Dosen Pengampu :
Ir. Eko Priyanto,MP.
Disusun Oleh :
Golongan S2 Kelompok 04
Dosen Pengampu :
Ir. Eko Priyanto,MP.
Disusun Oleh :
Oleh :
Golongan S2 / Kelompok 04
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, Saya dapat menyelesaikan LAPORAN RESMI PRAKTIKUM “ILMU
USAHATANI”. Laporan resmi ini telah kami susun dengan sistematis dan sebaik
mungkin. Hal ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir praktikum ilmu usahatani di
semester 4. Dengan selesainya laporan resmi ini, kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan resmi
praktikum ilmu usahatani ini khususnya kepada :
1. Bapak Ir. Eko Priyanto,MP. selaku dosen pembimbing praktikum ilmu usahatani.
2. Saudari Zhafira Puspa Ningrum selaku asisten dosen pembimbing praktikum
ilmu usahatani.
3. Teman-teman golongan praktikum S2 kelompok 04 yang yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan resmi praktikum ilmu usahatani.
Demikian laporan resmi praktikum ilmu usahatani ini kami buat. Kami mohon
kritik dan saran apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan resmi ini.
Semoga laporan resmi praktikum ilmu usahatani ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Pembahasan ................................................................................................ 21
3.2.1 Subsistem Agribisnis ........................................................................... 21
3.2.2 Kedudukan Usahatani Dalam Agribisnis .............................................. 22
BAB IV – PENUTUP .............................................................................................. 23
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 23
4.2 Saran ........................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 24
iii
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 46
4.2 Saran ........................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 47
iv
ACARA 7 : ANALISIS RISIKO USAHATANI ......................................................... 77
BAB I – PENDAHULUAN ...................................................................................... 78
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 78
1.2 Tujuan .......................................................................................................... 79
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 80
BAB III – HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 82
3.1 Hasil ............................................................................................................. 82
3.2 Pembahasan ................................................................................................ 82
3.2.1 Risiko Pada Kegiatan Sarana Produksi ............................................... 82
3.2.2 Risiko Pada Kegiatan Budidaya........................................................... 83
3.2.3 Risiko Pada Kegiatan Pengolahan ...................................................... 83
3.2.4 Risiko Pada Kegiatan Pemasaran ....................................................... 83
3.2.5 Menghitung Biaya atau Penerimaan .................................................... 83
3.3 Upaya Yang Harus Dilakukan Mitra Untuk Menangani Risiko....................... 84
3.3.1 Upaya Yang Dilakukan Pada Subsistem I,II,III,IV ................................ 84
BAB IV – PENUTUP .............................................................................................. 86
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 86
4.2 Saran ........................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 87
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 32. Kunjungan Lapang Ke Kebun Sayur Surabaya ................................... 76
Gambar 33. Media Tanam Rockwool ...................................................................... 88
Gambar 34. Nutrisi AB-Mix ½ Liter ......................................................................... 88
Gambar 35. Sistem Pengairan ................................................................................ 88
Gambar 36. Greenhouse Kebun Sayur Surabaya ................................................... 88
Gambar 37. Kunjungan Lapang Ke Kebun Sayur Surabaya ................................... 88
vii
DAFTAR TABEL
viii
PENDAHULUAN UMUM
ILMU USAHATANI
ix
ACARA I
KLASIFIKASI USAHATANI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang klasifikasi usahatani yang
menyangkut : Pola usahatani dan tipe usahatani, untuk usahatani tanah sawah, ikan
maupun ternak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
tujuan usahatani yang diterapkan sebagian besar petani adalah untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, tetapi ada juga yang bertujuan untuk dijual kepasar (Kusbiantoro,
2015).
Usahatani dapat dikelompokkan berdasarkan corak, sifat, organisasi, pola,
serta tipe usahatani. Berdasarkan corak dan sifatnya, usahatani dapat dilihat sebagai
usahatani subsisten dan usahatani komersial. Usahatani komersial merupakan
usahatani yang menggunakan keseluruhan hasil panennya secara komersial dan
telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk, sedangkan usahatani subsisten
hanya memanfaatkan hasil panen dari kegiatan usahataninya untuk memenuhi
kebutuhan petani atau keluarganya sendiri. Usahatani berdasarkan organisasinya,
dibagi menjadi tiga yaitu usaha individual, usaha kolektif dan usaha kooperatif.
a) Usaha individual Usaha individual merupakan kegiatan usahatani yang seluruh
proses usahataninya dikerjakan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari
perencanaan, mengolah tanah hingga pemasaran, sehingga faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan usahatani dapat ditentukan sendiri dan dimiliki secara
perorangan (individu).
b) Usaha kolektif Usaha kolektif merupakan kegiatan usahatani yang seluruh proses
produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi.
c) Usaha koorperatif Usahatani kooperatif ialah usahatani yang tiap proses
produksinya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang
dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi,
pemberantasan hama, pemasaran hasil dan pembuatan saluran.
Berdasarkan polanya, usahatani terdiri dari tiga macam pola, yaitu pola
khusus, tidak khusus, dan campuran. Pola usahatani khusus merupakan usahatani
yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani, pola usahatani tidak khusus
merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersamasama
tetapi tetapi dengan batas yang tegas, sedangkan pola usahatani campuran ialah
usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam
sebidang lahan tanpa batas yang tegas. Tipe usahatani atau usaha pertanian
merupakan pengelompokkan usahatani berdasarkan jenis komoditas pertanian yang
diusahakan, misalnya usahatani tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
perikanan, peternakan, dan kehutanan (Suratiyah, 2008).
4
Kebutuhan manusia mengenai sayuran dari hari ke hari semakin meningkat,
yang disebabkan bertambahnya jumlah penduduk. Sayuran merupakan tanaman
hortikultura yang sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Meningkatnya permintaan mengenai sayuran segar di pasar-pasar merupakan
peningkatan kesadaran konsumen akan gizi. Hal ini disebabkan sayuran daun
merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat (Makaruku,
2015).
5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Kegiatan wawancara dilakukan pada hari Jum’at, 21 Februari 2020 di Kebun
Sayur Surabaya, Jalan Gayung Kebonsari XI/15.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Identitas Mitra
Kebun Sayur Surabaya adalah unit usaha yang bergerak di bidang hortikultura
di tengah kota surabaya sejak tahun 2014. Kebun Sayur Surabaya memproduksi
beberapa jenis sayur western dan oriental, terutama sayuran yang banyak digunakan
dalam menu “salad” dan lalapan. Dalam proses produksinya Kebun Sayur Surabaya
menggunakan sistem hidroponik dengan metode (Nutrient Film Technique) Teknik
film nutrisi adalah teknik hidroponik di mana dalam aliran air yang sangat dangkal
yang mengandung semua nutrisi terlarut yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman disirkulasikan kembali melewati akar tanaman di selokan kedap air, juga
dikenal sebagai saluran. Kebun Sayur Surabaya berada di jalan Gayung Kebonsari
XI/15, Narahubung yang dapat di hubungi melalui whatsapp 081555725725 atas
nama mas Mehdi.
3.2.2 Tipe Usahatani
Kebun Sayur Surabaya berfokus pada tanaman selada organik dan beberapa
tanaman yang biasanya ada di salad. Jenis selada bervariasi seperti selada merah,
selada hijau dan selada kriebo. Secara biologis syarat tumbuh dari tanaman selada
sendiri tidak cocok untuk ditanam di wilayah Surabaya. Namun hal itu bisa di atasi
dengan cara tanam hidroponik dengan media tanam rockwool serta pengairan
menggunakan pipa yang dimana air selama pengairan akan terus dipompa agar
efisien supaya bersifat zero waste.
3.2.3 Corak Usahatani
Kegiatan usahatani pada Kebun Sayur Surabaya bertujuan semi komersial
yaitu untuk mendapatkan keuntungan namun tetap menyisihkan hasil produksinya.
Usahatani semi komersial disebut juga dengan nama usahatani dinamis & usahatani
tidak komersial disebut usahatani statis. Penggolongan tersebut dimaksudkan untuk
6
menggambarkan keadaan saat tertentu , karena setiap usahatani statis dapat berubah
melalui masa peralihan menjadi usaha tani dinamis.
Salah satu ukuran itu adalah tindakan ekonomi petani dalam penggunaan
unsur-unsur produksi. Penggunaan unsur produksi misalnya penggunaan tenaga
kerja & pemilihan cabang usaha sering didasarkan pada kebiasaan. Hubungan petani
dengan dunia luar usahataninya merupakan dasar pengukur tingkat perkembangan
usahatani.
Pemasaran dari Kebun Sayur Surabaya ada 2 macam, yakni secara offline
dan online. Secara offline konsumen bisa langsung datang ke lokasi untuk berbelanja
berbagai macam sayuran yang disediakan. Secara online konsumen bisa langsung
mengunjungi situs resmi : www.kebunsayursurabaya.com namun cakupan
pengiriman terbatas hanya di area Kota Surabaya saja.
3.2.4 Bentuk Usahatani
Tipe Usahatani di Kebun Sayur Surabaya bertipe Kooperatif (cooperative
farm) yang merupakan bentuk peralihan antar usaha tani perseorangan dan usahatani
kolektif. Pada usahatani ini tidak semua unsur-unsur produksi dan pengelolaannya
dikuasai bersama. Tanahnya masih sewa milik orang lain. Usaha bersama dituangkan
dalam bentuk kerja sama di beberapa segi seperti :
1. Kerjasama dalam penjualan hasil : Hasil panen dari sayuran yang dijual di Kebun
Sayur Surabaya dijual di pelanggan tetap seperti mitra dari perhotelan, restoran
dan industri rumah tangga.
2. Kerjasama dalam pembelian sarana produksi : Sarana produksi di Kebun Sayur
Surabaya pada mulanya menggunakan modal pribadi dan pinjaman dari bank.
3. Kerjasama dalam tenaga kerja : Tenaga kerja tetap di Kebun Sayur Surabaya saat
ini masih terbatas dan diperlukan tambahan tenaga kerja saat masa panen, Pihak
Kebun Sayur Surabaya juga menerima mahasiswa magang disana.
Usahatani kooperatif ini terbentuk karena petani-petani kecil dengan modal
yang lemah tidak mampu membeli alat-alat pertanian yang berguna untuk
mengembangkan kegiatan usahanya. Dengan menggabungkan modal yang dimiliki
mereka dapat membeli alat- alat untuk digunakan bersama yang bertujuan untuk
meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat pertanian.
7
3.2.5 Pola Usahatani
Kebun Sayur Surabaya merupakan bentuk usahatani yang diusahakan
secara bercampur antara tanaman dengan tanaman. Usahatani ini juga dikenal
dengan tumpang sari, misalnya tumpang sari antara selada dengan sawi
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Golongan praktikum S2 Ilmu Usahatani kelompok 04 telah mengetahui dan
mengerti klasifikasi usahatani di Kebun Sayur Surabaya yaitu :
Tipe usahataninya : Tanaman Hortikultura
Corak usahataninya : Berorientasi dengan tujuan semi-komersial
Bentuk usahataninya : Bertipe Kooperatif
Pola usahataninya : Menggunakan sistem tumpeng sari
4.2 Saran
Berdasarkan hasil wawancara kami menyarankan bahwa :
1. Kebun Sayur Surabaya untuk lebih memperluas bidang usahatani nya agar
menjadi icon kebun hortikultura di kota Surabaya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
10
LAMPIRAN
Gambar 4.
Kunjungan ke Kebun Sayur
Surabaya
11
ACARA II
KEDUDUKAN USAHATANI DALAM SISTEM
AGRIBISNIS
12
BAB I
PENDAHULUAN
13
Ketiga fondasi utama dalam sahatani ini harus mampu berjalan dengan baik dan
beriringan agar didapatkan hasil usahatani yang memuaskan.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui kegiatan apa saja yang ada di setiap subsistem
agribisnis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kedudukan usahatani dalam sistem agribisnis.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
Penggambaran lingkup pengembangan enterpreneur dalam sistem agribisnis
disajikan pada berikut :
Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem
yaitu (Maulidah, Silvana, 2013) :
a) Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hulu
Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih,
bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga
kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-
pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan,
perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. Betapa pentingnya subsistem ini
mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan
sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut
juga sebagai agroindustri hulu (upstream).
16
b) Subsistem Budidaya/Usahatani
Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil
perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan
ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari
petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.
c) Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran
(Tata niaga) Produk Pertanian dan Olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari
produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen
didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih
dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem
ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke konsumen,
pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani disebut
agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila ditempatkan di
pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di
pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
d) Subsistem Jasa Layanan Pendukung Agribisnis (Kelembagaan)
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau
supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk
mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-
sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam
kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga
penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh
petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen
pertanian. Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan
asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan
penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian
baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan
layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir
hasil penelitian dan pengembangan.
17
Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat
dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan
balik dari subsistem usaha tani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai
dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan
operasi subsistem usaha tani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh
subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung
pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem
jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada
keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir
mengalami kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka
lembaga keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian (Maulidah, Silvana,
2013).
18
ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan
lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan
konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut
persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan
ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan
disebut agroindustri hilir (Down stream) (Maulidah, Silvana, 2013).
Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi karena
adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan/berlangsung secara terpadu
(integrated) antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran
antar subsistem. Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai
pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam hal untuk
mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-
sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa
disebut juga dengan organisasi jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang
menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah
(kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta
kebijakan lainnya) (Maulidah, Silvana, 2013).
Kaitan-kaitan ini mengundang para pelaku agribisnis untuk melakukan
kegiatannya dengan berpedoman pada “4-Tepat” (yaitu: tepat waktu, tempat, kualitas,
dan kuantitas), atau dengan istilah lain yaitu “3 Tas” (yaitu: kualitas, kuantitas, dan
kontinuitas). Kehadiran dan peranan lembaga-lembaga penunjang sangat dibutuhkan
dalam hal ini, misalnya kelancaran transportasi, ketersediaan permodalan dan
peraturan-peraturan pemerintah. Dengan pendekatan sistem tersebut di atas,
orientasi pembangunan mencakup seluruh aspek di dalam sistem agribisnis yang
dilaksanakan secara terpadu, dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup (Maulidah,Silviana,2013).
19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Gambar 6. Subsistem Agribisnis pada Kebun Sayur Surabaya
3.2 Pembahasan
3.2.1 Subsistem Agribisnis
Subsistem 1 (Hulu)
Kebun sayur Surabaya membeli bibit selada dengan varietas Lollo Verde
yang diimpor langsung dari Negara Belanda dan benih yang lain menggunakan
benih sayuran oriental. Untuk pemupukannya menggunakan pupuk kalsium
nitrat dan nutrisi AB-mix. Penanaman sayuran-sayuran ini dilakukan pada
sebidang lahan berukuran 700 m2 dengan system Hidroponik. Alat yang
digunakan untuk menanam sayuran tersebut adalah Tendon air, Rockwool, dan
Starkekit hidroponik (dengan jumlah lubang + 200 lubang) dengan bantuan 7
pekerja dengan gaji mulai dari Rp. 500.000 – Rp. 3.500.000
20
Subsistem 2 (Usahatani)
Bibit selada yang digunakan oleh kebun sayur Surabaya adalah bibit
varietas Lollo Verde yang tahan terhadap hama, pupuk yang digunakan adalah
pupuk kalsium nitrat dan nutrisi AB-Mix yang dicampurkan kedalam air yang
sebelumnya sudah dinetralkan pH-nya didalam tangki penyimpanan.
Pembersihan yang dilakukan tiap setelah panen. Untuk proses pemanenan
biasanya dilakukan ± 3 bulan sekali
Subsistem 3 (Pengolahan)
Kebun Sayur Surabaya menjual sayuran dalam kondisi segar. Dalam
penyimpanan sementara, pengemasan sayuran tidak ditutup dan dimasukkan
ke dalam kulkas. Sedangkan pengemasan untuk pameran dilakukan
pembungkusan dan diberi label. Selain sayuran segar Kebun Sayur Surabaya
juga memiliki produk olahan seperti salad sayur, puding sayur, dan bingkisan
sayur.
Subsistem 4 (Pemasaran)
Hasil produksi sayuran dari kebun sayur Surabaya akan disupply untuk
stok bahan baku di Hotel dan Restorant yang sebelumnya telah ada hubungan
kerjasama, namun rumah tangga juga dapat membeli secara langsung datang
ke kebun sayur Surabaya dan juga ada system pesan antar seperti ojek online.
Promosi dilakuan di semua sosmed dan lebih dominan di instagram.
3.2.2 Kedudukan Usahatani dalam Sistem Agribisnis
Subsistem usahatani mempunyai keterkaitan erat ke belakang (backward
linkage) yang berupa peningkatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan
kaitan ke depan (forward linkage) yang berupa peningkatan kegiatan pasca panen
(terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya. Kaitan ke
belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih
berkualitas, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta
manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu
industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai
bahan bakunya. Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai
berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya:
musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk
21
menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable),
harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya
membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk)
bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga
agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down
stream).
