkaitpenanganan gawat darurat pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Pathway keracunan makanan dan bahan makanan.
2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan.
3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan terkait

4
penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan
bahan makanan.
2. Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan dalam
terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan
dan bahan makanan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan proses
keperawatan terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Laporan Pendahuluan Keracunan Makanan dan Minuman


A. Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan
sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2013). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap
makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2013). Junaidi (2011)
menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan
ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut
sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

B. Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang
hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada
udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh
pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, penyebab keracunan adalah
virus, bakteri, parasit, dan racun, yang akan dijelaskan lebih lengkap berikut ini:
1. Virus dan bakteri
Virus adalah penyebab keracunan makanan paling sering. Penyebab tertinggi
berikutnya adalah bakteri. Sekitar 31 patogen virus dan bakteri yang
menyebabkan keracunan.

6
Patogen yang paling umum yang menyebabkan keracunan makanan adalah:
a. Clostridium perfringens
b. Campylobacter
c. Norovirus
d. Salmonella
e. Staphylococcus aureus
Sementara patogen yang paling sering menyebabkan rawat inap karena
kontaminasi makanan atau cairan adalah:
a. Salmonella
b. Norovirus
c. Campylobacter
d. Toxoplasma gondii
e. Escherichia coli (E. coli)
Patogen yang paling sering yang menyebabkan kematian adalah:
a. Salmonella
b. Toxoplasma gondii
c. Listeria monocytogenes
d. Norovirus
e. Campylobacter
Sumber infeksi terdiri dari kategori keracunan makanan terbesar, tetapi
seperti yang terlihat dari kategori teratas, infeksi virus merupakan bagian
terbesar dari pasien yang terinfeksi tetapi jauh lebih kecil kemungkinannya
untuk menyebabkan rawat inap dan kematian daripada bakteri Salmonella.
Karena sebagian besar penyebab tidak spesifik, mungkin mirip dengan
susunan penyebab yang terdiagnosis, pengelompokan virus dan bakteri ini
dianggap sebagai penyebab utama keracunan makanan.
2. Racun
Banyak zat racun yang bisa menyebabkan keracunan makanan. Beberapa
racun diproduksi oleh bakteri dalam makanan, tumbuhan, hewan atau
organisme lain yang dicerna. Banyak tanaman dan hewan yang beracun
dalam kondisi tertentu, tetapi jarang dijumpai.

7
Meskipun ada banyak bakteri, tanaman, dan racun lain yang dapat dicerna
dengan makanan dan air, ini biasanya terbatas pada wabah yang relatif kecil.
3. Parasit
Sebagian besar parasit dicerna dengan makanan atau air yang terkontaminasi
menyebabkan keracunan. Beberapa parasit yang dicerna termasuk:
a. Giardia
b. Amuba
c. Trichinella
d. Taenia solium
4. Bahan kimia
Selanjutnya adalah bahan kimia tertentu dianggap racun yang dapat
menyebabkan keracunan makanan. Contoh bahan kimia yang menjadi
penyebab keracunan adalah merkuri, ditemukan dalam air minum dan ikan
seperti tuna dan marlin. Contoh bahan kimia lain yang bisa beracun jika
mencemari makanan dan air adalah pestisida, bifenil poliklorinasi, dan
timbal.
5. Penyebab keracunan makanan lainnya
Beberapa kebiasaan yang tidak disadari berikut ini kemungkinan dapat
menyebabkan keracunan makanan:
a. Tidak menyimpan makanan dengan suhu yang tepat, misalnya tidak
disimpan di kulkas, terutama produk daging dan produk olahan susu.
b. Tidak memasak makanan secara merata, terutama daging unggas, burger,
dan sosis.
c. Mengimpan makanan matang di ruangan dengan suhu hangat terlalu
lama.
d. Mengonsumsi makanan yang sudah melewati masa kedaluwarsa.
e. Kontaminasi silang, misalnya memakai pisau pemotong daging mentah
untuk mengiris roti, menyimpan daging mentah di atas makanan siap
makan sehingga cairan dari daging menetes ke makanan di bawahnya.
f. Orang yang sakit atau dengan tangan yang kotor menyentuh makanan.

8
C. Manifestasi Klinis
Berikut beberapa gejala dari keracunan makanan antara lain :
1. Kram dan perut kembung

Kram dan perut kembung merupakan tanda dan perut kamu bahwa sedang
melawan bakteri yang jahat. Jika nyeri perutmu semakin parah, itu
merupakan tanda bahwa ada bakteri jahat yang bekerja diusus kamu.
2. Mual dan muntah

Merupakan gejala umum dari keracunan. Seberapa gejala ini muncul


tergantung pada jenis bakteri yang menyerang. Seperti contoh bakteri Listeria
yang biasanya ditemukan dalam daging, susu mentah dan keju. Yang
menyebabkan gejala mual dan muntah. Lalu ada Salmonella yang biasanya
mencemari telur dan buah –buahan mentah bisa menyebabkan gejala mual
dan muntah dalam kurung waktu 12 hingga 72 jam.
3. Berkeringat dingin

9
Menjadi peringatan awal dan bisanya akan ada indikasi bahwa keracunan bisa
jadi lebih buruk. Jika kamu berkeringat disertai demam dan sakit perut, maka
kamu perlu waspada.
4. Demam

Beberapa jenis bakteri seperti Listeria dan Campylobacter bisa menyebabkan


demam. Ketika kamu mengalami demam lebih dari 28 jam kamu harus ke
dokter.
5. Kebingungan

Jika otakmu mulai terasa tidak jelas, sering kebingungan jangan diabaikan
bakteri Listeria bisa menyebabkan gejala ini. Dan biasanya akan terjadi
setelah dua bulan atau lebih setelah kamu terkontaminasi bakteri.
D. Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung didalam makanan
tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan
dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki
tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai
dilambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang

10
masuk kedalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah
maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang
keluar bersama dengan muntahan. Karena dehidrasi yang tinggi maka lama
kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.

11
E. Pathway

Makanan terkontaminasi yang mengandung


Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, Masuk ke saluran cerna
tempe, singkong dll

Masuk ke pembuluh Masuk ke usus


darah halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Diekskresikan oleh Sel saraf terganggu
ginjal
Tidak terjadi
pelepasan Asam lambung
meningkat
Kristal asam kolat
menumpuk di dalam
tubulus ginjal, ureter asetilkolin Mual
dan uretra
Otot tidak dapat
berkontraksi Muntah
Obstruksi saluran
kemih Defisit volume
cairan
Kelumpuhan otot
Gagal Ginjal
Infeksi usus
Akut

Hambatan
mobilitas fisik Diare
Gangguan fungsi
saraf

Disfungsi Pandangan Kerusakan


saraf Fotopobia
kabur otak

Kematian
Kaku sendi Gangguan Sulit menelan
bicara
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

12
Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, Nyeri kepala Pusat pernafasan


kram, opistototnus dan otot

Nafas cepat dan


Gangguan Nyeri akut dangkal
pergerakan

Pola nafas tidak


Intoleransi efektif
aktivitas

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-
tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan.Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan
kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan
mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan
Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara
penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
2) Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat
yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat
hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis
metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan

13
karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3) Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang
menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur
dan dilakukan urinalisis.
4) Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5) Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6) CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

G. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh
garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan
adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah
dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).

14
1. Minum banyak air
Bila penderita keracunan makanan mengalami muntah dan diare, pertolongan
pertama keracunan makanan adalah segera memberikan cairan yang cukup
seperti air putih, oralit atau campuran air putih dengan gula 2 sendok teh dan
garam ½ sendok teh, atau air kelapa untuk menggantikan cairan dan elektrolit
tubuh yang hilang.
Perlu dingat, jangan minum cairan terlalu cepat karena dapat memperburuk
mual dan muntah, jadi minumlah sedikit demi sedikit dalam beberapa jam.
2. Buang air kecil
Orang yang mengalami keracunan harus buang air kecil secara berkala, dan
perhatikan warna urine – biasanya jernih. Jika urine gelap, ini menandakan
dehidrasi dan biasanya disertai pusing. Jika salah satu dari tanda dan gejala
ini terjadi dan tidak bisa minum cukup cairan, segera pergi ke rumah sakit
terdekat.
3. Konsumsi makan ringan
Begitu keracunan makanan, pertolongan pertama keracunan makanan juga
bisa diberi makanan ringan dan hambar seperti biskuit, roti, nasi putih atau
pisang.
4. Minum obat tablet karbon aktif

Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa
kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke
korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu
menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak

15
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar
dalam darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga
menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu,
saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih
untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit
Berikan tablet karbon aktif untuk menyerap racun di dalam saluran
pencernaan yang diminum dengan air putih. Meskipun dijual bebas untuk
pertolongan pertama pada keracunan makanan, sebaiknya dengan anjuran
dari dokter.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
a. Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter
sebelum mengonsumsi jenis obat ini.
b. Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki
lubang pada sistem pencernaan.
c. Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
d. Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
e. Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
f. Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
g. Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang
bersamaan.
h. Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.
Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu
memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar
dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.

16
5. Minum susu
Bila tidak ada tablet karbon aktif, pertolongan pada keracunan makanan bisa
mengonsumsi susu untuk mengikat racun dalam saluran pencernaan dan
merangsang penderita untuk muntah sehingga racun keluar dan tidak beredar
dalam tubuh. Namun, jika penderita mengalami diare, sebaiknya tidak
diberikan susu.
6. Tundukan kepala jika muntah

Penanganan keracunan makanan ini cukup mudah, bila keracunan makanan


hendak muntah, usahakan agar penderita keracunan dalam keadaan kepala
menunduk agar cairan muntah tidak masuk ke dalam saluran pernapasan.
7. Bawa ke rumah sakit
Jika, pertolongan pertama pada keracunan tidak mengurangi gejalanya,
sebaiknya segera pergi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
pertolongan segera.

Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:


1. Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2. Resusitasi

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan


nadi.Berikan cairan intravena, oksigen,hisap lendir dalam saluran
pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalau perlu respirator

17
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut,
sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat
bag – valve – mask.
3. Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi
harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan
tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan
infus.
4. Bilas Lambung

Bilas lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya


menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila
kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dikerjakan
dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
5. Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan
oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti
diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa

18
jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa
terapi yang sering diberikan oleh dokter:
a. Ciprofloxacin (Cipro)
b. Norfloksasin (Noroxin)
c. Trimetoprim / sulfametoksazol
d. Doxycycline
e. Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
6. Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan,ialah:
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai
b. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
c. Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
d. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi
autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran pupil,keringat,air
liur, dan aktivitas peristaltik usus.
7. Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.

Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:


a. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
b. Pantaulah tanda vital secara berkala.
c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensidan kejang.

19
f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan
kepalanya ke samping.
g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan
nyeri di perut dan kecenderungan untuk muntah.

20
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN
Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum,
bongkrek, jamur, jengkol, singkong dan ikan laut.

