Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN JIWA I

Ns. Tati Suryati, M. Kep, Sp. Kep. Jiwa

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi

Disusun oleh:

SILVIA NUR RIZKI (11181082)

S1. KEPERAWATAN REGULER XI.B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


Jl. Bintaro Raya, No. 10, Kebayoran Lama Utara - Jakarta Selatan No.Telp :
(021)7234122,7027184, Fax : (021) 7324126
Website : www.stikespertamedika@gmail.com
Tahun Ajaran 2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perubahan resepsi sensori yaitu halusinasi.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan pencerapan
(persepsi) panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yg dapat meliputi semua
system penginderaan pada seseorang dalam keadaan sadar penuh (baik).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi , suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar.
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
C. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
4. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu
salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca
indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai
berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran Kadang-  Waham


logis kadang  Halusinasi
 Persepsi proses pikir  Sulit
akurat terganggu berespons
 Emosi (distorsi  Perilaku
konsisten pikiran disorganisasi
dengan Ilusi  Isolasi sosial
pengalama Menarik diri
n Reaksi
 Perilaku emosi >/<
sesuai Perilaku
 Hubungan tidak biasa
sosial
harmonis
E. Jenis Halusinasi
Menurut  Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

2. Tanda dan gejala


Gejala dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
a. Tahap 1 (comforting)
 Tertawa tidak sesuai dengan situasi
 Menggerakkan bibir tanpa bicara
 Bicara lambat
 Diam dan pikiranya dipenuhi pikiran yang menyenangkan
b. Tahap 2 (condemning)
 Cemas
 Konsentrasi menurun
 Ketidakmampuan membedakan realita
c. Tahap 3
 Pasien cenderung mengikuti halusinasi
 Kesulitan berhubungan dgn orla
 Perhatian dan konsentrasi menurut
 Afek labil
 Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
d. Tahap 4 (controlling)
 Pasien mengikuti halusinasi
 Pasien tidak mampu mengendalikan diri
 Tidak mampu mengikuti perintah nyata
 Beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3. Penyebab
Penyebab perubahan sensori persepsi halusinasi adalah isolasi social. Isolasi
sosial adalah percobaan untuk mengindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Tanda-gejala isolasi sosial :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b. Menghindar dari orang lain
c. Komunikasi kurang / tidak ada
d. Tidak ada kontak mata
e. Tidak melakukan aktivitas sehari-hari
f. Berdiam diri di kamar
g. Mobilitas kurang
h. Posisi janin saat tidur
4. Akibat
Akibat dari perubahan sensori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai
diri sendiri orang lain dan lingkungan. Adalah suatu suatu perilaku maladaptive
dalam memanifestasikanperasaan marah yang dialami oleh sesorang. Perilaku
tersebut dapat berupa menciderai diri sendiri, melalukan penganiayaan terhadap
orang lain dan merusak lingkungan.
Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
suatu ancaman. Perasaan marah sendiri merupakan suatu hal yang wajar
sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada rentang adaptif.
Tanda dan gejala :
Data obyektif :
a. Mata merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Suka berdebat
f. Sering memaksakan kehendak
g. Merampas makanan, memukul jika tidak senang
Data subyektif
a. Mengeluh merasa terancam
b. Mengungkapkan perasaan tak berguna
c. Mengungkapkan perasaan jengkel
d. Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik,
sesak dan bingung
F. Pohon Masalah

Resti menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi ; halusinasi

Isolasi sosial
G. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :

 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak


berhubungan dengan stimulus nyata
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada
stimulus yang nyata
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
 Klien merasa makan sesuatu
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat
dan didengar
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :

 Klien berbicara dan tertawa sendiri


 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
 Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif :

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih,
Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur,
Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

H. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
I. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
 Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
 Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi selanjutnya
 Tindakan :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


 Tindakan :
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-
olah ada teman bicara
 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore, malam)
 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
 Tindakan :

 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat berikan
pujian
 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga


dalam mengontrol halusinasinya
 Tindakan :

 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi


 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
 Tindakan :
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

b. Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri


 Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
 Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling


percaya
 Tindakan :

 Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
 Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
 Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab
menarik diri
 Tindakan :
 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
 Tindakan :

 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan


dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan
sosial
 Tindakan :

 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain


 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
 K–P
 K – P – P lain
 K – P – P lain – K lain
 K – Kel/Klp/Masy
 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan
perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
 Tindakan :

 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan


dengan orang lain
 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain
 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem
pendukung atau keluarga
 Tindakan :

 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


 Salam, perkenalan diri
 Jelaskan tujuan
 Buat kontrak
 Eksplorasi perasaan klien
 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
 Perilaku menarik diri
 Penyebab perilaku menarik diri
 Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
 Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta :
EGC, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :
RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
6. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi
1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

Anda mungkin juga menyukai