Anda di halaman 1dari 9

Alicia Dor Asih Ulina

230110180182

Perikanan C

Resume Presentasi Produktivitas Perairan, 30 November 2020

1. Trofodinamika dalam ekologi laut: 70 tahun setelah Lindeman – Kelompok 5

Bertujuan untuk mengkaji lebih tentang pendekatan trofodinamika dalam


ekosistem laut, mengetahui kesenjangan antara teori dan kenyataan untuk
mengembangkan jaring makanan di laut dan penggunaan trofodinamika untuk
manajemen.

Metode untuk mengetahui rantai makanan di ekosistem laut dengan


menganalisis isi lambung hewan vertebrata akuatik. Analisis isotop N dan C
(Minagawa & Wada 1984) juga banyak digunakan untuk identifikasi jalur
jaring makanan.

 Kesenjangan Antara Teori dan Kenyataan

Pengembangan cara baru dan sederhana yang menggambarkan jaring makanan


di laut; Perbandingan antar ekosistem.

 Penggunaan Trofodinamik Untuk Manajemen

Sebagai peraturan perikanan, pengurangan pulusi, pengendalian hama, kegiatan


pengelolaan; Kerangka kerja strategis; Aspek ekosistem; Indikator diuji secara
ektensif; Kebutuhan indikator baru yang lebih baik.

 Perspektif

Memberikan gambaran; Memberikan bukti batas arus; Keuntungan dan potensi


ukuran trofodinamik; Penelitian ekologi laut.

2. Trofodinamika Predator Puncak Di Laut: Pengetahuan Terkini, Kemajuan dan


Tantangan – Kelompok 5
Bertujuan untuk mengeksplorasi dampak perubahan iklim pada predator teratas
dan kerentanan terhadap trofodinamik.
 Isi perut memberikan informasi penting tentang komposisi mangsa
 Pelacak biokimia memberikan analisis makanan yang terintegrasi
 Telemetri memungkinkan habitat organisme untuk dipetakan
 Picophytoplankton – Microzooplankton - Small Copepod - Carnivorous
Zooplankton – Micronekton – Nekton
 Microphytoplankton - Large Copepod / Euphausiid – Micro - nekton –
Nekton
 Picophytoplankton mendominasi di area oligotrofik, sedangkan
microphytoplankton mendominasi di area eutrofik alami.
 Efek Perubahan Iklim
Asidifikasi laut; Kenaikan suhu; Shoaling pada kedalaman lapisan
campuran, zona minimum oksigen; Perubahan sirkulasi; Proses arus balik
biogeokimia; Kenaikan permukaan laut
 Dampak dan kerentanan terhadap trofodinamika
Perubahan pada panjang dan kompleksitas rantai makanan (efisiensi
transfer energi); Produktivitas menurun; Hotspot keanekaragaman hayati;
Pergeseran dan pembatasan dalam kelimpahan dan distribusi populasi;
Perubahan kumpulan spesies (ketersediaan makanan untuk predator tingkat
tinggi).
3. Komposisi Jenis dan Tingkat Trofik (Trophic Level) Hasil Tangkapan Bagan
di Perairan Desa Ohoililir, Kabupaten Maluku Tenggara – Kelompok 5

Bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis serta menganalisis tingkat trofik


hasil tangkapan bagan di perairan Desa Ohoililir, Kabupaten Maluku Tenggara.

 Hasil tangkapan tertinggi pada bulan juni sebanyak 212 ekor dan pada bulan
Mei hasil tangkapan terendah sebanyak 117 ekor. Hasil tangkapan tertinggi
pada ikan lemuru dan terendah pada ikan layang.
 Pola pertumbuhan ikan tangkapan nelayan Desa Ohoilir adalah alometrik
positif (pertambahan berat relatif lebih besar dari pertambahan Panjang).
 Umumnya ikan di lokasi penelitian ini bersifat omnivora cenderung
karnivora.
 Tingkat trofik ikan di perairan Desa Ohoilir menunjukkan sebagian besar
ikan adalah omnivora dengan nilai trofik berada di trofik level 3 (cenderung
karnivora). Kisaran nilai menunjukkan ikan dominan di perairan pada
tingkat trofik yang rendah.
1. Secondary productivity of main microcrustacean species of two tropical
reservoirs in Brazil and its relationship with trophic state – Kelompok 3

Bertujuan untuk memperkirakan tingkat produktivitas sekunder spesies mikro-


krustasea utama dari dua reservoir tropis, Três Marias dan Furnas di negara
bagian Minas Gerais (Brazil), selama musim kemarau dan musim hujan.

