Anda di halaman 1dari 29

GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA

Pembimbing:
dr.Tony Setiabudhi, Sp.KJ (K), PhD

Disusun Oleh:
Raditya Utomo
030.01.196

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Dr. Soeharto Heerdjan
Periode 08 Oktober – 17 November 2007
Fakultas Kedokteraan Universitas Trisakti
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam revisi text dari edisi ke empat Diagnostic Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV-TR), 3 grup gangguan yaitu -Delirium, Dementia, Gangguan
Amnestik- dikarakteristikan oleh gejala utama yang untuk ketiga gangguan tersebut:
hendaya dalam fungsi kognitif (seperti ingatan, bahasa atau perhatian). Walaupun
DSM-IV-TR mengakui bahwa gangguan psikiatrik lain dapat menunjukan suatu
derajat hendaya kognitif sebagai suatu gejala, hendaya kognitif merupakan gejala
khas pada delirium, dementia, dan gangguan amnestik.
Pada masa lalu kondisi – kondisi ini diklasifikasikan dibawah golongan
gangguan mental organik. Secara tradisional, or
Gangguan kognitif merupakan gangguan psikiatrik paling utama pada usia
lanjut. Problem yang utama pada kelainan ini adalah defisit memori yang bermakna
dan atau fungsi kognitif lain yang mewakilkan perubahan yang signifikan dari tingkat
fungsi sebelumnya. Gangguan kognitif yang dibahas adalah dementia, delirium, dan
gangguan amnestik. Digunakan nomenklatur berdasarkan DSM-IV yang
menggunakan istilah gangguan kognitif dibandingkan dengan gangguan mental
organik yang selama ini dikaburkan karena pada dasarnya semua kelainan perilaku
memiliki unsur biologis baik itu secara genetik atau perubahan fisiologi dalam fungsi
otak.
Dementia dan gangguan kognitif lainnya pada usia lanjut sangatlah
memberatkan masyarakat, baik dalam hal masalah keuangan yang digunakan untuk
perawatan pasien dan juga dalam hal morbiditas, mortalitas dan stress yang diberikan
oleh pasien terhadap pemberi perawatan dan masyarakat secara luas. Gangguan
kognitif pada usia lanjut terutama seperti Dementia of the Alzheimer’s type (DAT)
dan gangguan kognitif usia lanjut lainnya sangat mengkosumsi sumber daya tenaga
kesehatan publik. Prevalensi dan beban gangguan kognitif pada usia lanjut akan terus

1
meningkat beriringan dengan porsi dari usia lanjut dalam populasi yang terus
meningkat.

BAB II
GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA

Gangguan yang berasal dari disfungsi otak telah dikenal selama beberapa
abad. Pada abad ke 17, Morgagni seorang ahli anatomi Italia menemukan gejala
klinik pada pasien dengan kelainan otak melalui pemeriksaan forensik. Seorang
Prancis, Bayle, mengumumkan studi sistematik paresis pertama di tahun 1822,
terdapat perubahan parenkim otak dengan demensia progresif. Di Rusia, Korsakoff
menggambarkan suatu bentuk ekstrim dari amnesia diperkirakan berasal dari lesi-lesi
di batang otak yang ditemukan pada pasien alkoholisme kronik, suatu kondisi yang
dikenal sebagai Psikosis Korsakoff. DI akhir abad 19, para pakar psikiatri-neurologi
seperti Alzheimer, Pick, Nissl dan Brodmann mengemukakan bahwa perubahan
struktur otak dan histologi mendasari penyakit demensia. Nahkan Freud, bapak
Psikoanalisis, mengerti tentang pentingnya studi neuroanatomi. Freud membuat
pengamatan bahwa pada sebagian besar gangguan mental ditentukan adanya suatu
basis struktural.
Berdasarkan sejarah, saat ini gangguan mental organik diklasifikasikan dalam
DSM IV dan DSM-IV-TR sebagai gangguan kognitif, gangguan mental yang
mengacu pada suatu keadaan medis secara umum atau gangguan berhubungan-
substansi. Delirium, demensia dan gangguan amnestik adalah gangguan kognitif
utama. Tiap gangguan melibatkan kerusakan daya ingat, pikiran abstrak, atau

2
penilaian dan menghasilkan perubahan klinik dari fungsi tingkat awal. Semua
gangguan yang dibahas pada bab ini hasil dari penyakit medis (termasuk kondisi
khusus yang tidak teridentifikasi) atau suatu keadaan (Contoh: intoksikasi obat,
pengobatan), atau kombinasi dari beberapa faktor. Di dalam DSM-IV-TR, kondisi
medis dimasukkan dalam kategori diagnostik bila disertai beberapa sindrom.
Gangguan kognitif terlampir dalam tabel 1-1.

Tabel 1-1 Gangguan Kognitif menurut DSM-IV-TR


Delirium
Berhubungan dengan kondisi medis umum
Akibat suatu zat
Berhubungan dengan penyebab multipel
Tidak termasuk dalam salah satu di atas
Demensia
Dari tipe Alzheimer
Dengan onset dini (usia <= 65 tahun)
Dengan onset lanjut (usia > 65 tahun)
Vascular
Berhubungan dengan kondisi medis
Penyakit HIV
Trauma Kepala
Penyakit Parkinson
Penyakit Huntington
Penyakit Pick
Penyakit Jacob-Creutzfeld
Lainnya (seperti hidrosefalus dengan tekanan normal tumor otak defisiensi vitamin B12)
Demensia karena induksi suatu zat
Berhubungan dengan penyebab multipel
Tidak termasuk salah satu di atas
Gangguan amnestik

3
Behubungan dengan kondisi medis umum
Gangguan amnestik karena suatu zat
Tidak termasuk dalam salah satu diatas
Gangguan kognitif tidak termasuk dalam salah satu diatas

Tabel 1-2 Kriteria Diagnostik untuk Delirium Karena kondisi Medis Umum berdasarkan DSM – IV –
TR.
A. Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
B. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat, disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan
gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang
telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.
C. Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari)
dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.
D. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah disebabkan oelh akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum.
Catatan penulisan : masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya, delirium
karena ensefalopati hepatic ; juga tuliskan kondisi medis umum pada aksis III.

Gangguan Kognitif
II.1 Delirium
Delirium adalah suatu sindrom bercirikan adanya suatu gangguan kesadaran,
rusaknya perhatian, dan perubahan dalam kognisi. Gambarannya adalah suatu
ketidakwaspadaan/ketidakpedulian terhadap lingkungan yang merupakan suatu
konsekwensi dari kondisi medis yang dibuktikan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
hail laboratorium. Delirium berubah secara cepat dari waktu ke waktu (tiap jam/tiap
hari) dan berfluktuasi dalam sehari (lihat tabel 1-2). Gejala tersebut biasanya tanda
suatu keadaan gawat darurat medis.

