Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan
menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab.
Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah
benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah
hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini
penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu
dari produk tersebut adalah Murabahah.

Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak
dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam
perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Karena
keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan
syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini aan dibahas antara lain :

1. Bagaimana konsep Murabahah?

2. landasan dari murobahah ?

3. Bagaimana syarat dan rukun murobahah?

4. Apa perbedaan hukum dan dalil lil ambil syiro ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Murabahah

Secara linguistik, murabahah berasal berarti kata ribh yang bermakna tumbuh dan
berkembang dalam perniagaan. Menjual barang secara Murabahah berarti menjual barang
dengan adanya tingkat keuntungan tertentu, misalnya mendapatkan keuntungan 1 dirham atas
harga pokok pembelian 10 dirham. Secara istilah terdapat devinisi yang diberikan ulama
diantaranya Ibnu Rusyd Al-Maliki mengatakan Murabahah adalah jual beli komoditas dimana
penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang harga pokok pembelian barang dan
tingkat keuntungan yang diberikan. Dari devinisi diatas disimpulkan bahwa Murabahah adalah
jual beli dengan dasar adanya informasi dari pihak penjual terkait dengan harga pokok
pembelian dan tingkat keuntungan yang diinginkan.

Murabahah mencerminkan transaksi jual beli dimana harga jual merupakan akumulasi
dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendatangan obyek transaksi (harga pokok
pembelian) dengan tambahan keuntungan tertentu yang diinginkan penjual (margin), dimana
harga beli dan jumlah keuntungan yang diinginkan diketahui ileh pembeli.

B. Landasan Syariah Jual Beli Murabahah


Murabahah merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas
dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, Al-Hadits ataupun ijma ulama.

Al-Qur’an

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
rela diantaramu” QS. An-Nisa (4:29). Ayat ini melarang segala bentuk transaksi yang batil
diantara transaksi yang dikategorikan yang batil adalah yang mengandung bunga (riba)
sebagaimana terdalpat dalam sistem kredit konvensional. Berbeda dengan Murabahah, dalam
akad ini tidak ditemukan unsur bunga, namun hanya menggunakan margin. Disamping itu, ayat
ini mewajibkan untuk keabsahan setiap transaksi murabahah harus berdasarkan prinsip

2
kesepakatan antara pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang dijelaskan dan
dipahami segala hal yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing.

Al-Hadits

Nabi bersabda: “ada tiga hal yang mengandung berkah, jual beli tidak secara tunai,
muqaradlah (murabahah) dan mencampur gamdum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga bukan untuk dijual” Hadist riwayat Ibnu Majah merupakan dalil lain dibolehkannya
murabahah yang dilakukan secara tempo. Kedudukan hadits ini lemah, namun demikian
banyak ulama yang menggunakannya sebagai dalil sebagai akad mudarabah atau jual beli
tempo. Dengan pembiayaan murabahah yang dilakukan secara tempo, dalam arti, nasabah
diberi tenggang waktu untuk melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai kesepakatan.

Fatwa DSN MUI Murabahah

a. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah


b. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah
c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka
Dalam Murabahah
d. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam
Murabahah
e. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah
f. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan
Murabahah (Khashm Fi Al-Murabahah)
g. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian
Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar
h. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah
i. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murabahah

C. Syarat dan Rukun Jual Beli Murabahah

Syarat jual beli murabahah menurut al-kasani adalah sebagai berikut :

3
1. Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli harus diketahui
oleh pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat mutlak bagi keabsahan bai’
murabahah.
2. Adanya kejelasan margin yang diinginkan penjual kedua, keuntungan harus dijelaskan
nominalnya kepada pembeli kedua atau dengan menyebutkan presentase dari harga
beli.
3. Modal yang dgunakan untuk membeli objek transaksi harus merupakan barang mitsli.
4. Objek transaksi dan alat yang digunakan tidak boleh berupa barang ribawi.
5. Akad jual beli pertama harus sah adanya.
6. Informasi yang wajib dan tidak diberitahukan dalam bai’ murabahah.

Menurut Jumhur Ulama, rukun dan syarat yang terdapat dalam bai’ murabahah sama
dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli, dan hal itu identik dengan rukun dan
syarat yang harus ada dalam akad. Menurut Hanfiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli
hanya satu yaitu sighat (ijab qabul). Berbeda dengan jumhur ulama, rukun yang terdapat dalam
jual beli dijelaskan secara terperinci yaitu ‘aqid (orang yang bertransaksi), sighat (ijab qabul),
dan ma’qud ‘alaih (objek transaksi).

D. Murabahah Lil Amir Bis Syira’


Jual beli murabahah lil amir bis syira’ merupakan istilah yang relatif baru, dan
diperkenalkan pertama kali oleh Sami Hamoud dalam desertasinya berjudul ‘Tathwir al A’mal
al Masyrafiah Bima Yattafiq asy-Syariah al Islamiyah’. Menurut beliau Murabahah Lil Amir
bis Syira’ adalah transaksi jual beli dimana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk
membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli
komoditas tersebut secara murabahah, yakni sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah
dengan tingkat keuntungan yang disepakati oleh kedua pihak, dan nasabah akan melakukan
pembayaran secara installment (cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang
dimiliki.