- Faktor utama yang mempengaruhi produktivitas mikrokrustasea, yaitu:


 Suhu

Suhu tinggi, mengurangi waktu pembentukan dan ukuran tubuh, yang


menyebabkan individu mencapai usia reproduksi lebih cepat dan meningkatkan
kepadatan mereka dalam beberapa minggu

 Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan yang lebih besar, meningkatkan proporsi betina yang


mengandung telur (Klein-Breteler dkk., 1990). Efisiensi transfer energi antara
produsen primer dan sekunder cenderung menurun dengan peningkatan status
trofik.

 Fitoplankton

Mikrokrustacea dapat mengasimilasi lebih efisien energi yang dihasilkan oleh


fitoplankton sehingga menunjukkan produktivitas sekunder yang lebih tinggi di
lingkungan.

 Kualitas air dan penggunaan lahan di sekitar setiap lengan waduk


- Di perairan tropis, terdapat kecenderungan peningkatan produksi mikro-
krustasea akibat eutrofikasi.
- Mikrokrustacea di daerah tropis menunjukkan produktivitas yang
berkelanjutan. sementara di lingkungan beriklim sedang, terbatas pada musim
tanam.
- Keadaan trofik danau atau waduk juga dapat mempengaruhi produktivitas
zooplankton, dimana kepadatan dan biomassa Cladocera dan Copepoda yang
lebih tinggi teramati di lingkungan eutrofik baik di daerah tropis maupun
subtropis.
2. Produktivitas Sekunder Famili Crambidae di Sungai Cigambreng, Desa Tapos,
Bogor – Kelompok 3

Bertujuan untuk mengetahui jenis Ordo Lepidoptera yang terdapat di perairan


Sungai Cigambreng dan produktivitas sekundernya.

 Penyebaran Komunitas

Keberadaan Famili Crambidae (Ordo Lepidoptera) di perairan sungai sangat


dipengaruhi oleh kondisi fisik sungai.

 Kelimpahan

Kelimpahan Ordo Lepidoptera paling tinggi pada pengamatan pertama dan


keempat, dimana bahan organik (BOD5) menunjukkan nilai yang lebih rendah
(sampel 1 ; 1.1-4.4 dan sampel 4 ; 2.5-3.2) sehingga diduga kelimpahannya
tidak dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik.

 pH

Kisaran nilai pH di perairan Sungai Cigambreng tercatat berkisar antara 7,4 -


7,74

 Produktivitas Sekunder

Famili Crambidae bernilai cukup tinggi dengan nilai 47,7915 g/m2 /bln dengan
biomassa terbentuk sebesar 14,9669 g/m2.

 Rasio P/B
Rasio P/B Famili Crambidae bernilai 3,1931. Khusus untuk lepidoptera sendiri,
menurut Kunluang et al. (2019) termasuk univoltine yaitu hanya ada satu
generasi setiap tahun.

3. Effects Of Mountaintop Removal Coal Mining On The Diversity And


Secondary Productivity Of Appalachian Rivers – Kelompok 3
 Karakteristik daerah aliran sungai dan tingkat jangkauan habitat fisik

Lokasi penelitian berbeda secara substansial dalam aktivitas pertambangan


(Lindberg et al. 2011; Bernhardt dkk. 2012). Lebar saluran air meningkat 18%
dan kedalaman air meningkat sebesar 65% antara MR-2 dan MR-7.

 Kimia air

Perbedaan kimiawi antara hulu yang tidak ditambang dan situs tambang hilir
paling ekstrim selama periode aliran dasar musim panas dari Juni hingga
September.

 Struktur komunitas

Jumlah taksa sensitif lebih tinggi di lokasi yang tidak ditambang di bagian hulu
daripada di lokasi yang ditambang di bagian hilir.