4
Delirium suatu kondisi yang tidak bisa diduga, di rumah sakit, diperkirakan
10-15% pasien medis mengalami delirium. Delirium biasanya ditemukan pada pasien
lanjut usia post pembedahan, khususnya mereka yang berusia diatas 50 tahun. Faktor
resiko menjadi delirium lainnya adalah dimensia dini, patah tulang, infeksi sistemik,
penggunaan narkotik atau antipsikotik. Delirium dihubungkan dengan angka
kematian yang tinggi diperkirakan 40-50% dari pasien dengan delirium meninggal
dalam 1 tahun.

 Gejala Klinik
Tanda dari delirium adalah perubahan secara cepat dari disorientasi,
kebingungan, kerusakan kognitif menyeluruh. Walaupun gejala delirium diantara
pasien berbeda, beberapa menujukkan ciri khas gangguan kesadaran ditandai
dengan hilangnya kewaspadaan terhadap lingkungan, sulit berkonsentrasi,
perhatian terbagi, kerusakan kognisi, gangguan persepsi (contoh ilusi). Pada suatu
saat, pasien bisa tampak normal tapi kemudian dalam beberapa hari menjadi
disorientasi dan berhalusinasi. Gejala lainnya yang khas dari delirium adalah
gangguan siklus tidur-bangun, terjaga malam hari, disorientasi tempat, tanggal,
orang, inkoherens, cepat lelah, agitasi dan somnolen.

Ilustrasi sketsa berikut menggambarkan sebuah kasus delirium di rumah sakit :


Seorang pensiunan polisi berumur 84 tahun, dibawa ke UGD oleh
keluarganya karena 5 hari sebelumnya mengalami kelesuan, kelemahan
ekstremitas bawah, inkontenensia urin, kebingungan secara intermiten dan hilang
ingatan. Pasien terjatuh 4 minggu sebelumnya dengan robekan di kepala
menampakkan sutura. Tidak ada riwayat penggunaan alkohol baru-baru ini.
Pasien kooperatif tetapi tertutup, perhatiannya mudah beralih. Orientasi terhadap
orang baik tapi disorientasi. Daya ingat jangkau pendek sangat miskin, dan dia
sulit menginat 3 objek dengan segera atau dalam waktu 3 menit. Dia berfikir

5
bahwa Franklin Roosevelt adalah presiden saat ini. Menariknya, pasien mengenal
kakek salah satu penulis (D.W.B) dan dapat berbicara panjang lebar tentang
hubungan tersebut.
Diagnosis delirium, dan pemeriksaan medis dilakukan CT Scan
menunjukkan Henatona Subdural Kronik Bilateral. Pasien dipndahkan ke bagian
bedah saraf, dimana dilakukan evakuasi lubang. Deliriumnya hilang, tetapi pasien
menderita demensia. Pasien dipindahkan ke ruang warat jangka panjang.

 Etiologi
Delirium sering timbul pada orang yang mempunya riwayat medis serius,
bedah, penyakit neurologik, mereka yang berada dalam intoksikasi obat atau
putus obat. Karena perkembangan delirium dapat menjadi petunjuk pertama
gangguan fisik, adanya delirium mengharuskan pencarian penjelasan medisnya
sesegra mungkin. Karena delirium adalah suatu gejala bukan suatu penyakit, lebih
baik delirium dilihat sebagai jalan terakhir dari beberapa penyebab penyakit.
Gangguan metabolik dengan infeksi, panas, hipoksia, hipoglikemia, keadaan
putus obat atau keracunan obat, encephalopati hepatic, biasanya menyebabkan
delirium. Penyebab delirium yang terletak di sistem saraf pusat adalah abses otak,
stroke, trauma kecelakaan, keadaan postictal. Penyebab lainnya yang sering
didapat adalah gejala aritmia dini pada pasien usia lanjut seperti fibrilasi atrium
dan iskemia jantung. Delirium dapat dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi
lingkungan tidak dapat mempengaruhi delirium. Contohnya : sebelum delirium
pengertian pasien sangat baik, kemudian timbul delirium pasca pembedahan
pasien menderita psikosis ICU, yang biasanya disebabkan oleh reaksi psikologi
terhadap lingkungan yang asing.

 Analisa
Evaluasi medis harus dilakukan, dimulai dari anamnesis yang terliti dan
pemeriksaan fisik lengkap. Sebaiknya bertanya pada orang yang mengenal
kondisi pasien karena pasien mungkin tidak dapat memberikan informasi tentang

6
dirinya. Perhatikan tanda-tanda neurologik fokal, termasuk lumpuh, hilangnya
kemampuan panca indera, papiledema, tanda kerusakan lobus frontal (reflek
hidung, mencucu, reflek rooting, palnonental) sebagai petunjuk ada kemunduran
keadaan umum. Uji laboratorium yang dilakukan adalah darah rutin dan urine
rutin. Pemeriksaan lainnya seperti foto rontgen thoraks, CT Scan, MRI otak,
EKG, kebal gungsi (pada beberapa kasus), screeng zat toksik, analisa gas darah,
EEG. Hasil laboratorium bervariasi tergantung dari penyebab delirium. Pasien
delirium cenderung terdapat peningkatan suhu yang dapat dilihat dengan adanya
ketidak stabilan saraf otonom dan tanda adanya infeksi penyebab EEG yang
ditemukan sering tidak normal.
Masalah utama dalam diagnosis banding adalah membedakan delirium
dari suatu kondisi kebingungan yang ada pada pasien skizofrenia atau gangguan
mood pasien delirium lebih sering timbul dalam keadaan akut, kebingungan
menyeluruh dan da gangguan dalam perhatian. Halusinasi pada delirium terpecah
dan tidak terorganisir dan cenderung menjadi halusinasi visual atau taktik
berlawan dengan halusinasi dengan yang didapat pada pasien dengan gangguan
psikotik. Riwayat keluarga penderita delirium jarang memiliki penyakit
psikiatrik. Namun, penyakit psikiatri tidak menutup kemungkinan disertai
delirium.

 Penatalaksanaan Klinis
Pertama, kondisi medis diperbaiki sebisa munkin. Sampai kondisi baik,
pemantauan harus tetap dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan
keselamatan pasien, termasuk observasi rutin, perawatan konsisten, menenangkan
dengan penjelasan sederhana secara berulang. Mengurangi ketegangan jiwa
diperlukan oleh pasien dengan agitasi tinggi meskipun pengalaman menunjukkan
bahwa pada beberapa pasien cenderung mengalami peningkatan agitasi.
Rangsangan eksternal diperkecil. Karena bayangan atau kegelapan mungkin
menakuti mereka. Pasien delirium sangat sensitif terhadap efek samping obat, jadi
pengobatan yang tidak perlu harus dihentikan termasuk golongan hipnotik-sedatif

7
(contoh : benzodiazepin). Pasien dengan agitasi tinggi ditenangkan dengan dosis
rendah obat antipsikotik potensi tinggi (contoh : haloperidol, thiothixene). Obat
dengan efek antikolinergik seperti klorpomazine, tioridazin di hindari karena
dapat memperburuk atau memperpanjang delirium. Kenyataannya, tingkat
antikolinergik plasma yang memicu delirium ditemukan pada pasien-pasien
bedah. Bila sedasi diperlukan gunakan dosis rendah benzodiazepin dengan kerja
singkat seperti oxazepam, lorazepam. Karena benzodiazepin membantu
mengobati keadaan putus obat pada pasien pasca bedah dengan gejala putus obat
golongan alkohol yang tidak diketahui jenisnya. Pada kasus ini, benzodiazepin
dilanjutkan 35 hari.

Rekomendasi untuk penatalaksanaan Delirium


Lingkungan rumah sakit yang tenang, penerangan yang baik adalah terapi yang baik untuk pasien.
1. Pribadi yang konsisten menenangkan pasien delirium
2. Secara rutin pasien dilatih mengingat hari, tanggal, waktu dan situasi dalam ruangan pasien
3. Pengobatan untuk penatalaksanaan tingkah laku harus di batasi
 Hanya obat-obatan yang penting diberikan pada pasien, plifarmasi harus dihindari
 Hipnotik-sedatif dan ansiolitik harus dihindari
 Tingkah laku yang sulit dikoreksi diberikan neuroleptik dosis rendah, benzodiazepin dengan
kerja singkat

II.2 Demensia
Demensia adalah suatu sindrom kerusakan daya ingat dan kognisi disertai
oleh gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Kesadaran atau tingkat kewaspadaan tidak
terganggu. Gejala kerusakan kognitif sebagai berikut :
1. Afasia (gangguan bahasa)
2. Amnesia
3. Apraksia (ketidakmampuan mengeluarkan aktivitas motor kompoleks)
4. Aquosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun fungsi saraf
sensoris utuh)

8
Tidak seperti retardasi mental (yang juga berhubungan dengan gejala di atas),
tidak disertai demensia. Kerusakan karena demensia disertai perubahan daya ingat
yang terjadi pada masa usia normal. Kebanyakan demensia Irreversibel tetapi
sebagian bisa di kontrol dengan obat-obatan. Sebagian kecil demensia berpotensi
reversibel, tapi hanya 3%. Mencari penyebab yang mudah diobati pada pasien
demensia adalah suatu keharusan.
Demensia jarang di dapat pada pasien usia < 65 tahun. 10% penderita berusaia
65-75 tahun. 25% berusia 75 sampai 85 tahun, 50% berusia 90tahun. Kasus demensia
meningkat diantara pasien usia lanjut yang dirawat di RS dan pasien dengan penyakit
fisik. Perkembangan popuasi Amerika dengan banyaknya usia >65 takut
menyebabkan demensia menjadi masalah terbesar di masa yang akan datang.
 Gejala Klinis
Demensia biasanya berkembang perlahan-lahan, gejala-gejala dapat tidak
terlihat atau tersamar di usia normal. Beberapa bentuk demensia berkembang
secara mendadak, seperti demensia vaskuler karena stroke. Pada kondisi awal
gejala yang terlihat hanya perubahan kepribadian pasien, menurunnya tingkat
minat pasien, berkembangnya sikap apatis, atau emosi yang labil. Keterampilan
Intelektual menurun, dapat dilihat dari pekerjaan yang membutuhkan penampilan
prima. Pada saat tersebut, pasien tidak menyadari atau menolak penurunan
kemampuan intelektualnya yang tajam. Karakteristik yang dapat membantu
memberdakan demensia terselubung dengan delirium ada pada tabel 1-3.

Tabel 1-3 Gambaran klinik untuk membedakan demensia dari delirium


Demensia Delirium
Onset kronik atau perlahan-lahan Onset akut atau cepat
Tingkat kerusakan kesadaran dini Tingkat kesadaran berkabut
Tingkat arousal normal Stupor dan agitasi
Progresif Sering reversibel
Dirawat di rumah dan rumah sakit jiwa Dilakukan pembedahan, penanganan
neurologik

9
Perjalanan penyakit demensia didapatkan kerusakan kognitif menjadi
jelas, perubahan kepribadian dan mood secara berlebihan, hilangnya kemampuan
sosialisasi (pada kondisi awal, hal tersebut membantu memberi gambaran tentang
kesehatan pasien), dan timbulnya gejala psikotik. Bila demensia berkembang,
pasien memiliki ketidakmampuan bentuk dasar seperti makan sendiri, kebersihan
diri, menjadi tidak kontinen dan emosi sangat labil. Pasien menjadi lupa nama
teman-temannya dan kadang-kadang tidak mengenali keluarga terdekat. Pada
demensia tingkat lanjut, pasien menjadi tidak responsifdan bisu. Pada keadaan
tersebut biasanya disertai kematian dalam 1 tahun.
Demensia harus dibedakan dari pseudodemensia, suatu keadaan yang
disertai penyakit depresi. Pada gangguan tersebut, pasien depresi tampak
memiliki demensia. Penderita Pseudodemensia sulit mengingat dengan tepat,
tidak bisa menghitung dengan baik,banyak mengeluh, beberapa mengalami
penurunan kemampuan kognitif dan keterampilan. Gambaran perbedaan antara
demensia dan pseudodemensia dapt dilihat pada tabel 1-4. Perbedaannya amat
jelas, pasien dengan pseudodemensia memiliki penyakit yang mudah diobati
(depresi) dan tidak memiliki demensia. Demensia timbul dari gangguan mood.
Dengan demikian, pasien dengan demensia dapat berkembang menyertai depresi
mayor, diikuti perubahan daya ingat dan kognitif secara intensif.