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kedudukan seluruh subsistem agribisnis dalam sistem agribisnis saling
mempengaruhi satu sama lain terlebih dalam hal usahatani. Usahatani
memiliki keterkaitan erat ke belakang (backward linkage) maupun kaitan ke
depan (forward linkage).
2. Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti
bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, modal,
teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat
diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi
budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya.
4.2 Saran
Dari hasil wawancara dengan mitra kami menyarankan bahwa :
1. Pihak Kebun Sayur Surabaya lebih memprioritaskan subsistem yang
menunjang produktivitas.
2. Pihak Kebun Sayur Surabaya agar lebih memahami kedudukan subsistem
agribisnis di usahanya agar kaitan kedepan maupun belakang bisa seimbang.
23
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L & Hudiyanto & Waluyo, D 1985, Agribisnis Suatu pilihan Bagi Upaya
Peningkatan Produksi Non Migas di Indonesia, Jurnal Agro Ekonomika, 23: 23-
42.
Soekartawi, 1986, Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil, UI Press, Jakarta.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
24
LAMPIRAN
Gambar 7. Gambar 8.
Media tanam rockwool Nutrisi AB-mix ½ liter
25
ACARA III
PERTANIAN SUBSISTEN MENUJU
PERTANIAN KOMERSIL
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui proses transformasi pertanian menuju pertanian
komersial.
2. Mahasiswa mengetahui mitra usahatani termasuk transformasi pertanian
menuju pertanian komersial.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
28
(1) faktor tanah. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan
usahatani karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman. Tanah merupakan
faktor produksi yang istimewa karena tanah tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat
berubah tempat,
(2) faktor iklim. Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik
ternak maupun tanaman. Iklim dengan jenis komoditas yang akan diusahakan harus
sesuai agar dapat memperoleh produktivitas yang tinggi dan manfaat yang baik.
Faktor iklim juga dapat mempengaruhi penggunaan teknologi dalam usahatani. Iklim
di Indonesia, pada musim hujan khususnya memiliki pengaruh pada jenis tanaman
yang akan ditanam, teknik bercocok tanam, pola pergiliran tanaman, jenis hama dan
jenis penyakit.
Pertanian subsisten adalah suatu kegiatan produksi pertanian yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani itu sendiri. Disebutkan bahwa
terdapat beberapa ciri dari pertanian subsiten ini, yaitu :
1. Komoditas pertanian yang diusahakan adalah komoditi(tanaman dan ternak) untuk
keperluan konsumsi sehari-hari atau dikenal sebagai komoditas primer.
2. Teknologi budidaya yang rendah. Terbatasnya informasi mengenai pengetahuan
dan teknologi mengenai budidaya dan aspek off-farm sehingga produktivitas dan
kualitas yang dihasilkan adalah sangat rendah.
3. Pengelolaan usaha berdasarkan pada pengalaman/tradisi. Petani bersifat
menerima tentang keadaan alam (curah hujan, tanah, jenis tanaman setempat)
petani sekedar membantu pertumbuhan tanaman (hindarkan persaingan antar
tanaman guna kebutu-han sinar matahari dan air) dengan menggunakan teknologi
tradisional (yang didasarkan pada pengalamannya).
4. Bermotto hari ini untuk hidup hari ini, sehingga tidak mudah bagi petani untuk
mengadopsi teknologi di bidang pertanian
5. Mengedepankan semboyan ”safety first”, lebih memilih berusahatani tanaman
pangan, rasionalitas mereka tidak mengijinkan tanaman komersial yang
membahayakan substansi mereka, kecuali mereka sudah terpenuhi kebutuhan-
kebutuhan subsisten-sinya. Artinya bahwa dahulukan selamat merupakan prinsip
ekonomi subsistensi bagi petani kecil (Scott, 1981).
Prinsip ini mengindikasikan bahwa petani lebih suka meminumkan kemungkinan
terjadinya satu bencana (resiko) daripada memaksimumkan produktivitas,
29
penghasilan rata-ratanya. Suatu kegagalan dalam proses produksi adalah sangat
berarti terhadap unit produksinya. Sehingga, petani lebih mengutamakan apa yang
dianggap aman dan dapat diandalkan daripada keuntungan yang dapat diperoleh
dalam jangka waktu yang panjang
6. Pertanian (agriculture) sebagai cara hidup (way of life) bukan hanya merupakan
aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Petani kita
pada umumnya lebih mengedepankan orientasi sosial-kemasyarakatan, yang
diwujudkan dengan tradisi gotong royong dalam kegiatan mereka. Jadi bertani
bukan saja aktivitas ekonomi, melainkan sudah menjadi budaya hidup yang sarat
dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat lokal.
Disebutkan juga bahwa beberapa ciri petani subsisten adalah sebagai berikut:
tidak mudak percaya kepada orang lain, cukup dalam keterbatasan, membenci
kekuasaan pemerintah, sifat kekeluargaan, tidak inovatif, fatal-istik, aspirasinya
terbatas, tidak mampu mengantisipasi masa depan, dunianya sempit (lokalit), kurang
mampu berempati, dan kurang kritis (Anon., 2009). Selain itu, Kamaludin (1983) juga
mengungkapkan bahwa sifat ke-tradisionalan petani ini jika dibiarkan akan
menghambat perkembangan modernisasi, misalnya:
1. Lambat menerima perubahan baru meskipun akan menguntungkan
2. Lebih suka mencari jalan yang paling mudah dan cepat mendatangkan hasil
walaupun tidak besar;dan
3. Kurang bertanggung jawab dalam tugas pekerjaan serta mudah untuk tidak
menepati janji dalam hubungan-hubungan ekonomi.
Akibat pertanian yang subsisten ini adalah rendahnya produktivitas dan juga
kualitas produkproduk yang dihasilkan oleh para petaninya, dan selanjutnya
memberikan konsekuensi pada bertahannya mereka di dalam perangkap
kemiskinannya. Sementara itu, pertanian komersial adalah sitem pengelolaan
usahatani yang berorientasi pada pasar dan ekonomis, dengan beberapa cirinya
sebagai berikut:
1. Menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien.
2. Mempertimbangkan seluruh komponen biaya dan penerimaan.
3. Mengutamakan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam pengelolaannya guna
menghasilkan produktivitas dan kualitas hasil yang semakin meningkat.
4. Berani mengambil resiko (yang terukur).
30
5. Hubungan kelembagaan yang ekonomis.
6. Bentuk pertanian komersial dapat berupa diversifikasi usahatani (berbagai jenis
tanaman melaui sistem tumpang sari, integrasi usahatani seperti tanaman dengan
ternak) dan spesialisasi usahatani (tebu, karet, kopi, kelapa sawit, dan lain
sebagainya) yang sering dikenal dengan sebutan tanaman industri.
31
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kendala
Kebun Sayur Surabaya memiliki kendala antara lain permintaan sayur
hidroponik yang tidak stabil, bahan baku import sehingga ketergantungan pihak luar,
produk tidak tahan lama, cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit
tanaman.
32
a. Menggunakan faktor-faktor produksi secara efisien.
b. Mempertimbangkan seluruh komponen biaya dan penerimaan..
c. Mengutamakan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam pengelolaannya guna
menghasilkan produktivitas dan kualitas hasil yang semakin meningkat.
d. Berani mengambil resiko (yang terukur).
e. Hubungan kelembagaan yang ekonomis.
f. Bentuk pertanian komersial dapat berupa diversifikasi usahatani (berbagai jenis
tanaman melaui sistem tumpang sari, integrasi usahatani seperti tanaman
dengan ternak) dan spesialisasi usahatani (tebu, karet, kopi, kelapa sawit, dan
lain sebagainya) yang sering dikenal dengan sebutan tanaman industri.
Jenis sayur komersial Kebun Sayur Surabaya membutuhkan penanganan
ekstra telaten, tidak dapat dibudidayakan dengan setengah-setengah atau dengan
samben. Semua aturan dan persyaratan pembudidayaannya harus betul-betul
diterapkan. Lengah atau kurang tepat sedikit bisa-bisa meyebabkan rusaknya hasil
panen. Hasil penenan yang kurang mulus apalagi yang rusak, nilai jualanya akan
jatuh. Untuk menghasilan panenan yang mulus pun ada kendalanya. Hal ini terjadi
pada budidaya sayur komersial. Agar hasil panen bagus dan mulus diperlukan
penyemprotan dengan pestisida. Namun penggunaan pestisida yang berlebihan akan
membahayakan kesehatan keonsumen. Petani hortikultura dihadapkan pada pilihan
yang sulit. Mereka harus pandai-pandai mengambil jalan keluar agar tidak merugikan
konsumen maupun dirinya sendiri.
