Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Mula-mula
dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih. Leukemia adalah jenis kanker yang
mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah
dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang
dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan
menggantikannya.Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang. Sel-sel baru ini
terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya.
Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih
abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer/darah tepi.
Leukemia dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, penyakit neoplastik yang
beragam, atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan
limfoid dan diakhiri dengan kematian. Disamping itu leukimia merupakan penyakit dengan
proliferasi neoplastik dan diferensiasi sel induk hematopoetik yang secara maligna melakukan
transformasi yang menyebabkan penekanan dan penggantian unsur sum-sum yang normal. Pada
sebagian kasus sel neoplastik juga terdapat dalam jumlah yang semakin meningkat didalam
darah tepi. Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
 Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
 Leukemia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang
menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :248).
 Nama penyakit maligna yang dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi (Jan Tambayong, 2000)
 Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum
tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
 Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel
hemopoietik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah
normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
 Penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang secara
maligna melakukan trasformasi, yang menyebabkan penekanan dan penggantian sum-sum yang normal
(Sylvia, 2005).
 Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan poliferasi sel induk hematopoietik
yang mengalami transfusi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal (Baldy,
2006)
 Keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan differensiasi pada berbagai tingkatan
sel induk hematopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum
tulang kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (I.M Bakta, 2007).
 Leukemia adalah suatu keganasan organ pembuat darah sehingga sumsum tulang didominasi
oleh klon maligna limfositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut ke darah dan
semua organ tubuh (Bambang, 2008).
 Kanker yang terjadi akibat diferensiasi dan leukosit yang berlebihan (Sayuh Tamher. 2008).
 Keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoietik (Muttagin, 2009).
 Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis sel darah normal dan imunitas penderita. (Yayan, 2010)
 Sekelompok anak sel yang abnormal yang menghambat semua sel darah lain di sumsum tulang untuk
berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum-sum tulang (Corwin, 2009).

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di
hati,limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal,
ginjal dan kulit. Leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari
sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah sehingga
mempengaruhi hematopoesis sel darah normal dan imunitas penderita.
B. ETIOLOGI

Walaupun penyebab dasar leukemia yang pasti belum diketahui dan dijelaskan secara
keseluruhan, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia,
yaitu:
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down 20x lebih besar dari orang normal, sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis vanCreveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis
(Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-
kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom
dapatan, misal: radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden
yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik, 1985; Wilson, 1991) .‡

2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA
dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal
dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan (Wiernik, 1985). Enzim tersebut dapat menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk
bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terifeksi. Virus sebagai penyebab leukemia,
yaitu enzime Reverse Transcriptase yang ditemukan dalam darah manusia. Virus lain yang dapat
menyebabkan leukemia seperti Retovirus tipe C, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-Cell Leukemia . Virus ini ditemukan
oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 1990).

3. Bahan Kimia dan Obat-obatan


Paparan kronis dari bahan kimia (misal:benzen) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985;
Wilson, 1991) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain :
produk ± produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al,
1998 ) .

4. Leukemogenik
Zat-zat kimia yang mempengaruhi frekuensi leukemia:
 Racun lingkungan seperti benzene.
 Bahan kimia industri seperti insektisida.
 Obat-obatan untuk kemoterapi.

5. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun
menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).‡

6. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi Leukemia Mielostik Akut (LMA), namun tidak
berhubungan dengan Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Peningkatan resiko leukemia
ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic, para
pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis. Data-data pendukung radiasi sebagai
penyebab leukemia :
 Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
 Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
 Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Bom Atom Hirosima dan Nagasaki

7. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukemia pada binatang maupun pada manusia. Dibuktikan bahwa penderita yang diobati
dengan sinar radioaktif akan menderita leukemia pada 6% klien, dan baru terjadi sesudah 5
tahun.

8. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut
Secondary Acute Leukemia (SAL) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya
penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat
menyebabkan kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih.
Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap
penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat anti
kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik
tertentu (misalnya sindroma Down dansindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap
leukemia.

9. Faktor Infeksi
Banyak ahli yang menduga bahwa faktor infeksi oleh suatu bahan yang menyebabkan
reaksi sangat berperan dalam etiologi leukemia (Imam Supandiman. 1997; Sylvia Anderson
Price. 1995).

C. PATOFISIOLOGI

D. Leukemia terjadi dari proses mutasi tunggal dari sel progenitor pada sistem
hematopoiesis yang menyebabkan sel mampu untuk berproliferasi secara tidak terkontrol
yang dapat menjadi suatu keganasan dan sel prekursor yang tidak mampu berdiferensiasi
pada sistem hematopoiesis.
E. Pada leukemia, terjadi keganasan sel darah pada fase limfoid, mieloid, ataupun
pluripoten. Penyebab dari hal ini belum sepenuhnya diketahui. Namun diduga
berhubungan dengan perubahan susunan dari rantai deoxyribonucleotide acid (DNA).
Faktor eksternal juga dinilai mempengaruhi seperti bahan-bahan obat bergugus alkil,
radiasi, dan bahan-bahan kimia. Sedangkan faktor internal, yaitu kromosom yang
abnormal dan perubahan dari susunan DNA.
F. Perubahan susunan dari kromosom mungkin dapat mempengaruhi struktur atau
pengaturan dari sel-sel onkogen. Leukemia pada sel limfosit B terjadi translokasi dari
kromosom pada gen yang normal berproliferasi menjadi gen yang aktif untuk
berproliferasi. Hal ini menyebabkan limfoblas memenuhi tubuh dan menyebabkan
sumsum tulang gagal untuk berproduksi dan akhirnya menjadi pansitopenia.
G. Seiring sel-sel yang abnormal bersirkulasi dalam tubuh dan masuk ke organ- organ lain,
seperti hati, limpa, dan mata. Gangguan pada sistemik ini menyebabkan perubahan
pada kadar hematologi tubuh, terjadi infeksi oportunistik, iatrogenik karena
komplikasi dari kemoterapi.

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala kanker darah sangat beragam, tergantung kepada jenis kanker darah yang diderita. Pada
beberapa kasus, gejala cenderung sulit dikenali karena mirip dengan gejala kondisi lain,
contohnya flu. Namun secara umum, gejala kanker darah adalah:

 Demam dan menggigil.
 Mual dan muntah.
 Sembelit atau susah buang air besar.
 Sakit tenggorokan.
 Sakit kepala.
 Tubuh mudah lelah.
 Berkeringat di malam hari.
 Berat badan menurun drastis.
 Muncul bintik merah pada kulit.
 Sering terinfeksi.
 Pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau selangkangan.
 Nyeri pada sendi dan tulang, terutama tulang belakang atau tulang dada.
 Mudah terjadi memar dan perdarahan, misalnya mimisan.
 Sesak napas.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2
(dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML). Sedangkan
Leukemia Kronis juga dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis (CML)dan
Leukemia Limfositik Kronis (CLL).

Klasifikasi secara khususnya:


 Leukemia Akut (Mansjoer, 2001)
Leukemia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal. Jumlahnya berlebihan, serta dapat menyebabkan
anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Haribowo, 2008).
Leukemia akut dihubungkan dengan awitan (onset) cepat, jumlah leukosit tidak matang
berlebihan, dengan cepat menjadi anemia, trombositopenia berat, demam tinggi, lesi infektif
pada mulut dan tenggorok, perdarahan dalam area vital, akumulasi leukosit dalam organ vital
dan infeksi berat. (Tambayong, 2000).
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan
dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat meninggal.
Leukemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal. Menurut
maturasinya menjadi akut dan kronis, sedang tipe sel asal dibedakan berdasarkan mielositik dan
limfositik.

1. Luekemia Limfositik Akut (ALL)


Dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak (75-80%),
laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4tahun, setelah usia 15
ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Leukemia yang mengenai stem sel
hematopoietik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid: monosit, granulosit (Basofil,
Neutrofil, dan Eusinofil), eritrosit dan trombosit. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa
yang terutama telah berumur 65 tahun/lebih.
Keganasan klonal dari sel-sel perkusor limfoit. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas
berasal dari limfoit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia jenis ini adalah
leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak. Lebih sering terjadi pada anak laki-laki
(Handayani, 2008).

Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :


 L1 Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang
anak-anak. ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.
 L2 Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL
jenis ini sering diderita oleh orang dewasa. Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin
bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL.
 L3 Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt, yaitu
sitoplasma basofil dengan banyak vakuola dan hanya merupakan 1% dari ALL. Terjadi
baik  pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk .

Gejala klinisnya : gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah, panas tanpa infeksi purpura, nyeri
tulang dan sendi, penurunan berat badan, serta sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada pemeriksaan
fisik didapat splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan pada tulang dada, ekimosis, dan
perdarahan retina.

2. Leukemia Mielogenus Akut (AML)


Mengenai sel stem hematopeotik yang kelak  berdiferensiasi ke semua sel Mieloid:
monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena,
insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Insiden AML kira-kira 2-3/100.000
penduduk, LMA lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%).
Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
Gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu makan
hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah
bening, limpa, hati, dan kelenjar mediastinum. kadang-kadang juga ditemukan hipertrofi
gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan mielomonolitik.

Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Leukemia Mielogenus


Akut (AML) terbagi menjadi 8 tipe :
 Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia 3%)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengandiferensiasi minimal.
 M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi 15%-20%)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus
AML.Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan
sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula,
dimana tipe 1dominan di M1.
 M2 ( Akut Myeloid Leukemia 25%-30%)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda,
dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang
berjumlah lebihdari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 ± 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah
sel-selsumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
 M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia 5%-10%)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang
berlobul. Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu. Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.
 M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia 20%)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik
lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari
selyang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah
peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit,
disebutdengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien-pasien dengan AML type M4
mempunyai responterhadap kemoterapi-induksi standar.
 M4Eo, Leukemia Mielomonositikdengan Eosinofil Abnormal (5%-10%).
 M5 ( Acute Monocytic Leukemia 2%-9%)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit,dan
monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah
monoblas,sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan
hasil perawatannyacukup baik.
 M6 ( Erythroleukemia 3%-5%)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaranmorfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal
berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan
maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome ( MDS ) jikasel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang
terjadi dan biasanyakambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .
 M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia 3%-12%)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998;
Wetzler danBloomfield, 1998 )Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan
dalam sistem keganasan sel stemmieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding
bentuk akut, sehingga penyakit ini lebihringan. CML jarang menyerang individu di
bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengangambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih
ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit
kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpamembesar.Leukemia Limfositik Kronis
(CLL) merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50sampai 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan
fisik atau penanganan penyakit lain.

F. MANIFESTASI KLINIS
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur/akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga proliferasi di hati, limfa, dan
nodus limfatikus, serta invasi organ nonhematologis, seperti meningitis, traktus gastrointestinal,
ginjal dan kulit.
1. Leukemia Akut (National Cancer Institute , 2008)
Limfosit imatur berproliferasi di sumsum tulang & jaringan perifer, serta terakumulasi
elisana. Hal diatas mengakibatkan adanya gangguan pada perkembangan sel normal.
Leukemia akut juga memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Gejala leukemia akut
dapat digolongkan menjadi 3 besar, yaitu:
a) Gejala kegagalan sumsum tulang:
 Anemia menimbulkan gejala pucat, lemah, letargi(kesadaran menurun), pusing,
sesak, nyeri dada.
 Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai oleh demam, infeksi rongga
mulut, tenggorok, kulit, saluran nafas, dan sepsis sampai syok septik. Pasien
sering menunjukkan gejala infeksi/perdarahan/keduanya pada waktu diagnosis.
 Trombositopenia menimbulkan easy bruisisng, perdarahan mukosa, seperti
perdarahan gusi, epistaksis, ekimusis, (perdarahan dalam kulit), serta perdarahan
saluran cerna dan sistem saluran kandung kemih.
 Anoreksia adalah tidak adanya/hilangnya selera makan.
Pasien dengan jumlah sel darah putih meningkat secara nyata dalam sirkulasi
(jumlahnya melebihi 200.000/mm³) dapat menunjukkan gejala hiperviskositas. Gejala
ini mencakup nyeri kepala, perubahan penglihatan, kebingungan dan dispenia yang
memerlukan leukoforensis segera (pembuangan leukosit melalui pemisah sel).

b) Keadaan hiperkatabolik, yang ditandai oleh:


 Kaheksia
 Keringat malam (gejala hipermetabolisme)
 Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal
 Demam dan banyak keringat

c) Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain, seperti:


 Nyeri tulang & nyeri sternum karena infark tulang (infiltrate subperiosteal) karena
infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia.
 Limfadenopati, splenomegali dan hepatomegali
 Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit
 Sindrom menigeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

d) Perdarahan kulit :
 Atraumatic ecchymosis: Bercak perdarahan yang kecil pada kulit/membran
mukosa, lebih besar dari petekia, yang membentuk bercak biru/ungu yang
bundar/tidak teratur serta tanpa elevasi.
 Petechiae
 Purpura: Perdarahan kecil didalam kulit, membrane mukosa/ permukaan serosa.

e) Perdarahan gusi
 Hepatomegali : pembesaran Hati
 Splenomegali : pembesaran Limpa
 Limfadenopati : ppnyakit Kelenjar Limfe
 Massa di Medias tinum : sering pada LLA sel T
 Leukemia sistem saraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi
intrakranial), perubahan pada status mental, kelumpuhan saraf otak terutama saraf
VI % VII, kelainan neurologik fokai.
 Keterlibatan organ lain: teksis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil. (Kumala.
1998)

 ALL merupakan hasil dari injuri genetik pada DNA sel di sumsum tulang. penyakit
ini biasanya berhubungan dengan akut limfoblastik leukemia karena sel leukemia
berpindah ke sumsum tulang yang normal. Sebagian besar pasien kehilangan berat
badan. Mereka biasanya merasa sulit bernafas selama aktifitas fisik. Mereka Nampak
pucat karena anemia. ini kemungkinan merupakan tanda dari rendahnya jumlah
trombosit. Hal ini disertai tanda kebiruan dan hitam yang terjadi tanpa alasan yang
terbukti atau karena injuri minor. Bintik-bintik merah dibawah kulit disebut petekie
atau perdarahan yang diperpanjang dari minor cots. Ketidaknyamanan pada tulang
dan sendi mungkin terjadi. Demam juga umum terjadi. Selain itu, leukemia limfoblas
mungkin berkumpul di limfa sehingga terjadi pembengkakan. Sel leukemia dapat
tersimpan dalam otak atau spinalcord dan menyebabkan sakit kepala atau vomiting.

Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan neutropenia dan


trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada
membrane mukosa , abses perirektal, pneumonia septicemia disertai menggigil,
demam, takikardi, takipnea. Komplikasi ini bertanggung jawab atas tingginya angka
kematian yang berhubungan dengan leukemia akut. Penyebab infeksi paling umum:
staphilokokus, streptococcus dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai spesies
jamur.
Trombositopenia mengakibatkan perdarahan yang dinyatakan dengan petekie,
epitaksis (perdarahan hidung), hematoma pada membrane mukosa, serta pendarahan
saluran cerna dan system saluran kemih. Anemia bukan merupakan manifestasi awal
disebabkan karena umur eritrosit yang panjang (120 hari). Jika terdapat anemia akan
ditemukan pusing dan gejala kelelahan dan dipnea waktu kerja fisik disertai pucat
yang nyata (Sylvia Anderson Price. 1995).

 LMA (Muttaqin, 2009)


 LMA tidak selalu dijumpai Leukositosis
 Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA , 15% leukosit normal dan 35%
mengalami netropenia
 Sel-sel Blast dalam jumlah signifikan ditemukan di darah tepi terlihat pada 85%
penderita LMA
 Gejala klinisnya : lelah, pucat, anoreksia, anemia, petekie, perdarahan, nyeri
tulang, infeksi & limfadenopati, Hepatomegali, splenomegali, hipertrofi gusi, dll.

2. Leukemia Kronis (National Cancer Institute, 2008)


Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang spesifik tetapi gejala yang dapat juga
menjadi gejala penyakit lain seperti demam tidak tinggi, letih, keringat dingin, perut
sering merasa tidak enak dan adakalanya terdapat juga pembesaran limfa. Kadangkala
juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Biasanya gejala-gejala
ringan tersebut berlangsung selama 6-8 bulan.
G. PATHWAY

Sel masenkim stem cell

Sumsum tulang Sel blast Jar mieloid


A.
B.
Proliferasi SDP
imatur

Mekanisme imun Akumulasi Hematopoiesis


terganggu terganggu

Resiko infeksi
C. Produksi SDM Trombositopenia
Infiltrasi
teganggu
D.
Pembekuan
Anemia terganggu
Hati Tulang SSP Limpa
E.

Hepatomegali Sistem Perdarahan


limpadenopati
neurologi
F. terganggu Resiko syok
Penekanan
G. sel hipovolemik
syaraf
H. Sakit kepala,
I. diplopia, Penurunan suplai
Gangguan
Pengeluaran penlihatan O2
J. perfusi jaringan
bradikinin kabur
K. perifer
L. Pucat, lesu,
Nyeri akut
M. Nyeri Resiko injuri dyspnea, letargi
tulang

Ketidaknyama Intoleransi
nan pd perut Aktivitas
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Leukimia adalah jenis penyakit kanker yang sangat sulit untuk diobati. Penderita penyakit
ini kemungkinan sembuh sangat kecil tetapi seiring dengan berkembangnya teknologi dalam
ilmu kedokteran, ada beberapa metode yang dapat dilakukan agar penyakit tersebut tidak
semakin parah, antara lain:
1. Kemoterapi Pengobatan dengan kemoterapi dilakukan dengan memberikan obat secara
berkala yang bertujuan untuk membunuh sel-sel abnormal. Meskipun demikian
pengobatan kemoterapi bukan hanya membunuh sel-sel abnormal dalam fase
proliferasi, namun berpotensi pula membunuh sel-sel normal yang sedang
berproliferasi dala sumsum tulang belakang. Ketika kemoterapi dilakukan, jumlah sel-
sel yang mati karena apoptosis akan semakin besar sebagai akibat dari pemberian oabt
secara rutin.
2. Pemotongan limpa Tindakan yang dapat dilakukan jika pasien yang sudah terlambat
terdeteksi atau sudah berada pada fase krisis blas adalah dengan melakukan
pemotongan limpa. Hal ini dilakukan agar mencehag sel-sel darah ynag abnormal
semakin tidak terkendali.
3. Terapi radiasi
4. Transplantasi sumsum tulang belakang

I. PENATALAKSANAAN KLINIS

 Penatalaksanaan Farmakologis
Ada banyak cara penanganan yang dapat dilakukan pada penderita leukemia dan setiap
penanganan mempunyai keunggulan masing-masing. Tujuan pengobatan pasien leukemia adalah
meneapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemia. Untuk itu, penderita
leukemia harus menjalani kemoterapi dan harus dirawat di rumah sakit.Sebelum sumsum tulang
kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan transfusi sel darah merah untuk
mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi
infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Secara umum penanganan pada penderita leukemia sebagai
berikut:
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau
lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah (atau intravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang
kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh
darah/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal - jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

 Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :


a. Fase induksi Dimulasi
4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikanterapi kortikostreroid
(prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-
tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulangditemukan jumlah sel
muda kurang dari 5%. 
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabinedan hydrocotison melaui
intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapiirradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistemsaraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisisdan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,mingguan
atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsumtulang
terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikansementara atau dosis obat dikurangi.

2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).


Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat tau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rudidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau
CPA, adriamisin, dan sebagainya. Umunya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
Hendaknya lebih berhati-hatibila jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3. Infeksi
sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi) dalam kamar yang suci hama.

 Penatalaksanaan Non Farmakologi


Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell)
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah besar di daerah dada
atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah
sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam
jumlah yang memadai.
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak
digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan
oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga
berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsu tulang
dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini
disebuttransplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat
diperoleh dari orang lain. Bila didapat dari kembar identik, dinamakan transplantasi
syngeneic. Sedangkan bila didapat dari bukan kembar identik, misalnya dari saudara
kandung, dinamakan transplantasi allogenik. Sekarang ini, transplantasi sumsum tulang
paling sering dilakukan secara allogenik.
Efek samping transplantasi sumsum tulang tetap ada, yaitu kemungkinan infeksi dan
juga kemungkinan perdarahan karena pengobatan kanker dosis tinggi. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan pemberian antibiotik ataupun transfusi darah untuk mencegah anemia.
Apabila berhasil dilakukan transplantasi sumsum tulang, kemungkinan pasien sembuh
sebesar 70-80%, tapi masih memungkinkan untuk kambuh lagi. Kalau tidak dilakukan
transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhan hanya 40-50%.
Terapi stem cell yang rutin digunakan untuk mengobati penyakit saat ini adalah
transplantasi stem cell dewasa dari sumsum tulang belakang dan darah perifer serta darah tali
pusat bayi.

a. Stem Cell Sumsum Tulang Belakang


Terapi stem cell yang dikenal baik sekarang ini adalah transplantasi stem cell sumsum
tulang belakang yang digunakan untuk mengobati leukimia dan kanker lain yang termasuk
penyakit keganasan darah. Leukimia adalah kanker sel-sel darah atau leukosit. Seperti sel-sel
darah merah lain, leukosit dibuat dalam sumsum tulang belakang melalui sebuah proses yang
dimulai dengan stem cell dewasa multipoten (dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel penting
dalam tubuh). Leukosit dewasa dilepaskan ke dalam aliran darah dimana mereka bekerja
untuk melawan infeksi dalam tubuh. Disebut leukimia ketika leukosit mulai tumbuh dan
berfungsi abnormal menjadi kanker. Sel-sel abnormal ini tidak dapat melawan infeksi dan
dapat mengganggu fungsi organ lain.
Terapi leukimia bergantung pada menghilangkan leukosit abnormal pada pasien dan
membiarkan sel yang sehat untuk tumbuh pada tempatnya. Satu cara untuk lakukan ini
melalui kemoterapi menggunakan obat yang keras untuk mencari dan membunuh sel-sel
abnormal.Ketika kemoterapi sendiri tidak dapat menghancurkan sel-sel abnormal, tenaga
medis kadang lebih memilih transplantasi sumsum tulang belakang.Pada transplantasi
sumsum tulang belakang, stem cell sumsum tulang belakang pasien tergantikan dengan donor
sehat yang cocok. Untuk melakukan hal ini, sumsum tulang belakang pasien dan leukosit
abnormal pertama-tama dihancurkan menggunakan kombinasi terapi dan radiasi.
Selanjutnya, sampel donor sumsum tulang belakang yang mengandung stem cell yang sehat
dimasukkan ke dalam aliran darah pasien. Jika transplantasi sukses, stem cell akan berpindah
ke sumsum tulang belakang pasien dan memproduksi leukosit sehat yang baru untuk
menggantikan sel-sel abnormal.

