Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

DISUSUN OLEH :

NURHAIDA

201701031

4A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI NERS S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA
NUSANTARA PALU
2020
1. KONSEP TEORITIS
A. DEFINISI
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang
dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua
interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible,
peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa
disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus
dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan
saluran nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek
dari fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).

B. ETIOLOGI
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah sebagai
berikut :
a.Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang
sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory
synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c.Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam
dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
e.Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga
mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale.
C. PATOFISIOLOGI
Infeksi merusak dinding bronchial, sehingga akan menyebabkan struktur
penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan
mengobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk
yang berat, infeksi meluas ke jaringan peribronchial. Pada kondisi ini timbullah
saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan
akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus.
Bronchiectasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru.
Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena.
Retensi dari sekret dan timbulnya obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan
obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk
sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru.
Pada saat ini kondisi klien berkembang ke arah insufisiensi pernafasan yang di
tandai dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan
ratio residual volume terhadap kapasitas total paru. Kemudian terjadilah
kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan terjadi
hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi dan
lain lain dapat menimbulkan antigen dan antibodi, kemudian dikeluarkan lah
substansi vasoaktif / sel mast (histamin, bradikin, anafilaktin, prostaglandin)
setelah itu terjadilah kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan
permeabilitas kapiler (edema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus
meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dyspnea
dan mengi.
D. MANIFESTASI KLINIK

a. Dyspnea parah dengan ekspirasi memanjang

b. Wheezing

c. Batuk Produktif

d. Penggunaan obat bantu nafas

e. Sianosis, takikardi, gelisah dan pulsus parodoksus

f. Hiperkapnia

g. Anoreksia

h. Diaphoresis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada


pasein asma bronchial yaitu :

a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat


menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak
memberikan respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian
steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan
dengan cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu
Pulmicord ( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin
( beclomethasone 50, 100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon
larutan (Putri & Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih ,
Pasien dengan batuk yang tidak efektif
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi
paru. Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi adalah akibat asma yang tidak terkendali antara lain :

a. Tidur yang terganggu, dengan akibat gangguan konsentrasi


pada jam pelajaran sekolah atau pekerjaan. Seringnya angka
absensi, tidak naik kelas, atau terhambatnya promosi
b. Fungsi paru-paru yang terganggu menghalangi aktivitas fisik
atau olahraga, meningkatknya resiko penyakit jantung
c. Peradangan menahun pada saluran pernapasan bisa
mengakibatkan kerusakan permanen pada paru
d. Peningkatan risiko kematian karena serangan asma yang
parah
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
1) Usia : asma bronkial dapat menyerang segala usia, tetapi lebih
sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum
usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia
40 tahun.
2) Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar
2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.

3) Tempat tinggal dan jenis pekerjaan : lingkungan kerja


diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang
2-15% klien dengan asma bronkial (Nugroho,T. 2016).
Kondisi rumah, pajanan alergen, hewan di dalam rumah,
pajanan asap rokok tembakau, kelembapan dan pemanasan
(Francis, 2011).
b. Riwayat kesehatan klien
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang
mengalami asma bronkial adalah batuk, peningkatan sputum,
dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), hemoptisis,
wheezing, stridor, dan nyeri dada (Somantri, 2009)
2) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien asma bronkial
adalah pasien mengalami sesak nafas, batuk berdahak, biasanya pasien sudah
lama menderita penyakit asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit
asma.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan pasien. Secara
umum perawat perlu menanyakan mengenai hal-hal berikut ini :
a) Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama
Kanker paru-paru, emfisema, dan bronkhitis kronis.
Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok.
Pengobatan saat ini, alergi dan tempat tinggal.
Anamnesis harus mencakup hal-hal :
 Usia mulainya merokok secara rutin
 Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per-hari
 Usia menghentikan kebiasaan merokok
4) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali ditemukan di dapatkan adanya riwayat
penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya
5) Riwayat Psikososial
a) Presepsi klien terhadap masalahnya
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah satu
dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
b) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif ( Asmadi, 2008).
c) Pola komunikasi
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan
orang lain.
d) Pola interaksi
Pada pasien asma, biasanya interaksi dengan orang lain berkurang.

6) Pola kesehatan sehari-hari


a) Pola Nutrisi
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada pasien
sesak, potensial sekali terjadi kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas
yang dialami pasien.
b) Eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk,
konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam eliminasi. Penderita
asma dilarang menahan buang air kecil dan buang air besar, kebiasaan
menahan buang air kecil dan buang air besar akan menyebabkan feses
menghasilkan radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh, menyebabkan
sembelit, dan semakin mempersulit pernafasan (Mumpuni & Wulandari,
2013).
c) Istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien meliputi berapa
lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur
dan istirahat pasien.
d) Pola Personal Hygiene
Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang mengalami asma.
Terkadang ada hambatan dalam personal hygiene.
e) Aktivitas
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja,
dan aktfitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya
asma. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga (Mumpuni dan
Wulandari, 2013).

f) Pola reproduksi dan seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia. Bila kebutuhan
ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah
ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
serangan asma.

