Anda di halaman 1dari 36

POMPA – KOLAM PENGUMPUL – PINTU AIR

VI. POMPA, KOLAM PENGUMPUL


DAN PINTU AIR
• Sistem drainase perkotaan tidak dapat menghindari penggunaan
pompa apabila air di saluran tidak dapat mengalir secara gravitasi.
Kondisi ini terjadi apabila muka air di saluran orde kecil lebih rendah
dari air di saluran orde tinggi.

• Misalnya muka air di saluran intersepsi lebih rendah dari pada muka
air di saluran kolektor, atau air di saluran drainase perkotaan lebih
rendah dari muka air sungai yang berfungsi sebagai saluran
kolektor atau konveyor pada sebuah sistem drainase perkotaan.

• Kondisi yang menyebabkan tidak dapatnya air mengalir secara


gravitasi seperti tersebut di atas harus diatasi dengan mengalirkan
air di dalam saluran drainase dengan menggunakan pompa.

• Pompa ini akan mengalirkan air dari dalam saluran tersebut ke


saluran lebih besar atau ke sungai bahkan ke laut secara
mekanisasi. Umumnya sistem pompa ini memerlukan kolam
pengumpul dan pintu air.
SKEMA POMPA-KOLAM-PINTU AIR

Pompa air

Kolam
Pintu Air Pengatur

Saluran Drainase

Pintu Air Sungai


VI. POMPA, KOLAM PENGUMPUL
DAN PINTU AIR
• Kolam pengumpul disamping berfungsi untuk dapat mengurangi
kapasitas pompa yang dibutuhkan, juga dapat berfungsi untuk
mengatur tinggi muka air yang dibutuhkan pada pengoperasian
pompa.

• Apabila kolam pengumpul tidak ada, maka pompa akan


mengalirkan debit langsung dari saluran yang sangat bervariasi
fluktuasinya. Hal ini dapat mengakibatkan pompa cepat rusak
karena pompa tidak dapat bekerja dengan kapasitas efektif tetapi
harus mengikuti fluktuatif debit aliran di saluran.

• Sebaliknya apabila air yang dipompa merupakan air yang sudah


dikumpulkan pada sebuah kolam pengumpul, maka pompa dapat
beroperasi dengan kapasitas efektif dan konstan.
VI. POMPA, KOLAM PENGUMPUL
DAN PINTU AIR

• Pintu dibutuhkan pada sistem pompa ini ketika muka air di saluran
lebih tinggi dari muka air di sungai atau di saluran pengumpulnya.
Pada kondisi muka air seperti ini, pompa tidak dibutuhkan karena air
di saluran dapat mengalir secara gravitasi ke saluran pengumpul
atau ke sungai.

• Air yang mengalir secara gravitasi ini dialirkan melalui pintu air yang
telah dibuka pada muara pembuang.

• Sebaliknya ketika muka air di saluran pengumpul dan di sungai


lebih tinggi dari muka air saluran intersepsinya, maka pintu air
ditutup untuk mencegah agar air dari saluran pengumpul atau
sungai tidak masuk ke dalam saluran tersebut, dan air dari saluran
terebut di alirkan secara mekanisasi dengan menggunakan pompa.
6.1 Tenaga Pompa

• Kerja didefinisikan sebagai gaya kali jarak. Tenaga didefinisikan sebagai


kerja per satuan waktu atau besarnya untuk melakukan kerja.

• Kerja dibutuhkan untuk memindahkan atau mengalirkan air dengan


menggunakan pompa ke elevasi yang lebih tinggi.

• Jumlah debit yang dipompakan dapat dihubungkan dengan tenaga dan


dinyatakan dalam satuan Horsepower dengan rumus berikut ini.

Qh (6.1)
HP 
76

Dimana:
HP = horsepower;
Q = debit yang dipompakan (liter/detik);
h = tinggi pemompaan (m).
6.2 Efisiensi Pompa
• Nilai efisiensi menunjukkan angka perbandingan antara keluaran (output)
dengan masukan (input).

• Nilai efisiensi yang besar menunjukkan bahwa pompa memiliki kinerja yang
baik.

• Masukan tenaga kepada pompa sering disebut Brake Horsepower (BHP)


dan keluaran tenaga pompa disebut Water Horsepower (WHP), sehingga
efisiensi pompa adalah:
WHP
Ef 
BHP

• Subtitusi Rumus 6.2 ke dalam Rumus 6.3, maka tenaga keluaran pompa
diperoleh sebagai berikut:
WHP  BHP  Ef
Q.h.Ef
WHP 
76
6.3 Tinggi Pemompaan

Tinggi pemompaan adalah suatu nilai yang diperoleh dari tinggi statik
ditambah dengan tinggi kehilangan energi di dalam pipa dan tinggi
kehilangan energi di sambungan dan katup-katup.

