Secara kategorial, tujuan pendidikan sejarah dapat dikelompokkan sebagai :
mengenal masyarakat dan bangsanya, pengembangan kemampuan berpikir, pengembangan semangat kebangsaan, pengembangan kemampuan apresiasi, dan penerapan hasil belajar sejarah dalam kehidupan. Tujuan pendidikan sejarah tersebut didukung oleh materi berupa pengetahuan kemampuan kognitif kemampuan psikometri dan nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah. Konten pendidikan sejarah adalah peristiwa sejarah yang telah dikemas dalam bentuk cerita sejarah. Konsep pendidikan Sejarah adalah materi yang diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang menjadi tujuan pendidikan sejarah. Konten sejarah yang dikemas dalam suatu cerita sejarah selalu ada pelaku sejarah pelaku tersebut dapat berupa seorang, kelompok, masyarakat atau keseluruhan bangsa walaupun pelaku yang berskala bangsa hanya terjadi untuk peristiwa sejarah yang sangat langka. Sejarawan adalah penentu kedudukan sumber sejarah menjadi peristiwa sejarah atau bukan dan siapa pelaku atau tokoh suatu peristiwa sejarah berdasarkan kaidah Akademi ilmu sejarah dan pandangan personal yang seringkali mengandung bias. Demikian pula halnya tentang pelaku atau tokoh sejarah. Dalam tema sejarah konvensional seperti sejarah politik maka pelaku sejarah adalah tokoh gerakan politik pada tingkat nasional ataupun lokal. Sesuai dengan tema sejarah diperkaya dengan tema dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, ilmu dan teknologi, pelaku dan tokoh sejarah tidak lagi orang atau sekelompok orang yang membuat perbedaan di bidang politik, dan pada jatuh bangunnya kehidupan suatu negara dan bangsa tetapi sudah menjadi lebih “merakyat”. Posisi pelaku sejarah dalam pendidikan sejarah dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok. Pertama pelaku sejarah adalah bagian dari sebuah peristiwa sejarah. Dalam posisi ini maka aspek-aspek yang bersifat pribadi pelaku sangat dibatasi pada hal-hal yang bersifat formal seperti Tanggal dan tempat lahir pendidikan aktivitas yang dilakukan sebelum terlibat sebagai pelaku sejarah. Posisi kedua pelaku sejarah diajarkan sebagai sebuah bentuk biografi. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal pelaku sejarah dalam aspek pribadi. Kedudukan ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengetahui cara berpikir, wawasan, cara menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah, cara mengembangkan isi rasi dan mewujudkannya dalam kegiatan. Dalam pendekatan ini peserta didik memiliki kesempatan yang luas untuk mengembangkan inspirasi dari apa yang dipelajarinya dari seorang tokoh dan mengembangkan inspirasi menjadi aspirasi.
Analisis Permasalahan dalam Pembelajaran Sejarah
Tragis memang sampai sekarang masih terdapat kesan bahwa pembelajaran sejarah membosankan karena hafalan nama-nama tokoh, tahun, dan sebagainya, itu semua adalah masalah klasik. Padahal mencermati “sejarah pembelajaran sejarah”, bahwa mata pelajaran sejarah menduduki posisi sejak zaman Pergerakan Indonesia dan sudah diperkenalkan oleh Partai Nasional Indonesia tahun 1927. Tujuan utama belajar sejarah adalah menjadikan seseorang bijaksana. Belajar sejarah merupakan pintu untuk memelajari dan menemukan hikmah terhadap apa yang sudah terjadi. Belajar sejarah adalah belajar tentang kemanusiaan dalam segala aspeknya. Belajar sejarah akan melahirkan kesadaran tentang hakekat perkembangan budaya dan peradaban manusia, hasil belajar inilah yang kemudian dikenal sebagai kesadaran sejarah (historical consciousness). Jadi tujuan belajar sejarah salah satunya adalah melahirkan kesadaran sejarah. Dengan demikian, proses pembelajaran sejarah di sekolah juga harus didorong untuk menciptakan situasi yang dapat menumbuhkembangkan kesadaran sejarah. Dalam dokumen kurikulum pendidikan nasional, tujuan mata pelajaran sejarah dijabarkan dengan