Tabel 1-4 Gambaran Klinik Membedakan Pseudodemensia dari Demensia


Pseudodemensia Demensia
Durasi singkat Durasi panjang
Fungsi kognitif hilang Sedikit fungsi kognitif yang hilang
Disfungsi kognitif tampak jelas Disfungsi kognitif tidak jelas
Distress komunikasi Kurang konsentrasi
Hilangnya daya ingat mengenai peristiwa atau Masih bisa mengingat peristiwa atau periode
periode tertentu tertentu
Hilangnya konsentrasi dan perhatian Perhatian dan konsentrasi terpecah
“Tidak tahu“ merupakan jawaban yang khas Jawaban atas pertanyaan tidak tepat

10
Tidak bisa membaca naskah sederhana
Hilangnya fungsi sosial Pasien masih dapat membaca
Perubahan Mood perfasif Fungsi sosial terhambat
Ada riwayat penyakit psikiatri Perasaan rendah diri dan labil
Tidak ada riwayat penyakti psikiatri

Gejala nonkognitif dari demensia sering menjadi maslaah, khususnya dari


pandangan anggota keluarga (lihat tabel 1-5). Beberapa jenis demensia seperti
penyakit Alzheimer, setengah dari penderita mengalami halusinasi dan / atau
delusi. Hampir 20% penderita berkembang menjadi depresi klinik, setengahnya
menderita gejala depresif. Depresi lebih sering terjadipada pasien dengan
demensia vaskuler. Karena gejala demensia dan depresi terjadi bersamaan, sulit
untuk membedakan antara demensia dan depresi. Petunjuk diagnosis depresi
adalah menurunnya berat badan (pada penderita kanker atau apraksia dalam
menelan), sulit tidur, sering menangis/merasa tidak dapat melakukan sesuatu, dan
perubahan tingkah laku seperti menghindari bersosialisasi, agitasi psikomotor,
dan penonjolan sifat negatif.

11
Tabel 1-5 Masalah tingkah laku dari 55 pasien yang dilaporkan oleh anggota keluarga
Tingkah laku Laporan masalah dari keluarga, %
Gangguan daya ingat 100
Mudah marah 87
Bergantung atau suka mengkritik 71
Sulit tidur 69
Suka menyembunyikan sesuatu 69
Sulit berkomunikasi 68
Curiga 63
Mencari pembenaran 60
Pola makan tidak teratur 60
Menggelandang 59
Kebersihan kurang 53
Halusinasi 49
Delusi 47
Kekerasan fisik 47
Inkontinentia 40
Tidak bisa masak 33
Suka memukul / menganiaya 32
Tidak bisa mengemudi 20
Perokok 11
Kelainan tingkah laku seksual 2

 Diagnosis
Cara terbaik untuk menegakkan demensia dalah sejarah kedokteran adalah
cara yang kuno : anamnesis, pemeriksaan fisik secara teliti, pemeriksaan status
mental dengan detail. Sebagai pelengkap pemeriksaan status mental formal,
pemeriksaan status mental sederhana di samping tempat tidur pasien secara cepat
dan dapat digunakan untuk memberikan gambaran kerusakan kognitif. Test

12
tersebut diantaranya orientasi, daya ingat, kemampuan kontruksi, kemampuan
membaca, menulis, berhitung dan dapat di susun secara cepat. Nilai 30
diperkirakan ada kerusakan. Skor < 25 cenderung ke arah kerusakann dan skor <
20 menunjukkan ada kerusakan.
Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang penting untuk
menyingkirkan penyebab medis Irreversibel dari kerusakan kognitif. Semua
pasien dengan onset dini demensia diperiksa darah lengkap ; fungsi hati, tiroid
dan fungsi ginjal ; test serologi untuk sifilis & HIV ; urinalisa ; EKG ; dan Ro
foto thorax. Elekholit serum, glukosa serum, vitamin B12 dan asam folat juga
dinilai sebagian besar metabolik reversibel yang mudah dibaca endokrin,
defisiensi vitamin dan kasus infeksi, baik penyebab atau komplikasinya dapat
ditemukan dengan test sederhana di atas disertai penemuan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium lainnya membantu menyeleksi
pasien-pasien dengan teliti; contohnya CT Scan atau MRI otak untuk penderita
dengan riwayat lesi otak, tanda-tanda neurologik fokal, atau demensia yang
terjadi sangatdufokal. Pemeriksaan EEG untuk pasien dalam perubahan kesadaran
atau suspect kejang. Analisa gas darah diperiksa bila ada hubungan dengan fungsi
pernapasan. Aliran darah otak yang diukur dengan SPECT (Single Photon
Emition Computed Tomograpgy) atau PET (Psotron Emission Tomography)
diperiksan untuk membedakan demensia Alzheimer dengan demensia bentuk-
bentuk lainyya karena pada pasien-pasien tersebut ditemukan karakteristik
penurunan aliran darah temporoparietal posterior bilateral. Pemeriksaan medis
untuk demensia dapat dilihat pada tabel 1-6.
Pemeriksaan neuropsikologis dilakukan untuk mengevaluasi demensia.
Pemeriksaan dalam memperoleh garis besar data dilakukan untuk melihta adanya
perubahan antara sebelum dan sesudah pengobatan. Pemeriksaan juga berguna
untuk mengevaluasi individu dengan pendidikan tinggi yang diduga mengalami
gejala awal demensia saat hasil pemeriksaan otak atau pemeriksaan lainnya
mempunyai dua arti. Pemeriksaan juga berguna membedakan delirium dari
demensia dan depresi.

13
Tabel 1-6 Pemeriksaan medis untuk Demensia
1. Anamnesis lengkap
2. Pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk pemeriksaan neurologik
3. Pemeriksaan status mental
4. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap
 Elektrolit serum
 Glukosa serum
 Analisa gas darah
 Kreatinin
 Test fungsi hati
 Serologi untuk HIV dan Sifilis
 Test fungsi tiroid
 Serum vitamin B12
 Asam Folat
 Urinalisa & Screening obat dalam urin
 EKG
 Rontgent foto thorak
 Pemeriksaan neuropsikologi
 Pemeriksaan lainnya
 aliran darah
 pungsi lumbal

Pasien dengan demensia perlu dirawat untuk mengevaluasi dan mengobati


tingkah laku, komplikasi psikologi seperti agresivitas, kekerasan, psikosis, atau
depresi, percobaan bunuh diri, penurunan berat badan atau penurunan secara akut
tanpa sebab.