 Pembahasan

Terjadi perubahan dramatis dalam besarnya produksi biomassa invertebrata


makro sebagai akibat pencemaran AlkMD di Mud River, West Virginia.
Keberadaan AlkMD (polusi drainase tambang alkali) di Mud River tidak hanya
menekan populasi serangga sepanjang tahun, tetapi juga mengubah waktu
kemunculannya di jangkauan tambang. Ditemukan juga bahwa panjang tubuh
lalat capung yang secara konsisten lebih kecil dari beberapa taksa di hilir, dan
fakta bahwa lalat capung produksi mendekati nol di lokasi paling hilir. Pola
biomassa musiman di daerah yang ditambang sangat berbeda dari daerah yang
tidak ditambang.
1. Variasi Musiman Lingkungan Laut dan Produksi Primer di Selat Taiwan –
Kelompok 2

Bertujuan untuk mengetahui hidrografi, nutrisi, klorofil-a dan kondisi produksi


primer di Selat Taiwan. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memahami
variasi musiman lingkungan laut dan produksi primer di Selat Taiwan.

 Kondisi Lingkungan Laut dan Produksi Primer di Musim Dingin

Suhu berkisar 19,02 – 23,29°C dan salinitas berkisar 32,41 – 34,40 ppt.
Konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,51 – 0,80 mg mˉ³.

 Kondisi Lingkungan Laut dan Produksi Primer di Musim Semi

Suhu air laut berkisar antara 23,11 – 24,10°C dan salinitasnya berkisar 34,57 –
34,61 ppt. Kadar nitrat relatif rendah dan kadar fosfat tinggi. Konsentrasi
klorofil-a tertinggi berada pada stasiun 2.

 Kondisi Lingkungan Laut dan Produksi Primer di Musim Panas

Suhu berkisar antara 27,98 – 29,91°C. dan salinitas berkisar 33,43 – 34,14 ppt.
Konsentrasi nutrisi relatif tinggi ditemukan di dasar perairan stasiun 1.
Konsentrasi klorofil-a relatif tinggi di stasiun 1,2 dan 3.

 Kondisi Lingkungan Laut dan Produksi Primer di Musim Gugur

Suhu air laut berkisar antara 27,34 – 29,55°C dan salinitas berkisar 33,61 –
34,02 ppt. Konsentrasi nutrisi rendah kecuali untuk dasar air di stasiun 1. Nilai
konsentrasi klorofil-a pada musim gugur relatif rendah.

 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya di musim panas menjadi lebih tinggi daripada di musim gugur
dan lainnya.

 Stabilitas kolom air


Intensitas cahaya yang lebih rendah dan zona kedalaman eufotik yang lebih
dangkal ditemukan di musim dingin dan semi karena pencampuran vertical
yang kuat, dan menunjukkan bahwa kolom air tidak stabil.

 Varietas massa air dan ketersediaan nutrisi

Gradien suhu antara daerah permukaan laut rendah dan di dekatnya lebih besar
di musim panas daripada musim gugur, yang menunjukkan bahwa upwelling
mungkin lebih kuat di musim panas daripada musim gugur

 Distribusi musiman dari zona eufotik terintegrasi konsentrasi Chl a dan


produksi primer

Selama musim semi dan panas, konsentrasi Chl a lebih tinggi di bagian barat,
dan konsentrasi Chl a tertinggi terungkap di stasiun 2.

 Potensi dampak dari instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Angin lepas pantai
pada produksi primer

Karena produktivitas primer tertinggi di musim panas, potensi dampak


pemasangan OWF pada pengurangan produktivitas primer mungkin lebih besar
selama musim panas.

2. Hubungan Variasi Musiman Produksi Primer, Faktor Abiotik Dan Komposisi


Fitoplankton di Wilayah Pesisir Laut Baltik Bagian Tenggara – Kelompok 2
 Musim Dingin

Unsur hara mencukupi untuk awal pertumbuhan fitoplankton, Chl a sebesar 1,4
± 0,2 mg m−3. Fotoperiode yang pendek dan intensitas cahaya rendah pada
musim dingin menyebabkan produksi primer tidak melebihi 42 ± 3 mg C m −
2 d − 1. Suksesi fitoplankton dibentuk oleh kelompok taksonomi yang berbeda:
diatom, dinoflagellata, cryptophytes, dan chlorophytes.

 Musim Semi

PB (biomassa fitoplankton) dan Chl a, telah meningkat dibandingkan dengan


pada musim dingin, Kecenderungan peningkatan produksi primer menjadi 219
mg C m−2 d−1 mengikuti peningkatan populasi fitoplankton, di mana sebagian
besar diatom sel kecil dan dinoflagellata mendominasi.