Masalah lain yang dihadapi petani Hortikultura adalah masalah pengadaan
bibit. Sebagian besar benih tanaman Hortikultura komersial belum dapat dihasilkan di
dalam negeri. Benih tersebut harus diimpor dari luar negeri dengan harga yang mahal.
Dengan cara itupun rutinitas keberadaannya belum terjamin. Hal ini menjadi
penghambat upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produk tanaman Hortikultura.
Dalam keadaan terpaksa, tidak jarang petani menanam benih seadanya. Dengan
begitu maka kualitas panenan tidak terjamin. Selanjutnya akan berpengaruh pada nilai
jual hasil panenan.
33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kebun sayur Surabaya melakukan kegiatan pertanian yang semi komersial
2. Kendalanya antara lain permintaan sayur hidroponik yang tidak stabil, bahan
baku impor sehingga ketergantungan pihak luar, produk tidak tahan lama,
cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit tanaman.
4.2 Saran
Dari hasil wawancara dengan mitra kami menyarankan bahwa :
1. Kedepannya kegiatan pertanian di Kebun Sayur Surabaya agar bersifat
komersil agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
2. Pihak Kebun Sayur Surabaya lebih bisa mengatur permintaan konsumen
karena ketersediaan produk juga terbatas.
34
DAFTAR PUSTAKA
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
35
LAMPIRAN
36
ACARA IV
FAKTOR PRODUKSI DALAM USAHATANI
37
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum :
1. Mahasiswa mampu mengevaluasi penggunaan faktor produksi yang telah
dilaksanakan oleh mitranya.
2. Merumuskan faktor produksi apa saja yang kurang tepat dan bagaimana
seharusnya agar usahatani optimum.
38
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
39
2.1.2 Tenaga kerja (Labour)
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu
pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga
kerja adalah :
a. Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga
kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu
sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih
banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim
dan upah tenaga kerja.
b. Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau
bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenagakerja spesialisasi ini
diperlukan sejumlah tenagakerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu,
dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas.
c. Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses
produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang
pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan
tanam.
d. Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman
dan pengangguran tenaga kerja musiman.
2.1.3 Modal (Capital)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian organik, maka modal dibedakan
menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut
disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor produksi seperti
tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap.
Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam
proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produk tersebut .Peristiwa ini
terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka Panjang
40
(Soekartawi,2003). Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses
produksi tersebut. Misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih,
pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenagakerja. Besar
kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
a. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar-kecilnya modal
yang dipakai makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.
b. Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga
menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai.
c. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani
(Soekartawi,2003).
2.1.4 Manajemen (Science dan Skill)
Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan dan
melaksanakan serta mengevalusi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini
melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen
berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam
tahapan proses produksi (Soekartawi, 2003). Faktor manajemen dipengaruhi oleh:
1. Tingkat pendidikan
2. Pengalaman berusahatani
3. Skala usaha
4. Besar kecilnya kredit
5. Macam komoditas
2.2 Usahatani
Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana seorang
petani mengkoordinasi dan mengorganisasikan faktor produksi seefisien mungkin
sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi petani (Suratiyah, 2015).
Ilmu usahatani adalah sebuah ilmu yang berisi mengenai tata cara petani
memanfaatkan sumber daya seefektif dan seefisien dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Efektif berarti produsen atau petani dapat
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya, sedangkan efesien
mempunyai arti bahwa pemanfaatan sumber daya nantinya dapat menghasilkan
output (keluaran) yang lebih kecil dari input (masukan) (Luntungan,2012).
41
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Faktor Produksi Di Kebun Sayur Surabaya
LAHAN TENAGA PRODUKSI PRODUKSI
KERJA MODAL MANAJEMEN
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan yaitu pada Usahatani
Kebun Sayur milik Bapak Fenta yang Kami cocokkan dengan 4 faktor produksi
usahatani, yaitu lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.
Faktor produksi yang pertama yakni faktor produksi lahan, lahan yang
digunakan dalam usahatani kebun sayur hidroponik surabaya ini sewa. Penyewaan
lahan ini disewa dari saudara bapak Fenta sendiri dengan dengan luasan sekitar 700
m². Kebun Sayur Surabaya ini bertempat di daerah Gayung Kebonsari XI/15
Surabaya.
Faktor produksi yang kedua adalah Tenaga Kerja, Bapak Fenta hanya
memperkerjakan 7 orang, dan 7 orang tersebut mempunyai bagian masing-masing
tetapi mereka saling bantu, mulai dari menanam, membersihkan lahan mengecek air
dan pipa, serta memanen mereka tetap saling bantu karena tenaga kerja kurang
profesional da kurang berpengalaman. Setiap tenaga kerja digaji mulai dari Rp.
500.000 – Rp. 3.500.000. Untuk hari kerja beberapa tenaga kerja bekerja dari hari
senin sampai hari sabtu. Tetapi ada juga beberapa tenaga kerja bekerja setiap hari
karena untuk pengawasan dan pengontrolan perlu dilakukan setiap harinya.
42
Selanjutnya adalah faktor produksi modal, Usaha ini merupakan usaha
keluarga, sehingga untuk modal awalnya bapak Fenta sendiri menyebutkan modal
awal untuk usahatani ini sebanding dengan 1 unit mobil dan dapat di kira-kira sebesar
200 juta. Karena pada awalnya kebun sayur surabaya ini mempunyai cafe sendiri dan
sayur yang ditanam untuk memenuhi kebutuhan cafe itu sendiri. Tetapi sekarang cafe
tersebut telah ditutup dan usaha tersebut hanya berfokus pada penanaman sayur
hidroponik saja dan sekarang kebun sayur milik bapak Fenta mempunyai beberapa
cabang di daerah sekitar.
Faktor produksi yang terakhir yaitu Manajemen, Dalam pengelolaan usahtani
kebun sayur Surabaya menggunakan bibit unggul dan untuk tanaman selada sendiri
menggunakan bibit varietas Lollo Verde yang tahan terhadap hama. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk Kalsium Nitrat dan Nutrisi AB-Mix yang dicampurkan ke
dalam air yang sebelumnya sudah dinetralkan Ph nya didalam tangki penyimpanan.
Pembersihan tangki dilakukan setiap setelah panen. Pemanenan dilakukan ± 3 bulan
sekali.
43
2. Tenaga Perencana Manajer Manajer Manajer
Kerja an tenaga melakukan melakukan melakukan
kerja di fungsi POAC, pengarahan pada pengawasan
Kebun selain itu ada para karyawan. terhadap
Sayur fungsi kinerja
Surabaya pengarahan. kayawan.
ada 7 Permotivasia
orang n.
karyawan
dan 1 Karyawan
orang melakukan
manajaer. tugas pokok
dan
fungsinya.
3. Modal Modal Modal 200 Modal digunakan Pengawasan
awal dari juta di untuk proses modal
usaha alokasikan produksi yang dilakukan oleh
Kebun seperti sesuai dengan manajer.
Sayur pembiayaan pengalokasiannya
Surabaya sarana .
adalah 200 produksi,
juta yang proses
mengguna usahatani,
kan uang proses
pribadi. pengolahan,
pemasaran,
dan lain-lain.
4. Produksi Perencana Pengorganis Proses produksi Dalam tahap
an dalam asian dalam dilakukan oleh produksi
masa awal proses karyawan dan pengawasan
produksi produksi manajer. dilakukan
dilakukan sesuai pada dengan cara
44
sebuah tugas pokok perawatan
rapat dan fungsi yang intensif
untuk karyawan tanpa ada hari
menentuka dan manajer libur.
n komditas selaku
apa yang pengawas.
akan
ditanam.
45
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor Produksi lahan dalam usahatani Kebun Sayur yaitu lahan yang
digunakan sewa.
2. Tenaga kerja yang digunakan berjumlah 7 orang dengan bagian masing-
masing.
3. Modal awal yang digunakan sebesar 200 Juta.
4. Pemanenan dilakukan ± 3 bulan sekali.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan, Kami menyarankan :
1. Jika proses usahatani di Kebun Sayur Surabaya sudah memperoleh profit
dalam jumlah besar disarankan membeli lahan untuk usahataninya.
2. Pada proses budidaya apabila dirasa kekurangan tenaga kerja disarankan
untuk menambah tenaga kerja.
3. Modal awal yang digunakan dengan dana pribadi 200 juta tersebut disarankan
harus bisa balik modal dalam kurun waktu tertentu.
4. Proses panen yang memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan sekali disarankan
bisa di maksimalkan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ratang. 2009. Ilmu Usahatani dan Penelitian dan Pengembangan Petani Kecil. UI
Press. Jakarta.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Cobb
Douglas. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 250 hal.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta
Timur.
47
LAMPIRAN
48
ACARA V
STRUKTUR BIAYA DAN PENERIMAAN
USAHATANI
49
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui macam-macam biaya dan penerimaan usahatani mitra
serta mampu menganalisis pendapatan usahataninya.
50
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
51
Faktor-faktor tersebut berbanding lurus, sehingga apabila salah satu faktor mengalami
kenaikan atau penurunan maka dapat mempengaruhi penerimaan yang diterima oleh
produsen atau petani yang melakukan usahatani. Semakin besar luas lahan yang
dimiliki oleh petani maka hasil produksinya akan semakin banyak, sehingga
penerimaan yang akan diterima oleh produsen atau petani semakin besar pula
(Sundari, 2011).
2. Biaya Tetap
Untuk menilai/menghitung biaya tetap (fixed cost) seperti cangkul, hand traktor, bajak
dan bangunan yang dipergunakan dalam usahatani, serta lahan atau sawah, dengan
cara menghitung biaya penyusutan (depresiasi). Depresiasi merupakan
pengalokasian biaya secara sistematis dari sebagian harga perolehan modal tetap
pada setiap periode. Untuk bangunan dan sawah ataupun alat dapat juga
diperhitungkan dengan cara menyewa.
52
Dalam menghitung biaya penyusutan per tahun kita ada beberapa metode yaitu:
1. Metode garis lurus,
2. Metode jam jasa ( service-hours method ),
3. Metode hasil produksi (productive-out put method) dan
4. Metode beban berkurang (reducing-charge method)
Contoh:
Bila diketahui harga perolehan 1 unit mesin Rp 100.000,- nilai sisa ditaksir Rp
10.000,-dan jangka usia ekonominya 3 tahun.
Maka penyusutannya = (Rp 100.000 – Rp 10.000) : 3 = Rp. 30.000
Contoh:
Bila diketahui harga perolehan 1 unit mesin Rp.100.000,- nilai sisa ditaksir
Rp.10.000,-Dan jumlah jam penggunaannya selama 8.000 jam.
Maka penyusutannya = (Rp .100.000 – Rp.10.000) : 8.000 = Rp 11,25,-
53
Contoh:
Bila diketahui harga perolehan 1 unit mesin Rp 100.000,- nilai sisa ditaksir Rp.
10.000,-dan jumlah produksinya 30.000 unit.
Maka penyusutannya = (Rp. 100.000 – Rp. 10.000) : 30.000 = Rp. 3,-
Contoh:
Bila diketahui harga perolehan 1 unit mesin Rp. 100.000,- nilai sisa ditaksir
Rp.10.000,- dan jangka usia ekonominya 3 tahun.
Maka penyusutannya pertahunnya = (Rp. 100.000 – Rp. 10.000) : 3 = Rp.30.000,-
( + 1)
Jumlah angka tahun: = 3 (3 + 1) : 2 = 6
0 - 100.000
1 3/6 x Rp 90.000 = 45.000 45.000 55.000
2 2/6 x Rp 90.000 = 30.000 30.000 25.000
3 1/6 x Rp 90.000 = 15.000 15.000 10.000
54
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Komoditi : Selada
WKPP/Kec : Gayungan
Kelurahan : Ketintang
Kota : Surabaya
Luas Lahan : 700m2
55
Tabel 5. Input Sarana Produksi
Input riil dikeluarkan
Uraian
Jumlah Nilai (Rp)
INPUT
1. Sarana Produksi
1. Benih 10gr Rp 40.000
2. Rockwool 16 slab Rp 900.000
3. Tandon hidroponik 1 unit Rp 109.000
4. Pupuk
- Pupuk kalium nitrat 25kg Rp 550.000
- Nutrisi AB – Mix 10kg Rp 650.000
5. Pompa Air 1 unit Rp 55.000
6. Starterkit hidroponik 180 lubang (1pack) Rp 4.170.000
JUMLAH Rp 6.474.000
56
Tabel 7. Biaya Tetap 1 Kali Produksi
Biaya Tetap Depresiasi Metode Metode Hasil
Metode Garis Jamjasa Produksi
Lurus
Tendon Rp 19.620 Rp 12.262,5 Rp 30,65625
Hidroponik
Pompa Air Rp 9.900 Rp 6.187,5 Rp 15,46875
Starterkit Rp 750.600 Rp 469.125 Rp 1.172,8125
Hidroponik
JUMLAH Rp 780.120 Rp 487.575 Rp 1.218,9375
2. Metode Jamjasa
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛− 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑎
Rumus : 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐽𝑎𝑚𝑗𝑎𝑠𝑎
109.000−10.900
1. Tendon Hidroponik : 24 𝑗𝑎𝑚/ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 12.262,5
55.000 − 5.500
2. Pompa Air : 24 𝑗𝑎𝑚/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 6.187,5
4.170.000−417.000
3. Starterkit Hidroponik : 24 𝑗𝑎𝑚/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 469.125
57
4.170.000−417.000
c. Starterkit Hidroponik : 3200 𝑘𝑔
= 1.172,8125
3.2 Pembahasan
Pada kebun sayur Surabaya dengan lahan 700 m2 memperoleh biaya input
tenaga kerja prapanen terdapat pembibitan, menanam, merawat, pengolahan,
pengendalian hama dan penyakit sejumlah Rp 500.000 dan pascapanen terdapat
memanen dan menegmas sejumlah Rp 6.000.000 dengan total Rp 6.500.000.
Pada biaya input sarana produksi terdapat benih, rockwool, tendon hidroponik,
pompa air, pupuk kalium nitrat, nutrisi AB – Mix, dan starterkit hidroponik sejumlah Rp
6.474.000.
Pada variabel 1 kali produksi terdapat tenaga kerja prapanen dan pasca panen
sejumlah Rp 6.500.000, benih, pupuk kalium nitrat, nutrisi AB – mix sejumlah Rp
2.140.000.
Pada tetap 1 kali produksi terdapat tendon hidroponik, pompa air, dan starterkit
hidroponik, menggunakan metode perhitungan garis lurus sejumlah Rp 780.120
dengan total biaya produksi Rp 2.333.030, metode jamjasa sejumlah Rp 487.575
58
dengan total biaya produksi Rp 2.140.893,75, metode hasil produksi sejumlah Rp
1.218,9375 dengan total biaya produsksi Rp 2.140.304,73.
Usahatani hortikultura ini menunjukkan pengahsilan yang cukup besar, terlihat
dari pendapatan bersih petani pada metode garis lurus sejumlah Rp Rp 87.266.970,
pada metode jamjasa sejumlah Rp 87.459.106,25, pada metode hasil produksi
sejumlah Rp 87.459.695,27. Pendapatan tersebut diperoleh dari perhitungan total
produksi dikurangi dengan total biaya dan menghasilkan keuntungan tersebut.
59
BAB IV
PENIUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Usahatani Kebun Sayur Surabaya pendapatan bersih petani pada metode
garis lurus sejumlah Rp Rp 87.266.970, pada metode jamjasa sejumlah Rp
87.459.106,25, pada metode hasil produksi sejumlah Rp 87.459.695,27.
2. Satuan luas lahan 700 m2 total produksi 3200 kg dengan harga Rp 28.000/kg.
4.2 Saran
Dari hasil pengamatan kami menyarankan bahwa :
1. Pendapatan bersih petani disarankan menggunakan metode yang juga
menguntungkan bagi petani.
2. Lahan 700 m2 dengan total produksi 3200 kilogram disarankan untuk di
perluas agar hasil produksi juga bertambah.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Firdaus,. dan Abdullah, Wasilah. 2012. “Akuntansi Biaya”. Edisi 3. Salemba
Empat
Husni, A., K. Hidayah, Maskan. 2014. Analisis finansial usahatani cabai rawit
(Capsicum frutescens) di Desa Purwajaya Kecamatan Loa Janan. Jurnal
ARIFOR. 13 (1) : 49-52.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Informasi Ringkas Komoditas
Perkebunan: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta Selatan.
Supriyono. 2011. Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok,
Buku 1 Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Susanto, G.W.A. dan T. Sundari. 2011. Perubahan karakter agronomi aksesi plasma
nutfah kedelai di lingkungan ternaungi. J. Agron. Indonesia 39(1): 1-6.
61
LAMPIRAN
62
ACARA VI
EFISIENSI TEKNIS, ALOKATIF, DAN
EKONOMIS
63
BAB I
PENDAHULUAN
Dimana:
y adalah output agroindustry (usahatani)
x adalah input yang digunakan untuk memproduksi output tersebut.
Dengan asumsi constant return to scale (CRS), maka persamaan (2) dapat di tulis:
64
Asumsi CRS dibuat dengan catatan bahwa fungsi produksi itu sudah sangat
efisien (beroperasi pada skala optimal) pada daerah dua dari fungsi produksi
neoklasik. Fungsi produksi tersebut adalah homogen derajat 1 (jika penggunaan input
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka output juga akan meningkat dengan proporsi
yang sama). Suatu fungsi produksi homogen derajat n akan menghasilkan suatu
return to scale parameter dari suatu nilai n yang konstan. Asumsi CRS ini mengijinkan
teknologi untuk direpresentasikan dengan menggunakan isoquant (kombinasi dari
berbagai input yang dapat digunakan untuk menghasilkan output yang sama). Asumsi
CRS ini dinyatakan secara eksplisit untuk menunjukkan bahwa engukuran yang
berorientasi input dan output adalah equivalen.
Konsep dan pengukuran efisiensi merupakan suatu hal yang penting (Farrell,
1957). Masalah pengukuran efisiensi produksi dari suatu industri merupakan hal
penting baik untuk tujuan pengembangan teori ekonomi maupun bagi kepentingan
para pembuat kebijakan di bidang pembangunan ekonomi. Jika argumen-argumen
teoritis terhadap efisiensi secara relatif dari sistem-sistem ekonomi yang berbeda-
beda hendak dijadikan uji empiris, maka sangatlah perlu untuk membuat beberapa
pengukuran efisiensi aktual. Demikian juga halnya jika perencanaan ekonomi
dikonsentrasikan pada suatu industri tertentu, maka sangatlah penting untuk
mengetahui seberapa besar kenaikan output yang diharapkan dari industri tersebut
dengan hanya meningkatkan efisiensinya tanpa menyerap sumberdaya-sumberdaya
tambahan lainnya lebih jauh.
Byerlee (1987) mengemukakan bahwa dalam istilah ekonomi, inefisiensi teknis
mengacu pada kegagalan untuk beroperasi pada fungsi produksi yang disebabkan
oleh penentuan waktu dan cara aplikasi input produksi. Penyebab potensial inefisensi
teknis adalah informasi tidak sempurna, kapabilitas teknis yang rendah, dan motivasi
yang tidak memadai (Daryanto, 2000).
Selanjutnya Farrel dalam Coelli et al. (1998) menjelaskan bahwa penggabungan
antara efisiensi teknis dan efisien alokatif akan menjadi efisiensi ekonomi. Terdapat
dua pendekatan dalam memperhitungankan efisiensi tersebut, yaitu dengan
pendekatan input dan pendekatan ouput. Pendekatan input dijelaskan melalui kurva
isocost yang ditunjukkan oleh kurva AA' dan isoquant yang ditunjukkan oleh kurva BB'
seperti pada gambar berikut ini.
65
Gambar 27. Kurva Isocost
Jika usahatani yang diukur efisiensinya berada di titik P. Jarak antara titik S dan
titik P menunjukkan adanya inefisiensi teknis yang merupakan jumlah input yang
dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah output. Pengurangan input ini biasanya
dipersentasekan dengan rasio SP/OP untuk mencapai produksi yang efisien secara
teknis. Efisiensi teknis dapat dihitung dengan rasio dari OS/OP. Titik S merupakan titik
yang efisien secara teknis karena berada di kurva isoquant. Sedangkan efisiensi
alokatif menggunakan kriteria biaya minimum untuk menghasilkan sejumlah output
tertentu pada isoquant. Oleh karena itu diperlukan informasi rasio antara harga input
sebagai kemiringan dari garis isocost yang ditunjukkan oleh kurva isocost AA'. Untuk
efisiensi secara alokatif dihitung berdasarkan rasio OR/OS. Jarak RS menunjukkan
pengurangan biaya yang dapat dilakukan guna mencapai efisiensi secara alokatif.
Dengan demikian efisien secara alokatif dan teknis atau dengan kata lain
efisiensi secara ekonomis dapat ditemukan, yaitu di titik S'. Efisiensi ekonomis
merupakan perkalian antara efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif. Berdasarkan
uraian diatas menunjukkan bahwa efisiensi produksi merupakan ukuran relatif
kemampuan perusahaan di dalam menggunakan input untuk menghasilkan output
tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Dalam hal ini diperlukan suatu patokan
sebagai rujukan (bench mark) untuk mengukur efisiensi, yaitu kemampuan maksimum
menghasilkan output pada penggunaan input tertentu dan pada teknologi tertentu.
Oleh karena itu, efisiensi teknis menjadi syarat keharusan untuk mengukur efisiensi
alokatif dan efisiensi ekonomi.
66
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi
efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis dari usahatani mitranya,
sehingga nantinya mampu membuat perbaikan usahatani mitranya.
67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
68
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Biaya Variabel
Tabel 8. Biaya Variabel
Pra Panen Rp 500.000
10 HKO x 50.000
Tenaga Kerja Pasca Panen Rp 6.000.000
120 HKO x 50.000
Jumlah Rp 6.500.000
Benih 10gr x 4.000 Rp 40.000
Rockwool 16 slab x 56.250 Rp 900.000
Pupuk kalium nitrat 25kg x 22.000 Rp 550.000
Nutrisi AB – Mix 10kg x 65.000 Rp 650.000
JUMLAH Rp 2.140.000
69
3.1.3 Perhitungan Penyusutan (Depresiasi)
1. Metode Garis Lurus
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛− 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑎
Rumus : 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑈𝑠𝑖𝑎 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖
109.000−10.900
1. Tendon Hidroponik : = 19.620
5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
55.000 − 5.500
2. Pompa Air : 5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 9.900
4.170.000−417.000
3. Starterkit Hidroponik : 5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 750.600
2. Metode Jamjasa
𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛− 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑎
Rumus : 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐽𝑎𝑚𝑗𝑎𝑠𝑎
109.000−10.900
1. Tendon Hidroponik : 24 𝑗𝑎𝑚/ 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 12.262,5
55.000 − 5.500
2. Pompa Air : 24 𝑗𝑎𝑚/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 6.187,5
4.170.000−417.000
3. Starterkit Hidroponik : = 469.125
24 𝑗𝑎𝑚/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
70
Pendapatan Bersih Petani (π)
Metode 1 = Rp 89.600.000 – 2.335.030 = Rp 87.264.970
Metode 2 = Rp 89.600.000 – 2.140.893,75 = Rp 87.459.106,25
Metode 3 = Rp 89.600.000 – 2.140.304,73 = Rp 87.459.695,27
R/C Ratio:
𝑇𝑅
Rumus: 𝑇𝐶
89.600.000
Metode 1: 2.335.030
= 38,37
89.600.000
Metode 2: 2.140.893,75 = 41,85
89.600.000
Metode 3: 2.140.304,73 = 41,86
Keterangan:
R/C > 1, maka usahatani tersebut dianggap layak
R/C = 1, maka usahatani terebut dianggap impas (BEP)
R/C < 1, maka usahatani tersebut dianggap tidak layak
Jadi, usahatani Kebun Sayur Surabaya memiliki nilai R/C yakni metode 1
adalah 38,37 > 1 yang dianggap layak, metode 2 adalah 41,85 > 1 yang
dianggap layak, dan metode 3 adalah 41,86 > 1 yang dianggap layak.
B/C Ratio:
𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ (π)
Rumus: 𝑇𝐶
87.264.970
Metode 1: 2.335.030
= 37,37
87.459.106,25
Metode 2: 2.140.893,75
= 40,85
87.459.695,27
Metode 3: 2.140.304,73
= 40,88
Keterangan:
B/C > 1, maka usahatani tersebut dianggap layak
B/C = 1, maka usahatani terebut dianggap impas (BEP)
B/C < 1, maka usahatani tersebut dianggap tidak layak
Jadi, usahatani Kebun Sayur Surabaya memiliki nilai B/C yakni metode 1
adalah 37,37 > 1 yang dianggap layak, metode 2 adalah 40,85 > 1 yang
dianggap layak, dan metode 3 adalah 40,88 > 1 yang dianggap layak.
71
3.2 Pembahasan
Kebun sayur Surabaya dengan lahan 700 m2 memperoleh biaya variabel
tenaga kerja prapanen dan pasca panen sejumlah Rp 6.500.000, benih, pupuk kalium
nitrat, nutrisi AB – mix sejumlah Rp 2.140.000. Dengan total biaya variabel tenaga
kerja dan saprodi sejumlah Rp 6.474.000.
Pada biaya tetap terdapat tendon hidroponik, pompa air, dan starterkit
hidroponik, menggunakan metode perhitungan garis lurus sejumlah Rp 780.120
dengan total biaya produksi Rp 2.333.030, metode jamjasa sejumlah Rp 487.575
dengan total biaya produksi Rp 2.140.893,75, metode hasil produksi sejumlah Rp
1.218,9375 dengan total biaya produksi Rp 2.140.304,73.
Usahatani hortikultura ini menunjukkan penghasilan yang cukup besar, terlihat
dari pendapatan bersih petani pada metode garis lurus sejumlah Rp Rp 87.266.970,
pada metode jamjasa sejumlah Rp 87.459.106,25, pada metode hasil produksi
sejumlah Rp 87.459.695,27. Pendapatan tersebut diperoleh dari perhitungan total
produksi dikurangi dengan total biaya dan menghasilkan keuntungan tersebut.
Perhitungan R/C merupakan perbandingan antara jumlah total peneriman
dengan jumlah total biaya selama satu periode. Usahatani Kebun Sayur Surabaya
memiliki nilai R/C yakni metode 1 adalah 38,37 dimana nilai R/C > 1 terebut dianggap
layak artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan, penerimaan yang didapat sebesar Rp
38,37, metode 2 adalah 41,85, dimana nilai R/C > 1 terebut dianggap layak artinya
setiap Rp 1 yang dikeluarkan, penerimaan yang didapat sebesar Rp 41,85, dan
metode 3 adalah 41,86, dimana nilai R/C > 1 terebut dianggap layak artinya setiap
Rp 1 yang dikeluarkan, penerimaan yang didapat sebesar Rp 41,86. Tingkat
pengembalian oleh usahatani Kebun Sayur Surabaya sebesar 38,40, 41,85, 41,86
terhadap total penerimaan yang di terima dan total biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi.
Perhitungan B/C rasio merupakan perbandingan antara tingkat keuntungan
yang diperoleh dengan biaya total yang dikeluarkan selama pemeliharaan satu
periode Usahatani Kebun Sayur Surabaya memiliki nilai B/C yakni metode 1 adalah
37,37, dimana nilai B/C > 1 dianggap layak artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan,
keuntungan yang didapat sebesar Rp 37,37, metode 2 adalah 40,85, dimana nilai
B/C > 1 dianggap layak artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan, keuntungan yang
didapat sebesar Rp 40,85, dimana nilai B/C > 1 dianggap layak, dan metode 3 adalah
72
40,88, dimana nilai B/C > 1 dianggap layak artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan,
keuntungan yang didapat sebesar Rp 40,88. Usahatani Kebun Sayur Surabaya
dianggap layak serta memiliki manfaat dan sebaiknya dilanjutkan karena nilai B/C
yang dimiliki yakni lebih besar dari 1.
73
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Penerimaan total produksi usahatani adalah Rp. 89.600.000.
2. Total biaya produksi pada metode garis lurus sejumlah Rp. 2.333.030, pada
metode jam jasa sejumlah Rp. 2.140.893,75, pada metode hasil produksi
sejumlah Rp .140.304,73.
3. Usahatani Kebun Sayur Surabaya pendapatan bersih petani pada metode
garis lurus sejumlah Rp. 87.266.970, pada metode jamjasa sejumlah
Rp. 87.459.106,25, pada metode hasil produksi sejumlah Rp 87.459.695,27.
4. Satuan luas lahan 700 m2 total produksi 3200 kg dengan harga Rp 28.000/kg.
4.2 Saran
Dari hasil pengamatan kami menyarankan bahwa :
1. Penerimaan total usahatani disarankan untuk ditingkatkan tiap masa panen.
2. Total biaya produksi disarankan menggunakan metode yang paling efisien.
3. Pendapatan bersih petani disarankan menggunakan metode yang juga
menguntungkan bagi petani.
4. Lahan 700 m2 dengan total produksi 3200 kilogram disarankan untuk di perluas
agar hasil produksi juga bertambah.
74
DAFTAR PUSTAKA
Aam Slamet Rusydiana dan tim smart consulting. 2013, Data Envelopment Analysis,
Smart Publising, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Perusahaan Hortikultura. Katalog BPS. BPS.
Jakarta.
Coelli, T.J., D.S.P. Rao, and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and
Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher. Boston.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
75
LAMPIRAN
76
ACARA VII
ANALISIS RASIO USAHATANI
77
BAB I
PENDAHULUAN
78
dapat terjadi dikarenakan kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman pada
lahan terbuka dan greenhouse (Sembiring, 2010). Risiko produksi dapat
diperhitungkan melalui dua alat perhitungan. Untuk mengetahui tingkat risiko produksi
dengan menggunakan nilai penerimaan atau pendapatan usaha umumnya
menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation.
Mengingat adanya risiko dalam usahatani sayuran organik maka perlu
dilakukan kegiatan untuk mengelola risiko tersebut, sehingga dapat diambil keputusan
yang tepat untuk menghindari atau mengurangi risiko yang akan dihadapi oleh petani.
Manajemen risiko yang baik di perusahaan paling tidak dapat memperbaiki pembuat
keputusan, membantu menghindari kejadian-kejadian yang tidak terduga, merugikan
dan dapat membantu memperbaiki atau memperbesar kemungkinan keberhasilan
kegiatan di perusahaan.
Salah satu mitra yang sudah berusahatani sayuran organik adalah Kebun
Sayur Surabaya. Sayuran organik yang dihasilkan diantaranya adalah bayam hijau,
bayam merah, brokoli, selada hijau, selada merah, lobak, lettuce, bunga kol, sawi
putih, pakcoy, bit root, dan sebagainya. Dalam pengembangan sayuran organik,
Kebun Sayur Surabaya tersebut mempunyai risiko produksi yang harus dihadapi,
berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin meneliti mengenai analisis risiko
produksi sayuran organik dan cara penanganan yang tepat untuk mengurangi risiko
produksi khususnya pada komoditi selada hijau karena komoditas tersebut adalah
komoditas unggulan dan paling banyak diminati oleh saluran pemasaran Kebun Sayur
Surabaya.
1.2 Tujuan
1. Mengidentifikasi risiko usahatani sesuai mitra.
2. Menghitung biaya atau penerimaan adanya resiko tersebut.
3. Menganalisis upaya - upaya yang harus dilakukan mitra dalam
menghadapi resiko tersebut.
79
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
80
terbuka, larutan hara yang dialirkan ke tanaman tidak digunakan kembali sebagai
nutrisi yang akan diberikan tanaman, misalnya pada hidroponik dengan
penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle irrigation. Pada sistem tertutup,
larutan hara yang dialirkan ke tanaman dimanfaatkan kembali sebagai nutrisi
tanaman degan cara resirkulasi. Sistem tertutup memungkinkan penggunaan
pompa air nutrisi yang selalu aktif setiap jamnya, karena nutrisi yang dialirkan
apabila tidak mengalir akan mengakibatkan penimbunan nutrisi sehingga tanaman
cepat layu.
Pada teknologi NFT larutan nutrisi harus mengalir secara terus menerus
selama 24 jam. Ketika larutan mengalir, riak yang muncul membentuk oksigen yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nutrisi dialirkan dengan ketinggian 2-3
mm dari dasar saluran. Untuk membuat aliran, gully diletakkan dengan kemiringan
1,5-5o. Nutrisi diberikan kepada tanaman dengan melihat Electric Conductivity (EC)
pada tanaman. Nutrisi pada tahap pembibitan sebesar 1-1,5 mS/cm dan untuk
pertumbuhan vegetatif sebesar 2,7 mS/cm. Teknik NFT memungkinkan konsumsi
nutrisi dalam jumlah minim. Pembersihan gully dapat dilakukan dengan
mengalirkan air bersih atau mencopot rangka dan mencucinya. Kelemahan teknik
ini, nutrisi yang disirkulasi ulang menyebabkan kadar garam nutrisi makin
meningkat secara bertahap, sehingga harus dilakukan pemeriksaan EC setiap
harinya dengan mengguanaka alat EC meter (Syarieva, Duryatmo, dan Angkasa,
2014).
Menurut Syarieva, Duryatmo, dan Angkasa (2014) produksi budidaya
secara hidroponik NFT dimulai dari perakitan meja tanam. Meja tanam merupakan
kumpulan dari beberapa gully yang disusun sejajar dengan menggunakan tiang
penyangga. Gully dilubangi dengan diameter 5 cm dengan jarak antar lubang 15
cm dan bagian ujung penutup pipanya dilubangi sebanyak dua lubang sesuai
dengan selang kecil dengan diameter lubang 3-5 mm untuk penyaluran nutrisi
tanaman. Tangki nutrisi berada dibawah tanah dengan tujuan untuk menghindari
kondisi cuaca yang buruk. Pemasangan pipa pembuangan dari setiap gully
disalurkan kembali ke tangki nutrisi.
81
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
1. Risiko pada kegiatan sarana produksi di Kebun Sayur Surabaya.
2. Risiko pada kegiatan budidaya di Kebun Sayur Surabaya.
3. Risiko pada kegiatan pengolahan di Kebun Sayur Surabaya.
4. Risiko pada kegiatan pemasaran di Kebun Sayur Surabaya.
5. Menghitung biaya atau penerimaan dari risiko yang terjadi.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Risiko pada kegiatan sarana produksi di Kebun Sayur Surabaya.
Dalam tahap awal proses produksi di Kebun Sayur Surabaya adalah kegiatan
menyiapkan sarana produksi yakni :
1. Penyediaan benih Selada (Lollo Verde). Risiko yang bisa terjadi ialah benih
yang didapatkan bukan dari varietas unggul.
2. Pupuk atau nutrisi, kalsium nitrat, nutrisi AB-mix. Risiko yang bisa terjadi ialah
harga yang berfluktuatif sehingga membuat biaya produksi menjadi lebih
tinggi.
3. Media tanam rockwoll. Risiko yang bisa terjadi ialah sulit untuk didapat karena
tidak semua toko pertanian menjualnya serta harga yang relatif semakin mahal
karena proses pembuatannya begitu rumit dan hanya dilakukan oleh industri.
4. Peralatan : Pompa air, Starterkit Hidroponik. Risiko yang bisa terjadi ialah
ketersediaan air pada lokasi Kebun Sayur Surabaya dan proses pemasangan
Starterkit Hidroponik yang cukup sulit.
5. Lahan Greenhouse ukuran 700m2. Risiko yang bisa terjadi ialah proses
penyemaian yang cukup mahal juga besar dan dibutuhkan bahan bagunan
yang berkualitas dan memerlukan biaya produksi yang tinggi.
6. Tenaga kerja, Satu orang Manajer dan 7 orang karyawan. Risiko yang bisa
terjadi ialah apabila tanaman Selada sudah panen maka diperlukan tenaga
kerja tambahan karena 7 pekerja tetap disana masih kurang dalam menangani
proses panen.
82
3.2.2 Risiko pada kegiatan budidaya di Kebun Sayur Surabaya.
Tahapan kedua ialah kegiatan budidaya, Teknologi modern dengan cara yang
efektif dan efisien.
1. Pembibitan, Risiko yang bisa terjadi ialah apabila jarak antar bibit berbeda
maka akan menyebabkan pertumbuhan selada tidak optimal.
2. Perawatan, Risiko yang bisa terjadi ialah apabila tidak dilakukan perawatan
secara berkala maka memungkinkan sayuran terkena penyakit.
3. Masa panen, Risiko yang bisa terjadi ialah hasil panen yang kurang dari target.
3.2.3 Risiko pada kegiatan pengolahan di Kebun Sayur Surabaya.
Tahapan ketiga ialah kegiatan pengolahan. Olahan sayur berupa :
1. Salad sayur, Risiko yang bisa terjadi ialah bahan dasar salad bisa berbeda
(tidak tetap) bergantung pada hasil panen Kebun Sayur Surabaya.
2. Bingkisan sayur, Risiko yang bisa terjadi ialah bahan bingkisan sayur bisa
berbeda (tidak tetap) bergantung pada hasil panen Kebun Sayur Surabaya.
3. Puding sayur, Risiko yang bisa terjadi ialah bahan dasar puding sayur bisa
berbeda (tidak tetap) bergantung pada hasil panen Kebun Sayur Surabaya.
3.2.4 Risiko pada kegiatan pemasaran di Kebun Sayur Surabaya.
Tahap terakhir adalah pemasaran, Pemasaran dilakukan 2 cara :
1. Offline : Lokasi Kebun Sayur Surabaya yang cukup jauh dari perkotaan.
Sehingga pelanggan lebih memiliki pemesanan secara Online.
2. Online : Website Kebun Sayur Surabaya masih kurang lengkap produk yang
dijual, Serta jika membeli secara online pelanggan tidak bisa melihat sayuran
secara langsung.
3.2.5 Menghitung biaya atau penerimaan dari risiko yang terjadi.
Tabel 10. Perhitungan saat keaadan normal
NO. KEGIATAN PERHITUNGAN (NTP) HASIL
1. Penyediaan Benih 2.000 X 22.000 =
Total Produksi X Harga Jual
Selada 44.000.000
2. Penyediaan Media 2.400 X 28.000 =
Total Produksi X Harga Jual
Tanam Rockwoll 67.200.000
3. 2.900 X 28.000 =
Pembibitan Total Produksi X Harga Jual
81.200.000
83
4. 1.200 X 28.000 =
Perawatan Total Produksi X Harga Jual
33.600.000
5. 3.000 X 28.000 =
Masa Panen Total Produksi X Harga Jual
84.000.000
6. TOTAL Total Produksi X Harga 3.200 x 28.000 =
PENERIMAAN Jual 89.600.000
Tabel 11. Perhitungan saat terjadi risiko (Asumsi total produksi turun 50%)
NO. KEGIATAN PERHITUNGAN (NTP) HASIL
1. Penyediaan Benih 1.000 X 22.000 =
Total Produksi X Harga Jual
Selada 22.000.000
2. Penyediaan Media 1.200 X 28.000 =
Total Produksi X Harga Jual
Tanam Rockwoll 33.600.000
3. 1.450 X 28.000 =
Pembibitan Total Produksi X Harga Jual
40.600.000
4. 600 X 28.000 =
Perawatan Total Produksi X Harga Jual
16.800.000
5. 1.500 X 28.000 =
Masa Panen Total Produksi X Harga Jual
42.000.000
6. TOTAL Total Produksi X Harga 1.600 x 28.000 =
PENERIMAAN Jual 44.800.000
84
4. Subsistem IV : Meningkatkan pelayanan pada sistem pemasaran baik Offline
dan Online, Agar pelanggan bisa mendapatkan kepuasan saat membeli
produk di Kebun Sayur Surabaya.
5. Perhitungan biaya dari risiko bisa di minimalisir dengan merencakanan rapat
tiap bulannya untuk menentukan proses produksi.
85
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Risiko pada Kebun Sayur Surabaya cukup kompleks karena dimulai dari
subsistem I sampai IV dan kalkulasi biaya penerimaan risiko.
2. Total penerimaan dari penjualan Selada di Kebun Sayur Surabaya saat risiko
terjadi sebesar Rp. 44.800.000,- dalam waktu satu kali masa panen, yang
merupakan asumsi penurunan hasil sebesar 50%.
3. Upaya yang dilakukan dalam menangani risiko
Subsistem I : Merencanakan keuangan secara rinci agar sarana produksi
yang akan digunakan bisa efektif dan efisien.
Subsistem II : Menentukan tugas pokok dan fungsi pada proses pembibitan
, perawatan dan masa panen.
Subsistem III : Merencanakan produk olahan yang memiliki daya tarik
tinggi terhadap pelanggan serta membuat produk olahan yang lebih
bertahan lama.
Subsistem IV : Meningkatkan pelayanan pada sistem pemasaran baik
Offline dan Online, Agar pelanggan bisa mendapatkan kepuasan saat
membeli produk di Kebun Sayur Surabaya.
Perhitungan biaya dari risiko bisa di minimalisir dengan merencakanan
rapat tiap bulannya untuk menentukan proses produksi.
4.2 Saran
Dari hasil pengamatan kami menyarankan bahwa :
1. Risiko pada Kebun Sayur Surabaya bisa diminimalisir dengan diadakannya
rapat bulanan untuk menentukan masa produksi.
2. Total penerimaan dari penjualan Selada di Kebun Sayur Surabaya bisa di
tingkatkan dengan membuat produk olahan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Poerwanto, R dan A.D. Susila. 2013. Teknologi Hortikultura. IPB Press. Bogor.
Sembiring, Lustri. 2010. Analisis Risiko Produksi sayuran Organik pada The Pinewood
Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departeman Agronomi dan
Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
87
LAMPIRAN
88