Px datang dengan keluhan : Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom,


Mual dan muntah- Sesak napas allergy, medication, past medical history,
Diare- Nyeri perut last meal, events leading to call)
Keram perut- Badan lemas
Penurunan kesadaran- Pusing
Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium,
Nyeri berkemih- Oliguria
analisa gas darah, uji fungsi ginjal

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Brain Bone
Bowel
Pusing Kelemahan
Blood Mual, muntah
Breathing Kejang Bladder Akral dingin
TD menurun Diare
Sesak napas Penurunan Oliguria (pada pasien
CRT >2 detik Nyeri tekan
kesadaran dengan
abdomen
Nyeri kepala dehidrasi berat)

21
Oksigenasi Cek tanda-tanda Pasang kateter Pantau tanda-
Kaji status vital Anjurkan urin tanda vital
Anjurkan
pernapasan Periksa adanya pasien istirahat Pantau intake Cek CRT
kompres hangat
(frekuensi, gejala syok Kolaborasi dan output di perut
irama pemberian Kolaborasi
pernafasan, cairan pemberian
kedalaman kristaloid cairan kristaloid
pernafasan) Kolaborasi Kolaborasi
pemberian pemberian
analgetik dan antiemetik dan
anti konvulsan analgetik

Pemeriksaan laboratorium

Pasien dinyatakan keracunan makanan

Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum

Observasi Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat


Lanjutkan penanganan simptomatik 10-30 ml IV
Kolaborasi pemberian antibiotik Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik
Kolaborasi pemberian karbon aktif bolus IV 1-2,5 mg
Perawatan Supportif

22
2. Konsep Asuhan Keperawatan Makanan dan Minuman
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena
harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah
harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan
dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel
otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan
tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya
dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya
sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien

23
alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular
untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis
0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi
sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk
mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat
depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan
saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi.
Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila
terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas
secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang,
dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

2. Pengkajian Sekunder

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai


evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang

24
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus
dicari dan diobati.
a. Riwayat kesehatan : Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis
obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat
dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran
atau personil paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan
lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat
suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas
di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus
dibawa ke ruang gawat darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke
arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan
mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1. Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal
yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan
takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain,
fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika,
kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi
sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin.
Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan
simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin
lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat
disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik.
salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan
otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat
dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika
disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus
intravena pada suhu kamar.

25
2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang
berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan
narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan
penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat
obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain.
Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus
horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan
fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran
karakteristik dari botulinum.
3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat
zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan
alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin
perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh
beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan
organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau
bawang putih.
4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada
keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang
berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat,
nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan
oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi
kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau
jamur A manila phailoides.
5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang
khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat
sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah
urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen,
teofihin, dan A.phalloides.

26
6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.
Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi
struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada
ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan
ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat,
dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot
umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP),
dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh
takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin.
Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin
terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-
hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses,
lengkap)tidak banyak membantu.
2. Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3. Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4. Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada
kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama
jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol,
disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya
aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik,
hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah,
hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

27
B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak
adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan.
4. Defisitvolume cairan b/d muntah, diare.
5. Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi.
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C. Intervensi

No Tujuandan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan 1x 24 jam diharapkan komprehensif termasuk lokasi,
nyeri berkurang, menghilang dengan durasi frekuensi, karakteristik,
kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi

Pain level, dibuktikan dengan respon 2. Observasi reaksi non verbal dari
nonverbal pasien menunjukkan tidak ketidaknyamanan
ada nyeri, tanda vital dalam batas 3. Bantu pasien dan keluarga
normal, tidak ada masalah pola tidur, untuk mencari dan menemukan
pasien melaporkan nyeri berkurang. dukungan
Pain control, dibuktikan dengan 4. Kontrol lingkungan yang dapat
pasien dapat melakukan teknik mempengaruhi nyeri seperti
nonfarmakologis untuk mengurangi suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri. kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kajitipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi napas

28
dalam,relaksasi,
distraksi,kompres hangat/
dingin
8. Berikanan algetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

2. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign


keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2. Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan
kriteria hasil: 3. Posisikan pasien untuk
NOC : Status Pernapasan : memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4. Monitor status respirasi: adanya
terganggu dibuktikan dengan : suara nafas tambahan
Kesadaran compos mentis,TTV 5. Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal,pernafasan menjadi pemberian oksigen
normalyaitu tidak mengalami nafas
Dangkal

29
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output
keperawatan selama 1 x 24jam makanan/cairan dan hitung
pemenuhan nutrisi dapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhi dengan kriteria kebutuhan
hasil: 2. Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
Status Gizi Asupan Makanan dan 3. Pilih suplemen nutrisi sesuai
Cairan ditandai pasien nafsu makan kebutuhan
meningkat, mual dan muntah hilang, 4. Bantu pasien memilih makanan
pasien tampak segar yang lunak dan lembut
Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi 5. Berikan nutrisi yang dibutuhkan
dibuktikan dengan BB meningkat, sesuai batas diet yang dianjurkan
BB tidak turun. 6. Kolaborasikan dengan ahli gizi

4. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output,


keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2. Observasi kulit kering berlebihan
terpenuhi dengan kriteria hasil: dan membran mukosa, penurunan
a. Tidak adanya tanda-tanda turgor kulit
dehidrasi 3. Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal meningkatkan asupan cairan per
oral
4. Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

5. Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan batasan pergerakan


keperawatan selama 1x24 jam sendi dan efeknya terhadap
diharapkan kemampuan mobilitas fungsi sendi
fisik meningkat dengan kriteria hasil: 2. Monitor lokasi dan
a. Kekuatan otot meningkat kecenderungan adanya nyeri dan
b. Tidak ada kaku sendi ketidaknyamanan selama
c. Dapat bergerak dengan mudah pergerakan/aktivitas
3. Lakukan latihan ROM pasif atau
ROM dengan bantuan, sesuai

30
indikasi
4. Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5. Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum memulai
latihan

6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan


keperawatan selama 1x24 jam klien dalam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang
kebutuhan dirinya dengan kriteria menyebabkan kelelahan
hasil: 3) Monitor nutrisi dan sumber
a. Ketidaknyamanan setelah energi yang adekuat
beraktivitas berkurang 4) Bantu klien dalam memenuhi
b. Dapat memenuhi kebutuhan kebutuhannya
sehari-hari 5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari

31
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Keracunan Makanan dan Minuman

Contoh Kasus:
Tuan A dibawa kepuskesmas Kertapatioleh istrinya setelah makan tempe.
Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu setelah makan
tempe bongkrek. Kondisi klien mengalami penurunan kesadaran somnolen,
muntah, diare, dehidrasi dan pusing. Dari hasil pengkajian sementara
didapatkan: Tekanan darah 100/60 mmHg; BB 54 kg (BB semula 55 kg); Nadi
67 x/ menit; RR 32 x/menit; Suhu 36oC.Istri klien mengatakan bahwa klien
tidak memiliki riwayat alergi sebelumnya.

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama klien : Tn. A
Usia : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk: 14 Juni 2017
No. Register : 0903055
Diagnosa medik: Keracunan Makanan
2. Keluhan Utama / Alasan MRS
Klien mengalami penurunan kesadaran yaitu somnolen, muntah
setelah makan tempe, pusing.
3. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas. RR: 32 x/ menit, cepat dan
dangkal.
b. Breathing
Irama pernafasan cepat, Kedalaman dangkal, RR : 32
x/menit.

32
c. Circulation
Tekanan Darah pasien : 100/60 mmHg (kuat dan regular),
Nadi : 67 x/menit, capillary refill : <2 dtk, EKG menunjukkan
sinus bradikardia.
d. Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil
kanan 2/kiri 2. Tingkat kesadaran somnolen.
4. Pengkajian Sekunder. Pengkajian dilakukan alloanamnesa dengan
keluarga klien.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu
setelah makan tempe bongkrek.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Istri klien mengatakan klien belum pernah dirawat dirumah
sakit.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama dengan klien.
d. Anamnesa singkat
Istri klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat
alergi.
e. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala: mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan
tidak rontok.
2. Mata: besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+)
terhadap cahaya kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik.
3. Telinga: bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami
gangguan pendengaran
4. Hidung: Bentuk hidungnya simetris, tidak terdapat polip pada
hidung.

33
5. Wajah: wajah klien tampak simetris.
6. Mulut: tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut
basah, bibir basah.
7. Leher: Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
8. Dada: Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 32 x/menit,
cepat dan dangkal, HR 55x/menit, suara jantung S1 dan S2
tunggal
9. Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites,
tidak ada luka memar, peristaltik usus 8x/mnit, perkusi
hipertimpani.
10. Ekstremitas: Tidak terdapat luka, capilari revil <2 detik, akral
dingin
11. Genetalia: Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat
luka/ulkus, tidak terpasang kateter.
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital:
1. TD : 100/60 mmHg
2. BB : 54 kg (BB semula 55 kg)
3. Nadi : 67 x/ menit
4. RR :32 x/menit
5. Suhu : 36oC

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan.
2. Defisit volume cairan b/d muntah, diare.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuandan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign
keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2. Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan

34
kriteria hasil: 3. Posisikan pasien untuk
NOC : Status Pernapasan : memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan 4. Monitor status respirasi: adanya
terganggu dibuktikan dengan : suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis,TTV 5. Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal,pernafasan menjadi pemberian oksigen
normalyaitu tidak mengalami nafas
dangkal
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output,
keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2. Observasi kulit kering berlebihan
terpenuhi dengan kriteria hasil: dan membran mukosa, penurunan
a. Tidak adanya tanda-tanda turgor kulit
dehidrasi 3. Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal meningkatkan asupan cairan per
oral
4. Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

35
1. Laporan Pendahuluan Gigitan Binatang
A. Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari
bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif
yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor
letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat
yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda
pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu
organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang
pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut
bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan
diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh
kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi

36
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik.
B. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung,bahu .
Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
C. Etiologi
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)

37
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b.  Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

38
D. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu
berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan. Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat
mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat
mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati
hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

39
E. Pathway

40
F. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,
ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah
kulit). Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis
(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a.    Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular
cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3.  15 menit setelah digigit ular  muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,
kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan
kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b.    Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1.  Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

41
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan dilapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat.
Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih
memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi
pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket,
kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat
harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Pertolongan
pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip
RIGT, yaitu:
 R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun
akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik
karena kaget.
I:  Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan
medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation)
pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure
immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
2. Penatalaksanaan Medis

a. Margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 78.0pt; margin-


right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;">
5)        ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40
menit.
b. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik,
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon
= 10 cc).