7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum klien

Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, lemah, dan sesak
nafas.

b) Pemeriksaan kepala dan muka

Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak ada
lesi.

c) Pemeriksaan telinga

Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

d) Pemeriksaan mata

Inspeksi : Simestris, tidak ada lesi, tidak ada odema

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, konjungtiva merah muda, sklera putih

e) Pemeriksaan Hidung

Inspeksi : Simetris, terdapat rambut hidung,terdapat pernafasan cuping


hidung, tidak ada lesi

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

f) Pemeriksaan mulut dan faring

Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi disekitar mulut, biasanya ada kesulitan
untuk menelan.

g) Pemeriksaan leher

Inspeksi : Simetris, tidak ada peradangan, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

h) Pemeriksaan payudara dan ketiak

Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
payudara simetris.
i) Pemeriksaan thoraks
(a) Pemeriksaan Paru
Inspeksi
Batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang kental dan sulit
dikeluarkan, bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan,
sianosis (Somantri, 2009). Mekanika bernafas, pernafasan cuping
hidung, penggunaan oksigen, dan sulit bicara karena sesak nafas
(Marelli, 2008).
Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan
(Somantri, 2009). Takikardi akan timbul di awal
serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
(Djojodibroto, 2016).

Perkusi

Lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak,


Welsh, & Mayer, 2012)

Auskultasi

Respiras terdengar kasar dan suara mengi (Whezzing)


pada fase respirasi semakin menonjol (Somantri, 2009).
(b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan
Perkusi : suara pekak

j) Pengkajian abdomen dan pelvis


Inspeksi :
Pada inspeksi perlu perlu disimak apakah abdomen membusung atau
membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus
menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga
apakah di daerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa.
Laporkan bentuk dan letaknya.
Auskultasi
Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35 kali per menit :
bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada
gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar suara peristaltik sama sekali maka kita lakukan peristaltik
negative (pada pasien post operasi).
Palpasi
Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien adakah
daerah yang nyeri apabila ada maka harus di palpasi terakhir, palpasi umum
terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri
umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada
atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga turgor kulit perut untuk
menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region
suprapubika (cystitis), titik mc burney (appendicitis), region epigastrica
(gastritis), dan region iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita
melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan
dan jari kanan dimulai dari kuadran kanan bawah berangsur-angsur naik
mengikuti irama nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada
pembesaran hepar atau tidak.
Perkusi
 Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan
usus (tympani atau redup)
 Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa
dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani,
tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan- keadaan tertentu
misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka bunyi perkusi
akan menjadi redup, khusunya perkusi di daerah bawah kosta kanan
dan kiri.
k) Pemeriksaan integumen
(a) Tanda – tanda injuri eksternal
(b) Nyeri
(c) Pergerakan
(d) Odema, fraktur (Bintari, R. 2017).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakbersihan jalan nafas b.d Penumpuka n sekret dalam bronki
2. Nyeri akut b.d agen injuri biologis
3. Hambatan mobilitas fisik b.d Ketidaknya manan / nyeri
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju metabolic,
dispnea saat makan, kelemahan otot pengunyah.

C. INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Ketidakbersi Respiratory status : Airway Airway Management
han jalan Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan pasien untuk
nafas b.d keperawatan selama 3 x 24 jam memaksimalkan ventilasi
Penumpuka diharapkan lendir dapat keluar 2. Auskultasi suara nafas , catat
n sekret dan sesak nafas berkurang adanya suara nafas tambahan
dalam dengan indicator : 3. Berikan bronkodilator bila
bronki 1.menunjukkan jalan nafas perlu
paten ( klien tidak merasa 4. Anjurkan pasien minum air
tercekik , irama nafas , hangat
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal , tidak ada
suara nafas abnormal )
Pain Control Pain management
2. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri
b.d agen keperawatan selama 3 x 24 jam secara komprehensif termasuk
injuri diharapkan nyeri berkurang lokasi , karakteristik , durasi ,
biologis dengan indicator : frekuensi , kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri ( prespitasi
tahu penyebab nyeri , mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan teknik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik terapeutik
mengurangi nyeri , mencari untuk mengetahui pengalaman
bantuan ) nyeri klien
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Ajarkan teknik
berkurang dengan nonfarmakologi
menggunakan management Tingkatkan istirahat
nyeri
3. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

3. Hambatan Mobility Level Exercise Therapy :


mobilitas Setelah dilakukan asuhan Ambulation
fisik b.d keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitoring vital sign
Ketidaknya diharapkan klien dapat sebelum dan sesudah latihan
manan / beraktifitas tanpa keluhan dan kaji respon pasien saat
nyeri apapun dengan indicator : latihan
1. Klien meningkat dalam 2. Kaji kemampuan klien
aktifitas fisik dalam mobilisasi
2. Memverbalisasikan perasaan 3. Dampingi dan bantu klien
dalam peningkatan kekuatan saat mobilisasi dan bantu
dan kemampuan berpindah penuhi kebutuhan ADL’s

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memprediksi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan adalah
(Nursalam, 2008) :
Tindakan kolaborasi dan independent :
1. Memposisikan posisi duduk pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
2. Memberikan bronkodilator (misalnya inhaler, nebulizer,
peak flow meter)
3. Menawarkan minuman hangat untuk minum pada pasien
4. Memberikan healt education
5. Mengajarkan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
6. Memonitoring tanda-tanda vital
7. Fisioterapi dada

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan aktif dari proses keperawatan, dimana
perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap masalah dan menilai sejauh mana
masalah dapat di atasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka yang
diharapkan dari hasil evaluasi adalah (Mitayani, 2009) :
1. Klien mampu bernafas d
2. Klien mampu mengelua
3. Klien tidak merasa tercekik
4. Irama nafas dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
5. Tidak ada suara nafas abnormal
6. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat mengambat jalan
nafas
7. Mampu mengurangi kecemasan
8. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing intervention
classification (NIC). United States of America: Elsevier Mosby
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta : EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). United States of America: Elsevier Mosby.

Anda mungkin juga menyukai