rinci, ironisnya tujuan ini seolah hanya menjadi referensi. Pembelajaran sejarah harus menggunakan pendekatan lokosentris, yakni pembelajaran sejarah dengan berpijak pada sejarah lokal. Guru harus memahami prisnsip paralelisme waktu dalam penyajikan peristiwa, dan juga harus memahami sejarah lokal. Dengan demikian, guru akan selalu menghubungkan peristiwa nasional dengan peristiwa di daerah tempat dia bertugas. Misal, ketika membahas Peristiwa Proklamasi, maka guru harus juga menjelaskan pada saat yang bersamaan di daerah dia bertugas terjadi apa. Keterkaitan materi dan pembahasan akan melibatkan tidak hanya pikiran tetapi juga emosional, sehingga akan melahirkan kesadaran adanya kesinambungan sejarah masa lalu dengan apa yang terjadi sekarang. Pembelajaran sejarah yang ideal adalah sebuah situasi yang memfasilitasi siswa agar dapat mencapai tujuan pembelajaran sejarah secara optimal. Situasi yang dapat memfasilitasi belajar sejarah dengan optimal terdiri atas berbagai aspek yang saling sinergi dan terintegrasi menciptakan dorongan dan motivasi pada siswa untuk belajar sejarah. Aspek pertama yang perlu disebut adalah guru. Sosok guru walaupun di era kemajuan teknologi kehadirannya dapat digantikan, akan tetapi untuk pembelajaran sejarah tetap diperlukan. Guru tidak sekedar sebagai fasilitator yang memfasiliatsi terjadinya proses pembelajar, akan tetapi guru adalah seorang desainer bagaimana proses pembelajaran itu harus dan semestinya terjadi. Dalam konteks pembelajaran sejarah yang ideal maka guru sejarah haruslah memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan guru sejarah antara lain: 1) harus memiliki kemampuan akademis (menguasai materi). Pertama, proses perubahan, karena sejarah adalah ilmu tentang proses perubahan. Cerita tentang perubahan kejadian serta ilmu yang menyelidikinya pada dasarnya merupakan kegiatan manusia yang ditujukan untuk menceritakan apa yang dilakukan manusia pada masa lampau. Secara umum peristiwa sejarah itu memiliki awal, berkembang, mundur dan akhirnya hancur. Namun secara khusus pola perubahan ini tidak dapat dipakaikan pada setiap peristiwa, karena pola-pola perubahan pada dasarnya berbeda-beda sesuai dengan karakteristik materi sejarah yang induktif. 2) Kemampuan didaktik metodik (paedagogis). Kemampuan didaktik metodik adalah kemampuan guru untuk melaksanakan pembelajaran sejarah. 3) Kemampuan untuk mengadopsi perkembangan ipteks yang terkait pendidikan dan pembelajaran. Kemampuan ini sangat diperlukan guru karena kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan secara berkala sesuai dengan tuntutan zaman, jika tidak memiliki kemampuan untuk mengadopsi perkembangan ipteks maka yang terjadi seperti sekarang ini. Banyak guru yang kesulitan memahami apalagi menerapkan pergeseran paradigm yang mendasari kurikulum, pergeseran dari behavioristik, kognitivistik, dan sekarang konstruktivistik hampir-hampir tidak tersentuh noleh guru. Masih banyak guru yang tetap behavioristik, walaupun dia sendiri mungkin tidak menyadari atau tidak mengerti bahwa pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah behavioristik. Model pembelajaran yang menekankan pada pemrosesan informasi. 4) Pendekatan Pembelajaran. Pendekatan pembelajaran harus didasarkan atas teori budaya pemprosesan. Bahwa belajar itu adalah pewarisan bagaimana orang memproses suatu ilmu tersebut dahulunya. Implikasi dari teori ini adalah belajar merupakan latihan-latihan mengenai pemprosesan ilmu dan pengembangannya. Hasil dari pendekatan ini adalah anak didik memiliki keterampilan intelektual, yang suatu ketika dapat digunakan untuk pemecahan masalah sosialnya. 5) Penanaman Nilai. Melalui prinsip dapat diambil berbagai nilai yang relevan dengan nilai-nilai kemanusian seperti; Jika ingin memajukan suatu negara maka salah satu caranya adalah mengembangkan sistem perekonomian dalam bidang perdagangan.