42
c. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
d. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
e. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
f. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus
dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
g. Pemberian ABU (Anti bisa ular)

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah
lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

43
2. Konsep Asuhan Keperawatan Gigitan Ular
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena
harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang,
dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

44
2. Pengkajian Sekunder

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai


evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus
dicari dan diobati.
a. Riwayat kesehatan :
Bagian ekstremitas digigit ular terasa panas disertai sesak
nafas.Setelahdilakukan pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien
ditemukan bekas gigitan luka yang sudah membengkak, dimana
pembengkakan tersebut sudah mengalami perubahan warna.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan tidak ada
riwayat pemakaian obat-obatan.
c.  Riwayat Psikososial
Klien memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan kooperatif pada
tindakan yang diberikan oleh dokter dan perawat

PRIMARY SURVEY
A. Airway
1. Jalan nafas bersi
2. Tidak terdengar bunyi ronchi
3. Tidak ada jejas pada daerah badan

B.     Breathing
1. Peningkatan frekuensi pernafasan
2.  Napas dangkal
3. Distress pernapasan
4. Kelemahan otot pernafasan

45
5. Kesulitan bernafas : sianosis
6. Penggunaan otot bantu pernafasan

C.     Circulation
1. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takicardia
2. Pendarahan di ekstremitas kiri karena gigitan ular
3. Akral dingin
4. Sakit kepala
5. Pingsan
6. Berkeringat banyak
7. Pusing, mata berkunang-kunang
8. CRT > 3 detik
9. Sianosis
D.    Disability
1. Dapat terjadi penurunan kesadaran
2. Kesadaran somnole
3. Pupil isokor (2mm)
E.     Exposure
Terdapat pendarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka, memar
D. GCS : E : 4 V : 4 M : 5 Total : 13

SECONDARY SURVEY
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran : GCS :13
Tanda tanda vital :
2. Keadaan khusus
a. Kepala : bentuk simetris ,tidak ada lesi,tidak ada benjolan ,tidak ada nyeri
tekan kepala .
b. Mata  : tampak Simestris,Konjungtiva merah muda, sklera ikterik
c. Hidung : bentuk simetris ,tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan

46
d. Pendengaran                 : Normal
e.  Mulut : Mukosa lembab

f. Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid ,tidak ada nyeri


menelan
g. Dada
Paru-paru    : Pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
  Palpasi        : vocal fremitus teraba kanan kiri
Perkusi       : Sonor
 Auskultasi       : vesikuler
h. Jantung                   
Inspeksi          : ictus kordis tidak tampak
 Palpasi           : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
 Perkusi           : Pekak
 Auskultasi       : terdengar bunyi S1 dan S2
i. Abdomen       : Simestris, tidak ada nyeri tekan hepar,gastic dan
pembesaran

j.        Kulit
Warna                          : Sianosis
Turgor                          : Baik
Kebersihan                   : Bersih

k.      Ekstremitas
Atas                             : terdapat jejas
Bawah                          : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan,
kekakuan.
B. Diagonosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan darah pada
paru
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan paralisis otot

47
C. Intervensi (tujuan dan kriteria hasil)
1. Pola  napas tidak efektif  b/d penumpukan cairan darah pada paru.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius
merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial,
atelektasis.
b. Pantau frekuensi pernapasan
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.
c. Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih tinggi
d. Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
e. Observasi warna kulit dan adanya sianosis
f. Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
g. Batasi pengunjung klien
h. Pantau seri GDA
i. Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
j. Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
2. Intoleransi aktifitas b/d paralisis otot
Intervensi:
a. Ajarkan tekhnik alih baring setiap 2 jam sekali
Rasional: menghindari adanya luka dekubitus.
b. Ajarkan tekhnik latihan otot ringan
Rasional: menghindari adanya kekauan otot berkepanjangan.
c. Ajarkan pasien untuk memenuhi kebutuhan pribadi ringan
Rasional: mengurangi tingkat ketergantungan kepada orang lain.

48
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Gigitan Ular

Kasus:
Tn. A 37 tahun masuk ke RS tanggal 5 April 2016 tepatnya ke IGD RSMH
Palembang, sebelumnya Tn A pada pukul 10.00 di gigit ular cobra dibagian
ekstremitas kiri nya sejak 15 menit yang lalu saat bekerja di proyek pembangunan,
Tn A mengeluh sesak nafas dan terasa panas disertai ras nyeri dan badan nya kaku
semua, klien juga cemas dengan keadanya sekarang. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik bagian ekstremitas klien ditemukan bekas gigitan luka yang sudah
membengkak, dimana pembengkakan tersebut sudah mengalami perubahan warna,
hasil vital sign klien adalah : S: 36,5OC, TD : 130/80 mmHg, N : 52x/m RR : 34x/m.

BIODATA
A.     Identitas Pasien
·        Nama                           : Tn. A
·        Umur                            : 37 Th
·        Jenis kelamin                : Laki-Laki
·        Alamat                         : Jl soekarno hatta 21 palembang
·        Pekerjaan                     : Tani
·        Suku                            : Jawa
·        Diagnosa                      : Gigitan ular
·        Tanggal masuk  : 5 April 2016
·        Tanggal pengkajian       : 5 April 2016
·        No medical recod         : 123456
B.     Identitas Penanggung jawab
·        Nama                           : Suryani
·        Umur                            : 35 tahun
·        Alamat                         : jl soekarno hatta 21 palembang
·        Pekerjaan                     : Ibu rumah tangga
·        Hubungan dengan klien: istri

49
C.     Triage
Kesadaran             :      Allert         Verbal
Pain           Unrespon
Kategori Triase    :        P1       P2           P3
         MerahKuning Hijau Hitam
Klasifikasi Kasus :        Trauma
Non Trauma
Diagnosa Medis   :        Gigitan Ular

