Anda di halaman 1dari 15

LEMBAGA DAN FUNGSI PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA

Sulistyandari*

Bagian Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


Jalan Prof. Dr. H.R. Boenyamin Nomor 708, Grendeng, Purwokerto, Jawa Tengah 53122

Abstract
Currently banking supervision in Indonesia is still considered weak. One of the causes that lead to the
weak supervision in the banking sector is closely related with the institution and the function of banking
supervision itself. This article discusses the present and future state of the institution and the function
of banking supervision. This article concludes that Bank Indonesia in its function of banking supervi-
sion is not fully independent, whereas there is no conflict of interest among its functions. Moreover, in
the future, the Financial Services Authority (FSA) will become the institution taking over this function
of banking supervision, even though the reason behind the formation of FSA in banking supervision is
still weak.
Keywords: rights management, state of land.

Intisari
Pengawasan perbankan di Indonesia pada saat ini masih dinilai lemah. Salah satu penyebab lemahnya
pengawasan perbankan berkaitan erat dengan lembaga dan fungsi pengawasan perbankan itu sendiri.
Tulisan ini membahas tentang lembaga dan fungsi pengawasan perbankan di Indonesia kini dan ke de-
pan. Dalam pembahasan tulisan ini dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia dalam fungsi pengawasan
perbankan kurang independen, padahal dalam fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan Bank In-
donesia tidak ada conflict of interest. Selain itu di masa yang akan datang lembaga pengawas perbankan
Indonesia adalah LPJK/OJK, walaupun alasan LPJK/OJK sebagai fungsi pengawasan perbankan sangat
lemah.
Kata Kunci: lembaga, fungsi, pengawasan perbankan.

Pokok Muatan
A. Pendahuluan . ............................................................................................................................. 227
B. Pembahasan ............................................................................................................................... 229
1. Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara yang Independen............................................... 229
2. Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia......................................... 230
3. Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan Indonesia Kini............................................. 231
4. Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan Indonesia ke Depan..................................... 232
C. Penutup....................................................................................................................................... 239

*
Alamat korespondensi: putbung@yahoo.com.
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 227

A. Pendahuluan pengawasan bank oleh LPJK ditunda sampai


Peranan bank di Indonesia adalah sangat selambat-lambatnya 31 Desember 2010, artinya
penting, khususnya dalam pembangunan ke depan tugas mengatur bank pada BI dan tugas
ekonomi, dimana bank berfungsi sebagai mengawasi bank pada LPJK.
lembaga intermediasi antara pihak penyimpan Sehubungan dengan perintah Pasal 34
dana sebagai pihak yang surplus dana dengan UU BI bahwa tugas mengawasi bank oleh BI
pihak yang membutuhkan dana sebagai pihak akan dilakukan oleh LPJK, maka pemerintah
yang minus dana. Jika pihak yang membutuhkan (Bapepam-LK) mengajukan RUU Otoritas
dana, memperoleh dana dari bank dan digunakan Jasa Keuangan (OJK), dimana RUU tersebut
untuk kegiatan usaha yang produktif, menyerap dimaksudkan sebagai RUU LPJK, dan RUU
tenaga kerja banyak, menghasilkan barang/jasa tersebut telah disahkan pada tanggal 22 November
yang punya nilai lebih, maka tujuan perbankan sebagai UU Nomor 21 tahun 2011 tentang
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat Nomor 5253). Pertanyaan yang muncul mengapa
banyak sebagaimana yang disebutkan dalam UU namanya berbeda, selain itu jika dilihat dari UU
Perbankan1 tentu akan terwujud. tersebut tugas OJK yang berkaitan dengan bidang
Mengingat pentingnya peranan bank di perbankan meliputi pengaturan bank, pemberian
Indonesia, maka kepercayaan masyarakat kepada dan/atau pencabutan izin bank, pengawasan bank,
lembaga perbankan harus tetap terjaga. Oleh dan pemberian sanksi. Dengan demikian UU OJK
karena itu menurut Pasal 29 UU Perbankan, bank yang telah disahkan tersebut tidak sesuai dengan
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai yang diperintahkan oleh Pasal 34 UU BI.
dengan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas Mengenai pengaturan dan pengawasan bank
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, juga diatur dalam Bab V tentang Pembinaan dan
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Pengawasan, yaitu Pasal 29-37B UU Perbankan,
bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dimana Pasal 37B merupakan dasar hukum
sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Salah satu eksistensi UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang
tugas Bank Indonesia (BI) adalah mengatur dan Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut
mengawasi bank. Tugas mengatur dan mengawasi UU LPS). Menurut UU LPS, Fungsi LPS adalah:
bank oleh BI saat ini diatur dalam Pasal 24-35 UU a. menjamin simpanan nasabah penyimpan;
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas
dan menurut Pasal 34 UU tersebut tugas BI sistem perbankan sesuai dengan kewenangan-
sebagai pengawas perbankan hanya sampai pada nya. Penjelasan fungsi LPS huruf b mengatakan
tahun 2002, yang kemudian tugas mengawasi bank bahwa LPS berfungsi menciptakan dan me-
akan dilakukan oleh Lembaga Pengawasan sektor melihara stabilitas sistem keuangan bersama
Jasa Keuangan (LPJK) yang independen dan dengan Menteri Keuangan, BI dan LPP, sesuai
dibentuk dengan undang-undang, namun dengan dengan peran dan tugas masing-masing. Berkaitan
UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan dengan fungsi LPS huruf b, LPS mempunyai
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tugas sebagai berikut: (a) merumuskan dan
yang kemudian diubah lagi dengan UU Nomor 6 menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif
Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU BI), bahwa memelihara stabilitas sistem perbankan; (b)

1
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
228 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan lemahnya pengawasan perbankan oleh BI.7