14
 Dementia Alzheimer
Dementia Alzheimer merupakan penyebab demensia degeneratif yang
utama, jmlahnya 50% - 60% dari kasus demensia. Hal tersebut mempengaruhi 2,5
juta penduduk Amerika. Dalam DSM-IV-TR, demensia Alzheimer dibagi dua
yaitu tipe onset awal (usia  65 tahun) dan tipe onset lanjut (usia > 65 tahun).
Sebagian besar yang menjalani demensia tipe onset awal mempunyai riwayat
keluarga penderita Alzheimer. Pasien jarang mengalami onset di dekade ke 5,
dengan gangguan mutasi kromosom 1, 14 & 21.
Penyakit Alzheimer berbahaya, menimbulkan kematian 8 – 10 tahun
setelah ditemukan gejala. Penyakit Alzheimer diderita pasien usia 65 tahun (5%)
sampai usia 90 tahun (20%). Gejala menetap dan memburuk setelah beberapa
tahun, ditandai dengan kolaps fungsi intelektual. Kelainan fisik jarang ditemukan,
kecuali pada Alzheimer tingkat lanjut : reflek tendon hiperaktif, tanda Babinski,
tanda lepasnya lobus frontal. Timbulnya halusinasi, delusi, ulisi berhubungan
dengan kemunduran fungsi kognitif. Atrofi kortikal pembesaran ventrikel otak
ditemukan pada pemeriksaan CT Scan atau MRI.
Contoh kasus Demensia Alzheimer pada seorang komposer Maurice
Ravel.
Ravel, seorang maestro impresionis musik Prancis, ahli dalam komposisi
piano dan orkestra. DI usianya yang ke 56, setelah menyelesaikan karyanya yang
terkelan dengan “Concerto in G Minor” mulai menggeluti kelelahan dan
kelesuan, gejala yang dibiarkannya bersama dengan keluhan insomnia dan
hipokondriasis jangka panjang. Gejalanya berkembang cepat dan energi kreatif
yang dimilikinya hilang.
Beberapa tahun kemudian, setelah kecelakaan mobil, kemampuan
kognitif Ravel menjadi erosi. Kemampuannya untuk mengingat nama, berbicara
spontan dan menulis rusak. Seorang ahli neurologi Prancis mencatat kemampuan
Ravel dalam kalimat verbal lebih unggul dari pada kemampuannya berbicara atau

15
menulis. Malangnya, Ravel juga mengalami amnesia, suatu kondisi
ketidakmampuan mengetahui suara musik. Penampilan terkahirnya di depan
publik sangat singkat. Dia tak punya kemampuan lagi untuk koordinasi,kognisi
dan berbicara hal penting untuk memimpin orkestra.
Teman-teman Ravel mencoba membantunya dengan merangsang
kemampuan intelektual Ravel sebisa mungkin. Tetapi secara perlahan fungsi
intelektual dan bicaranya menurun jauh. Tahun ke 4 dalam demensia, Ravel
menjadi bisu dan tidak dapat mengenali musiknya sendiri.
Ravel meninggal di usia 62 tahun, setelah mengalami pembedahan saraf
tanpa indikasi yang jelas, mayatnya tidak diotopsi, namun ahli neurologi
menduga adanya penyakit degeneratif serebral.
Walaupun penyakit Alzheimer tidak mudah di diagnosis saat masih hidup,
pada otopsi ditemukan karakteristik patologi otak, termasuk plak senilis
(kusutnya degenerasi neuron disekitar inti amiloid), kusutnya neurofibril (filamen
bentuk helik yang kusutnya diantara neuron-neuron), degenerasi neuron
agranulovacuolar dari badan sel saraf, dan bahan hirano (struktur merah
berelongasi di hipokanpus). Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya neuron
kolinergik dijalur basal otak depan menunjukkan gambaran biokemikal konsisten
dari penyakit.
Faktor resiko penderita Alzheimer diantaranya memiliki riwayat trauma
kepala, sindroma down, tingkat pendidikan dan pekerjaan rendah, berasal dari
turunan, langsung penderita Alzheimer. Kenyataannya, 50% pasien pada riwayat
keluarga demensia Alzheimer, menderita penyakit tersebut pada usia 90 tahun.
Gen dari kromosom 19, apolipoprotein E (APOE), ditemukan menjadi faktor
resiko faktor penyakit Alzheimer. APOE  4 allel meningkatkan resiko dan
mempercepat onset penyakit Alzheimer dan APOE  2 allel mempunyai efek
sebagai pelindung. Penyakit Alzheimer dari APOE terjadi diseluruh dunia.

16
Tabel 1-7. Berdasarkan DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif multiple yang dimanifestasikan oleh baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untukmengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
(2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
(a) Afasia (gangguan bhasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik adalah utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik adalah untuk)
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan, dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna
dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus
menerus.
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari berikut:
(1) Kondisi system saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat
dan kognisi (misalnya, penyakit serebrovaskular, penyakit Parkinson, penyakit
Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak).
(2) Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia (misalnya, hipotiroidisme,
defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis,
infeksi HIV).
(3) Kondisi akibat zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan olehgangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat, skziofrenia)

Kode didasarkan pada tipe onset dari ciri yang menonjol:


Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
Dengan delirium : jika delirium menumpang cirri yang menonjol
Dengan mood terdepresi : jika mood terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi kriteria
gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah cirri yang menonjol. Suatu diagnosis

17
terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan.
Tanpa penyulit : jika tidak ada satu pun di atas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang
Dengan onset lanjut : jika onset adalah setelah usia 65 tahun
Dengan delirium : jika delirum menumpang pada demensia
Dengan waham : jiwa waham merupakan cirri yang menonjol
Dengan mood terdepresi : jika mood terdepresi (termasuk gambaran yang memenuhi krieria
gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah cirri yang menonjol. Suatu diagnosis
terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan.
Tanpa penyulit : jika tidak ada satu pun di atas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang.