D.    Keluhan utama
Tn A mengeluh  sesak nafas dan terasa panas disertai ras nyeri dan badan nya
kaku semua.
E.     Riwayat Penyakit Sekarang
Bagian ekstremitas digigit ular terasa panas disertai sesak nafas. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik bagian ekstremitas klien ditemukan bekas gigitan luka
yang sudah membengkak, dimana pembengkakan tersebut sudah mengalami
perubahan warna.
F.      Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan tidak ada riwayat
pemakaian obat-obatan.
G.     Riwayat Psikososial
Klien memiliki hubungan baik dengan keluarganya dan kooperatif pada tindakan
yang diberikan oleh dokter dan perawat

PRIMARY SURVEY
A.     Airway
·        Jalan nafas bersih
·        Tidak terdengar bunyi ronchi
·        Tidak ada jejas pada daerah badan

B.     Breathing

50
·        Peningkatan frekuensi pernafasan
·        Napas dangkal
·        Distress pernapasan
·        Kelemahan otot pernafasan
·        Kesulitan bernafas : sianosis
·        Penggunaan otot bantu pernafasan

C.     Circulation
·        Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takicardia
·        Pendarahan di ekstremitas kiri karena gigitan ular
·        Akral dingin
·        Sakit kepala
·        Pingsan
·        Berkeringat banyak
·        Pusing, mata berkunang-kunang
·        CRT > 3 detik
·        Sianosis

D.    Disability
·        Dapat terjadi penurunan kesadaran
·        Kesadaran somnolen
·        Pupil isokor (2mm)

E.     Exposure
·        Terdapat pendarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka, memar

F.      GCS : E : 4
V:4
M:5
Total : 13

51
SECONDARY SURVEY
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran                    : GCS :13
Tanda tanda vital :
·        TD                               : 130/80 mmHg
·        Pols                              : 52 x/menit
·        RR                               : 34 x/menit
·        Temp                           : 36,5 0C

2. Keadaan khusus
a.       Kepala
Bentuk kepala              : Mesochepal
Rambut                        : bersih
Warna rambut              : Hitam tidak beruban
Kebersihan                   : Bersih
Masalah                       : Tidak ada

b.      Mata                           
Letak                           : Simestris
Konjungtiva                  : Normal
Sklera                          : Normal
Oedema                       : Ada
Jarak pandang              : berkunang – kunang
Masalah                       : pandangan berkunang-kunang

c.       Hidung
Bentuk                         : Simestris
Secret                          : Tidak ada
Penciuman                    : Normal
Kebersihan                   : Bersih

52
Masalah                       : Tidak ada

d.      Telinga
Letak                           : Simestris
Pendengaran                 : Normal
Kebersihan                   : bersih
Masalah                       : Tidak ada

e.       Mulut dan gigi


Mukosa                        : Lembab
Bibir                             : Normal
Caries                          : Tidak ada
Lidah                            : Bersih
Masalah                       : Tidak ada

f.        Leher
Refleks telan                 : Normal
Tiroid                           : tidak ada pembekakan
Masalah                       : Tidak ada

g.       Dada
a.       Paru-paru               : Inspeksi          : Pengembangan dada simetris, tidak ada
jejas
  Palpasi           : vocal fremitus teraba kanan kiri
  Perkusi           : Sonor
  Auskultasi       : vesikuler
b.      Jantung                   : Inspeksi          : ictus kordis tidak tampak
  Palpasi           : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
  Perkusi           : Pekak
  Auskultasi       : terdengar bunyi S1 dan S2

53
h.       Abdomen
Bentuk                         : Simestris
Palpasi                         : Tidak ada nyeri tekan hepar,gastic dan pembesaran
Auskultasi                     : Peristaltic usus6x/menit
Perkusi                         : Tympani
Masalah                       : Tidak ada

i.         Genital
Jenis kelamin                : Normal, tidak ada kelainan
Kateter                         : tidak ada
Masalah                       : tidak ada

j.        Kulit
Warna                          : Sianosis
Turgor                          : Baik
Kebersihan                   : Bersih
Masalah                       : Sianosis

k.      Ekstremitas
Atas                             : Terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan dextra, tidak ada
edema
Bawah                          : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan, kekakuan
  otot kaki dextra, nyeri pada luka.
Masalah                       : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan, kekakuan
                                     otot kaki dextra, nyeri pada luka.

54
B.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Hemoglobin 10,4 gr/dl 12 – 14 gram/dl
2 Leukosit  11.000/ul 5.000 – 10.000/ul
3 Eritrosit 3,27 x 103/µL 4.5 – 5.9
4 Trombosit 7 × 103/µL 150 -450
5 Laju endap darah (LED) 3 mm/jam 0 – 10 (mm/jam)
6 creatinin 1,7 mg/dl 0.5 – 1.5 (mg/dl)
7 SGOT 30 U/L 5 – 40 (u/l)
8 SGPT 18 U/L 5 – 41 (u/l)

C.     TERAPI
  IVFD RL 30 Tpm
  Novalgin 3 x1 ampul
  Injeksi SABU 1 ampul
  Kalnex inj 3x1
  Terfacef  2x1 gr

D.    ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah
Data Subjektif : Nyeri
Gigitan ular berbisa
·        Klien mengatakan
yang mengandung toksin
rasa sakit diseluruh
persendian tubuh
Merangsang saraf –saraf
·        Klien mengatakan
seluruh tubuh
rasa sakit atau berat didada
dan perut
·        Klien mengatakan
Merangsang
pusing, dan mata
pegeluaran bradikin,
berkunang-kunang

55
Data objektif : prostagladin
·        Nampak
pembengkakaan pada luka
Impuls disampaikan
gigitan ular
ke SSP bagian korteks
·        Ekspresi wajah
serebri
meringis