kebijakan penyelesaian bank gagal (bank Mengenai lemahnya pengawasan perbankan
resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan tersebut, ada beberapa pendapat yang dapat
(c) melaksanakan penanganan Bank Gagal yang dikemukakan sebagai berikut: Menurut Darmin
berdampak sistemik. Dalam penjelasan umum Nasution, tingginya beban kerja BI dalam
UU LPS dikatakan dengan pengaturan mengenai menjalankan kedua fungsi yaitu pengaturan
LPS diharapkan kepercayaan masyarakat akan dan pengawasan bank, terbatasnya sarana dan
diperoleh, ada kepastian hukum dalam pengaturan sumberdaya pengawasan yang dimiliki, menjadi
dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan salah satu penyebab ketidakefektifan kegiatan
nasabah untuk meningkatkan kelangsungan usaha pengawasan perbankan yang dilakukannya.8
bank secara sehat. Menurut Ronny Sautama Hotma Bako, adanya
Dari uraian tersebut jelas bahwa dari sistema- potensi conflict of interest sebagai akibat
tika pengaturan dalam UU Perbankan, LPS adalah pelaksanaan kedua fungsi yang masing-
bagian dari kerangka pembinaan dan pengawasan masing memiliki kepentingan berbeda oleh
bank dan jika UU LPS disimak maka LPS mem- lembaga tersebut, dianggap sebagai penyebab
punyai fungsi pengawasan juga. Oleh karena itu lain kegagalan pencapaian tujuan pengawasan
sudah seharusnya pengaturan mengenai pembina- perbankan, sehingga tugas pengawasan bank oleh
an dan pengawasan perbankan antara UU BI, UU BI akan dilakukan LPJK.9
Perbankan dan UU LPS mempunyai kesesuaian, Rasjim Wiraatmadja mempunyai pendapat
dalam arti tidak saling bertentangan, demikian juga yang berbeda, bahwa tugas pengawasan seharus-
jika pengawasan perbankan diserahkan kepada nya tidak dapat dipisahkan dengan tugas meng-
LPJK/OJK dan diatur dalam UU tersendiri, maka atur yang dalam UU Perbankan juga disebut “pem-
antara UU yang berkaitan harus ada kesesuaian/ binaan” yang diartikan sebagai upaya-upaya yang
sinkronisasi. Masalah pengawasan perbankan di dilakukan dengan cara menciptakan peraturan
Indonesia sampai saat ini masih selalu mendapat yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilik-
sorotan, dari kasus BLBI2, kemudian kasus adanya an, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta
kredit macet dengan jumlah yang besar di BNI3 aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan
kasus L/C fiktif di BNI4, kasus Bank Global5, kasus operasional bank, sehingga akan rancu kalau tugas
Bank Century6 dan masih banyak kasus-kasus lain, pengaturan dan pengawasan ditangani oleh dua
yang kesemuanya itu menunjukkan bahwa masih lembaga yang berbeda, padahal yang mengatur
banyak bank yang belum sepenuhnya menjalankan seharusnya juga yang mengawasi.10 Menurut
prinsip kehati-hatian dalam kegiatan usahanya dan Wimboh Santosa, bahwa penyebab utama

2
S. Batunanggar, “Reformulasi Manajemen Krisis di Indonesia: Deposit Insurance and The Lender of The Last Resort”, Makalah, Banking
Crisis Resolution Conference, CCBS, Bank of England, London, 2002.
3
Redaksi Pikiran Rakyat, “Polri Tahan Pembobol BNI”, Pikiran Rakyat, 16 Juli 2005.
4
Redaksi Metropolitan, “Personal Guarantee Babak Baru Kasus Bank BNI”, Metropolitan, 27 Nopember 2003.
5
Syahrir, “Bank Global: dari BBKU ke Likuidasi”, Kompas, 20 Desember 2004.
6
Erlangga Djumena, “Kasus Bank Century, Pengawasan BI Lemah?”, http://nasional.kompas.com/read/2008/11/25/17114243/Kasus.Bank.
Century.Pengawasan.BI.Lemah., diakses 25 Nopember 2008.
7
Andrean Sutedi, 2007, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 131.
8
Darmin Nasution, “Konsepsi Penyusunan RUU tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan”,
http://www.legalitas.org, diakses 2007.
9
Ronny Sautama Hotma Bako, “Segi-Segi Hukum Atas Konsepsi Otoritas Jasa Keuangan”, Majalah Pengembangan Perbankan, Edisi
Nomor 97, September–Oktober, 2002, hlm. 6. Maksud dari pembentukan LPJK dilatarbelakangi oleh adanya pengalaman selama ini
dimana bank-bank yang beroperasi di Indonesia diawasi oleh BI, tetapi di sisi lain BI juga bertindak sebagai regulatory di bidang per-
bankan. Kenyataan tersebut telah menimbulkan masalah hukum sampai saat ini. Kalau suatu lembaga pembuat aturan sekaligus bertindak
mengawasi maka akan timbul conflict of interest dan tidak dapat lagi bertindak secara obyektif dalam melakukan tugasnya. Tidak hanya
itu, sifat independensi pengawas juga hilang.
10
Rasjim Wiraatmadja, “Pengawasan Bank oleh Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan”, Majalah Hukum Nasional, Nomor 1, 2002, hlm.
146.
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 229

lemahnya fungsi pengawasan oleh BI sebelum kait dengan empat hal, yaitu: independensi
berlakunya UU BI adalah adanya intervensi atau institusional, fungsional, organisasional, dan
campur tangan Pemerintah terhadap kebijakan finansial.16 Independensi institusional, dimana
yang seharusnya menjadi wewenang BI.11 status bank sentral sebagai lembaga bebas dari
Menurut Sunarsip penyebab ketidakefektifan pengaruh legislatif dan eksekutif, bebas untuk
fungsi pengawasan bank adalah ketidakmampu- merumuskan tujuan/sasaran akhir dari kebijakan
an BI untuk mengawasi bank yang overbank.12 moneter tanpa pengaruh dari lembaga politik dan
Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa atau pemerintah. Mengenai tugas Bank Indonesia
lemahnya pengawasan perbankan dapat disebab- selain di atur dalam UU BI, diatur pula dalam
kan oleh lemahnya BI sebagai lembaga pengawas UU Perbankan khususnya yang berkaitan dengan
perbankan, dan itu disebabkan oleh beberapa hal tugas pengaturan dan pengawasan (Bab V Pasal
seperti intervensi atau campur tangan pemerintah 29–37B) dan UU LPS karena Pasal 37B UU
terhadap wewenang BI,13 ketidakmampuan BI Perbankan merupakan dasar hukum eksistensi
untuk mengawasi bank yang overbank. Terbatas- UU LPS. Berkaitan dengan tugas pengawasan
nya sarana dan sumberdaya pengawasan yang perbankan khususnya yang berkaitan dengan
dimiliki,14 tingginya beban kerja Bank Indonesia bank gagal, Pasal 21 UU LPS mengatakan bahwa
dalam menjalankan kedua fungsi yaitu pengaturan LPS melakukan penanganan bank gagal yang
dan pengawasan bank, adanya potensi conflict berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi
of interest sebagai akibat pelaksanaan kedua menyerahkan penanganannya kepada LPS.
fungsi tersebut yang masing-masing memiliki Komite Koordinasi adalah komite yang
kepentingan berbeda oleh lembaga tersebut,15 dan beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, BI,
beberapa penyebab itulah barangkali yang menjadi dan LPS, artinya Pemerintah melalui Menteri
alasan yang mendasar pengawasan bank oleh BI Keuangan oleh UU LPS diberi kewenangan untuk
akan dilakukan LPJK. Oleh karena itu, tulisan ini ikut campur tangan dalam fungsi pengawasan
akan membahas mengenai lembaga dan fungsi perbankan yang menurut UU BI dan UU
pengawasan perbankan di Indonesia, apakah BI Perbankan menjadi otoritas Bank Indonesia
sebagai lembaga pengawas perbankan sudah dengan alasan memelihara stabilitas sistem
independen, apakah ada conflict of interest dalam perbankan. Ketentuan UU LPS tersebut pernah
fungsi pengaturan dan pengawasan bank oleh BI, dilaksanakan ketika terjadi krisis global tahun 2008
bagaimana pengawasan perbankan di Indonesia terhadap Bank Century dan ternyata kebijakan
kini dan ke depan. pemerintah (Menteri Keuangan) dipermasalahkan
oleh DPR yang secara politis mungkin berakhir
B. Pembahasan dengan mundurnya Sri Mulyani sebagai Menteri
1. Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara Keuangan, namun secara hukum seharusnya
yang Independen permasalahan itu masih berjalan,17 artinya aspek
Menurut Febian Amtenbrink, melalui pen- independensi institusional Bank Indonesia se-
dekatan hukum, independensi bank sentral ter- bagai Bank Sentral menurut UU BI dan UU