Sebutkan jika :
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan : juga tuliskan penyakit Alzheimer pada Aksis III

 Dementia Vaskular
Demensia vaskular merupakan penyebab penyebab demensia kedua terbesar
setelah penyakit Alzheimer. Didapatkan sekitar 15% - 30% dari kasus demensia. Pada
beberapa kasus merupakan kombinasi demensia vaskular dengan tipe Alzheimer.
Demensia vaskular sangat bervariasi, tergantung dari penyebabnya (contoh, infark
multipel, infark satu pembuluh darah strategis, penyakit pembuluh darah kecil,
perdarahan). Demensia yang disebabkan multiple infark sering terjadi , disebabkan
oleh sekumpulan infark cerebri pada penderita aterosklerotik pembuluh darah besar
atau katup jantung. Kadang disertai dengan defisit neurologi fokal. Riwayat onset dini
dan mundurnya pola pikir pada pasien usia 50 atau 60 tahun membantu membedakan
demensia karena infark multipel atau demensia karena degeneratif. Pasien dengan
demensia vaskular biasanya memiliki darah tinggi dan diabetes atau pernah terkena
stroke, beberapa diantaranya tidak memiliki penyakit tersebut.Atherosklerosis pada
pembuluh darah arteri utama dapat di koreksi dengan pembedahan, tetapi karena
atherosklerosis terjadi diantara pembuluh darah intrakonial yang lebih kecil, tidak
diperbolehkan melakukan intervensi spesifik apapun. Hipertensi yang terkontrol
merupakan awal pengobatan pasien tanpa gejala dan dapat mencegah atau menahan

18
perkembangan demensia vaskular. Penatalaksanaan dengan antikoogulan atau aspirin
dapat membantu mencegah terbentuknya trombus, sehingga menurunkan resiko
terjadinya infark miokard dan stroke.
Demensia dapat terjadi pada pasien AIDS. Demensia dapat disebabkan oleh
infeksi langsung HIV di sistem saraf, tumor intrakranial, infeksi (contoh,
toksoplasmosis, cryptococcus), atau oleh penyakit sistemik berefek indirek (contoh,
septikemi, hipoksia, gangguan keseimbangan elektrolit). Karena demensia dapat
terjadi pada tahap awal infeksi HIV, evaluasi kuman HIV seropositif diindikasikan
bagi pasien dengan resiko tinggi HIV (contoh, homoseksual, penderita
ketergantungan obat) yang memiliki gejala perubahan kognitif, mood, atau tingkah
laku).

 Demensia dengan badan lewy


Demensia dengan lewy bersifat progresif dan Irreversibel dan memiliki
gambaran klinik mirip dengan penyakit Alzheimer. Halusinasi visual menonjol dan
gambaran parkinsonisme menandai gejala awal dari penyakit. Perubahan parenkin
otak khas pada Alzheimer, pada badan lewy khas ditemukan badan inklusi eosrafilik
di khas kortek serebri dan badan otak. Penelitian terakhir memperkirakan demensia
dengan badan lewy mencapai 1 dari 15 kasus demensia. Pasien dengan demensia
jenis ini sangat sensitif terhadap efek samping obat antipsikotik konvensional
sehingga dikontraindikasikan.

 Penyakit Pick
Sejumlah 5% dari demensia Irreversibel adalah penyakit Pick. Dimulai
dengan adanya perubahan kepribadian, tingkah laku aneh, dan hambatan fungsi
sosial. Bila kerusakan kognitif menjadi berat, gejala klinik sulit deibedakan dari
penyakit Alzheimer dan diagnosa baru bisa di tegakkan setelah meninggal. Pada
otopsi ditemukan atrofi fronto temporal otak dan dilatasi vertikal. Pemeriksaan
mikroskopis didapatkan hilangnya fungsi neuron dengan glikosis dan ada badan
pick pick dineuron-neuron badan pick berisi masa elemen-elemen sitoskeletal yang

19
mengikat antibodi poliklonal dengan neurotubule dan berisi antibodi monoklonol
untukneurofilamen. Penderita pada umumya laki-laki dan mempunyai keturunan
pertama penderita penyakit pick.

 Penyakit Huntington
Penyakit huntington adalah suatu gangguan neuropsikiatrik dengan riwayat
antosom-dominan. Letak gen pada kromosom 4. Gejala psikiatrik bervariasi dari
depresi ringan, ansietas, iritabilitas sampai halusinasi frank dan delusi. Biasanya
menjadi mendahului onset korea. Demensia terjadi dalam fase terminal suatu
penyakit dan ditandai dengan kerusakan kognisi tanpa gangguan bahasa.

 Penyakit Creutzfeldt – Jacob (CJD)


Penyakit yang virules dan menyebabkan Irreversibel demensia. Disebabkan
oleh prion yaitu partikel-partikel kecil protein yang menyebabkan otak berbentuk
bunga karang (sepon). Dahulu CJD dan ensefalopati bentuk spon diperkirakan virus
lambat. Kasus CJD jarang ditemukan, penderita berusia 50-70 tahun, ditandai dengan
adanya demensia progresif yang menyebabkan kematian beberapa bulan kemudian.
Masa inkubasinya berkisar antara bebrapa bulan sampai tahun. Ditemukan gejala
mioklonus dengan tanda ekstrapiramidal dan serebellum , mutisme akinetik dan buta
kortikal. Pda 80% kasus ditemukan kompleks trifasik pada EEG. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan perubahan bentuk seperti spon, terdiri dari vacuola
neuropil substansi grisea, disebabkan hilangnya fungsi neuron dan astrosit. CJD
bersifat sporadis, ditransmisi oleh elektroda intra cerebri, graftdurameter,
transplantasi kornea, hormon pertumbuhan dan gonadotropin prognosis bervariasi
dan belum diketahui pengobatannya. Kasus terakhir CJD yang ditemukan
menggambarkan onset lebih dini (usia 27 tahun) dengan gejala psikiatrik lebih
banyak dan lebih lama (14 bulan, biasanya 4 bulan), dan tidak ditemukan kompleks
trifasik pada EEG.

20
 Penyebab Demensia Ireversibel lainnya
Bentuk Irreversibel lainnya dari demensia termasuk penyakit ganglia basulis
(penyakit parkinson), serebelum(degenerasi serebelum, spinoserebelum, dan
olivopontocerebellar), dan motor neuron (sklerosis amyotrophic lateral); kompleks
demensia parkinson dari guam; ensefalitis herpes simpleks; demensia multipel
sklerosis, sebagian besar penyakit metabolik herediter menyebabkan demensia
Irreversibel, termasuk penyakit wilson (degenerasi hepato lenticular), leukodistrofi
metakromatik, adrenoleukodistrofi dan penyakit neuronal (contoh, penyakit Tay
Sach).

 Gangguan metabolik
Penyakit kronik seperti tiroid, paratiroid, adrenal, dan glandula pituitari dapat
menyebabkan demensia reversibel dan biasanya mudah dikenali. Penyakit pulmonar
dengan hipoksia atau hiperkapnia dapat menyebabkan demensia. Gagal ginjal akut
atau kronik dapat menyebabkan demensia reversibel, seperti juga gagal fungsi hepar
(ensefalopati hepatic). Demensia sudah umum terjadi pada pasien diabetes melitus
dengan koma hipoglikemi atau hiperosmolar.