 Peralihan Musim semi – Musim panas

Penurunan Chl a menjadi 3,2 ± 0,7 mg m−3 pada lapisan eufotik. PB (Biomassa
Fitoplankton) terdiri dari spesies heterotrofik dan mixotrofik. Munculnya
cyanobacteria dalam konsumsi fitoplankton. Terjadi tahapan awal kenaikan
suhu air hingga 16◦C.

 Musim Panas

Cyanobacteria Woronichinia compacta mendominasi pada bulan Juli hingga


sepuluh hari pertama bulan Agustus. Pada beberapa kedalaman, NO3- dan
PO43- mendekati batas deteksi. Nilai produksi primer meningkat hingga 1748
mgC m−2 d−1 dan stabil pada tingkat yang relatif tinggi dari awal musim panas
hingga awal Oktober yaitu sebesar 1259 ± 307 mgC m−2 d−1 (sesuai dengan
peningkatan kadar Chl a).

 Musim Gugur

Nilai produksi primer sebesar 1259 ± 307 mgC m−2 d−1. Karena adanya
peningkatan salinitas, diperoleh pengembangan intensif spesies Eutreptiella
gymnastica. Akhir dari suksesi fitoplankton musiman ditandai dengan
keanekaragaman multi spesies. Diatom Chaetoceros brevis, ganggang hijau P.
grossii, dan bentuk dinoflagellata beracun dari Prorocentrum balticum
mendominasi.

3. Tingkat Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton Berdasarkan


Waktu yang Berbeda di Perairan Pulau Panjang, Jepara – Kelompok 2

Bertujuan untuk mengetahui Produktivitas perairan pada waktu yang berbeda


dan untuk mengetahui Kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominasi fitoplankton pada perairan Pulau Panjang,
Jepara. Zona pertama stasiun A adalah karang dengan substrat dasar terdiri dari
pecahan karang dan pasir sedangkan titik stasiun B adalah zona lamun dengan
substrat dasar terdiri dari pasir.

 Produktivitas Primer

Nilai produktivitas tertinggi pada stasiun A didapat pada pukul 10.00 WIB
dengan nilai 75 mgC/m3 /jam, sedangkan nilai produktifitas terendah didapat
pada pukul 06.00 WIB sebesar 43,75 mgC/m3 /jam. Nilai produktivitas
tertinggi pada stasiun B didapat pada pukul 10.00 WIB dengan nilai 56,25
mgC/m3 /jam, sedangkan nilai produktifitas terendah didapat pada pukul 06.00
WIB sebesar 25 mgC/m3 /jam.

 Kelimpahan Fitoplankton

Jumlah kelimpahan terendah sebanyak 13053 ind/l yaitu pada stasiun B pagi.
Sedangkan kelimpahan tertinggi sebanyak 23040 ind/l yaitu pada stasiun A
siang hari. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya yang masuk sangat optimum
jika dibandingkan pada waktu pengambilan sampel lainnya.

 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (e) dan Dominansi (d)

Nilai indeks keanekaragaman rata - rata 1,5. Nilai ini menunjukan bahwa
tingkat kanekaragaman di kedua stasiun rendah. Indeks keseragaman yang
dihasilkan pada saat penelitian adalah kisaran 0,480 – 0,555. Menurut Magurran
(1982) dalam Dianthani (2003), nilai tersebut mengartikan bahwa sebaran
spesies antar individu di Perairan Pulau Panjang adalah sedang, Nilai indeks
dominansi yang didapatkan pada penelitian yaitu 0 < D < 0,5 berkisar antara
0,253 – 0,330. Nilai ini menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang
mendominasi perairan Pulau Panjang.

 Parameter Fisika dan Kimia

Suhu air relatif sama pada setiap stasiun yaitu 29◦C. Kedalaman berkisar 147 –
168 cm dengan kecerahan 0 (dasar masih terlihat) dan nilai kecepatan arus yaitu
berkisar 0,023 – 0,05 m/s. Parameter kimia seperti salinitas relatif sama yaitu
23 – 25%, serta nilai pH yang sama pada setiap setasiunnya yaitu 7.

Anda mungkin juga menyukai