Tinggi statik adalah jarak vertikal antara ujung pipa hisap dengan
ujung pipa tekan.

Tinggi kehilangan energi di dalam pipa, sambungan dan katup dapat


diperoleh dari tabel dan gambar berikut ini.
POMPA AIR
Tinggi pemompaan adalah suatu nilai yang diperoleh dari tinggi statik
ditambah dengan tinggi kehilangan energi di dalam pipa dan tinggi
kehilangan energi di sambungan dan katup-katup.

Tinggi statik adalah jarak vertikal antara ujung pipa hisap dengan
ujung pipa tekan.
Pompa

Tinggi Statik

Kolam
Sungai
6.3 Tinggi Pemompaan
Tabel 6.1 Kehilangan tinggi energi akibat gesekan per 1000 m panjang
pipa baja biasa berumur 15 tahun
6.3 Tinggi Pemompaan
Tabel 6.1 Kehilangan tinggi energi akibat gesekan per 1000 m
panjang pipa baja biasa berumur 15 tahun (sambungan)
6.3 Tinggi Pemompaan

Gambar 6.1 Kehilangan tinggi energi karena gesekan


pada lengkung, katup dan sambungan
6.3 Tinggi Pemompaan
Contoh Soal 6.1
Pada sebuah perencanaan pompa drainase perkotaan direncanakan
seluruh sistem perpipaannya mengunakan pipa, sambungan, dan
katup berdiameter 15 cm. Sistem pompa ini memiliki tinggi statik 30 m.
Panjang pipa yang dibutuhkan pada jalur hisap dan tekan adalah 40 m;
kemudian dibutuhkan 1 buah katup kaki bola terbuka; 1 buah katup
gerbang terbuka penuh; dan 3 buah tiga lengkung luas medium 900.
Debit yang akan dialirkan oleh pompa sebesar 25 l/det dan efisiensi
pompa sebesar 70%. Tetapkan BHP pompa yang dibutuhkan.

Penyelesaian 6.1
Hitung padanan panjang pipa total dari sistem perpipaan, gunakan
Gambar 6.1 dan Tabel 6.1:
a. Katup kaki bola terbuka 1 buah = 52 m
b. Katup gerbang terbuka penuh 1 buah = 1m
c. Lengkung luas medium 900 3 buah (3 x 4,3) = 13 m
d. Panjang pipa pada jalur hisap dan tekan = 40 m
Total = 106 m
6.3 Tinggi Pemompaan

Gambar 6.1 Kehilangan tinggi energi karena gesekan


pada lengkung, katup dan sambungan
6.3 Tinggi Pemompaan
Tabel 6.1 Kehilangan tinggi energi akibat gesekan per 1000 m panjang
pipa baja biasa berumur 15 tahun
6.3 Tinggi Pemompaan
1. Hitung kehilangan tinggi energi pada pipa ketika mengalirkan debit 25
l/det: Dari Tabel 6.1 kehilangan tinggi energi per 1000 m pipa ketika
mengalirkan debit 25 l/det adalah 22 m, maka untuk padanan panjang
pipa 106 m
106
Kehilangan energi   22  2,3 m
1000
2. Hitung tinggi energi dinamik (h), yaitu hasil penjumlahan tinggi
statik dengan kehilangan tinggi energi.

h  tinggi statik  kehilanganenergi  30  2,3  32,3  33 m


6.3 Tinggi Pemompaan

3. Hitung tenaga keluaran:

Qh 25  33
WHP    10,9
76 76

4. Hitung tenaga masukan yang dibutuhkan pompa:

WHP 10,9
BHP    15,6
Ef 0,7
6.4 Kolam Pengumpul
• Seperti dijelaskan di atas bahwa kolam pengumpul dibutuhkan untuk
keperluan operasi pompa dan untuk mereduksi kapasitas pompa.

• Sehubungan dengan fungsi kolam pengumpul untuk mereduksi kapasitas


pompa, dapat dijelaskan berdasarkan rumus Reservoir Routing di bawah
ini.
S
I O 
T
 I1  I 2   O1  O2  S 2  S1
  
 2   2  T2  T1

Dimana:
I = debit infow berasal dari saluran drainase (m3/det);
O = debit outflow yang dikeluarkan oleh pompa (m3/det);
S = kapasitas kolam pengumpul (m3).
T = waktu aliran (detik)
6.4 Kolam Pengumpul

• Dari rumus di atas dapat dijelaskan bahwa kapasitas pompa dapat


diperkecil jika kapasitas kolam pengumpulnya diperbesar. Hal
seperti ini memungkinkan jika lahan untuk kolam pengumpul
tersedia.

• Umumnya di daerah pemukiman lahan untuk kolam sangat terbatas.


Oleh karenanya, kapasitas kolam pengumpul ini direncanakan
sesuai dengan ketersediaan lahan.
• Debit inflow yang berasal dari debit aliran saluran drainase tidak
konstan, tetapi bervariasi terhadap waktu.

• Variasi debit aliran ini dapat kepada hidrograf rasional yang


berbentuk segitiga atau trapesium.

• Jika pada hidrograf tersebut diberikan debit outflow oleh pompa


dengan debit yang konstan, maka kapasitas kolam pengumpul
adalah luas daerah yang dibatasi antara kurva infolw dan garis
outflow, seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini.
6.4 Kolam Pengumpul

Q Q
I

S O S O

T T

Gambar 6.2 Hubungan debit aliran saluran drainase


atau inflow, kapasitas pompa atau outflow dan
kapasitas kolam pengumpul
6.4 Kolam Pengumpul

Contoh 6.2
Rencanakan kapasitas kolam pengumpul apabila debit banjir rencana
1,40 m3/det, waktu konsentrasi 4 jam dan durasi hujan sama dengan
waktu konsentrasi dan kapasitas pompa 250 l/det atau 0,25 m3/det.

Penyelesaian 6.2 Jika dihitung menurut hubungan luas segitiga


di atas garis O atau debit pompa, maka
Q
diperoleh kapasitas kolam pengumpul
Q5 = 1,40 m3/det sebagai berikut:
I - Interpolasi untuk mengetahui panjang alas
S=? m3
O = 0,25 m3/det
segitiga S.
x1 = 4 jam ; y1 = 1,4 m3/det
T
y2 = (1,4 – 0,25) = 1,15 m3/det
Tc = 4 jam
6.4 Kolam Pengumpul

Contoh 6.2
Rencanakan kapasitas kolam pengumpul apabila debit banjir rencana
1,40 m3/det, waktu konsentrasi 4 jam dan durasi hujan sama dengan
waktu konsentrasi dan kapasitas pompa 250 l/det atau 0,25 m3/det.

Penyelesaian 6.2 Panjang alas segitiga S:

Q
Q5 = 1,40 m3/det Panjang alas segitiga S adalah: 2x2 = 6,6 jam
I
S=? m3
Kapasitas atau volume kolam pengumpul
O = 0,25 m3/det sama dengan luas segitiga S:

Tc = 4 jam T

Kapasitas kolam pengumpul adalah: 3,8 m3


6.4 Kolam Pengumpul

Contoh 6.2
Rencanakan kapasitas kolam pengumpul apabila debit banjir rencana
1,40 m3/det, waktu konsentrasi 4 jam dan durasi hujan sama dengan
waktu konsentrasi dan kapasitas pompa 250 l/det atau 0,25 m3/det.

Penyelesaian 6.2 Jika luas kolam: 2m x 2m = 4 m2 , maka


kedalaman kolam adalah:

Q
Q5 = 1,40 m3/det

I
S=? m3
O = 0,25 m3/det

Tc = 4 jam T
6.5 Pintu Air

• Pada kondisi air di hilir tinggi, baik akibat air pasang maupun air
banjir, maka air dari saluran drainase tidak dapat mengalir ke
pembuang, bahkan dimungkinkan terjadi aliran balik. Untuk itu,
pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi dengan pintu pengatur
untuk menghindari terjadinya aliran balik. Terdapat dua kelompok
pintu yang dapat digunakan dalam sistem drainase perkotaan, yaitu
pintu manual dan pintu otomatis.

Pintu manual
• Pintu manual bekerja dengan bantuan tenaga manusia. Pintu air ini
akan dibuka apabila muka air dari arah saluran lebih tinggi dari
muka air sungai, dan akan ditutup apabila muka air sungai lebih
tinggi dari muka air saluran. Gambar dibawah ini memperlihatkan
ilustrasi pintu air manual atau sering disebut juga dengan nama
pintu sorong. Perhitungan pintu air manual ini menggunakan prinsip
hidrolika dan mekanika.
6.5 Pintu Air

Gambar 6.3 Pintu Air Sorong


6.5 Pintu Air

Pintu air otomatis


• Pintu otomatis ada yang bekerja secara mekanis maupun secara elektris.
Pintu otomatis yang bekerja secara mekanis mengandalkan
keseimbangan momen yang ditimbulkan oleh pemberat pintu atau
pelampung dan tekanan air.

• Pintu klep otomatis sederhana akan terbuka oleh dorongan air yang
mengalir dan akan menutup pada saat muka air di hilir tinggi/pasang
serta dibantu oleh momen dari pemberat pintu.

• Sementara pintu air elektrik bekerja akibat aliran listrik pada motor yang
menyebabkan roda gigi berputar sehingga membuka atau menutup pintu.
Aliran listrik diatur oleh sensor yang dihubungkan dengan kondisi muka
air.

• Gambar berikut ini merupakan beberapa contoh jenis pintu otomatis atau
yang sering juga disebut dengan nama pintu klep dan pintu otomatis
elektrik.
6.5 Pintu Air

Gambar 6.4 Pintu klep sederhana Gambar 6.5 Pintu air elektrik
6.5 Pintu Air
Contoh Soal 6.2:
Rencanakan sebuah pintu air manual rangka baja CNP. Lebar pintu
sama dengan lebar saluran (B) = 1 m. Kondisi tinggi air yang menjadi
acuan perencanaan pintu diperlihatkan seperti gambar dibawah ini.
(σd = 1400 kg/cm2 ; τp = 5 kg/cm2).

0.50

+ 1.17
PLAT BAJA
0.25
PLAT BAJA
1.30

CNP

+ 0.13
0.25

0.50
1.00
0.40 0.40

Gambar 6.6 Pintu air sorong yang ingin direncanakan


6.5 Pintu Air

Penyelesaian 6.2 :
Perhitungan pintu air pada soal 5.1 dapat diperoleh dari statis momen
terhadap gaya hidrostatis yang bekerja pada pintu tersebut.
Menghitung rangka pintu air
# Tinggi pintu air, yaitu selisih HWL pembuang dengan elevasi dasar saluran
ditambah tinggi jagaan, sehingga tinggi pintu air = 1,8 m
# Gaya hidrostatis yang bekerja pada rangka paling bawah
P =  H = 1 t/m3 . 1,3 m = 1,3 t/m2
q = 1,3 t/m
# Momen yang bekerja pada rangka
M1 = 1/12 q L12
M1 = 1/12 . 1,3 .(1,8)2 . 105 = 35100 kg.cm
# Momen akibat gaya luar
W = M1 / σd = 35100 kgcm / 1400 kgcm-2 = 25,071 cm3
# Dari tabel baja diambil CNP-8 dengan Wx = 26,5 cm3 ≈ 25,071 cm3
6.5 Pintu Air

Gambar 6.7 Diagram gaya hidrostatis dan momen yang bekerja pada pintu
6.5 Pintu Air

a.Menghitung tebal plat pintu


# Direncanakan jarak antar rangka L2 = 0,25 m
# Momen yang bekerja pada plat pintu
M2 = 1/16 q L22
M2 = 1/16 . 1,3 .(0,25)2 . 105 = 507,813 kg.cm
# Momen akibat gaya luar
W = M2 / σd = 507,813 kgcm / 1400 kgcm-2 = 0,363 cm3
# Tebal plat pintu
W = 1/6 b t2 ; dengan b diambil untuk 1 m
0,363 cm3 = 1/6 . 100 . t2
t = 0,148 cm ≈ 2 mm
6.5 Pintu Air

Gambar 6.8 Momen yang bekerja pada plat pintu air


6.5 Pintu Air
a.Menghitung sponning
# Gaya yang bekerja pada sponning pintu air
P = ½ q L1 = ½ . 1,3 . 1,8 . 103 = 1700 kg
# Jarak sponning
P = a √2 b τp
1700 kg = a √2 . 8 cm . 5 kg/cm2
a = 20,68 cm ≈ 21 cm

Gambar 6.9 Sponning dan gaya yang bekerja pada pintu air
6.5 Pintu Air
Contoh Soal 5.2 :
Direncanakan sebuah pintu air otomatis seperti kondisi tergambar.
Hitunglah gaya-gaya yang bekerja serta beban pemberat yang dibutuhkan
sehingga pintu dapat membuka dan menutup.

+ 1,77

h1 = 1,15 m h2 = 1,5 m
F2
F1

+ 0,27

Gambar 6.10 Pintu air otomatis yang ingin direncanakan


6.5 Pintu Air

P
Penyelesaian 5.2 : F1

F2

1m

Menghitung tekanan hidrostatis di hulu 1,117 m a=2m


P1 =  h1
= 1 t/m3 x 1,15 m = 1,15 t/m2 Gambar 6.11 Diagram gaya
a.Menghitung tekanan hidrostatis di hilir yang bekerja pada pintu
P2 =  h2
= 1 t/m3 x 1,5 = 1,5 t/m2
b. Menghitung gaya tekanan hidrostatis di hulu
Lebar pintu direncanakan sebesar (B) = 1 m
F1 = A x P1
= ( 1,15 x 1 ) x 1,15 = 1,323 t
6.5 Pintu Air

Menghitung gaya tekanan hidrostatis di hilir


F2 = A x P2
= ( 1,5 x 1 ) x 1,5 = 2,25 t

Menghitung beban pemberat


Momen terhadap sendi adalah 0
Ms = 0
F1 x 1,117 – F2 x 1 + P x a =0
1,482 – 2,25 + 2 P = 0
P = 0,384 t

Anda mungkin juga menyukai