Dalil yang mendukung keabsahan murabahah lil amir bis syira’ adalah sebagai berikut:

1. hukum asal dalam muamalah adalah diperbolehkan (mubah).

4
2. Keumuman nash alquran dan Hadis menunjukkan kehalalan segala bentuk jual beli,
kecuali terdapat dalil khusus yang melarangnya.
3. Terdapat nash ulama fiqh yang mengakui keabsahan akad ini, diantaranya pernyataan
imam Syafi’i.
4. Transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat.
5. Pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini dimaksudkan untuk
memudahkan persoalan hidup manusia.

Dalil yang mendukung diharamkannya murabahah lil amir bis syira’ adalah sebagai
berikut:

1. murabahah lil amir bis syira’ diharamkan syara’, karena ia identik dengan menjual
sesuatu yang tidak dimiliki (bai’ maa laisa ‘indak).
2. Akad murabahah ini batil karena ia merupakan bentuk jual beli mu’allaq.
3. Murabahah lil amir bis syira’ merupakan bentuk rekayasa atau khilah pinjaman dengan
basis riba.
4. Bentuk murabahah ini identik dengan jual beli ‘inah.
5. Jual beli ini masuk dalam kategori bai’ atain fi bai’ah (dua transaksi dalam satu akad)
dan Rasulullah telah melarang transaksi ini.

E. Ba’i Muajjal (Bai’ Bitsaman Ajil)


Bai’ muajjal adalah jual beli komoditas, dimana pembayaran atas harga jual dilakukan
dengan tempo atau waktu tertentu diwaktu mendatang. Bai’ muajjal akan sah jika waktu
pembayaran ditentukan secara pasti, seperti dengan menyebut periode waktu secara spesifik,
misalnya 2 atau 3 bulan mendatang. Jika pembayaran tidak ditentukan secara spesifik maka
akad jual beli batal adanya. Bai’ muajjal mendapat pengakuan dari syariah seperti halnya akad
jual beli, landasan syariah atas keabsahan bai’ muajjal sama dengan akad jual sebagaimana
yang telah dijelaskan. Bai’ muajjal ini merupakan refleksi jika jual beli murabahah dilakukan
secara cicilan atau angsuran dalam proses pembayaran harga yang disepakati dalam kontrak
jual beli.

5
BAB III
KESIMPULAN

Murabahah adalah suatu jenis pembiayaan yang termasuk dalam kategori penjualan
dengan pembayaran tunda. Meskipun tidak didasarkan pada teks al-Quran dan Sunnah, namun
dalam kajian fiqh Islam jenis transaksi ini dapat dibenarkan. Bank-bank Islam telah
menggunakan kontrak murabahah dalam kativitas pembiayaan mereka dimana barang-barang
dilibatkan dan bank telah memperluas cakupan dan tingkat penggunaannya. Pembiayaan
semacam ini sekarang telah mencapai lebih dari tujuh puluh lima persen pembiyaan bank Islam
berkat kemampuannya untuk memberikan keuntungan yang ditetapkan di muka dari investasi
bank, sangat mirip dengan keuntungan yang ditetapkan di muka pada bank-bank berbasis
bunga.

Pembiayaan murabahah dan harga kreditnya yang lebih tinggi jelas menunjukkan
bahwa ada nilai waktu dalam pembiayaan berbasis murabahah yang mendorong, meski secara
tidak langsung, kepada pengakuan nilai waktu pada uang. Gampang sekali dilupakan bahwa
mengakui nilai waktu pada uang secara logika menggiring kepada pengakuan terhadap bunga.
Dengan mengakui nilai waktu dalam transaksi-transaksi murabahah dan kemudian penolakan
hal yang sama dalam transaksi-transaksi finansial, tampak sebagai sikap yang tidak konsisten
dan tidak logis.

Bentuk khusus kontrak keuangan yang sedang dikembangkan untuk menggantikan


sistem bunga dan transaksi keuangan adalah mekanisme bagi hasil merupakan core product
bagi bisnis syariah sebab bisnis syariah secara eklisit melarang penerapan tingkat bunga pada
semua transaksi keuangannya bentuk bisnis yang berdasarkan syariah dapat dikembangkan
dengan mengacu pada konsep syariah yaitu murabahah.

Murabahah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak mempunyai
bebrapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka meningkat jalinan kerja sama dimana
bank membiayai pembelian yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran

6
ditangguhkan. Pembiayaan murabahah ini mirip dengan kredit modal kerja pada bank
konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun dan seringnya
untuk pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti rumah, tanah, toko, mobil, motor dan
sebagainya.

Pembiayaan murabahah merupakan jenis pembiayaan yang sering diaplikasikan dalam


bank syariah, yang pada umumnya diagunakan dalam transaksi jual beli barang investasi dan
barang-barang yang diperlukan

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.

2. Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

3. http//: www.bi.org.id// Kodifikasi Produk Perbankan Syariah

Anda mungkin juga menyukai