11
Wimboh Santosa, “Pemisahan Fungsi Pengawasan Bank dari Bank Sentral”, Majalah Pengembangan Perbankan, Edisi Nomor 97,
September-Oktober, 2002, hlm. 24.
12
Sunarsip, “Format Ideal Otoritas Jasa Keuangan”, Majalah Pengembangan Perkembangan Perbankan, Edisi Nomor 97, September-
Oktober, 2002, hlm. 20.
13
Wimboh Santosa, Loc.cit.
14
Sunarsip, Loc.cit.
15
Ronny Sautama Hotma Bako, Loc.cit.
16
Azis Sanuri, 2001, Bank Indonesia Menggugat dari Dalam, ISEI, Semarang, hlm. 54-58. Lihat pula dalam M. Dawam Rahardjo, et al.,
2001, Independensi Bank Indonesia dalam Kemelut Politik, Cidesindo, Jakarta, hlm. 68.
17
Redaksi Suara Media, “Jelang Keberangkatan Mulyani Konstruksi Century Jadi Misteri”, Suara Media, 18 Mei 2010.
230 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

Perbankan belum sepenuhnya terpenuhi, karena sendiri yang tidak tunduk pada persetujuan
ternyata Bank Indonesia dalam melaksanakan pemerintah, bank sentral memiliki kebebasan
tujuan dan tugas-tugasnya masih ada campur dalam pengelolaan dan penggunaan keuntungan
tangan pemerintah khususnya tugas pengawasan yang diperolehnya. Kewenangan Bank Indonesia
perbankan. berkaitan dengan tugas menetapkan dan melak-
Independensi fungsional, dimana bank sentral sanakan kebijakan moneter diatur dalam Pasal
bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari 10-14 UU BI, kewenangan Bank Indonesia yang
instrumen kebijakan moneter yang ditetapkannya berkaitan dengan tugas mengatur dan menjaga
yang dianggap penting untuk mencapai tujuannya. sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15-23
Pasal 11 ayat (4) UU BI yang menyebutkan UU BI, dan kewenangan Bank Indonesia yang
bahwa bank yang mengalami kesulitan keuangan berkaitan dengan tugas mengatur dan pengawasan
yang berdampak sistemik dan berpotensi meng- bank diatur dalam Pasal 24-35 UU BI. Dari
akibatkan krisis yang membahayakan sistem beberapa pasal di atas menunjukkan bahwa
keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan Bank Indonesia mempunyai harta kekayaan dan
fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya anggaran tersendiri dan mempunyai kebebasan
menjadi beban Pemerintah, dikaitkan dengan UU untuk menggunakan anggaran tersebut dalam pe-
Perbankan dan UU LPS, dimana dalam Pasal 21 laksanaan tugas-tugasnya, namun Bank Indonesia
UU LPS menyebutkan bahwa Komite Koordinasi harus melaporkan penetapan, mekanisme dan
yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, BI evaluasi pelaksanaan anggarannya kepada
dan LPS mempunyai kewenangan untuk membuat DPR, hal ini untuk membantu DPR dalam
kebijakan dan penanganan suatu bank gagal yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
berdampak sistemik antara lain dapat melakukan tugas-tugas Bank Indonesia. Menurut penulis
bail-out terhadap bank gagal, padahal untuk beberapa pasal UU BI yang berkaitan anggaran
adanya independensi fungsional atau operasional tersebut menunjukkan bahwa ciri-ciri dari aspek
menurut Helmut Schlesinger salah satu cirinya independensi finansial menurut hukum telah
bank sentral harus bebas dalam hal-hal antara terpenuhi dari UU BI. Dari uraian di atas dapat
lain tidak ada kewajiban untuk melakukan bailout disimpulkan bahwa independensi Bank Indonesia
terhadap bank-bank atau lembaga keuangan yang sebagai Bank Sentral khususnya dalam tugas
lain. Dengan demikian menurut hemat penulis pengawasan perbankan diukur dari empat aspek
dari aspek independensi fungsional pun Bank independensi di atas ternyata belum sepenuhnya
Indonesia sebagai Bank Sentral menurut UU BI independen, khususnya dari aspek independensi
dan UU Perbankan belum sepenuhnya terpenuhi. institusional dan fungsional atau operasional.
Independensi organisasional, berhubungan
dengan personalia dari bank sentral, seperti 2. Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Bank
latar belakang pengangkatan dan pemberhentian oleh Bank Indonesia
pimpinan dari bank sentral tersebut, dalam hal Bank Indonesia adalah suatu badan
personalia bank sentral pun eksekutif tidak boleh administrasi/pemerintah yang dapat melakukan
mempengaruhinya. Menurut penulis dari beberapa tindakan hukum sepihak, yang dalam teori dapat
pasal seperti Pasal 36, 37, 40, 45, dan 48 UU BI berupa Keputusan yang ditujukan untuk umum/
tersebut masih menunjukkan adanya ciri-ciri keputusan yang bersifat umum (Besluiten van
dari aspek independensi organisasional menurut algemene strekking) dan Keputusan yang bersifat
hukum. Independensi finansial, berhubungan kongkret dan individual (Bechikking). Kekuasa-
dengan penetapan anggaran bank sentral, dalam an pemerintahan tidak sekedar melaksanakan
hal ini bank sentral harus memiliki anggaran undang-undang. Kekuasaan pemerintahan meru-
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 231

pakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut administrasi/pemerintah dalam menjalankan
dalam konsep hukum administrasi secara intrinsik kekuasaan pemerintahan yang aktif. Dengan
merupakan unsur utama dari sturen (besturen). demikian fungsi mengatur dan mengawasi bank
Unsur sturen antara lain merupakan suatu kegiat- oleh Bank Indonesia dari aspek hukum administrasi
an yang kontinu. Kekuasaan pemerintahan dalam tidak ada conflict of interest dari kedua fungsi
hal ini menerbitkan izin kegiatan usaha tidaklah tersebut.
berhenti dengan diterbitkannya izin kegiatan
usaha. Kekuasaan pemerintahan senantiasa meng- 3. Lembaga dan Fungsi Pengawasan Per-
awasi agar izin kegiatan usaha tersebut digunakan bankan Indonesia Kini
dan ditaati. Dalam hal ini pelaksanaan kegiatan Dari Pasal 24-33 UU BI, dapat dilihat
usaha tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, kewenangan BI dalam fungsi pengawasan dalam
pemerintah akan menggunakan kekuasaan aspek penegakan hukum yaitu: (a) memberikan
penegakan hukum berupa penertiban yang dan mencabut izin kelembagaan dan izin usaha
mungkin berupa pencabutan izin kegiatan usaha bank; (b) menerima laporan, keterangan dan
yang tidak sesuai.18 penjelasan dari Bank sesuai dengan tata cara yang
Jika dihubungkan dengan fungsi/tugas meng- ditetapkan oleh BI; (c) melakukan pemeriksaan
atur dan mengawasi bank oleh Bank Indonesia, terhadap Bank, baik secara berkala maupun
dimana fungsi mengatur dan mengawasi secara setiap waktu apabila diperlukan; (d) memberikan
garis besar dikelompokkan ke dalam empat sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
kelompok besar yaitu pengaturan, perizinan, perundang-undangan; (e) dalam pemeriksaan
pengawasan dan pemberian sanksi. Tugas Bank BI berhak: memperoleh keterangan dan data
Indonesia melakukan pengaturan merupakan yang diminta; kesempatan untuk melihat semua
tindakan hukum sepihak yang berupa keputusan pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang
yang ditujukan untuk umum/keputusan yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; hal-hal lain
bersifat umum (Besluiten van algemene strekking) yang diperlukan; (f) BI dapat menugasi pihak
dan tugas Bank Indonesia memberikan izin usaha lain untuk dan atas nama BI melaksanakan
bank merupakan tindakan hukum sepihak yang pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
berupa Keputusan yang bersifat kongkret dan point e; (g) BI dapat memerintahkan Bank untuk
individual (Bechikking). Sesuai dengan kekuasaan menghentikan sementara sebagian atau seluruh
pemerintahan tidak sekedar melaksanakan kegiatan transaksi tertentu apabila menurut
undang-undang, kekuasaan pemerintahan me- penilaian BI terhadap suatu transaksi patut diduga
rupakan kekuasaan yang aktif, maka sifat aktif merupakan tindak pidana di bidang perbankan;
tersebut dalam konsep hukum administrasi secara (h) BI mengatur dan mengembangkan sistem
intrinsik merupakan unsur utama dari besturen, informasi antar bank; (i) dalam hal keadaan
dan besturen merupakan suatu kegiatan yang suatu Bank menurut penilaian BI membahayakan
kontinu untuk melakukan pengawasan terhadap kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan
tindakan hukum sepihak yang telah dilakukan dan dan atau membahayakan sistem perbankan atau
jika terjadi pelanggaran, kekuasaan pemerintah terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan
akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum. perekonomian nasional, BI dapat melakukan
Dengan demikian tugas Bank Indonesia yang tindakan sebagaimana yang disebutkan dalam
berupa pengawasan bank dan pemberian sanksi Pasal 37 UU Perbankan; (j) mencabut izin usaha
adalah fungsi/tugas Bank Indonesia sebagai badan bank.

18
Philipus M. Hadjon, et al., 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 28.
232 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

Jika dilihat dari kewenangan BI dalam dalam fungsi pengawasan terhadap perbankan.
fungsi pengawasan kepada bank tersebut, maka Pada pokoknya kewenangan Bank Indonesia
terlihat bahwa ada unsur preventif dari maksud sebagai Lembaga Pengawas Perbankan dimulai
pengawasan BI, sebab tujuan pengawasan sejak bank itu akan mulai melakukan kegiatan
adalah untuk mencegah atau menghindari usaha perbankan sampai dengan ketika bank itu
terjadinya kekeliruan/penyimpangan, seperti bermasalah dan ijin usaha bank itu harus dicabut
sebelum melakukan kegiatan usaha, bank harus oleh Bank Indonesia. Sementara kewenangan LPS
mendapatkan izin kelembagaan dan hanya bank- dalam fungsi pengawasan terhadap perbankan
bank yang telah memenuhi ketentuan yang telah dimulai ketika suatu bank bermasalah, yaitu:
ditetapkan saja yang akan diberikan izin. Selain melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
itu ada unsur korektif dari maksud pengawasan berdampak sistemik setelah LPP atau Komite
BI ini, sebab tujuannya memperbaiki jika terjadi Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya
kekeliruan dan memulihkan suatu tindakan yang kepada LPS; LPS melakukan penanganan Bank
keliru, seperti dilakukan analisis dan evaluasi Gagal yang berdampak sistemik setelah Komite
laporan kegiatan usaha bank kemudian dilaku- Koordinasi menyerahkan penanganannya kepada
kan pemeriksaan secara berkala oleh BI dan LPS; Ketika Bank Gagal harus dicabut izin
dilakukan tindakan sebagaimana yang disebutkan usahanya oleh Bank Indonesia, LPS mempunyai
dalam Pasal 37 UU Perbankan apabila ternyata kewenangan melakukan tindakan sebagaimana
bank tidak melaksanakan ketentuan yang telah yang diatur dalam Pasal 43 UU LPS serta
ditentukan. melakukan pengawasan atas pelaksanaan likuidasi
Menurut UU LPS, Fungsi LPS adalah: bank.
(a) menjamin simpanan nasabah penyimpan;
dan (b) turut aktif dalam memelihara stabilitas 4. Lembaga dan Fungsi Pengawasan Per-
sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. bankan Indonesia ke Depan
Penjelasan fungsi LPS huruf b mengatakan bahwa Menurut Pasal 34 UU BI tugas BI sebagai
LPS berfungsi menciptakan dan memelihara pengawas perbankan hanya sampai pada tahun
stabilitas sistem keuangan bersama dengan 2002, yang kemudian tugas mengawasi bank
Menteri Keuangan, BI dan LPP, sesuai dengan akan dilakukan oleh LPJK yang independen dan
peran dan tugas masing-masing. Berkaitan dengan dibentuk dengan undang-undang, namun dengan
fungsi LPS huruf b, LPS mempunyai tugas UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
sebagai berikut: (a) Merumuskan dan menetapkan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara yang kemudian diubah lagi dengan UU Nomor 6
stabilitas sistem perbankan; (b) Merumuskan, Tahun 2009, bahwa pengawasan bank oleh LPJK
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan ditunda sampai selambat-lambatnya 31 Desember
penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang 2010. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak berdampak sistemik; dan (c) Melaksanakan sekarang ini secara yuridis lembaga Pengawas
penanganan Bank Gagal yang berdampak Perbankan di Indonesia adalah BI nantinya tugas
sistemik. regulation/mengatur perbankan tetap menjadi
Dengan melihat kepada kewenangan Bank wewenang BI, sementara tugas pengawasan bank
Indonesia sebagai Lembaga Pengawas Perbankan menjadi wewenang LPJK, artinya lembaga dan
dalam UU BI dan UU Perbankan, kemudian fungsi pengawasan perbankan di masa depan di
kewenangan LPS yang juga mempunyai fungsi Indonesia akan dilakukan oleh LPJK.
pengawasan perbankan dalam UU LPS, maka Pembentukan LPJK telah dimulai pada tahun
sebenarnya disini ada pembagian kewenangan 2000, Pemerintah (Bapepam-LK Kementerian
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 233

Keuangan Republik Indonesia) telah menyusun hukum sesuai pendapat Febian Amtenbrink dapat
draf RUU OJK dan RUU OJK disetujui oleh DPR diukur dalam empat aspek yaitu independensi
pada tanggal 27 Oktober 2011 setelah 12 tahun institusional, fungsional, organisasional, dan
dan lima kali sidang,19 kemudian disahkan pada finansial.21 Independensi institusional disebut
tanggal 22 November 2011 sebagai UU Nomor juga sebagai political atau goal independence,
21 Tahun 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan. karena dalam independensi ini berarti status
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa OJK sebagai lembaga yang secara mendasar
Keuangan (UU OJK), terdiri atas 14 Bab (71 terpisah dari eksekutif atau pemerintah, bebas
pasal), yaitu:20 dari pengaruh legislatif atau parlemen, bebas
Bab I : Ketentuan Umum (Pasal 1) untuk merumuskan tujuan/sasaran akhir dari
Bab II : Pembentukan, Status, dan Tempat kebijakannya tanpa pengaruh dari lembaga politik
Kedudukan (Pasal 2-3) dan atau pemerintah.
Bab III : Tujuan, Fungsi, Tugas, dan We- Pasal 4 UU OJK menetapkan bahwa tujuan
wenang (Pasal 4-9) OJK dibentuk agar keseluruhan kegiatan di
Bab IV : Dewan Komisioner (Pasal 10-25) dalam sektor jasa keuangan: a. terselenggara
Bab V : Organisasi dan Kepegawaian secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
(Pasal 26-27) b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang
Bab VI : Perlindungan Konsumen dan Ma- tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c.
syarakat (Pasal 28-31) mampu melindungi kepentingan Konsumen dan
Bab VII : Kode Etik dan Kerahasiaan Infor- masyarakat. Untuk melaksanakan tujuan tersebut
masi (Pasal 32-33) OJK mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem
Bab VIII : Rencana Kerja dan Anggaran pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
(Pasal 34-37) terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
Bab IX : Pelaporan dan Akuntabilitas (Pasal keuangan (Pasal 5 UU OJK), dan tugas pengaturan
38) dan pengawasan OJK terhadap: a. kegiatan jasa
Bab X : Hubungan Kelembagaan (Pasal keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa
39-48) keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan
Bab XI : Penyidikan (Pasal 49-51). jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana
Bab XII : Ketentuan Pidana (Pasal 52-54). Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Bab XIII : Ketentuan Peralihan (Pasal 55-68) Jasa Keuangan Lainnya (Pasal 6 UU OJK).
Bab XIV : Ketentuan Penutup (Pasal 69-71) Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan untuk
mencapai tujuan tersebut OJK berkoordinasi
Pada Bab II UU OJK tentang Pembentukan, dan bekerjasama dengan lembaga lain. Di
Status, dan Tempat Kedudukan. Pada Pasal 2 ayat bidang perbankan OJK berkoordinasi dengan
(2) disebutkan bahwa status OJK sebagai lembaga Bank Indonesia (Pasal 39, 40, 43 UU OJK) dan
yang independen dalam melaksanakan tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) (Pasal 41,
dan wewenangnya, bebas dari campur tangan 42, 43 UU OJK). Untuk itu menurut penulis harus
pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara disinkronisasikan antara UU OJK dengan UU
tegas diatur dalam Undang-Undang ini. Untuk BI (UU Nomor 23 Tahun 1999 jo. UU Nomor 3
mengukur independensi suatu lembaga menurut Tahun 2004 jo. UU Nomor 9 Tahun 2006), UU

19
Lihat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
20
Erlangga Djumena, “RUU OJK Akirnya Disahkan”, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/27/15132049/UU.OJK.Akhirnya.
Disahkan, diakses 27 Oktober 2011.
21
Azis Sanuri, Loc.cit., Lihat juga M. Dawam Rahardjo, Loc.cit.
234 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

Perbankan (UU Nomor 7 Tahun 1992 jo. UU Keuangan; (h) menetapkan struktur organisasi
Nomor 10 Tahun 1998) dan UU LPS (UU Nomor dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara,
24 Tahun 2004) khususnya yang berkaitan dengan dan menata usahakan kekayaan dan kewajiban;
tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yaitu dan (i) menetapkan peraturan mengenai tata
Pasal 24-35 UU BI, Pasal 29-37B UU Perbankan cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
dan Pasal 21 UU LPS, karena berkaitan dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
tugas pengawasan perbankan khususnya yang keuangan.
berkaitan dengan bank gagal, Pemerintah melalui Pasal 9 UU OJK menetapkan bahwa untuk
Menteri Keuangan dalam Komite Koordinasi melaksanakan tugas pengawasan OJK mem-
(Menurut UU OJK istilahnya menjadi Forum punyai wewenang: (a) menetapkan kebijakan
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan) oleh operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
UU LPS diberi kewenangan untuk ikut campur keuangan; (b) mengawasi pelaksanaan tugas peng-
tangan dalam fungsi pengawasan perbankan awasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
yang menurut UU BI dan UU Perbankan menjadi (c) melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyi-
otoritas Bank Indonesia dengan alasan memelihara dikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan
stabilitas sistem perbankan. Oleh karena itu lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,
ketika tugas pengawasan perbankan oleh Bank dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
Indonesia kemudian dilakukan oleh OJK, maka sebagaimana dimaksud dalam peraturan per-
ketika terjadi bank gagal penyelesaiannnya jangan undang-undangan di sektor jasa keuangan; (d)
sampai terjadi ada campur tangan pemerintah memberikan perintah tertulis kepada Lembaga
sebagaimana yang dijelaskan di depan, karena hal Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; (e)
itu akan menjadikan OJK tidak independen secara melakukan penunjukan pengelola statuter; (f)
institusional dalam tugas pengawasan perbankan menetapkan penggunaan pengelola statuter; (g)
(Pasal 41 UU OJK jo. Pasal 37 UU Perbankan jo. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak
Pasal 21 UU LPS). yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan
Independensi fungsional disebut juga perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
sebagai instrument independence, karena dalam dan (h) memberikan dan/atau mencabut: 1. izin
independensi ini OJK bebas menentukan cara usaha; 2. izin orang perseorangan; 3. efektifnya
dan pelaksanaan dari instrumen kebijakan yang pernyataan pendaftaran; 4. surat tanda terdaftar;
ditetapkannya yang dianggap penting untuk 5. persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6.
mencapai tujuannya. Pasal 8 UU OJK menetapkan pengesahan; 7. persetujuan atau penetapan
bahwa untuk melaksanakan tugas pengaturan pembubaran; dan 8. penetapan lain sebagaimana
OJK mempunyai wewenang: (a) menetapkan dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini; (b) di sektor jasa keuangan.
menetapkan peraturan perundang-undangan di Pasal 8 dan 9 UU OJK menunjukkan bahwa
sektor jasa keuangan; (c) menetapkan peraturan OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari
dan keputusan OJK; (d) menetapkan peraturan instrumen kebijakan yang ditetapkannya yang
mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; dianggap penting untuk mencapai tujuannya. Di
(e) menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan bidang perbankan, OJK berkoordinasi dengan
tugas OJK; (f) menetapkan peraturan mengenai Bank Indonesia (Pasal 39, 40, 43 UU OJK) dan
tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) (Pasal 41, 42,
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; 43 UU OJK). Untuk itu harus disinkronisasikan
(g) menetapkan peraturan mengenai tata cara antara UU OJK dengan UU BI, dan khususnya
penetapan pengelola statute pada Lembaga Jasa yang berkaitan dengan tugas pengaturan dan
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 235