b. Stem Cell Darah Perifer


Sebagian besar stem cell darah tersimpan di dalam sumsum tulang belakang,
sementara sejumlah stem cell muncul dalam aliran darah. Stem cell darah perifer multipoten
dapat digunakan seperti sumsum tulang belakang untuk mengobati leukemia, kanker lain dan
berbagai gangguan darah.Stem cell dari darah perifer lebih mudah untuk dikumpulkan
dibandingkan dengan stem cell sumsum tulang belakang yang harus diekstrak dari dalam
tulang. Hal ini yang membuat stem cell darah perifer merupakan pilihan pengobatan yang
tidak seefektif stem cell sumsum tulang belakang. Karena ternyata, stem cell darah perifer
jumlahnya sedikit dalam aliran darah sehingga mengumpulkan untuk melakukan
transplantasi dapat menimbulkan masalah.

c. Stem Cell Darah Tali Pusat


Bayi baru lahir tidak membutuhkan tali pusat sehingga tali pusat ini akan dibuang.
Dalam beberapa tahun ini, darah kaya akan stem cell multipoten ditemukan dalam tali pusat
terbukti berguna dalam mengobati beberapa jenis masalah kesehatan yang sama pada pasien
yang diterapi dengan stem cell sumsum tulang belakang dan darah perifer. Transplantasi stem
cell darah tali pusat lebih sedikit untuk ditolak dibandingkan stem cell sumsum tulang
belakang dan darah perifer. Hal ini mungkin disebabkan stem cell sumsum tulang belakang
dan darah perifer belum berkembang sehingga dapat dikenali dan diserang oleh kekebalan
tubuh resipien.Juga, karena darah tali pusat baru memiliki sedikit sel-sel kekebalan yang
berkembang, sehingga risiko kecil sel-sel yang ditransplantasi akan menyerang tubuh
resipien, sebuah masalah yang disebut penyakit graft versus host.Baik keanekaragaman dan
ketersediaan stem cell darah tali pusat membuat menjadi sumber poten untuk terapi
transplantasi.Terapi stem cell seakan menjadi titik terang dalam dunia gelap yang dihadapi
para penderita penyakit keganasan darah seperti multiple myeloma, chronic lymphatic
leukemia,dan thallasemia mayor. Tapi ternyata, tidak hanya mereka melainkan penderita
penyakit lainnya juga dapat disembuhkan karena terapi stem cell di luar negeri telah terbukti
berhasil mengobati penyakit, infark miokard jantung, stroke, alzheimer, dan lain-lain.

 Terapi
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap penegahan kambuh dan mendapatkan masa
remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut , pada prinsipnya dipakai pola
dasar pengobatan sebagai berikut :
1. Induksi.Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberianberbagi obat
tersebut diatas, baik secara sistematik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum
tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi. Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
3. Rumat (maintenance). Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa.
4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-
6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Untuk hal ini diberikan MTX
intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial
sebanyak 2.400-2.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.
Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
6. Pengobatan imunotologik. Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama
sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

 Imunoterapi
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengancara ini
diharapakan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat embuh
sempurna.BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali
dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumit diteruskan.

 Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan
di dalam pembuluh darah balik (vena).
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan
adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel
leukemia.

 Terapi sitotoksik leukaemia mieloblastik akut


Terapi pada AML serupa dengan yang dijelaskan untuk ALL tetapi hasilnya kurang baik.
Rejimen yang tersering digunakan untuk AML adalah kombinasi tiha obat citosin
arabinosida, daunoribisin dan 6-tioguanin. Kasus semua subtipe AML (FAB m 1-m6) diobati
serupa (kecuali bahwa DIC mungkin ada pada varian promielositik (M3) dan “piatelet
concentrates” dan plasma beku segar untuk memlengkapi faktora pembekuan, digunakan
sampai dicapai remisi).
1. Angka remisi lebih rendah (60% - 80%).
2. Remisi sering memakan waktu lebih lama untuk dicapai.
3. Hanya obat mielotoksik yang bernilai besar, dengan kurang selektivitas antara sel
leukaemik dan sel sumsum tulang normal.
4. Kegagalan sumsum tulang berat dan lama, perawatan penunjang intensif dibutuhkan dan
kematian dini biasa terjadi, khususnya pada pasien diatas 50 tahun.
5. Remisi lebih sebentar, nilai terapi pemeliharaan kurang jelas, dan jarang bertahan hidup
lama.
Profilaksis SSP biasa tidak diberika pada AML, walaupun kekambuhan meningeal
(meningeal relapse) memang terjadi pada beberapa kasus, teristimewa pada anak-anak dan
dewasa muda, dimana metotreksat intratekal dapat digunakan sebagai profialiktik.
 Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar
akanmengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknyasel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh.(Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang).
 Terapi Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditunjukkan terhadap limfa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
 Transplantasi Sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
karena kanker dengan sumsum tulang yang sehat.
 Terapi Suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia dan
mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Riwayat penyakit :
Pengobatan kanker sebelumnya.
b. Riwayat keluarga :
Adanya gangguan hematologis, adanya factor herediter missal kembar monozigot.
c. Pemfis per system
 Anemia: kelemahan, kelelahan, pucat, anoreksia, muntah, sesak dan nafas cepat.
 Trombositopenia: epistaksis, petekie pada ekstremitas bawah, ekimosis luas
multiple, dan purpura
 Neutropenia: demam, tanda infeksi pneumonia seperti ditemukannya rhonki pada
suara nafas paru
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Limfadenopati
 Leukemia kutis: lesi kulit akibat infiltrasi sel leukemia
 Leukostasis: distress pernafasan dan gangguan kesadaran. Hal ini merupakan tanda
bahaya yang perlu ditangani secara segera

K. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATA

DS : Sel masenkim stem cell 1. Perfusi perifer tidak


a. Parastesia efektip
b. Nyeri Sel blast
ekstermitas
( klaudikasi intermiten ) Proliferasi SDP imatur

Hematopoiesis terganggu
DO : Produksi SDM teganggu
1. Pengisian kapiler > 3
detik Anemia
2. Nadi perifer menurun
atau tidak teraba Penurunan suplai O2
3. Akral teraba dingin
4. Warna kulit pucat Gangguan perfusi jaringan
5. Turgor kulit menurun perifer
6. Edema
7. Penyembuhan luka
lambat
8. Indeks ankle brachial <
0,90
9. Bruit femoral Sel masenkim stem cell
2. Hipovolemia
Sel blast

Proliferasi SDP imatur

Hematopoiesis terganggu

Trombositopenia
DS :
2. Merasa Pembekuan terganggu
lemah
3. Mengeluh Perdarahan
haus
Resiko syok hipovolemik

DO :
1. Frekuensi nadi
meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi
menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa Sel masenkim stem cell
kering
Sel blast
7. Volume urin turun
8. Hematokrit meningkat Proliferasi SDP imatur
9. Pengisian vena menurun
10. Setatus mental berubah Akumulasi
11. Suhu tubuh meningkat
12. Konsentrasi urin Infiltrasi
meningkat
13. Berat badan turun tiba- Hati
tiba
Hematogali

Ketidak nyamanan pada perut


Mual 3. Defisit nutrisi

Nafsu makan menurun

Intake kalori tidak adekuat


DS :
1. Cepat kenyang
Ketidak seimbangan nutrisi
setelah makan kurang dari kebutuhan tubuh
2. Keram atau nyeri
abdomen Sel masenkim stem cell
3. Napsu makan
menurun Sel blast
DO :
1. Berat badan Proliferasi SDP imatur
menurun menimal
10% dibawah Akumulasi
rentang ideal
Infiltrasi
2. Bising usus hiperaktif
3. Otot pengunyah Hati
lemah
4. Otot menelan lemah Hematogali
5. Membran mukosa
pucat Penekanan sel syaraf
6. Sariawan
7. Serum albumin Pengeluaran bradikinin
turun 4. Nyeri akut
8. Rambut rontok Nyeri akut
berlebihan
9. Diare

Sel masenkim stem cell

Sel blast

Proliferasi SDP imatur

Hematopoiesis terganggu
DS :
Produksi SDM teganggu
1. Mengeluh nyeri
Anemia

DO : Penurunan suplai O2
1. Tanpa meringis
2. Bersikap protektif
mis, waspada, posisi Pucat, lesu, dyspnea, letargi
menghindari nyeri
3. Gelisah Intoleransi Aktivitas
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur
6. Tekanan darah
meningkat
7. Pola napas berubah
8. Napsu makan
berubah
9. Proses berpikir
terganggu
10. Menarik diri
11. Berfokus pada diri 5. Intoleransi aktivitas
sendiri
12. diaporesis

DS :
1. mengeluh lelah
2. dispnea saat atau
setelah akivitas
3. merasa tidak
nyaman setelah
aktivitas
4. merasa lemah

DO :
1. frekuensi jantung
meningkat > 20%
dari kondisi istirahat
2. tekanan darah
berubah > kondisi
istirahat
3. gambaran EKG
menunjukan aripmia
saat atau setelah
aktivitas
4. gambaran EKG
menunjukan iskemia
5. sianosis

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan suplai O2 d.d
DS :

 Parastesia
 Nyeri ekstermitas ( klaudikasi intermiten )

DO :

 Pengisian kapiler > 3 detik


 Nadi perifer menurun atau tidak teraba
 Akral teraba dingin
 Warna kulit pucat
 Turgor kulit menurun
 Edema
 Penyembuhan luka lambat
 Indeks ankle brachial < 0,90
 Bruit femoral

2. Hipovolemia b.d Hematopoiesis terganggu d,d

DS :

 Merasa lemah
 Mengeluh haus

DO :
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin turun
8. Hematokrit meningkat
9. Pengisian vena menurun
10. Setatus mental berubah
11. Suhu tubuh meningkat
12. Konsentrasi urin meningkat
13. Berat badan turun tiba-tiba
3. Defisit nutrisi b.d Intake kalori tidak adekuat d.d

DS :

 Cepat kenyang setelah makan


 Keram atau nyeri abdomen
 Napsu makan menurun

DO :

 Berat badan menurun menimal 10% dibawah rentang ideal


 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare

4. Nyeri akut b.d Penekanan sel syaraf d.d


DS :

 Mengeluh nyeri

DO :

 Tanpa meringis
 Bersikap protektif mis, waspada, posisi menghindari nyeri
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur
 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Napsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 diaporesis

5. Introleransi aktivitas b.d Penurunan suplai O2 d.d


DS :

 Mengeluh lelah
 Dispneu saat/setelah aktivitas
 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
 Merasa lemah

DO :

 Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat


 Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat
 Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
 Gambaran EKG menunjukan iskemia
 Sianosis
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Perfusi perifer TUPAN : Observasi 1. untuk mengetahui
tidak efektif b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Penurunan suplai tindakan keperawatan perubahan sensasi pada pasien
selama 3 x 24 jam, 2. Identifikasi perubahan 2. supaya tfaktor
penyebab gangguan
diharapkan masalah alat pengikat, perfusi perifer
perfusi perifer tidak prostesis,sepatu,dan 3. untuk mengetahui
bila ada sensasi tajam
efektif dapat diatasi pakaian dan tumpul pada
pasien
3. Periksa sensasi tajam 4. untuk mengetahui
TUPEN : dan tumpul perubahan suhu
5.
Setelah dilakukan 4. Periksa sensasi panas 6. untuk mengontrol
pasien terkena
tindakan selama 1 x atau dingin
parisietas atau tidak
24 jam diharapkan 5. Periksa kemampuan 7. untuk mengetahui
perubahan pada kulit
kebutuhan suplai O2 mengidentifikasi lokasi pasie
terpenuhi sesuai dan tekstur benda 8. untuk mengetahui
adanya tromboflebitis
kebutuhan tubuh 6. Monitor terjadinya pada pasien
pasien dengan kriteria parestesia, jika perlu
hasil : 7. Monitor perubahan 1. untuk membantu
 Pengisian kulit proses
kapiler 3 detik
8. Monitor adanya penyembuhan
 Nadi perifer
kembali tromboflebitis dan
normal
tromboemboli vena
 Warna kulit Teurapetik 1. supaya pasien
tidak pucat 1. Hindari pemakaian dapat menggunakan
 Turgor kulit
membaik benda-benda yang termometer untuk
 Penyembuhan berlebihan suhunya mengecek suhu
luka cepat
( terlalu panas atau sendiri
dingin ) 2.supaya
Edukasi menghindari
1. Anjurkan terjadinya luka
penggnaan 3. untuk membantu
termometer untuk proses
menguji suhu air penyembuhan
2. Anjurkan supaya tidak
penggunaa terjadinya luka
n sarung
tangan
termal saat 1. untuk mengurangi
memasak rasa nyeri
3. Anjurkan 2. untuk menambah
memakai horman endrofin
sepatu
lembutdan
bertumit
rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgesik , Observasi
jika perlu 1. untuk mengontrol
2. Kolaborasi status hidrasi pasien
pemberian 2.untuk mengontrol
kortikosteroid perubahan berat
jika perlu. badan pasien
3.untuk mengontrol
berat badan pasien
setelah dlakukan
TUPAN : Observasi dialisis
Setelah dilakukan 1. Monitor status hidrasi 4. untuk mengontrol
2. Hipovolemia b.d tindakan keperawatan ( mis, frekuensi nadi, hasil laboratorium
Hematopoiesis selama 3 x 24 jam tkekuatan nadi, akral, pasien
terganggu diharapkan masalah pegisian kapiler, 5. untuk mengontrol
hipovolemia pada kelembapan mukosa, status hemodinamik
pasien dapat di atasi turgor kulit, tekanan pasien supaya
darah) hasilnya tetap
TUPEN : 2. Monitor berat badan normal
Setelah dilakukan 3. Monitor berat badan
tindakan keperawatan sebelum dan sesudah
selama 1 x 24 jam dialisis 1. untuk mengetahui
hematopoiesis pasien 4. Monitor hasil pemeriksaan perubahan balans
kembali normal laboratorium ( mis, cairan pada pasien
dengan kriteria hasil : hematokrit, Na, K, Cl, berat 2. untuk memenuhi
1. Frekuensi nadi jenis urin , BUN,) kebutuhan cairan
normal
5. Monitor status pada pasien.
2. Tekanan darah
normal hemodinamik ( mis, MAP, 3. untuk memenuhi
3. Turgor kulit
kembali CVP, PAP, PCWP, jika kebutuhan elektrolit
normal
tersedia pada pasien
4. Membran
mukosa Teurapetik Kolaborasi
lembap
1. Catat intake dan 1. supaya jumlah
5. Suhu tubuh
normal output dan hitung cairan tetap normal
balans cairan 24 jam sesuai kebutuhan
2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan Observasi
3. Berikan cairan 1. untuk mengetahui
intravena, jika perlu status nutrisi pada
Kolaborasi pasien
1. Kolaborasi pemberian 2. untuk mengetahui
diuretik, jika perlu intoleransi makanan
supaya kebutuhan
nutrisi dapat
dipenuhi
3. untuk menambah
nafsu makan pada
pasien
Observasi 4. untuk memenuhi
TUPAN : 1. Identifikasi status nutrisi kebutuhan kalori
Setelah dilakukan
2. Identifikasi alergi dan pasien
tindakan
keperawatan 3 x intoleransi makanan 5. untuk memenuhi
24 jam masalah
3. Identifikasi makanan yang kebutuhan nutrisi
defisit nutrisi
3. Defisit nutrisi b.d teratasi disukai pasien jika pasiien
Intake kalori 4. Identifikasi kebutuhan tidak bisa makan
TUPEN :
tidak adekuat Setelah dilakukan kalori dan jenis nutrisi 6.untuk mengetahui
tindakan
5. Identifikasi perlunya asupan makanan
keperawatan
selama 1 x 24 jam penggunaan selang pada pasien
diharapkan intake
kalori dapat nasogastrik 7. untuk mengetahui
kembali normal
6. Monitor asupan makanan perubahan berat
dengan kriteria
hasil : 7. Mnitor berat badan badan pasien dan
 Berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan dilakukan tindakan
menurun ideal
 Bising usus laboratorium selanjutnya
normal
Teurapetik 8. mengetahui hasil
 Otot
pengunyah 1. Lakukan oral hygiene jika laboratorium pada
kuat perlu pasien
 Otot menelan
kuat 2. Fasilitasi menentukan Teurapetik
 Membran pedoman diet 1. untuk menjaga
mukosa
normal ( mis,piramida makanan) kebersihan mulut
 Sariawan 3. Sajikan makanan secara pasien
 Diare teratasi
menarik dan suhu yang 2. untuk menjaga
sesuai berat badan pasien
4. Beri makanan tinggri serat tetap normal
untuk mencegahkonstipasi 3. untuk menambah
5. Beri makanan tinggi kalori nafsu makan pada
dan protein pasien
6. Beri suplei makanan , jika 4. untuk mencegah
perlu konstipasi
7. Hentikan pemberian 5. untuk memenuhi
makanan melalui selang kebutuhan kalori dan
nasogastrik jika asupan protein pasien
oral dapat ditoleransi 6. untuk menambah
Edukasi nafsu makan pasien
1. Anjurkan posisi duduk, jika 7. supaya tidak ada
perlu hambatan dalam
2. Anjurkan diet yang mengunyah
diprogamkan Edukasi
1. untuk mengurangi
Kolaborasi rasa nyeri dan
1. Kolaborasi pemberian merasa nyaman saat
medikasi sebelum makan duduk
( mis, pereda nyeri, 2. supaya menjaga
antiemetik,) jika perlu berat badan tetap
2. Kolaborasi dengan ahli gizi normal
untuk menentukan jumlah Kolaborasi
kalori dan jenis nutrien 1. Untuk mengurangi
yang dibutuhkan, jika perlu rasa nyeri
2.Supaya asupan gizi
yang dikonsumsi
sesuai dengan yang
dibutuhkan mis,
kalori dan jenis
nutrien.

Observasi
1. untuk mengetahui
kondisi nyeri pada
pasien
2. untuk mengetahui
skala nyeri pada pasien
3. untuk mengetahui
kondisi pasien
4. untuk menurunkan
rasa nyeri
5. untuk mengetahui
wawasan pasien
6. untuk mengetahui
pengaruh budaya pada
nyeri dalam
mengurangi nyeri
7. untuk mengetahui
adanya hambatan
dalam beraktifitas
8. untuk mengetahui
perubahan setelah
Observasi terapi konplementer
9. untuk mengatasi
1. Identifikasi lokasi, efek samping dari obat
karakteristik, durasi, analgesic
Terapetik
frekuensi, kualitas,
1. untuk mengurangi
intensitas nyeri. rasa nyeri yang
ekonomis
2. Identifikasi skala nyeri
2. supaya pasien
3. Identifikasi respon nyeri nyaman
3. untuk mengurangi
non verbal rasa nyeri
4. Identifikasi faktor yang 4. untuk mengobati
nyeri sesuai sumber
memperberat dan nyeri
Edukasi
memperingan nyeri
1.untuk
TUPAN : 5. Identifikasi pengetahuan
Setelah dilakukan menanggulangi nyeri
dan keyakinan tentang
tindakan
supaya tidak dating
keperawatan nyeri
selama 3x24 jam ke,bali
6. Identifikasi pengaruh
masalah nyeri
2.untuk
dapat teratasi budayaterhadap respon
menambahkan
nyeri
wawasan dan
4. Nyeri akut b.d TUPEN : 7. Identifikasi pengaruh nyeri
Setelah dilakukan memandirikan
Penekanan sel pada kualitas hidup
tindakan
pasien
syaraf keperawatan 8. Monitor keberhasilan
selama 1 x 24 jam 3. supaya pasien
terapi komplementer yang
diharapkan
dapat memonitor
penekanan syaraf sudah diberikan
dapat berkurang nyeri scara mandiri
9. Monitor efek samping
dengan kriteria
4.supaya masa
hasil : penggunaan analgetik
 Tidak meringis penyembuhan cepat
Terapetik
 Tidak Gelisah 5. supaya pasien bisa
 Tidak pasien 1. Berikan teknik
nyenyak mandiri mengurangi
 Tekanan darah nonfarmatologis untuk nyeri non
normal
mengurangi rasa nyeri farmakologis supaya
 Napsu makan
meningkat 2. Kontrol lingkungan yang ekonomis
memperberat rasa nyeri Kolaborasi
3. Fasilitasi istirahat dan tidur 1. untuk mengurangi
4. Pertimbangkan jenis dan nyeri scara
sumber nyeri dalam farmakologis
pemilihan strategi
meredakan nyeri Observasi
Edukasi 1. untuk mengetahui
1. Jelaskan penyebab, factor yang
periode, dan pemicu nyeri. mempengaruhi
2. Jelaskan strategi kelelahan
meredakan nyeri 2. untuk mengontrol
3. Anjurkan memonitor nyeri kelelahan pasien
secara mendiri 3. supaya pasieen
4. Anjurkan menggunakan tidak kelelahan
analgetik secara tepat 4.untuk mengurangi
5. Ajarkan teknik keuhan dan tidak
nonfarmatologi untuk nyaman pada pasien
mengurangi rasa nyeri Terapeutik
Kolaborasi 1. lingkungan pasien
1. Kolaborasi pemberian dapat membuat
analgetik, jika perlu pasien menjadi
nyaman
2. untuk melatih
pasien melakukan
gerak pasif dan aktif
3. agar pasien
merasa nyaman
4. untuk membuat
Observasi pasien nyaman
1. Identifikasi gangguan Edukasi
fungsi tubuh yang 1.supaya pasien bias
mengakibatkan kelelahan beristirahat
2. Monitor kelelahan fisik 2. supaya tubuh
dan emosional pasien tidak syok
3. Monitor pola dan jam tidur 3. untuk
4. Monitor lokasi dan ketidak mendapatkan
nyamanan selama pengobatan yang
melakukan aktivitas sesuai
TUPAN : Terapeutik 4. untuk membantu
Setelah dilakukan
1. Sediakan lingkungan penyembuhan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam nyaman dan rendah Kolaborasi
diharapkan masalah
stimulus 1. supaya seimbang
intoleransi aktivitas
dapat teratasi. 2. Lakukan latihan tentang antara pemasukan
gerak pasif dan atau aktif dan pengeluaran
TUPEN :
Setelah dilakukan 3. Berikan aktivitas distraksi ATP
tindakan keperawatan
yang menenangkan
selama 1 x 24 jam
diharapkan pasien 4. Fasilitasi duduk disisi
dapat memenuhi
tempat tidur, jika tidak
suplai O2 sesuai
kebutuhan dengan dapat berpindah atau
kriteria hasil :
berjalan
 Frekuensi nadi
normal Edukasi
 Tekanan darah 1. Anjurkan tirah baring
normal
5. Introleransi  Bisa 2. Anjurkan melakukan
aktivitas b.d melakukan aktivitas secara bertahap
aktivitas
Penurunan suplai 3. Anjurkan menghubungi
O2 perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Anjurkan strategi koping
untuk mengurasi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

Anda mungkin juga menyukai