OLEH
KELAS IIA
Dosen Pembimbing :
2020/2021
ASKEP CHF
A. Pengertian
Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac
output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat
akhir dari gangguan jantung, pembuluh darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam
darah yang mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada berbagai
organ. (Ni Luh Gede Yasmin, 1993).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (Mansjoer, 2001).
B. Etologi
1) Kelainan mekanis.
a. Peningkatan beban tekanan
Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
Perifer (hipertensi sistemik dan sebagainya)
b. Peningkatan beban volume (regurgitasi katub, pirau, peningkatan beban awal
dan sebagainya)
c. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikus pidalis).
d. Tamponade perikardium.
e. Restriksi endokardium atau miokardium.
f. Aneurisme ventrikel.
g. Dis sinergi ventrikel.
2) Kelainan miokardium
a. Primer
Kardiomiopati.
Miokarditis.
Kelainan metabolik.
Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
Presbikardia.
b. Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan mekanis) .
Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
Kelainan metabolik.
Inflamasi.
Penyakit sistemik.
Penyakit paru obstruktif menahun.
3) Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
Henti jantung.
Fibrilasi.
Takikardi atau bradikardi yang berat.
Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
C. Manifestasi Klinis
a. Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
1. Gagal jantung kanan :
c. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
d. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
e. Hepatomegali. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
f. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
g. Nokturia
h. Kelemahan.
D. Pemeriksaan Penunjang∕Laboratorium
1. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
2. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi
(jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
3. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium
yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K,
Na, Cl, Ureum, gula darah
E. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula
pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung
selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekanan arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi
pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder
akibat dilatasi ruang (smeltzer 2001).
WOC CHF
Disfungsi miocard Beban tekanan Beban sistolik Peningkatan kebutuhan Beban volume
(AMI), Miocarditis berlebihan berlebihan metabolisme berlebihan
Kontraktilitas
H ambatan pengosongan
Ventrikel
Cardiak output
CHF
Splenomegali Hepatomegali
Fatique Retensi Na + H2O Edema paru Beban
Ventrikel kanan
G. Intervensi Keperawatan
H.Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
b. Terapeutik
-posisikan pasien semifowler
atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
c. Edukasi
d. Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
antiaritmia Jika perlu
c. Edukasi
-anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
ASKEP HIPERTENSI
A. Pengertian
Suatu kondisi ketika tekanan darah terhadap dinding arteri terlalu tinggi atau kondisi
ketika tekanan darah seseorang berada di 130/80 mmHg atau lebih, sistoliknya di atas 140
mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg dan pada lansia tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg.
B. Etiologi
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur
bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari
perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup
(konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan
berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine,
prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes
melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.
C. Manifestasi Klinis
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas
D. Pemeriksaan Penunjang∕Laboratorium
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis.
Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal,
maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen.
Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 1996).
WOC HIPERTENSI
b. Terapeutik
-posisikan pasien
semifowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
-berikan diet jantung
yang sesuai
-fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
-berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres
Jika perlu
-berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen
c. Edukasi
-anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
-anjurkan berhenti
merokok
-ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian
d. Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
antiaritmia Jika perlu
-rujuk ke program
rehabilitasi jantung
-sediakan lingkungan
yang nyaman dan rendah
stimulus
-berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
c. Edukasi
-anjurkan lakukan
aktivita secara bertahap
-anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang