Anda di halaman 1dari 2

Wacana 1 :

Pemerintah Belum Niat Berantas Korupsi

Rabu, 1 Desember 2010 12:44 Semarang, NU Online

Wakil Rais Aam PBNU KH A. Musthofa Bisri atau Gus Mus, menilai, pemerintah kepolisian, dan semua
yang terkait dengan program pemberantasn korupsi, belum niat berantas korupsi.“Kejahatan korupsi
jauh lebih dahsyat dari teror. Akibat yang ditimbulkan sangat mengerikan bagi kemanusiaan. Kalau
niat, pemerintah pasti segera membentuk Densus 99 Anti Teror,” sindir Gus Mus, usai berbicara
dalam seminar seminar ”Revitalisasi Peran Agama dan Budaya sebagai Asas Pembangunan Karakter
Bangsa” di Semarang, baru-baru ini.“Nama Densus 99 hanya usulan saya agar mirip Densus 88
Antiteror. Lagi pula itu angka keramat bagi Umat Islam karena angka al-asmaul husna,” jelasnya.Nilai
strategis Densus tersebut, kata Gus Mus, untuk membuktikan kinerja Polri agar dipercaya
masyarakat, juga mumpung Kapolrinya baru. Konsep dan aksinya tinggal meniru Densus 88 yang
sukses.”Densus 99 tinggal meniru model Densus 88. Menangkap koruptor tanpa ampun. Jika perlu
menembak di tempat seperti jika menggerebek terduga teroris. Masyarakat pasti akan mendukung
Polri,” lanjutnya.

Jika ada yang mencibir Polri, atau meragukannya, kata Gus Mus, dibiarkan saja. Itu hal biasa yang
pasti muncul setiap ada badan baru yang dibentuk Polri. Dulu ketika Densus 88 dibentuk, awalnya
juga banyak yang mencibir. Tapi lama-lama orang percaya dan memuji.

Menurut kiai yang juga dikenal sebagai budayawan ini, persoalan korupsi sangat menggurita. Densus
yang dia usulkan bertugas membantu KPK memerangi kejahatan yang tidak biasa tersebut. Menumpas
hingga ke akar-akarnya. Agar Indonesia terbebas dari keburukan dan bencana nasional.Usulan Kyai
Musthofa nini sebenarnya telah mendapat dukungan Ketua Umum PP Muhamamdiyah Din Syamsudin.
Agustus lalu di Jakarta, Din meminta Polri tegas terhadap koruptor sebagaimana terhadap teroris.

Wacana 2 :

Mahfud MD: 70 Persen Lulusan Sarjana Koruptor

Sabtu, 16 Oktober 2010 16:41 Surabaya,mahkamah Konstitusi(MK) Mahfud MD menyatakan, hampir


70 persen koruptor adalah sarjana. Sebab, banyak universitas yang hanya mencetak Sarjana bukan
Cendekia.

Menurutnya, sarjana hanya dibekali kepintaran otak tanpa diberengi dengan kecerdasan moral.
“Lulusan Universitas harus menjadi Cedekiawan bukan hanya sarjana,” kata mantan Menteri
Pertahanan di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam orasi ilmiah yang disampaikan saat
acara wisuda di Universitas Dr Soetomo (Unitomo), Sabtu (15/10).Mahfud menjelaskan, ada
perbedaan yang mencolok antara Sarjana dengan Cendekiawan. Sarjana adalah adalah seseorang yang
memiliki intlektual karena ada ijazah, sedangkan Cendekiawan adalah seseorang yang memiliki otak
cerdas dan berakhlak baik. Dan yang menyebabkan Indonesia semakin terpuruk karena minimnya
cendekiawan.

Orasi ilmiah bertajuk “Menggagas Ide Pluralisme Dalam Bingkai Konstitusi” ini disampaikan oleh pria
asal Madura ini lebih banyak melontarkan agar lulusan Unitomo menjadi cendekia. “Jangan sampai
lulusan di Unitomo ini hanya menambah beban untuk menjadi koruptor-koruptor yang baru,” katanya.

Lebih jauh ia menjelakan, prilaku untuk menjadi seorang cendekia telah tersurat dalam kitab suci Al-
Qur’an. Dalam kitab suci agama Islam disebutkan, harus menjadi generasi Ulul Albab. Pentingnya
menjadi generasi yang Ulul Albab dikisahkan oleh kang Mahfudz (Sapaan Mahfudz MD).

Termasuk dengan filosofi yang tersirat dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD 1945). Yang
mana tertulis secara jelas bahwa tujuan didirikannya negara ini adalah untuk melindungi segenap
bangsa dan segala tumpah darah Indonesia. Serta mencerdaskan kehidupan umum.

“Kata-kata mencerdaskan kehidupan umum adalah cerdas di otak dan cerdas di hati, maka lulusan
sarjana harus menjadi cendekia sehingga memiliki akhlakul karimah,”pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai