Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 INFARK MIOKARD AKUT

2.1.1. Pengertian

Infark miokard akut (IMA) terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi

menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas. IMA

paling sering disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini

menyebakan pembuntukan trombus yang menyumbat arteri, sehingga

menghentikan pasokan darah ke region jantung yang disuplai. (Nanda Nic-Noc ,

2017).

Infark miokard akut (IMA) akut terjadi saat iskemia miokard yang terlokalisasi

menyebabkan perkembangan suatu region nekrosis dengan batas yang jelas (

Joyce M.Black, Keperawatan Medikal Bedah, 2009)

Infark miokard akut adalah kematian organ miokard yang disebabkan oleh tidak

adekuatnya pasokan darah akibat dari sumbatan akut arteri koroner. Arteri koroner

adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Sirkulasi koroner terdiri dari arteri

koroner kiri dan kanan

7
8

Jadi dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan Infark Miokard Akut adalah

penyakit jantung yang disebabkan oleh sumbatan arteri koroner. Sumbatan akut

terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga

menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.

2.1.2 Etiologi

IMA dipicu oleh hambatan aliran darah ke arteri koroner sehingga meimbulkan

kematian miokardium. Dengan demikian penyebab dari penyakit ini sama dengan

penyebab angina pektoris yaitu kerusakan arteri koroner, insufisiensi katup aorta,

hingga anemia berat.

Selain itu terdapat beberapa faktor risiko yang menempatkan seseorang termasuk

ke dalam kategori risiko tinggi atau rendah. Usia dan jenis kelami merupakan

faktor resiko yang tidak dapat diubah. Semakin lanjut usia, maka kualitas

pembuluh darah akan semakin buruk. Hal ini membuat lansia beresiko tinggi

mengalami serangan infark miokard. Sedangkan wanita sebelum masa menopouse

memiliki risiko lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan

keberadaan hormon esterogen yang menjaga elastisitas pembuluh darah.

Selain itu pola hidup yang tidak sehat juga menjadi faktor resiko terjadinya

serangan infark miokard. Merokok dan konsumsi minuman beralkohol merupakan

pemicu aterosklerosis penyebab infark miokard akut. Sementara itu pola makan

yang tidak sehat juga berkontribusi terhadap risiko infark miokardium. (NANDA

NIC-NOC, 2017)
9

2.1.3 Patofisiologi infark miokard akut

Penyebab pada IMA ini sama dengan pada angina pektoris yakni berbagai kondisi

yang dapat menurunkan atau menghambat aliran darah ke miokardium. Iskemia

miokardium yang berlangsung lama (>30-45 menit) dapat memicu kerusakan

seluler yang ireversibel dan kematian otot atau nekrosis, sehingga bagian tersebut

akan berhenti secara permanen. Daerah sel infark dikelilingi oleh daerah iskemik

yang jika tidak ditangani akan menjadi infark. Dengan demikian penanganan pada

infark bukan untuk memulihkan jaringan infark, namun untuk memulihkan

jaringan infark, namun untuk memulihkan area iskemik supaya tidak jatuh

menjadi infark.

Miokardium dengan infark selama proses penyembuhan akan mengalami beberapa

perubahan. Awalnya miokardium tampak memar dan sianotik akibat terputusnya

aliran darah regional. Setelah 24 jam, maka akan timbul edema pada sel-sel

miokard, sebagai respons inflamasi atau peradangan yang disertai infiltrasi

leukositenzim-enzim akan terlepas dari sel tersebut dan masuk ke aliran darah.

Dengan demikian keberadaan enzim-enzim jantung tersebut dalam aliran darah

merupakan pertanda adanya IMA.

Proses degradasi jaringan dan pembuangan serat nekrotik mulai terjadi pada hari

kedua dan ketiga. Hal ini menyebabkan dinding nekrotik menjadi relatif tipis.

Jaringan parut akan mulai tersbentuk pada minggu ketiga dan berakhir pada

minggu keenam. Jaringan parut yang menggantikan miokard rusak menyebabkan

gangguan kontraksi jantung. Dengan demikian fungsi ventrikel pun akan menurun
10

dan kehilangan daya kontraksinya. Dampak infark miokarddium dengan dampak

iskemia, yaitu:

a. Penurunan daya kontraksi

b. Gerakan abnormal miokardium

c. Perubahan elastisitas dan daya kembang ventrikel

d. Penurunan volume sekuncup

e. Penurunan fraksi ejeksi

f. Peningkatan volume akhir diastolik

g. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri

Terdapat tiga tanda klasik dari infark miokardium yaitu nyeri dada, peningkatan

kadar enzim jantung, dan perbahan gambaran EKG

a. Nyeri dada, nyeri dada biasanya berlangsung lama dan berat disertai dengan

perasaan mual, muntah, keringat dingin, dan perasaan mendekat ajal. Namun

demikian terdapat sekitar 20-60% serangan infark yang tidak fatal bersifat

asimptomatik atau tanpa gejala.

b. Peningkatan kadar enzim jantung. Enzim-enzim tersebut berasal dari sel-sel

miokardium yang rusak dan terbawa aliran darah. Enzim-enzim tersebut

meliputi kreatin fosfokinase (CK atau CPK), glutamat oksaloasetat transmise

(SGOT atau GOT), laktatdehidrogenase (LDH), mioglobin, troponin T atau I.

Troponin merupakan indikator yang paling baik untuk kasus angina tidak stabil

dan infark miokardium. Hal ini disebabkan oleh selain peningkatan dan kadar
11

puncak troponin sama dengan CK-MB juga memiliki rentang waktu

peningkatan lebih lama dibandingkan enzim CK-MB. Troponin T maupun I

tetap terdeteksi dalam jangka waktu 3 minggu.

c. Perubahan gambaran EKG. Gambaran EKG khas yang muncul selama

serangan infark antara lain gelombang Q patologis,, elevasi segmen ST, dan

gelombang T terbalik (inversi). (NANDA NIC-NOC, 2017).

2.1.4 Manifestasi klinis IMA

IMA merupakan sindrom klinis yang di cirikan oleh rasa tidak nyaman di jantung,

rahang, bahu, punggung atau lengan. Manifestasi klinis dari IMA

diantaranya(Joyce M.Black. Keperawatan Medikal Bedah, 2009):

a. Onset. Angina muncul dengan cepat atau lambat. Beberapa klien

mengabaikan nyeri dada, berpikir bahwa nyeri dada akan hilang sendiri.

b. Lokasi, hampir 90% klien mengalami nyeri retrosternum atau sedikit ke sisi

kiri dari sternum.

c. Penjalaran. Nyeri biasanya menjalar ke bahu dan lengan atas kiri serta dapat

berlanjut ke bagian dalam lengan kiri hingga siku, pergelangan tangan, dan

jari keempat dan ke lima.

d. Durasi. Angina biasanya berlangsung kurang dari 5 menit, namun serangan

yang dipicu oleh aktivitas makan berat atau kemarahan ekstrem dapat

berlangsung hingga 15-20 menit.


12

e. Sensasi. Klien menjelaskan rasa nyeri angina seperti diremas, terbakar,

tertindih, tersedak, ngilu, atau seperti meledak.

f. Keparahan. Nyeri angina biasanya ringan atau sedang saja.

g. Ciri yang berhubungan. Manifestasi lain yang dapat menyertai nyeri antara

lain dispnea, pucat, berkeringat, mau pingsan, palpitasi, pusing dan gangguan

pencernaan.

2.1.5 Prevalensi

Di Indonesia angka kejadian penyakit jantung terus mengalami peningkatan dan

merupakan penyebab kematian yang tinggi. Sensus nasional menunjukkan bahwa

kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner

adalah sebesar 26,4% (Departemen kesehatan RI, dalam Supriyono, 2008), dan

sampai saat ini penyakit jantung koroner menjadi penyebab utama kematian dini

pada sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki usia menengah (Anis, 2006 dalam

Supriyono, 2008). Penatalaksanaan umum perawatan lanjut pasien infark mokard

di Rumah Sakit yaitu pasien harus beristirahat di tempat tidur selama 12-24 jam

pertama, selama waktu tersebut akan tampak apakah infark tersebut akan

mengalami komplikasi (sargowo D, 2008). Penyakit IMA dapat mempengaruhi

kuantitas dan kualitas tidur pasien dalam bentuk meningkatnya kepekaan terhadap

rangsangan, penurunan efisiensi tidur, penurunan tidur REM, meningkatkan waktu

bangun, durasi tidur pasien menjadi pendek, pasien kesulitan mempertahankan

tidur, sering terbangun oleh kegiatan perawatan dan kebisingan (Aboyans et al,
13

1999; BaHamman A, 2006; Crista M, et al, 2007; Gutaffsson, et al, 2001; ;

Laugsand et al, 2011;Nordin et al,2008).

2.2 Konsep tidur

2.2.1 Pengertian

Tidur adalah proses fisiologis yang berputar dan berganti, dengan periode jaga

yang lebih lama. Siklus tidur-bangun memengaruhi dan mengatur fungsi

fisiologis dan respon perilaku (Potter and Perry, 2010)

Tidur adalah bagian dari penyembuhan dan perbaikan (McCance dan

Huether,2006). Mencapai kualitas tidur yang baik penting untuk kesehatan,

sama halnya dengan sembuh dari penyakit. Klien yang sedang sakit seringkali

membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat dari pada klien yang sehat.

Namun, demikian biasanya penyakit mencegah beberapa klien untuk

mendapatkan tidur dan istirahat yang adekuat. Lingkungan rumah sakit atau

fasilitas perawatan jangka panjang dan aktivitas pemberi layanan sering kali

membuat klien sulit tidur. Beberapa klien sebelumnya sudah mempunyai

gangguan tidur, sedangkan klien yang lain bertambah masalah tidurnya akibat

dari penyakit dan rawat inap. (Potter and Perry, 2010)


14

2.2.2 Pengertian kualitas tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang

tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah,

lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva

merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap

atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric

Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena

kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya

tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek

subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Buysse, 1998, Daniel et al,

1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual

yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam

hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur

pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo,

1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008)

menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang

mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur,

kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis.

Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,

perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain,

memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua

orang (Wavy, 2008).


15

Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik

apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami

masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi

tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda

fisik dan psikologis yang dialami Hidayat (2006).

2.2.3 Fisiologis Tidur

Istirahat dan tidur yang tepat sama pentingnya dengan nutrisi yang baik dan

latihan yang adekuat. Seseorang memerlukan tidur dan istirahat yang berbeda.

Irama sirkadian, manusia mengalami irama yang berputar sebagian dari

kehidupan sehari-hari mereka. Irama yang paling dikenal adalah irama 24 jam,

irama siang-malam adalah dikenal dengan diurnal atau irama sirkadian (berasal

dari bahasa latin: circa, “sekitar” dan dies, “hari”) irama sirkadian

mempengaruhi hampir semua fungsi biologis dan kebiasaan. Perubahan yang

dapat diprediksi adalah perubahan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,

sekresi hormon, ketajaman panca indra, dan suasana hati tergantung dari

pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam (Ijzac, 2006).

Faktor-faktor seperti cahaya, temperatur, aktivitas sosial dan rutinitas kerja

mempengaruhi irama sirkadian dan siklus tidur-bangun sehari-hari. Semua

orang mempunyai jam biologis yang menyinkronisasikan siklus tidurnya. Hal

ini menjelaskan mengapa beberapa orang tertidur pada pukul 8 malam,

sedangkan yang lain tidur pada tengah malam atau ketika hendak subuh. orang
16

lainnya juga lebih aktif di waktu yang berbeda pada satu hari . (Potter and

Perry, 2010)

2.2.4 Tingkatan Tidur

Tingkatan tidur, gelombang otak yang berbeda, otot, dan aktivitas mata

diasosiasikan dengan berbagai tahapan tidur. (izac, 2006). Tidur normal

melibatkan dua tahapan, yaitu tidur non rapid eye movement (NREM) dan

rapid eye movement (REM)

Tahap 1: NREM

Termasuk tingkat tidur yang paling ringan, tahapan berlangsung beberapa

menit, penurunan aktivitas fisiologis diawali dengan bertahapnya penurunan

tanda vital dan metabolisme, rangsnagan sensorik seperti suara dapat

membangunkan seseorang dengan mudah, setelah terbangun orang merasa

seolah-olah baru saja bermimpi

Tahap 2 : NREM

Periode tidur nyenyak, semakin rileks, mudah terjaga, tahap berlangsung 10

hngga 20 menit, fungsi tubuh terus lambat.

