Anda di halaman 1dari 13

 

  BAB II
  TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1 Tanaman
  Rosella
2.1.1 Morfologi Tanaman Rosella
 
Hibiscus sabdariffa atau yang dikenal dengan nama Rosella merupakan_tanaman semak
 
belukar_yang tumbuh di daerah berikim tropis dan subtropis. Tanaman Rosella nerupakan
  anggota famili_Malvaceae, dan habitat asli dari tanaman ini terbentang dari India_hingga

Malaysia  (FAO, 2004).


Tanaman ini merupakan tanaman belukar dengan ketinggian 2,5 m, batang bulat
 
berkayu dan berwarna merah. Daun tanaman Rosella berbentuk bulat telur, tunggal,
 
pertulangan menjari, panjangnya 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Tangkai daun bulat berwarna
hijau dengan panjang 4-7 cm. Tanaman ini memiliki kelopak bunga yang terdiri dari kelopak
bunga ungu dan merah, dan merupakan jenis bunga tunggal (El Kady et.al, 2015). Bunga ini
mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, panjang 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan
berwarna merah. Daun kelopak terbagi dalam 5 tajuk berbentuk lanset, berdaging tebal, merah
tua atau kuning muda dengan tulang daun merah. Daun mahkota bulat telur terbalik dengan
panjang 3-5 cm. Tanaman ini memiliki kelopak bunga yang terdiri dari kelopak bunga ungu
dan merah. Gambar tanaman Rosella disajikan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)


Sumber : https://www.etsystudio.com/ (diakses pada 19 Juli 2017)

4
 
 

2.1.2 Klasifikasi
  Tanaman Rosella

Klasifikasi
  Tanaman Rosella dalam USDA (2017), adalah sebagai berikut :
 
Kingdom : Plantae (Tanaman)
Subkingdom
  : Tracheobionta (Tanaman Berpembuluh)
Superdivisio
  : Spermatophyta (Tanaman Berbiji)
Divisio : Magnoliophyta (Tanaman Berbunga)
 
Kelas : Magnoliopsida (Dikotiledon)
 
Famili : Malvaceae (Famili Kapas-Kapasan)
Genus
  : Hibiscus (Rosemallow)
Spesies
  : Hibiscus sabdariffa L.

 
2.1.3 Kandungan Gizi dan Kimia Kelopak Bunga Rosella

Tanaman Rosella memiliki kandungan nutrisi yang baik dan cocok untuk digunakan
sebagai minuman maupun makanan yang bernutrisi tinggi. Dalam 100 g bunga rosella kering,
nilai gizi bunga Rosella dapat dilihat pada tabel 2.1.

Komponen Nilai Satuan


Antosianin 662 mg
Kalori 44 kal
Kadar air 9,2 g
Protein 1,145 g
Lemak 2,61 g
Serat 12 g
Karbohidrat 11,1 g
Abu 6,90 g
Kalsium 486 mg
Phospor 273,2 mg
Besi 8,98 mg
Karoten 0,029 mg
Vitamin C 214,68 mg
Tabel 2.1 Nilai Gizi Kelopak Bunga Rosella Kering
Sumber : Hidayah (2011)

5
 
 

Setiap
  100 g kelopak bunga Rosella kering mengandung 260-280 mg vitamin C, vitamin
D, B1 dan  B2, kalsium 486 mg, omega 3, magnesium, beta karoten serta asam amino esensial
seperti lysine dan arginin. (Kustywati dan Sulastri, 2008)
 
Menurut El Kady et al. (2015) kelopak bunga Rosella mengandung antioksidan seperti
 
antosianin yang membuat warna merah pada Rosella. Beberapa varietas memiliki kelopak
bunga merah
  muda. Varietas dengan kelopak bunga merah tua mengandung lima hingga tujuh

  kali antosianin yang lebih tinggi dari kelopak bunga merah muda. Hidayah (2011)
menambahkan bahwa antosianin merupakan pigmen alami yang memberikan warna merah
 
pada seduhan kelopak bunga Rosella dan mempunyai sifat antioksidan yang kuat.
 

 
2.1.4 Manfaat Rosella
 
Tanaman Rosella memiliki berbagai macam khasiat yang baik untuk kesehatan_tubuh.
Mojimininyi, dkk (2007) memaparkan bahwa ekstrak kelopak bunga Rosella dengan dosis 1-
125 mg/kg dapat menurunkan hipertensi. Orisakwe (2003) menambahkan bahwa Rosella yang
diolah menjadi jus dapat meningkatkan serum dalam darah.

Antioksidan yang dimiliki oleh tanaman Rosella dapat melindungi organ reproduksi
akibat paparan bahan-bahan yang bersifat toksik. Ekstrak kelopak bunga Rosella yang
diberikan secara oral akan menurunkan abnormalitas dari spermatozoa dan meningkatkan
motilitas dari spermatozoa. (Amin dan Hamza, 2006)

Antioksidan dari kelopak bunga Rosella mampu menghambat serangan radikal bebas
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit_kronis seperti kerusakan_ginjal, diabetes,
jantung_koroner dan kanker darah serta_dapat mencegah_penuaan dini. (Widyanto dan
Nelistya, 2008)

Kustyawati dan Sulastri (2008) menjelaskan bahwa_kelopak bunga_Rosella dapat


berperan_sebagai antibakteri, antiseptik, antiradang. Gangguan_jantung serta kanker_darah
juga dapat_dicegah dan gerak peristaltik_dalam usus dapat_terstimulasi dengan baik.

6
 
 

2.2 Antosianin
 

Antosianin
  adalah jenis molekul polar dengan hidroksil, karboksil, kelompok metoksil
  dan glikolil terikat pada_cincin aromatik. (Xavier, et al, 2008 dalam Nurlela, 2011). Nama
antosianin_berasal dari dua kata_Yunani yakni anthos yang berarti_bunga dan cyanos yang
 
berarti biru gelap. (Mortensen, 2006)
 
Mortensen (2006) memaparkan bahwa antosianin adalah zat warna yang bersifat polar
 
sehingga kelarutannya_baik pada pelarut_polar seperti air. Sebaliknya, antosianin akan
 
mempunyai kelarutan_yang rendah jika pelarutnya nonpolar. Oleh karena itu, antosianin lebih
banyak diekstrak
  menggunakan_pelarut air dibandingkan alkohol.
 
Warna biru-ungu-merah-oranye pada bunga dan buah-buahan serta berbagai jenis
  tanaman berasal dari zat yang bernama antosianin. Zat tersebut mempunyai peran penting

dalam pemberian warna terhadap seluruh tanaman kecuali warna hijau. (Mortensen, 2006)

Dalam kelopak bunga_Rosella terdapat kandungan_penting yang berupa pigmen


antosianin. Warna ungu kemerahan pada kelopak bunga Rosella tersebut berasal dari antosianin
tersebut. Selain memberikan warna pada Rosella, juga_berperan sebagai antioksidan.
Antosianin pada kelopak bunga_Rosella berada dalam bentuk_glukosida yang terdiri_dari
cyanidin-3-glucoside, cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucoside dan delphinidin-3-
sambubioside (Williamson, et.al, 2009 dalam Da Costa Rocha, 2014).

Gambar 2.2 Struktur kimia antosianin


Sumber : Castañeda -Ovando et al. (2009), dalam William, (2014)

7
 
 

Warna-warna
  yang dimiliki antosianin dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada
produk pangan.
  Akan tetapi, antosianin mempunyai kelemahan dalam stabilitas warna yang
sangat tergantung pada berbagai faktor seperti struktur dan konsentrasi dari pigmen, pH, suhu,
 
intensitas cahaya, kualitas dan kehadiran pigmen lain bersama-sama, ion logam, enzim,
 
oksigen, asam askorbat, gula dan gula metabolit. (Nurlela,2011).
 

 
2.3 Leaching
 
2.3.1 Pengertian Umum
 
Ekstraksi padat-cair atau leaching merupakan suatu operasi yang bertujuan untuk
 
memisahkan zat_terlarut yang diinginkan atau menghilangkan zat_terlarut yang tidak
 
diinginkan dari suatu_padatan, dengan cara mengontakkan padatan tersebut dengan fasa cair.
Di antara dua fasa tersebut, akan terjadi kontak antara padatan dan zat_terlarut dengan pelarut,
kemudian zat_terlarut akan terlarut ke dalam pelarut, dan yang tersisa adalah padatan.

Menurut C.J. Geankoplis (2003), secara umum terjadi lima tahapan proses pada proses
leaching, yaitu :

1. Pelarut (solvent) dikontakkan dengan permukaan padatan (solid).


Kontak antara padatan dengan pelarut dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu perkolasi
dan dispersi. Cara perkolasi yaitu padatan disusun dalam unggun diam dan pelarut
dilewatkan melalui unggun tersebut, sedangkan cara dispersi yaitu padatan didispersikan
kedalam pelarut hingga seluruh padatan terselimuti oleh pelarut.
2. Pelarut terdifusi ke dalam padatan.
Pada proses difusi, suatu zat akan berpindah melalui suatu membran dari daerah
berkonsentrasi_tinggi ke konsentrasi_rendah. Peristiwa difusi dapat terjadi karena adanya
driving force berupa perbedaan_konsentrasi zat terlarut dalam pelarut_dan padatan.
3. Zat terlarut (solute) dalam padatan akan terlarut ke dalam pelarut.
Terjadi perpindahan massa zat_terlarut ke dalam pelarut yang telah masuk ke dalam
padatan yang dapat terjadi karena adanya_gaya di antara molekul-molekulnya, yaitu gaya
dipol-dipol dimana zat yang bersifat polar-polar atau nonpolar-nonpolar akan saling
berikatan. Selain itu juga terdapat pula gaya_London yang terjadi antara dipol-dipol yang
lemah sehingga memungkinkan pelarut polar melarutkan senyawa nonpolar.

8
 
 

4. Zat terlarut
  dalam pelarut tersebut berdifusi menuju permukaan padatan.
Proses
  difusi ini dapat terjadi karena konsentrasi pelarut yang mengandung zat terlarut
lebih besar dibandingkan konsentrasi pelarut di luar padatan.
 
5. Zat terlarut ditransfer ke larutan curah (bulk solution).
 
Perpindahan massa akan terus berlangsung hingga tercapai kesetimbangan, yaitu waktu
dimana
  driving force bernilai nol atau mendekati nol.

2.3.2 Faktor
  yang Memengaruhi Laju Leaching
2.3.2.1 Suhu
 

  Suhu pada proses leaching memengaruhi konstanta_kesetimbangan dan laju


perpindahan_massa. Suhu meningkatkan_kelarutan sehingga menaikan_konsentrasi terlarut
dalam ekstrak, dan meningkatkan laju leaching sehingga kesetimbangan diperoleh dalam waktu
yang lebih singkat. Dengan naiknya suhu, maka akan meningkatkan permeabilitas membran sel
terhadap zat terlarut dan menghancurkan matriks molekul dengan ikatan hidrogen, gaya Van
der Waals dan/atau gaya tarik dipol.

Meningkatkan_suhu hingga jauh melebihi titik didih komponen yang diinginkan tidak
menaikkan yield, tetapi_malah akan meningkatkan_ter-leaching-nya komponen yang tidak
diinginkan, rusaknya komponen yang tidak_stabil terhadap suhu, dan/atau menguapnya
komponen volatil. Dalam_beberapa kasus, meningkatnya suhu akan merusak struktur beberapa
biomassa dan memperburuk selektivitas_beberapa pelarut, sehingga perlu dipertimbangkan
rentang suhu proses dimana zat_terlarut yang diinginkan tidak terdekomposisi.

2.3.2.2 Rasio Cairan Terhadap Padatan (L/S ratio)

Dalam proses leaching kontinyu, rasio cairan_terhadap padatan sering dinyatakan


sebagai rasio laju umpan_pelarut terhadap laju_umpan_padatan (S/M ratio). Rasio L/S juga
didefinisikan oleh Hugot (1972) sebagai rasio berat_ekstrak yang diperoleh terhadap berat
bahan. Meskipun berbeda definisi, mereka menyatakan bahwa rasio jumlah pelarut terhadap
padatan yang_digunakan berfungsi_sebagai parameter_penting dalam proses leaching.

Nilai yield umumnya meningkat_seiring dengan_meningkatnya L/S ratio hingga


mencapai suatu titik_maksimum, yang apabila melampauinya akan menimbulkan efek negatif
terhadap hasil leaching. Efek osmotik dari L/S ratio yang tinggi mungkin akan mempengaruhi
9
 
 

dinding sel,
  yang menyebabkan komponen yang tidak diharapkan menjadi ikut ter-leaching.
L/S ratio  yang tinggi menghasilkan ekstrak yang encer dan memakan biaya yang lebih tinggi
untuk kebutuhan energi pemurnian produk ekstrak. Idealnya, L/S ratio operasi harus
 
menghasilkan ekstrak yang pekat untuk mencapai efisiensi leaching yang memadai.
 
2.3.2.3 Waktu Tinggal
 

  Definisi waktu tinggal dalam ekstraktor ulir horizontal kontinyu countercurrent yaitu

  waktu yang dibutuhkan untuk mentransportasikan setiap partikel atau unit diskrit umpan
melewati panjang efektif ekstraktor.
 

Semakin
  lama waktu tinggal maka akan semakin banyak zat terlarut yang berpindah ke
pelarut, hingga suatu waktu tertentu saat tidak dapat terjadi perpindahan massa. Perpanjangan
 
waktu leaching tidak selalu dibutuhkan apabila terjadi kenaikan suhu atau pengecilan ukuran
padatan, yang bertujuan untuk mencegah ter-leaching-nya komponen yang tidak diinginkan.

2.3.2.4 Ukuran Partikel

Ukuran partikel mempengaruhi laju leaching. Semakin kecil ukuran partikel padatan
akan mempersingkat laju difusi intra-partikel untuk terjadinya perpindahan massa. Tetapi untuk
bahan nabati, penggilingan yang berlebihan yang menghasilkan ukuran partikel <100 μm akan
merusak dinding sel dan dapat mengakibatkan komponen yang tidak diharapkan ter-leaching-
kan (Zhang et al., 2005; Aguilera dan Stanley, 1999; dalam Ooi Shing Ming, 2007). Untuk itu,
perlu dilakukan usaha penentuan ukuran padatan yang tepat agar leaching dapat berjalan
dengan optimum.

2.4 Horizontal Counter Current Continuous Screw Extractor

Horizontal counter current continuous screw extractor atau ekstraktor ulir horizontal
kontinyu aliran lawan arah, yang lebih dikenal dengan nama Hildebrandt extractor, merupakan
salah satu jenis alat leaching kontinyu yang cukup banyak digunakan di industri makanan.
Ekstraktor jenis ini mengekstraksi padatan dengan metode pencelupan (immersion). Screw atau
ulir horizontal pada ekstraktor yang digunakan, berfungsi sebagai konveyor umpan padatan
yang akan dikontakkan dengan pelarut. Dalam sistem ini, dapat tercapai kontak padat-cair yang
baik, dengan majunya partikel secara spiral akan meningkatkan waktu kontak dan perputaran

10
 
 

ulir memberikan
  aksi kompresi-relaksasi pada padatan untuk memudahkan penetrasi pelarut
pada padatan
  (Ooi Shing Ming, 2007). Bagian ulir membantu pemerasan pada padatan sehingga
kandungan zat terlarut dalam padatan lebih sedikit dan nilai yield meningkat. Gambar
 
Ekstraktor Hildebrandt tersaji pada gambar 2.3.
 
SOLVENT
INLET
 
SOLID
  FEED

SOLID
DISCHARGE
EXTRACT

Gambar 2.3 Skema Hildebrandt Extractor

Kelebihan ekstraktor ulir horizontal kontinyu countercurrent yaitu, dengan rasio cairan
terhadap padatan (L/S ratio) yang sama, dapat menghasilkan ekstrak dengan konsentrasi
padatan terlarut lebih tinggi daripada proses batch (Schwartzberg, 1980; dalam Ooi Shing
Ming, 2007). Adapun keterbatasan ekstraktor jenis ini yaitu tidak sesuai digunakan untuk
mengekstraksi oilseed dan bahan halus.

Ekstraktor jenis ini memiliki rentang volume yang luas, mulai dari volume 27 L di skala
pilot hingga 2700 L di skala proses dengan kapasitas umpan mencapai 500-1000 kg/jam
(Schwartzberg, 1980). Aplikasi penggunaan ekstraktor ulir horizontal kontinyu counter current
sering digunakan dalam industri makanan, antara lain sugar beets, apel, dan kopi.

2.5 Diagram Kesetimbangan Leaching

Diagram kesetimbangan merupakan diagram yang terdiri dari garis-garis


kesetimbangan antara konsentrasi underflow dan overflow dengan beragam variasi L/S ratio
pada leaching tahap tunggal. Adapun tujuan pembuatan diagram kesetimbangan yaitu untuk
11
 
 

menggambarkan
  hubungan antara konsentrasi underflow dan overflow sebagai data yang
diperlukan
  dalam mengambil perhitungan dalam perancangan unit ekstraksi. Diagram
kesetimbangan ini selanjutnya diigunakan dalam menentukan jumlah tahap teoritis dan efisiensi
 
tahap pada leaching multitahap. Garis dasi (Tie line) menghubungkan titik-titik distribusi
 
konsentrasi terlarut dan inert dalam underflow dan overflow. Diagram kesetimbangan dapat
dialurkan dalam bentuk diagram persegi, diagram segitiga sama sisi, diagram segitiga siku-siku

  dan diagram Janecke.


Menurut C.J. Geankoplis (2003), data kesetimbangan dapat dialurkan menjadi diagram
 
persegi sebagai fraksi massa untuk 3 komponen : zat terlarut (A), inert atau leached solid (B),
 
dan pelarut (C). Terdapat dua fasa pada operasi leaching yaitu fasa overflow (fasa cair yang
meninggalkan
  padatan) dan fasa underflow (fasa cair yang tertinggal di padatan). Konsentrasi
  inert (B) dalam larutan campuran atau slurry mixture dinyatakan dengan persamaan (1).

kgB kg padatan lb padatan


N= = = (1)
kgA+kgC kg larutan lb larutan

Nilai N pada overflow = 0, sedangkan pada underflow N memiliki nilai yang berbeda-
beda, tergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam liquid. Komposisi zat terarut A pada liquid
dalam fraksi massa adalah :

kgA
xA = kgA+kgC (overflow) (2)

kgA
yA = (underflow) (3)
kgA+kgC

Untuk membuat diagram kesetimbangan, mula-mula nyatakan N sebagai sumbu y dan


xA dan yA sebagai sumbu y. Selanjutnya alurkan yA sebagai sumbu y dan xA sebagai sumbu x,
hingga menyerupai gambar 2.4.

12
 
 

Gambar 2.4 Diagram Kesetimbangan :


(a) Tie line berupa garis vertikal dan yA = xA, (b) tie line saat yA ≠ xA
Sumber : C.J. Geankoplis, Transport Processes and Separation Process Principles (2003)

2.6 Operasi Leaching Multi Tahap Aliran Lawan Arah (Counter Current Multi Stage
Leaching)

Menurut Rouweler (2015), operasi leaching multi tahap counter current merupakan
proses leaching dimana kontak antara padatan dan pelarut dilakukan lebih dari satu kali dengan
prinsip mengalirkan pelarut segar (fresh solvent) pada padatan yang konsentrasi zat terlarutnya
sudah sangat berkurang (spent solid) di tahap akhir (tahap N), sehingga spent solid akan
mencapai konsentrasi zat terlarut seminimum mungkin. Selanjutnya di tahap N-1, pelarut yang
sudah mengandung sedikit pelarut akan mengekstrak padatan yang masih mengandung sedikit
zat terlarut. Dan pada tahap 1, pelarut yang sudah mengandung banyak zat terlarut akan
berkontak dengan padatan segar (fresh solid) yang masih mengandung banyak zat terlarut.
Mode aliran counter current banyak diterapkan di industri karena menghasilkan yield yang
lebih besar dibandingkan mode aliran co current maupun cross current (Prasetyo dan Prima,
2009). Hal ini dikarenakan terjadinya kontak antara fresh solid dengan rich solvent, dan antara
fresh solvent dengan spent solid yang memberikan driving force berupa perbedaan konsentasi
dan kelarutan dalam setiap tahapnya sehingga akan selalu terjadi perpindahan zat terlarut ke
pelarut (Rouweler, 2015). Skema leaching multi tahap lawan arah terdapat pada gambar 2.5.

13
 
 

 
Gambar 2.5 Leaching Multi Tahap Aliran Lawan Arah
Sumber : C.J. Geankoplis, Transport Processes and Separation Process Principles
 
Neraca massa total untuk operasi leaching multi tahap aliran lawan arah adalah :
 
L0 + Vn+1 = Ln + V1 = M (4)
 
Neraca massa untuk zat terlarut A adalah :

L0YA0 + VN+1 xAN+1 = LN yAN + V1 XA1 = M xAM (5)

Neraca massa untuk padatan B adalah :

B = N0 L0 = NN LN = NM M (6)

2.7 Karakteristik Leaching

Karakteristik leaching kontinyu terhadap antosianin dari kelopak bunga Rosella pada
penelitian ini digambarkan dengan nilai HTU dan NTU. Kedua karakteristik ini bersifat spesifik
untuk setiap bahan dan setiap alat. HTU (Height of Transfer Unit) dapat didefinisikan sebagai
jarak kolom dalam satuan panjang yang memberikan perubahan komposisi yang sama dengan
satu unit perpindahan massa (one transfer unit). Satu unit perpindahan massa merupakan nilai
perubahan komposisi terhadap driving force rata-rata. Driving force dalam leaching merupakan
perbedaan_konsentrasi antara kondisi_kesetimbangan dengan kondisi_operasi. Dalam operasi
leaching, hal ini dinyatakan dengan konsentrasi zat terlarut dalam underflow dengan overflow
dalam satu hubungan kesetimbangan yang digambarkan sebagai satu tie line.

Nilai HTU berhubungan dengan koefisien perpindahan_massa. Semakin besar koefisien


perpindahan_massa, yang menggambarkan semakin tingginya efisiensi_perpindahan massa,
maka akan semakin rendah nilai HTU. Sedangkan NTU (Number of Transfer Unit) adalah
ukuran tingkat_kesulitan dari suatu operasi pemisahan untuk memisahkan bahan dari

14
 
 

konmposisi
  campuran semula menjadi komposisi yang dikehendaki. Dalam operasi leaching,
NTU analog
  dengan jumlah tahap.

  Perhitungan NTU dan HTU dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan
menggunakan persamaan atau dengan metode grafis. Perhitungan NTU dan HTU menggunakan
 
persamaan dilakukan apabila data kesetimbangan (tie line) bersifat linier, sedangkan
 
perhitungan secara grafis dilakukan apabila data kesetimbangan tidak linier.
 

 
2.8 Perhitungan Jumlah Tahap Teoritis
 
Untuk mencari jumlah tahap teoritis, seperti pada gambar 2.6, maka diturunkan
persamaan
  titik operasi. Neraca massa total pada tahap 1 dan pada tahap n seperti berikut :

 
L0 +_V2 = L1 +_V1 (7)

Ln-1 +_Vn+1 = Ln +_Vn (8)

Susun ulang persamaan (7) dan (8) sehingga diperoleh :

Δ = L0 -_V1 = L1 –_V2 = L2 –_V3 = ….. = Ln –_Vn+1 = LN –_VN+1 (9)

Dapat juga ditulis untuk zat terlarut A, sehingga :

xAΔ = [(L0_yA0 -_V1 xA1) / (L0-V1)] = [(LN_yAN - VN+1_xAN+1) / (LN -VN+1)] (10)

Dimana xAΔ adalah koordinat titik_operasi Δ pada sumbu x. Diperoleh neraca_padatan


sebagai berikut :

NΔ = B / (L0-V1) = N0L0 / (L0-V1) (11)

Dimana NΔ adalah koordinat N di titik_operasi Δ. Titik Δ, seperti pada gambar 2.6,


adalah perpotongan_garis L0 V1 dan LN VN+1. Dari persamaan (11), dapat dilihat_bahwa titik
V1 terletak pada garis L0 dan Δ, titik V2 terletak_pada garis L1 dan Δ, maka titik Vn+1 terletak
pada_garis Ln dan Δ.
Untuk menentukan jumlah tahap secara_grafis, mulai dari L0 dan gambar garis L0 Δ
untuk menentukan V1. Kemudian buat tie line dari V1, diperoleh L1. Tarik garis dari L1 ke Δ,
diperoleh nilai V2. Lanjutkan sampai_diperoleh LN.

15
 
 

Gambar 2.6 Jumlah_Tahap pada Leaching Countercurrent Multistage


Sumber : C.J. Geankoplis, Transport_Processes and Separation_Process_Principles (2003)

16
 

Anda mungkin juga menyukai