pengawasan perbankan yaitu Pasal 11 ayat (4), Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas
24-35 UU BI, Pasal 29-37B UU Perbankan dan pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi
Pasal 21 UU LPS. Pasal 8 dan 9 dihubungkan beban Pemerintah.
dengan Pasal 41 UU OJK yang menetapkan Dengan demikian dalam tugas pengaturan
bahwa: (1) OJK menginformasikan kepada dan pengawasan Perbankan ada pembagian
LPS mengenai bank bermasalah yang sedang kewenangan antara Bank Indonesia, OJK dan
dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana LPS. Tugas pengaturan dan pengawasan perbank-
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan; an ada pada OJK, namun ada beberapa peng-
dan (2) Dalam hal OJK mengindikasikan bank aturan yang harus dikoordinasi antara OJK dan
tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/ Bank Indonesia (Pasal 39 UU OJK). Pemberian
atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK dan pencabutan izin usaha perbankan oleh OJK
segera menginformasikan ke Bank Indonesia (Pasal 9 UU OJK). Pemeriksaan dan pengawasan
untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan khusus oleh Bank Indonesia. Penyehatan bank
kewenangan Bank Indonesia. gagal oleh LPS (Pasal 41 dan 42 UU OJK). Sanksi
Menurut UU OJK berkaitan dengan administratif oleh OJK.
pengawasan di bidang perbankan, kewenangan Independensi organisasional, berhubungan
pemeriksaan perbankan berada di Bank Indonesia dengan personalia dari OJK, seperti latar belakang
(Pasal 40 ayat (2) UU OJK) demikian pula pengangkatan dan pemberhentian pimpinan
jika terjadi bank tertentu mengalami kesulitan dari OJK tersebut, dalam hal personalia OJK
likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin pun eksekutif tidak boleh mempengaruhinya.
memburuk, OJK segera menginformasikan ke Masalah struktur organisasi Dewan Komisioner
Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah OJK merupakan salah satu permasalahan yang
sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia, membuat pembahasan UU OJK mengalami
artinya kewenangan pengawasan khusus juga deadlock, karena menurut DPR struktur organisasi
berada di Bank Indonesia (Pasal 41 ayat (2) UU Dewan Komisioner pada UU OJK yang diusulkan
OJK). OJK menginformasikan kepada Lembaga oleh Pemerintah tidak independen, sementara
Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah pemerintah tetap menginginkan bahwa ada wakil
yang sedang dalam upaya penyehatan oleh dari pemerintah yang mempunyai hak suara di
OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan dalam Dewan Komisioner, namun pada akhirnya
perundang-undangan (Pasal 41 ayat (1) UU ada kesepakatan tentang hal itu yang ditetapkan
OJK). LPS dapat melakukan pemeriksaan dalam Pasal 10 UU OJK, sedang pengangkatan
terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan pemberhentiannya ditetapkan dalam Pasal 11
dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih UU OJK yang telah disetujui.
dahulu dengan OJK (Pasal 42 UU OJK). Menurut Pasal 10 UU OJK menjelaskan bahwa: (1)
Pasal 21 UU LPS menyebutkan bahwa Komite OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner; (2) Dewan
Koordinasi/Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Keuangan yang beranggotakan Menteri Keuang- bersifat kolektif dan kolegial; (3) Dewan Komi-
an, LPP/OJK, BI dan LPS mempunyai kewenang- sioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota
an untuk membuat kebijakan dan penanganan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden; (4)
suatu bank gagal yang berdampak sistemik. Pasal Susunan Dewan Komisioner sebagaimana
11 ayat (4) UU BI yang menyebutkan bahwa dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: (a) seorang
bank yang mengalami kesulitan keuangan yang Ketua merangkap anggota; (b) seorang Wakil
berdampak sistemik dan berpotensi mengakibat- Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap
kan krisis yang membahayakan sistem keuangan, anggota; (c) seorang Kepala Eksekutif Pengawas
236 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

Perbankan merangkap anggota; (d) seorang Seleksi melakukan seleksi administratif terhadap
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal calon anggota Dewan Komisioner sebagaimana
merangkap anggota; (e) seorang Kepala Eksekutif dimaksud pada ayat (5); (7) Panitia Seleksi
Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga mengumumkan nama calon yang telah lulus
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya seleksi administratif untuk mendapatkan masukan
merangkap anggota; (f) seorang Ketua Dewan dari masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja
Audit merangkap anggota; (g) seorang anggota sejak berakhirnya waktu pendaftaran calon
yang membidangi edukasi dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5); (8) Masukan
Konsumen; (h) seorang anggota Ex-officio dari sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan
Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan kepada Panitia Seleksi dalam waktu 12 (dua belas)
Gubernur Bank Indonesia; dan (i) seorang anggota hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan;
Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang dan (9) Panitia Seleksi melakukan penilaian dan
merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian pemilihan serta menyampaikan calon anggota
Keuangan; dan (5) Anggota Dewan Komisioner Dewan Komisioner kepada Presiden sebanyak 3
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki (tiga) orang calon untuk setiap anggota Dewan
hak suara yang sama. Komisioner yang dibutuhkan, paling lama 12 (dua
Pasal 11 UU OJK menjelaskan bahwa: (1) belas) hari kerja terhitung sejak berakhirnya jangka
Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimak- waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
sud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf a sampai dengan Independensi finansial, berhubungan dengan
huruf g dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat penetapan anggaran OJK, dalam hal ini OJK harus
berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh memiliki anggaran sendiri yang tidak tunduk pada
Presiden; (2) Pemilihan dan penentuan calon persetujuan pemerintah, OJK memiliki kebebasan
anggota Dewan Komisioner untuk diusulkan ke- dalam pengelolaan dan penggunaan keuntungan
pada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperolehnya. Mengenai anggaran OJK
dilaksanakan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk ditetapkan di dalam Pasal 34-37 UU OJK, yang
dengan Keputusan Presiden: (a) paling singkat 6 pada intinya menetapkan bahwa anggaran OJK
(enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan berasal dari APBN dan/atau pungutan dari pihak
anggota Dewan Komisioner; atau (b) paling lama yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
2 (dua) bulan sejak tanggal kekosongan jabatan Anggaran OJK digunakan untuk membiayai
atau penetapan pemberhentian anggota Dewan kegiatan operasional, administratif, pengadaan
Komisioner karena alas an sebagaimana dimaksud asset serta kegiatan pendukung lainnya. Untuk
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, anggaran dari pihak yang melakukan kegiatan
huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan/atau di sektor jasa keuangan terlebih dahulu meminta
huruf j; (3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud persetujuan DPR.
pada ayat (2) beranggotakan 9 (sembilan) UU OJK ini tidak menyebutkan bentuk
orang yang terdiri atas unsur Pemerintah, Bank hukum dari lembaga OJK, dalam statusnya
Indonesia, dan masyarakat; (4) Panitia Seleksi sebagai subyek hukum menjadi tidak jelas apakah
mengumumkan penerimaan calon anggota Dewan sebagai badan hukum atau perorangan. Hal ini
Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan kekayaan dan anggaran yang
kepada masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja dimilikinya dan digunakan untuk melaksanakan
setelah ditetapkannya Panitia Seleksi sebagai- tugas-tugasnya. Pada Bab III tentang Tujuan,
mana dimaksud pada ayat (2); (5) Pendaftaran Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK (Pasal 4-9
calon dilakukan dalam waktu 12 (dua belas) UU OJK). Pasal 4 mengatur tentang tujuan OJK
hari kerja secara terus menerus; (6) Panitia agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 237

keuangan: (a) terselenggara secara teratur, adil, Bab V UU OJK tentang Organisasi dan
transparan, dan akuntabel; (b) mampu mewujud- Kepegawaian (Pasal 26-27 UU OJK), bahwa
kan sistem keuangan yang tumbuh secara Dewan Komisioner mempunyai kewenangan
berkelanjutan dan stabil; dan (c) mampu me- untuk membentuk organisasi, mengangkat staf
lindungi kepentingan Konsumen dan masya- ahli dan mengangkat dan memberhentikan
rakat. Pasal 5 mengatur tentang fungsi OJK pejabat dan pegawai OJK. Mengingat pejabat dan
menyelenggarakan sistem pengaturan dan peng- pegawai OJK merupakan SDM yang nantinya
awasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan akan membantu pelaksanaan tugas Dewan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Pasal Komisioner yaitu tugas pengawasan kegiatan
6 mengatur bahwa OJK melaksanakan tugas lembaga jasa keuangan, maka perlu diatur tentang
pengaturan dan pengawasan terhadap: (a) kegiat- persyaratan rekrutmen pegawai bahwa tidak
an jasa keuangan di sektor Perbankan; (b) kegiatan hanya menguasai dalam bidang keahliannya saja,
jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan (c) tetapi juga dipersyaratkan SDM yang bermoral
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, baik dan mempunyai integritas yang baik.
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lem- Bab VI UU OJK tentang Perlindungan
baga Jasa Keuangan Lainnya. Pasal 7 mengatur Konsumen dan Masyarakat (Pasal 28-31 UU
tentang wewenang OJK dalam melaksanakan OJK). Salah satu tujuan OJK adalah perlindungan
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap konsumen dan masyarakat sebagaimana yang
kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan. Jadi ditetapkan dalam Pasal 4 huruf c UU OJK yang
dalam Pasal 7 UU OJK sudah diatur apa saja yang tujuan ini kemudian dijabarkan dalam Bab VI UU
menjadi ruang lingkup kewenangan OJK dalam OJK. Berkaitan perlindungan konsumen (nasabah
mengatur dan mengawasi di sektor perbankan, bank) di bidang perbankan ada ketentuan tentang
tetapi RUU OJK tidak mengatur tentang apa ruang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi
lingkup kewenangan OJK dalam melaksanakan Nasabah yang menurut penulis perlu diperhatikan
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sehubungan dengan ketentuan Pasal 28 dan 29 UU
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, OJK. Bab VII tentang Kode etik dan Kerahasiaan
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Jasa informasi (Pasal 32-33 UU OJK). Di dalam UU
Keuangan Lainnya. Perbankan terdapat ketentuan yang mengatur
Bab IV UU OJK tentang Dewan Komisioner rahasia bank, tentunya ini adalah salah satu dari
(Pasal 10-25 UU OJK). Struktur organisasi kerahasiaan informasi yang harus masuk dalam
Dewan Komisioner (Pasal 10), Pengangkatan dan Pasal 33 UU OJK.
Pemberhentian Dewan Komisioner (Pasal 11- Bab XI tentang Penyidikan (Pasal 49-51 UU
17). Penggantian antar waktu Dewan Komisioner OJK). Dalam Pasal 9 UU OJK disebutkan bahwa
(Pasal 18-19), Tugas dan wewenang Dewan OJK dalam melaksanakan tugas pengawasan
Komisioner (Pasal 20-21), Larangan (Pasal 22- mempunyai wewenang, antara lain melakukan
23), Rapat dan pengambilan Keputusan (Pasal pengawasan, pemeriksaan, penyidikan dan
24), Lain-lain (Pasal 25). Pada Pasal 20-21 UU perlindungan. Dengan demikian Bab XI (Pasal
OJK mengatur mengenai pelaksanaan dari tugas 49-51 UU OJK) merupakan penjabaran dari
dan wewenang OJK pengaturan terhadap kegiatan Pasal 9 untuk penyidikan. Beberapa pendapat
jasa keuangan yaitu dilaksanakan oleh Dewan tentang konsep pengawasan dikelompokkan
Komisioner, karena pelaksanaan dari tugas dan menjadi 2 (dua) yaitu: Pada kelompok pertama,
wewenang OJK pengawasan terhadap kegiatan bahwa pengawasan adalah suatu kegiatan untuk
jasa keuangan dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif mencocokkan apakah tugas sudah dilaksanakan
(Pasal 9). sesuai dengan tolok ukur yang ditentukan. Pada
238 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

kelompok kedua, bahwa pengawasan adalah menganalisis beberapa pendapat tentang UU


suatu kegiatan/upaya yang dilakukan untuk OJK dan substansi UU Nomor 21 Tahun 2011
menghindari terjadi kekeliruan sebagai upaya tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK ) dapat
preventif dan memperbaikinya sebagai upaya disimpulkan:
represif. Menurut Tatiek Sri Djatmiati, dalam 1. UU OJK tidak sesuai dengan perintah
kajian hukum administrasi, pengawasan merupa- Pasal 34 UU BI, karena yang diperin-
kan bagian dari aspek law enforcement (penegak- tahkan untuk dibentuk adalah Lembaga
an hukum) yang instrumennya, meliputi Peng- Pengawas Jasa Keuangan (LPJK), tetapi
awasan dan Sanksi.22 Oleh karena itu adalah wajar yang dibentuk Otoritas Jasa Keuangan
jika ada yang berpendapat bahwa OJK merupakan (OJK); Dalam UU OJK menunjukkan
lembaga yang super body. bahwa OJK sebagai lembaga super
Bab XII tentang Ketentuan Pidana (Pasal 52- body bukan sekedar sebagai lembaga
53 UU OJK). Bab ini mengatur tentang pelanggar- pengawas, hal itu dapat dilihat dari
an terhadap Pasal 33 mengenai pelanggaran tugasnya yaitu pengaturan, pengawasan,
kerahasiaan informasi, dan pelanggaran Pasal penegakan peraturan, perlindungan kon-
9 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, sumen; Alasan yang terkandung dalam
dan/atau Pasal 30 ayat (1) huruf a mengenai penjelasan UU OJK tidak sesuai
menghambat pelaksanaan kewenangan OJK. dengan alas an yang terkandung dalam
Kemudian terhadap pelanggaran Pasal 22 UU Pasal 34 UU BI, karena alas an dalam
OJK tentang larangan terhadap anggota OJK tidak UU OJK menekankan pada integrasi
diatur sanksinya apa. Bab XII tentang Ketentuan lembaga jasa keuangan dalam peraturan
Peralihan (Pasal 55-68 UU OJK). Pasal 55 UU OJK dan pengawasan, sedang alas an yang
menetapkan bahwa (1) Sejak tanggal 31 Desember terkandung dalam Pasal 34 UU BI
2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan lebih menekankan pada perlunya tugas
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pengawasan bank oleh Bank Indonesia
Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, dilakukan oleh LPJK sementara
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa tugas pengaturannya tetap oleh Bank
Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan Indonesia.
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga 2. Dari substansi UU OJK dapat disimpul-
Keuangan ke OJK. (2) Sejak tanggal 31 Desember kan bahwa ada pembagian kewenang-
2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan an dalam tugas pengawasan khususnya
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor di bidang perbankan antara OJK
Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. dengan BI, maka menurut penulis perlu
Dengan demikian saat ini Bank Indonesia ada kejelasan mengenai pembagian
masih mempunyai tugas pengaturan dan peng- kewenangan tersebut, karena hal ini
awasan perbankan sampai dengan 31 Desember berkaitan dengan pelaksanaan tugas
2013, Dengan beralihnya fungsi pengaturan dan BI lainnya yaitu menetapkan dan
pengawasan perbankan pada tanggal 31 Desember melaksanakan kebijakan moneter yang
2013 maka apa yang menjadi fungsi, tugas, sangat erat hubungannya dengan tugas
kewenangan Bank Indonesia yang disebutkan pengaturan dan pengawasan perbankan.
dalam Bab XIV tentang Ketentuan Penutup Kurangnya akses BI dalam tugas
menjadi fungsi, tugas, kewenangan OJK. Setelah pengawasan perbankan akan berakibat