Thalamus

Nyeri
Data subjektif : Pola nafas tidak efektif
Bisa ular
·        Klien mengatakan
mengandung toksin yang
sesak napas
bersifat neurotoksik
Data objektif :
·        RR : 34x/m
·        Penggunaan otot merangsang saraf
bantu pernafasan. perifer atau sentral

menyebabakan
paralise otot-otot lurik

kelumpuhan
/kelemahan otot pernafasan

kompensasi tubuh dengan


cara napas yang dalam dan
cepat

56
 

sesak

Gangguan pola napas


Data subjektif : Resiko tinggi infeksi
Gangguan ular
·        -
berbisa yang mengandung
Data objektif :
toksin
·        Tampak luka gigitan
ular pada tungkai kaki
·        Leukosit 11.000 Ketidakadekuatan
pertahananan tubuh

Resiko infeksi
Data subjektif : Gigitan ular Intoleransi aktivitas
·        Klien mengatakan
 Berbisa
badan nya kaku
·        Klien mengatakan
tidak mampu melakukan Toksin masuk tubuh
aktivitas
·        Klien mengatakan Merangsang saraf-saraf
pingganya pegal  
Data objektif :
·        Klien nampak lemah
Kel
emahan otot

Intoleransi aktivitas
Data subjektif : Cemas
Gigitan ular yang
·        Klien mengatakan

57
cemas dengan keadanya. berbisa mengandung toksin
Data objektif :
·        Klien terlihat emosi
Mempengaruhi
dan kaget.
saraf-saraf

Kurang informasi

Koping individu
tidak efektif

Cemas

E.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan darah pada
paru.
2.  Nyeri berhubungan dengan gigitan ular berbisa
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot-otot
5. Cemas berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif.

F.      CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Tan Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi

58
ggal/ keperawatan
jam
05 Pola nafas Tujuan ·      Buka jalan ·       Untuk S : Klien mengatakan sud
april tidak efektif umum : nafas dengan memeriksa tidak sesak nafas lagi
2016 berhubungan Setelah gunakan head tilt jalan nafas
/ dengan diberikan dan chin lift dan O:
10.3 penumpukan tindakan pernafasan ·   RR :24x/m
0 cairan darah keperawatan ·     Atur posisi ·   Tidak menggunakan al
wib pada paru. 1x24 jam semi fowler ·      Posisi bantu nafas lagi
diharapkan semi
pola nafas fowler A: Masalah teratasi
Data subjektif : efektif meningkatk
·        Klien kembali. an ekspansi P : Intervensi dipertahank
mengatakan Dengan ·        Berikan paru
sesak napas kriteria hasil pelembab udara
Data objektif : : kassa basah NaCL ·      Untuk
·        RR : ·        Freku lembab memberika
34x/m ensi n rasa
·        Penggun pernafasan nyaman
aan otot bantu 16-24 ·     Auskultasi
pernafasan. x/menit bunyi nafas
·        Bernaf
as mudah ·      Indika
·        Tidak si dasar
didapatkan ·     Kolaborasi adanya
penggunaan pemberian oksigen ganggua
otot-otot saluran
tambahan pernafasan
·        Bersu ·      Untuk
ara secara membantu
adekuat dalam

59
memenuhi
keb O2
05 Nyeri Tujuan umum : ·       Kaji skala ·       Mengetahui S : Klien mengatak
april berhubungan Setelah nyeri dengan karakteristik nyeri nyerinya sudah
2016 dengan gigitan dilakukan PQRST sehingga berkurang
/ ular berbisa tindakan P : Nyeri memudahkan
11.0 keperawatan Q : Terus- dalam O:
0 Data 1x24 jam menerus menentukan ·     Klien nampak
wib Subjektif : diharapkan R : Seluruh tindakan istirahat dengan ten
·        Klien gangguan Persendian. selanjutnya ·     Wajah klien tid
mengatakan nyaman nyeri S:5 meringis lagi
rasa sakit klien teratasi T : Saat
diseluruh Beraktivitas A : Masalah mulai
persendian Dengan ·       Posisi yang teratasi
tubuh kriteria hasil : ·       Atur posisi nyaman
·        Klien ·        Klien senyaman membantu P : Intervensi
mengatakan melaporkan mungkin mengurangi rasa dipertahankan
rasa sakit atau tidak nyeri lagi nyeri yang
berat didada ·        Ekspresi muncul
dan perut wajah tidak ·       Dengan
·        Klien meringis ·       Ajarkan teknik menarik
mengatakan teknik relaksasi nafas dalam dan
pusing, dan dan distraksi mengeluarkan
mata serta mengajak
berkunang- klien untuk
kunang berbincang
Data objektif : membantu
·        Nampak mengalihkan
pembengkakaa stimulus nyeri
n pada luka yang dirasakan.
gigitan ular ·       Lingkungan

60
·        Ekspresi yang tenang dapat
wajah meringis membuat klien
beristirahat yang
cukup sehingga
·       Ciptakan mengurangi
lingkungan intensitas nyeri
yang tenang dan ·       Membantu
anjurkan klien mengurangi rasa
beristirahat nyeri dengan
yang cukup menekan pusat
nyeri.

·       Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian obat
analgetik
05 Resiko tinggi Setelah ·           Lakukan ·       Mencegah S : Klien mengatak
april infeksi dilakukan pengikatan pada bisa racun ular sudah baikan
2016 berhubungan tindakan daerah atas luka tersebar keseluruh
/ dengan keperawatan 15-30 cm dari tubuh O : Leukosit 10.00
11.3 ketidakadekuat 1x24 jam luka gigitan
0 an pertahanan diharapkan A : Masalah Terata
tubuh infeksi tidak ·       Agar pasien
terjadi. tidak terkena P : Intervensi
Data subjektif : Dengan kriteri infeksi dari luar dipertahankan
·        - hasil : ·            Pertaha
Data objektif : ·        Menghin nkan tehnik
·        Tampak dari paparan isolasi

61
luka gigitan yang bisa ·           Agar
ular pada mengancam tindakan yang
tungkai kaki kesehatan diberikan perawat
·        Leukosit ·        Leukosit kepasien selalu
11.000 dalam batas dalam keadaan
normal ·           Cuci steril
(5.000-10.000) tangan sebelum ·           Mencegah
·        Mempero atau setelah kontaminasi
leh immunisasi melakukan kuman pada
yang sesuai tindakan pasien
·        Mengena ·       Mencegah
li perubahan terjadinya infeksi
status
kesehatan
·      Untuk
·      Pertahanka membantu proses
n tehnik aseptik penyembuhan
pasien, dan
pertahanan pasei
·      Kolaborasi dari kuman yang
pemberian anti lain.
bisa ular

·       Kolaborasi
pemberian
antibiotic, obat
SABU
05 Intoleransi Setelah ·      Pantau ·       Untuk S:
april aktivitas dilakukan kemampuan mengetahui ·     Klien mengatak
2016 berhubungan tindakan klien dalam tindakan apa yang badanya tidak kaku

62
/ dengan keperawatn melakukan dapat dilakukan ·     Klien mengatak
12.0 kelemahan 1x24 jam aktivitas sehari- oleh klien sudah mampu
0 otot-otot diharapakan hari sehingga perawat melakukan aktivita
intoleransi mudah dalam
Data subjektif : aktivitas mengambil O : Klien nampak
·        Klien teratasi keputusan terlihat lega dan tid
mengatakan Dengan selanjutnya lemah lagi.
badan nya kriteria hasil : ·       Membantu
kaku ·        klien klien dalam A: Masalah sudah
·        Klien dapat memenuhi teratasi
mengatakan memenuhi ·      Bantu klien aktivitasnya
tidak mampu kebutuhan dalam P: Intervensi
melakukan secara mandiri memenuhi ·       Dengan dipertahankan
aktivitas ·        klien kebutuhanya partisipasi
·        Klien dapat ikut serta sehari-hari keluarga klien
mengatakan dalam proses ·      Anjurkan dapat merasakan
pingganya pengobatan. keluarga klien bahwa
pegal untuk ikut serta keluarganya
Data objektif : dalam tindakan memberi suport
·        Klien pemulihan dalam pemulihan
nampak lemah kesehatan kesehatan
·      Menstabilkan
stamina klien
serta aktivitas
yang kurang
·      Anjurkan mengurangi
klien untuk penyebaran
istirahat dan toksin.
tidak
melakukan
aktivitas yang

63
tidak perlu
05 Cemas Setelah ·       Ciptakan ·      Lingkungan S : Klien mengatak
april berhubungan diberikan lingkungan yang tenang dapat sudah tidak cemas
2016 dengan koping tindakan yang tenang membantu klien menerima keadany
/ individu yang keperawatan istirahat dengan
12.3 tidak efektif. diharapkan cukup O: klien sudah bisa
0 cemas klien ·      Tindakan mengendalikan
wib Data subjektif : hilang. panik dan kaget emosinya
·        Klien Dengan mempercepat
mengatakan kriteria hasil : ·      Anjurkan penyebaran toksin A : Masalah teratas
cemas dengan ·        Kecemas klien tidak kedalam tubuh
keadanya. an klien panik ·      Membantu P : Intervensi
Data objektif : berangsur menghindari dipertahankan.
·        Klien menghilang penyebaran toksin
terlihat emosi ·        Klien yang cepat serta
dan kaget. rileks dan dapat membantu
santai. menambah
wawasan klien
·      Berikan akan gigitan ular
informasi yang
cukup mengenai
gigitan ular
serta
penangananyad
an tindakan
yang akan
dilakukan

64
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis
dan cara pemberiannya.Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan,
dan lama kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau dapat juga berlangsung
dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat darurat.

65
Ada tiga famili ular berbisa, yaitu Elapidae, Hydropidae, dan Viperidae
Bila tergigit ular yang berbisa tinggi efeknya berbeda beda sesuai jenis racun
yang terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya yaitu :
Pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna, Rasa sakit di seluruh
persendian tubuh, Mulut terasa kering, Pusing, mata berkunang – kunang,
Demam, menggigil, Efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa
sakit, pinggang terasa pegal, akibat dari usaha ginjal membersihkan darah,
Reaksi emosi yang kuaat, Penglihatan kembar/kabur, mengantuk, Pingsan,
Mual dan atau muntah dan diare, Rasa sakit atau berat didada dan perut,Tanda-
tanda tusukan gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki, Sukar bernafas dan
berkeringat banyak, Kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta
didik lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape

Medical News. January 30, 2013.

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:

http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-

berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

66
Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In:

Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis

and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info

Media.

Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus

bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.

Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar

2012;112(3):417-29.

Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius,

FKUI, Jakarta.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah,

vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan

Serangga.Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-

kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Musliha.(2015).keperawatan gawat darurat.yogyakarta: nuha medika


Junaidi,iskandar.(2013).pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat
gawat &darurat medis.  Yogyakarta:cv andi offset
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2016-2017. Jakarta:
Prima Medika

67
68

Anda mungkin juga menyukai