 Gangguan nutrisi
Alkoholisme kronik dapat menyebabkan global demensia, dan defisiensi
tiamin memicu timbulnya ensefalopati Wernick, suatu gangguan amnestik. Pada
anemia perniciosa terdapat makanisme yang berbeda sehingga tidak semua demensia
yang dihasilkannya bersifat reversibel. Defisiensi folat dapat menjadi reversibel bila
diketahui sejak dini. Penyakit pellagra (defisiensi niacin), merupakan masalah
terbesar untuk negara-negara yang sedang berkembang, menunjukkan respon
terhadap niacin, meskipun perubahan mental terjadi untuk jangka waktu yang lama.

Penyebab dimensia yang mudah diobati dapat dilihat pada tabel 1-8.

21
Tabel 1-8 Penyebab demensia yang mudah diobati
Vascular Toksisitas
Infark multipel Bromida
Endokarditis bakteri sub akut Merkuri
Penurunan curah jantung Dan lain lain
Infark miokard, gagal jantung Infeksi
Penyakit vaskular kolagen Paresis general
Gangguan metabolik dan endokrin Meningitis kriptokokkus
Hipotiroidisme Ensefalitis
Hipertiroidisme Sarcoid
Insufisiensi pituitari Pascainfeksi
Hipoglikemi berulang Ensefalomielitis
Asidosis respiratorium Massa
Uremia Limfoma dan lekemia (dengan atau tanpa
Ensefalopati hepatik perubahan patologik)
Porfiria Tumor intrakranial (meningioma sub
Penyakit Wilson frontal)
Nutrisi Hematoma subdural
Anemia permesiosa Kejang sub klinik
Defisiansi tiamin dan alkoholik Penyakit demielinasi
Pellagra Hidrosefalus tekanan normal

 Penatalaksanaan Klinik
Pengobatan kolinergik menyebabkan defisit asitelkolin pada penyakit
Alzheimer. Tiga macam obat yang sudah diteliti oleh FDA : takrin, donepezid, dan
rivastigorin, Dosis takrin dimulai 10 mg 4x/hari dan ditingkatkan perlahan sampai
160 mg/hari. Peningkatan enzim hati dimonitor tiap minggu sebanyak
40%mengalami peningkatan. Dosis awal donepezil 5 mg/hari sampai 10 mg/hari
setelah 4 minggu. Rivastigorin dimulai 1,5 mg/hari dinaikkan tiap 2 minggu,
maksimal 6 mg/hari. Baik donepezid atau rivastigorine merupakan hepatoloksik. Obat
bekerja efektif memperlambat penurunan fungsi kognitif. Keberhasilan terapi
bervariasi, beberapa pasien mengalami perbaikan yang lainnya sedikit mengalami

22
perbaikan. Obat tidak bekerja luar biasa bila penyakit sudah parah dan bekerja baik
pada tahap awal penyakit.
Pengobatan lainnya ditujukan untuk mengurangi gejala ansietas, psikosis atau
depresi, yaitu ansiolitik, antipsikotik,antidepresan. Dokter harus memberikan dosis
efektif terendah karena pasien demensia memiliki toleransi obat rendah terhadap efek
samping obat. Mengobati depresi pada pasien demensia , dokter harus menghindari
obat antidepresan trisiklik dan menggunakan obat dengan toleransi paling baik yaitu
inhibitorserotonin (contoh fluoxetine, paroxetive). Bagaimanapun juga pasien
demensia memakai dosis obat lebih rendah dari pasien tanpa demensia.
Gangguan iritabilita, agresi, tidak kooperatif dan kekerasan merupakan
masalah pada penderita dengan demensia. Hal tersebut membuat penderita
memebuat penderita sulit diterima dikeluarga dan lingkungan sosial, dan akhirnya
pasien ditempatkan di institusi. Antipsikotik dapat mengontrol masalah tingkah laku
tersebut. Pengobatan antipsikotik potensi tinggi (contoh, haloperidol 1-2 mg/hari)
sangat efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Antipsikotik
atipik (contoh, risperidan 0,5-2 mg/hari) juga efektif dan lebih baik di toleransi.
Trazodone diberikan sebelum tidur (25 – 100 mg), efektif untuk mengatasi agitasi
dimalam hari. Anti konvulsan seperti karbamazepin dan valproate, dapat digunakan
untuk mengurangi agitasi dan biasanya ditoleransi lebih baik. Buspiron, ansiolitik non
benzodiazepim onset kerjanya membutuhkan 2-3 minggu. Benodiazepim harus
dihindari kecuali pada pasien dengan agitasi akut yang tidak memerlukan antiagitasi
jangka panjang. Keberhasilan terapi tingkah laku tergantung pada pasien dan
dukungan kesejahteraan dari keluarga. Kenyataan orientasi mungkin menjadi lebih
berharga; kepedulian kelompok terapi membantu pasien untuk mempertahankan
kemampuan sosialmereka. Walaupun kasusnya parah pasien dapat bereaksi terhadap
kegiatan sosial yang familiar dan terhadap musik. Kelompok terapi untuk anggota
keluarga memberikan dukungan psikologis dan menambah wawasan keluarga
terhadap penyakit. Pusat bantuan di Amerika dibuka bagi mereka yang

23
membutuhkan. Manual yang bermanfaat adalah “36 jam sehari” (Mace dan Robin,
tahun 1999).
Rekomendasi untuk penatalaksanaan demensia adalah sebagai berikut:

Rekomendasi untuk penatalaksanaan demensia


1. Dirawat di rumah dan di klinik, pasien biasanya memiliki respon lebih besar dengan rangsang
lingkungan yang rendah dibanding dengan rangsang lingkungan yang tinggi
 Pasien dengan demensia sulit menterjemahkan input sensoris dan mudah menjadi gembira
2. Rutinitas dan konsistensi penting untuk mengembalikan agitasi dan kegelisahan pasien
3. Keluarga harus lebih terbuka terhadap kerusakan kognitif yang diderita
 Dokter harus menunjuk anggota keluarga yang bisa memberikan dukungan pada pasien
dilingkungannya
 Dokter harus memberikan bahan bacaan
4. Keluarga harus diberikan dukungan psikologi bila pasien dirawat di institusi untuk mengurangi
rasa bersalah mereka

5. Pengobatan kolinergik memperlambat fungsi kognitif. Tacrine, donepezil, dan rivastigmine efektif
tetapi donepezil dan rivastigmine toleransinya lebih baik. Depresi biasanya berespon baik dengan
obat anti depresan, agitasi akut atau psikosis beraksi baik dengan obat anti psikotik.
 Inhibitor serotonin lebih baik ditoleransi dari antidepresan (fluoxetin, 5-20 mg/day)
 Antipsikotik potensi rendah harus dihindari karena memiliki efek samping antikolinergik,
antipsikotik atipik lebih baik ditoleransi dan lebih efektif untuk pasien (risperidone, 0,5-2
mg /day)
 Untuk pengobatan tingkah laku jangka panjang menggunakan lithium karbonat propranolol,
valproate, karbamazepin, tidak menguntungkan dan tidak konsisten
 Trazodone, diberikan sebelum tidur, dosis 25-100 mg sangat efektif menghilangkan agitasi
malam di hari.

II.3 Gangguan Amnestik


Gambaran utama gangguan amnestik adalah ketidakmampuan mempelajari
informasi baru atau untuk mengingat informasi penting, menyebabkan gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan. (Kriteria DSM-IV-TR dalam Tabel 1-9.) Penderita
gangguan amnestik memiliki orientasi dan kewaspadaan tetapi tidak bisa mengingat

24
peristiwa yang terjadi beberapa jam sebelumnya. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
trauma, tumor, infeksi, infark, kejang, atau obat-obat, namun penyebab paling parah
adalah keracunan alkohol. Amnesia yang berhubungan dengan alkohol mungkin
disebabkan oleh defisiensi tiamin. Gejalanya berhubungan dengan ensefalopati
Wernick, yang ditandai dengan oftalmoplegia, ataxic gait, nistagmus, dan mental
confusion. Sindroma ini memerlukan perawatan tiamin segera. Kondisi ini tidak
memperbaiki kondisi kerusakan yang sudah terjadi karena alkohol. Sindroma
Wernicke-korsakoff didapat bila disertai kerusakan kognitif dan daya ingat.
Pemeriksaan otopsi pada pasien ini didapatkan perdarahan dan sklerosis badan
mamillari di hipotalamik, sklerosis nukleus thalamus, lesi difus batang otak,
serebellum, dan sistem limbik.

Tabel 1-9 Berdasarkan DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Amnestik Karena
Kondisi Medis Umum
A. Perkembangan gangauan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemamuan
untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang
telah dipelajari sebelumnya.
B. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fugnsi sosial atau pekerjaan
dan meruipakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya.
C. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu
demensia.

D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik).

Sebutkan jika :
Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan aau kurang.
Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.
Catatan penulisan : masukkan juga nama kondisi medis umum pada aksis I, misalnya, gangguan
amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi medis pada Aksis III.

25
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan kognitif merupakan gangguan psikiatrik paling utama pada usia


lanjut. Problem yang utama pada kelainan ini adalah defisit memori yang bermakna
dan atau fungsi kognitif lain yang mewakilkan perubahan yang signifikan dari tingkat
fungsi sebelumnya. Dementia dan gangguan kognitif lainnya pada usia lanjut
sangatlah memberatkan masyarakat, baik dalam hal masalah keuangan yang
digunakan untuk perawatan pasien dan juga dalam hal morbiditas, mortalitas dan
stress yang diberikan oleh pasien terhadap pemberi perawatan dan masyarakat secara
luas.
Gangguan Kognitif menurut DSM-IV-TR dibagi menjadi :
1. Delirium
1.1. Berhubungan dengan kondisi medis umum
1.2. Akibat suatu zat
1.3. Berhubungan dengan penyebab multipel
1.4. Tidak termasuk dalam salah satu di atas
2. Demensia
2.1 Dari tipe Alzheimer
2.1.1. Dengan onset dini (usia <= 65 tahun)
2.1.1. Dengan onset lanjut (usia > 65 tahun)
2.2. Vascular
2.3. Berhubungan dengan kondisi medis
2.3.1. Penyakit HIV
2.3.2. Trauma Kepala
2.3.3. Penyakit Parkinson
2.3.4. Penyakit Huntington
2.3.5. Penyakit Pick
2.3.6. Penyakit Jacob-Creutzfeld

26
2.3.7. Lainnya (seperti hidrosefalus dengan tekanan normal tumor otak defisiensi
vitamin B12)
2.4. Demensia karena induksi suatu zat
2.5. Berhubungan dengan penyebab multipel
2.6. Tidak termasuk salah satu di atas
3. Gangguan amnestik
1. Behubungan dengan kondisi medis umum
2. Gangguan amnestik karena suatu zat
3. Tidak termasuk dalam salah satu diatas
4. Gangguan kognitif tidak termasuk dalam salah satu diatas
Gangguan yang paling sering terjadi adalah gangguan kognitif pada usia
lanjut seperti Dementia of the Alzheimer’s type (DAT). Dalam mendiagnosis
gangguan kognitif sangat ditentukan oleh gejala klinis yang ditunjukan oleh masing –
masing jenis gangguan seperti disorientasi, kebingungan, kerusakan kognitif,
kehilangan kewaspadaan terhadap lingkungan, sulit berkonsentrasi, perhatian terbagi,
kerusakan kognisi, gangguan persepsi. Pasien awalnya dapat tampak normal tetapi
dengan cepat menunjukan gejala – gejala tersebut. Dalam hal ini perhatian dan
perawatan yang lebih menyeluruh dalam menangani pasien diperlukan agar pasien
dapat hidup secara optimal. Perawatan harus memadukan perawatan kondisi medis
fisik dan juga status mental. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dan pencitraan berperan sangat penting dalam merencanakan perawatan
pasien karena pada usia lanjut dapat hampir pasti ditemukan kelainan organik yang
nyata. Dalam penggunaan terapi medis berupa obat harus diperhatikan efek samping
obat yang walau sedikit tetapi pada pasien usia lanjut sangat berpengaruh karena
kondisi fisik dan mental yang sudah menurun. Keluarga sangat berperan penting
dalam mendukung perawatan pasien dengan gangguan kognitif dengan memberi
dukungan baik secara materi ataupun perhatian yang sangat dibutuhkan pasien untuk
mencapai kualitas hidup yang maksimal.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association : Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders, 4th Edition. Washington, DC, American Psychiatric Association, 1994.
2. Frances. A, Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorders. 4 th edition.
American Psychiatric Assosiation, Washington, DC-USA. 1994.
3. Kaplan H.I, Saddock B.J. Kaplan & Sadock’s Comprehensive text book of
psychiatry volume I B. 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia-
USA. 522-536.
4. Kaplan H.I, Sadock B=J Synopsis of Psychiatry. 2 nd Volume, 8th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore-USA. 1998. 242-273.

28

Anda mungkin juga menyukai