22
Tatiek Sri Djatmiati, 2004, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Program Pasca Sarjana, Surabaya, hlm. 81-82.
Sulistyandari, Lembaga dan Fungsi Pengawasan Perbankan di Indonesia 239

terhambatnya pelaksanaan tugas BI lain- Berkaitan dengan kesimpulan di atas, dalam


nya yang tentunya akan berakibat tulisan ini direkomendasikan bahwa: Pertama,
terhadap terwujudnya tujuan BI dalam pengaturan pengawasan perbankan Indonesia
mencapai dan memelihara kestabilan kini: (a) UU BI, UU Perbankan dan UU LPS
nilai rupiah. Selain itu dalam UU OJK, perlu diharmonisasikan khususnya yang ber-
ada pembagian kewenangan antara OJK, kaitan dengan lembaga yang berwenang terhadap
BI dan LPS, untuk itu perlu disinkroni- pengawasan perbankan, dievaluasi independensi
sasikan antara UU OJK dengan UU BI, BI, diatur ketentuan tentang sumberdaya; (b)
UU Perbankan, UU LPS agar OJK tetap Pasal 37B UU Perbankan disesuaikan dengan
independen dalam pelaksanaan tugasnya. UU LPS khususnya mengenai fungsi LPS;
Bentuk hukum OJK perlu diperjelas (c) Pasal 34 UU BI perlu diamandemen karena
berkaitan dengan statusnya sebagai perintah mengalihkan fungsi pengawasan per-
subyek hukum. bankan dari Bank Indonesia kepada LPJK/OJK
3. Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, alasannya sangat lemah.
tugas, dan wewenang pengaturan dan Kedua, pengaturan pengawasan perbankan
pengawasan kegiatan jasa keuangan Indonesia ke depan: (a) Dalam UU OJK ada
di sektor Perbankan beralih dari Bank pembagian kewenangan dalam tugas peng-
Indonesia ke OJK. awasan khususnya di bidang perbankan antara
OJK dengan BI, untuk itu perlu diperjelas
C. Penutup kewenangan tersebut, sehingga ada kejelasan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahwa BI mempunyai akses di dalam peng-
lembaga dan fungsi pengawasan perbankan: (a) awasan perbankan agar tugas BI dalam me-
Bank Indonesia dalam fungsi pengawasan per- netapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
bankan kurang independen; (b) Fungsi pengaturan tidak terhambat. Selain itu ada pembagian
dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia kewenangan dalam pengawasan perbankan
tidak ada conflict of interest; (c) Lembaga peng- antara OJK, BI dan LPS, oleh karena itu perlu
awas perbankan Indonesia kini adalah Bank disinkronisasikan antara UU OJK dengan UU
Indonesia dan LPS dengan pembagian kewenang- BI, UU Perbankan, UU LPS agar OJK tetap
an. Di masa yang akan datang adalah LPJK/OJK; independen dalam pelaksanaan tugasnya; (b)
(d) Alasan akan dilakukan fungsi pengawasan Bentuk hukum OJK perlu diperjelas berkaitan
perbankan oleh LPJK/OJK sangat lemah. dengan statusnya sebagai subyek hukum.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Sanuri, Azis, 2001, Bank Indonesia Menggugat


Djatmiati, Tatiek Sri, 2004, Prinsip Izin Usaha dari Dalam, ISEI, Semarang.
Industri di Indonesia, Program Pasca Sarjana, Sutedi, Andrean, 2007, Hukum Perbankan:
Surabaya. Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Hadjon, Philipus M., et al., 2002, Pengantar Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika,
Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada Jakarta.
University Press, Yogyakarta.
Rahardjo, M. Dawam, et al., 2001, Independensi B. Artikel Jurnal
Bank Indonesia dalam Kemelut Politik, Bako, Ronny Sautama Hotma, ”Segi-Segi Hukum
Cidesindo, Jakarta. Atas Konsepsi Otoritas Jasa Keuangan”,
240 MIMBAR HUKUM Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, Halaman 187 - 375

Majalah Pengembangan Perbankan, Edisi Redaksi Pikiran Rakyat, “Polri Tahan Pembobol
Nomor 97, September–Oktober, 2002. BNI”, Pikiran Rakyat, 16 Juli 2005
Santosa, Wimboh, “Pemisahan Fungsi Pengawas- Redaksi Suara Media, “Jelang Keberangkatan
an Bank dari Bank Sentral”, Majalah Mulyani Konstruksi Century Jadi Misteri”,
Pengembangan Perbankan, Edisi Nomor 97, Suara Media, 18 Mei 2010.
September–Oktober, 2002. Syahrir, “Bank Global: dari BBKU ke Likuidasi”,
Sunarsip, “Format Ideal Otoritas Jasa Keuangan”, Kompas, 20 Desember 2004.
Majalah Pengembangan Perkembangan
Perbankan, Edisi Nomor 97, September– D. Artikel Internet
Oktober, 2002. Djumena, Erlangga, “Kasus Bank Century, Peng-
Wiraatmadja, Rasjim, “Pengawasan Bank oleh awasan BI Lemah?”, http://nasional.kompas.
Lembaga Pengawasan Jasa Keuangan”, com/read/2008/11/25/17114243/Kasus.Bank.
Majalah Hukum Nasional, Nomor 1, 2002. Century.Pengawasan.BI.Lemah., diakses 25
Nopember 2008.
C. Makalah/Koran ________________, “RUU OJK Akirnya
Batunanggar, S., “Reformulasi Manajemen Krisis Disahkan”, http://bisniskeuangan.kompas.
di Indonesia: Deposit Insurance and The com/read/2011/10/27/15132049/UU.OJK.
Lender of The Last Resort”, Makalah, Akhirnya.Disahkan, diakses 27 Oktober
Banking Crisis Resolution Conference, 2011.
CCBS, Bank of England, London, 2002. Nasution, Darmin, “Konsepsi Penyusunan RUU
Redaksi Metropolitan, “Personal Guarantee Babak tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Persiap-
Baru Kasus Bank BNI”, Metropolitan, 27 an Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan”,
Nopember 2003. http://www.legalitas.org, diakses 2007.

Anda mungkin juga menyukai