Tahap 3: NREM

Mengawali tahap awal tidur nyenyak, seseorang sulit di bangunkan dan

digerakan, otot menjadi rileks, tanda-tanda vital mengalami penurunan tetapi

tetap teratur, tahap ini berlangsung 15 sampai 30 menit.


17

Tahap 4 : NREM

Tahap terdalam dari tidur, sangat sulit untuk di bangunkan, mjika sudah tertidur

seseorang akan menghabiskan sebagian besar dari malam di tahap ini, tanda-

tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun, tahap

berlangsung sekitar 15 menit sampai 30 menit, tidur sambil berjalan dan

enuresis (mengompol) kadang-kadang terjadi.

Tidur REM

Mimpi yang berwarna dan nyata muncul, mimpi yang kurang jelas terjadi pada

tahap lainnya, tahap biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai,

ditandai dengan respon otonom yaitu gerakan mata cepat, denyut jantung

dnapernafasan yang berfluktuasi, serta tekanan darah yang berfluktuasi,

kehilangan ketegangan masa otot, sekresi lambung meningkat, sangat sulit

untuk dibangunkan, durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-

rata 20 menit. (Potter and Perry, 2010)

Selama tidur NREM, seseorang yang sedang tidur akan maju melalui empat

tahap selama 90 menit siklus tidur yang khas. Kualitas tidur mulai dari stadium

1 hingga stadium 4 akan menjadi semakin mendalam. Tidur yang lebih ringan

adalah karakteristik tahap 1 dan 2 dimana seseorang lebih mudah terjaga.

Tahap 3 dan 4 melibatkan tidur yang lebih dalam, disebut tidur gelombang

lambat. REM adalah fase pada akhir setiap siklus tidur. Faktor yang berbeda-

beda meningkatkan atau mengganggu pada berbagai tahapan dari siklus tidur.

(Potter and Perry, 2010)


18

2.2.5 Fungsi tidur

Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis. Tidur

NREM membantu perbaikan jaringan tubuh (McCance dan Huether, 2006).

Selama tidur NREM, fungsi biologis lambat. Denyut jantung normal orang

dewasa sehat sepanjang hari rata-rata 70-80 denyut per menit atau kurang jika

individu berada dalam kondisi fisik yang sangat baik. Namun, selama tidur

denyut jantung turun sampai 60 denyut per menit atau kurang. Ini berarti

selama tidur jantung berdetak 10-20 kali lebih lambat dalam setiap menit atau

60-120 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Oleh karena itu, tidur nyenyak

bermanfaat dalam mempertahankan fungsi jantung. Fungsi biologis lainnya

yang menurun selama tidur adalah pernafasan, tekanan darah dan otot

(McCance dan Huether, 2006).

Tubuh membutuhkan tidur secara rutin untuk memulihkan proses biologis

tubuh. Selama tidur, gelombang lambat dan dalam (NREM tahap 4), tubuh

melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk perbaikan dan pembaruan sel

epitel dan sel-sel yang khusus seperti otak (Jones, 2005).

Manfaat tidur dalam perilaku sering tidak diketahui sampai seseorang

mendapatkan masalah akibat kurangnya tidur. Hilangnya tidur REM

menyebabkan perasaan bingung dan curiga. Berbagai fungsi tubuh (misalnya,

suasana hati, perform motorik, memori, dan keseimbangan) berubah saat

kehilangan tidur lama terjadi (National Sleep Foundation, 2002a)


19

Pada kondisi infark maka di sel miokard keadaan sekitar infark kemungkinan

terjadi iskemia, sehingga pada iskemia ataupun infark memerlukan oksigen dan

nutrisi yang banyak tetapi suplay yang diberikan sangat rendah akibat

terjadinya emboli di arteri koroner akibatnya terjadi ketidak seimbangan suplay

dan kebutuhan oksigen di miokard. Kekurangan suplay oksigen mengakibatkan

hipoksia jaringan, kemudian terjadi metabolisme anaerob. Pada metabolisme

aneorob jumlah energi (ATP) yang dihasilkan jauh lebih rendah. Sehingga

akibat kekurangan energi maka aktifitas otot terutamnya mengalami

kelemahan, maka pada kondisi ini pasien harus di istirahatkan. Pasien IMA

sering mengalami imsomnia, dengan periode waktu dan frekuensi tidur yang

pendek. Hal ini disebabkan oleh hilangnya neuron kolinergik di batang otak

yang mengontrol tidur karena penghancuran diri sel yang dikenal sebagai

apoptosis.Infark miokard selain menyebabkan depresi,juga berhubungan

dengan pelepasan faktor yang memprovokasi peradangan jaringan,termasuk

otak, dan secara khusus daerah yang mengontrol tidur, terutama fase tidur

paradoksal (Godbout, et al, 2010).

Mengalami Obstruktif Sleep Apnea (OSA). Pada pasien IMA dengan STEMI

memiliki OSA yang berat. OSA yang berat membawa dampak prognosis

negative bagi pasien (Lee CH et all, 2011).Variasi diurnal dalam timbulnya

IMA di OSA pasien ini sangat berbeda dari variasi diurnal non-OSA pasien.

Pasien dengan onset nocturnal dari IMA memiliki kemungkinan tinggi

memiliki OSA (Kuniyoshi FH et al, 2008; Lee CH etal, 2008). Mengalami

Gangguan Pola tidur. Faktor lingkungan seperti kebisingan,aktivitas perawatan,


20

mekanisme ventilasi, nyeri, terang gelap dan obat-obatan menyebabkan

gangguan pola tidur. Pasien penderita IMA tidak dapat tidur setelah jam 11.00,

pada malam hari tidur terganggua karena aktivitas perawat-pasien 2 – 3 kali

permalam, tidur REM pendek dan kadang tidak mendapatkan tidur REM sama

sekali (BaHamman, 2006). Pasien dengan IMA juga mengalami sering

terbangun dari tidur oleh gejala IMA. Pasien yang lebih tua dan sakit lebih

mungkin dibangunkan dari tidur oleh timbulnya IMA (Peters RW et al, 2009).

Gangguan tidur lebih tinggi setelah terjadinya IMA daripada sebelum

terjadinya IMA (Med Bull et al, 2012). Gangguan tidur dapat menyebabkan

kurang tidur akut baik secara kuantitatif atau kualitatif yang dapat merusak

fungsi fisiologis yang penting untuk pemulihan, termasuk memperbaiki

jaringan, fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan, fungsi endokrin dan

fungsi metabolisme, dan keseimbangan energi. Efek dari kekurangan tidur

adalah kelelahan, temperamental dan kehilangan kosentrasi Akibat dari

kekurangan tidur diatas merupakan gejala dari vital exhaustion (Brostrom et al,

2001). Gangguan tidur merupakan masalah yang lazim terjadi pada pasien

IMA, penyebabnya banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor

lingkungan. Faktor lingkungan mempunyai implikasi sebagai penyebab utama

gangguan tidur pada pasien unit pelayanan kritis, termasuk unit perawatan

koroner (Allaouchiche B et al, 2002; BaHamman A; Colten & Altevoght, 2006;

Freedman NS et al, 2001; Gabor JY et al, 2003; Gay, 2010, 2006; Potter &

Perry, 2007;Simini 1999).


21

2.2.6. Konsep PSQI

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), yaitu kuesioner untuk mengetahui

kualitas tidur seseorang dalam jangka waktu 1 bulan secara subyektif. PSQI ini

terdiri dari 18 butir pertanyaan yang membentuk 7 komponen penilaian,

meliputi: kualitas tidur secara subyektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi

tidur sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas

pada siang hari. Jumlah skor dari ketujuh komponen ini menghasilkan satu skor

global. Untuk mengetahui kualitas tidur baik atau buruk dengan melihat skor

global, jika skor global <5 maka kualitas tidur baik, jika skor global >5 maka

kualitas tidur buruk.

2.2.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Sering kali

faktor tunggal bukanlah satu satunya penyebab untuk masalah tidur. Faktor

fisiologis, psikologis, dan faktor lingkungan sering mengubah kualtas dan

kuantitas tidur (Potter and Perry, 2010).

a) Obat dan substansi

Kantuk, insomnia, dan kelelaham sering terjadi sebagai akibat langsung dari

obat umum yang di resepkan. Obat ini mengubah pola tidur dan menurunkan

kewaspadaan di siang hari, yang kemudia menjadi msalah bagi individu

(Schweizer, 2005). Obat yang diresepkan untuk tidur sering menyebabkan lebih

banyak masalah dari pada manfaat. Lansia mengonsumsi berbagai obat untuk
22

mengontrol atau mengobati penyakit kronis, dan efek gabungan beberapa obat

bisa sangat mengganggu tidur. Salah satu substansi yang mendukung terjadinya

tidur di banyak orang adalah L-triptofan, protein alami yang ditemukan dalam

makanan seperti susu, keju, dan daging.

b) Gaya hidup

Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Seorang individu yang

bekerja secara rotasi (misalnya, 2 minggu siang hari diikuti oleh 1 minggu

malam hari) sering mengalami kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur.

Sebagai contoh, jam internal tubuh di atur pada jam 11 malam, tetap jadwal

kerja memaksa tidur di jam 9. Individu hanya dapat tidur 3 atau 4 jam karena

jam tubuh merasakan sudah waktunya untuk bangun dan aktif. Kesulitan

mempertahankan kewaspadaan selama waktu kerja menghasilkan penurunan

dan bahkan kinerja yang berbahaya. Setelah beberapa minggu bekerja di shift

malam, jam biologis seseorang biasanya menyeseuaikan diri. Perubahan lain

dalam rutinitas yang mengganggu pola tidur meliputi melakukan pekerjaan

berat yang tidak biasa, terlibat dalam kegiatan sosial sampai larut malam, dan

mengubah waktu makan malam.

c) Pola tidur yang lazim

Pada abad sebelumnya, jumlah tidur malam yang dibutuhkan oleh warga

negara AS telah menurun lebih dari 20% (National Sleep foundation, 2003),

menunjukan bahwa banyak orang Amerika kurang tidur dan negalami kantuk

berlebihan di siang hari. Kantuk patologis terjadi ketika individu perlu atau
23

ingin terjaga.orang yang mengalami kurang tidur sementara sebagai dari hasil

aktivitas malam yang aktif atau jadwal kerja yang diperpanjang, biasanya akan

merasa mengantuk keesokan hariny. Namun, mereka mampu mengatasi

perasaan ini meskipun mengalami kesulitan melaksanakan tugas dan tetap

memperhatikan. Kurang tidur yang kronis jauh lebih serius dari kurang tidur

sementara dan menyebabkan perubahan serius pada kemampuan untuk

melakukan fungsi sehari-hari. Kantuk cenderung paling sulit diatasi selama

melakukan tugas yang menetap (tidak aktif). Sebagai contoh, kecelakaan

kendaraan tunggal yang berkaitan dengan sopir yang tertidur di dalam

kendaraan terjadi paling sering pada pukul 02.00-05.00 dini hari karena kantuk

yang terjadi ketika seseorang terjaga selama periode normal yang seharusnya

mereka tidur (Sitzman, 2005).

d) Stres emosional

Khawatir atas masalsh-masalah pribadi atau situasi sering mengganggu tidur.

Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering

menyebabkan frustasi ketika tidak dapat tidur. Stres juga menyebabkan

seseorang berusaha terlalu keras untuk dapat tertidur, sering terbangun selama

siklus tidur, atau tidur terlalu lama. Stres tang berkelanjutan menyebabkan

kebiasaan tidur yang tidak baik.

Klien yang berusia lebih tua lebih sering mengalami kehilangan yang mengarah

ke stres emosional seperti pensiun, gangguan fisik, atau kematian orang yang

dicintai. Lansia dan orang yang mengalami masalah depresi suasana hati
24

mengalami penundaan waktu tidur, munculnya tidur REM lebih awal, sering

terbangun, mengingatkan waktu total tidur, perasaan tidur buruk, dan

bangunlebih awal (National Sleep Foundation, 2006).

e) Lingkungan

Lingkungan fissik dimana seseorang tidur secara signifikan mempengaruhi

kemampuan untuk memulai dan tetap tidur. Ventilasi yang baik sangat penting

untuk tidu. Ukuran kenyamanan, dan posisi tempat tidur mempengaruhi

kualitas tidur. Jika seseorang biasanya tidur dengan individu lain, maka tidur

sendiri akan sering menyebabkan terjaga. Di sisi lain, tidur dengan teman tidur

yang gelisah atau mendengkur dapat mengganggu tidur.

Di rumah sakit dan fasilitas rawat inap lainnya, kebisingan menciptakan

masalah bagi klien. Masalah ini lebih besar terjadi di malam pertama rawat

inap, ketika klien mengalami peningkatan total waktu bangun, sering

terbangun, serta menurunkan tidur REM dan total waktu tidur. Penyebab suara

(misalnya, kegiatan perawatan). Kebisingan biasanya menyebabkan kehilangan

pendengaran, keterlambatan penyembuhan, gangguan fungsi kekebalan tubuh,

meningkatkan tekanan darah, denyut jantung dan stres (Cmiel dll, 2004).

f) Latihan dan kelelahan

Seseorang yang cukup lelah biasanya dapat tidur dengan nyenyak, terutama

jika kelelahan tersebut merupakan hasil kerja atau latihan yang menyenangkan.

Berolahraga 2 jam atau lebih sebelum tidur memungkinkan tubuh untuk

mendinginkan, mengurangi kelelahan, serta meningkatkan relaksasi. Namun,


25

kelelahan yang berlebihan yang berasal dari pekerjaan yang melelahkan atau

stres membuat sulit tidur. Ini adalah masalh umum bagi anak-anak sekolah

dasar dan remaja.

g) Makanan dan asupan kalori

Mengikuti kebiasaan makan yang baik penting untuk menciptakan tidur yang

baik. Makan besar, berat dan atau makanan pedas pada malam hari sering

mengakibatkan gangguan pencernaan yang mengganggu tidur. Kafein, alkohol,

dan nikotin yang di konsumsi di malam hari menghasilkan insomnia. Kopi, teh

, cola dan coklat yang mengandung kafein dan xanthenes menyebabkan

keadaan tidak dapat tidur. Pengurangan secara drastis atau menghindari zat-zat

ini merupakan strategi penting yang bsa digunakan untuk meningkatkan tidur.

Beberapa alergi makanan dapat menyebabkan insomnia. Pada bayi, alergi susu

kadang menyebabkan bangun malam dan menangis atau kolik.

Kehilangan atau penambahan berat badan dapat memengaruhi pola tidur. Berat

badan berkontribusi pada apnea tidur obstruktif karena terjadi peningkatan

uktran struktur jarngan lunak di saluran napas bagian atas (Schwab, et

al.,2005). Berat badan menyebabkan insomnia dan penurunan jumlah tidur

(Benca dan Schenck, 2005). Gangguan tidur tertentu merupakan hasil dari diet

semi lapar yang populer di masyarakat peduli berat badan.

Penyebab pada IMA ini sama dengan pada angina pektoris yakni berbagai

kondisi yang dapat menurunkan atau menghambat aliran darah ke

miokardium,sehingga penyakit IMA dapat mempengaruhi kuantitas dan


26

kualitas tidur pasien dalam bentuk meningkatnya kepekaan terhadap

rangsangan, penurunan efisiensi tidur, penurunan tidur REM, meningkatkan

waktu bangun, durasi tidur pasien menjadi pendek, pasien kesulitan

mempertahankan tidur, sering terbangun oleh kegiatan perawatan dan

kebisingan (Aboyans et al, 1999; BaHamman A, 2006; Crista M, et al, 2007;

Gutaffsson, et al, 2001; Laugsand et al, 2011;Nordin et al,2008).

Dari penelitian terkait yang dilakukan oleh Melina tahun 2013 yaitu, Gambaran

kualitas tidur informan Infark Miokard Akut (IMA) yaitu perubahan pola tidur,

gangguan tidur, perubahan frekuensi dan dampak terhadap kualitas tidur yang

kurang. Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien

infark miokard akut yaitu pengetahuan, keluhan fisik, pengaruh lingkungan,

harapan terhadap lingkungan, pengaruh tenaga kesehatan dan respon perasaan.

Upaya yang dilakukan informan untuk meningkatkan kualitas tidurnya dengan

membaca do’a-do’a ataupun ayat-ayat pendek, mengoleskan dada dan tengkuk

dengan minyak angin, hanya sekedar duduk-duduk di atas tempat tidur,

merubah posisi dan makan cemilan atau buah yang ada. Dukungan yang di

terima adalah dari keluarga inti, kerabat dan dari petugas kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai