MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 4
Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
mendirikan bangunan.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai retribusi perizinan
tertentu.
BAB IV
KETENTUAN IMB
Pasal 6
(1) Setiap orang pribadi, badan yang akan mendirikan, memperbaiki, atau
merombak bangunan wajib mengajukan permohonan IMB kepada Kapala
Daerah atau Pejabat yang ditunjuk;
(2) Bagi orang pribadi atau badan yang telah memiliki bangunan pada saat
berlakunya Peraturan Daerah ini ,sedang mereka belum memiliki IMB, harus
mentaati Peraturan daerah ini.
Pasal 7
Pendirian bangunan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) dilarang Jika
IMB belum diperoleh oleh orang pribadi atau badan
Pasal 8
(1) Pendirian sebagaimana dimaksud Pada Pasal (6) ayat (1) wajib mentaati
garis sempadan / roolyn sebagai berikut :
a. Jarak bangunan dipinggir, jalan diluar kota :
1. Jalan alteri,jarak bangunan 27 M dari as jalan dan pagar 20 M jalan;
2. Jalan Kolektor,jarak bangunan 17,5 M dari as jalan
3. Jalan lokal,jarak bangunan 10,5 M dari as dan pagar 7,5 M dari as
jalan
4. Jalan desa, jarak bangunan 7 M dari as jalan .
b. Jarak Banguan di pinggir jalan dalam kota
1. Jalan Arteri, jarak banguna 17 M dari as jalan
2. Jalan lokal jarak bangunan 10 M dari as jalan
3. jalan Lingkung jarak bangunan 7 M dari as jalan
(2) Bangunan bangunan khusus yang ditempatkan di suatu lokasi tertentu,
maka garis sepandan/roolynnya diatur oleh Dinas Pekerjaan Umum
Pasal 9
(1) Jarak dan letak bangunan yang akan didirikan dakat tikungan jalan sebelah
dalam atau persimpangan jalan, selain mengikuti sebagaimana dimaksud
pasal 8 ayat (1), juga harus memberi kemungkinan pandangan pada
pengemudi atau pemakai jalan agar tidak terganggu sesamanya dalam arah
yang berlawanan.
(2) Setiap bangunan yang memerlukan alat angkutan kedaraan roda empat atau
lebih, agar menyediakan tempat bongkar muat yang tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT BANGUNAN JASA
Pasal 10
(1) Tingkat penggunaan jasa Izin Mendirikan Bangunan diukur dengan rumus
yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan ,jumlah tingkat bangunan
dan rencana penggunaan bangunan.
(2). Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan bobot
(koefesienan).
(3). Berdasarkan koefesienan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan
sebagai berikut :
BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 11
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah biaya transportasi dalam
rangka pengawasan dan pengendalian.
BAB VII
BESARNYA TARIF RETRIBUSI DAN BIAYA LAINNYA
Pasal 12
(1). Besar tarif retribusi untuk Bangunan yang tidak memiliki RAB ditetapkan sebagai
berikut :
Bangunan permanen sebesar Rp. 2000 / M 2
b. Bangunan semi permanen sebesar
Rp : 1.500 / M 2
c. Bangunan kayu / darurat sebesar Rp : 1.000M2
(2). Khusus bangunan pemerintah dan swasta yang memiliki Rencana Anggaran Biaya
(RAB) dikenakan biaya retribusi sebesar 1,5 % dari Anggaran Fisik.
Pasal 13
Selain biaya sebagaimana dimaksud pasal 12, pemohon izin dikenakan biaya sebagai
berikut:
a. Biaya pembuatan plank merk antara lain :
1. Bangunan masyarakat Rp.20.000,-(ukuran 45cm x 20 cm ).
2. Bangunan Gedung Pemerintah dan Swasta Rp. 250.000,- (Ukuran 90 cm x 45
cm).
b. Pajak bahan galian C sesuai dengan peraturan yang berlaku kecuali bangunan-
bangunan sebagaimana tersebut pada Pasal 15.
c. Biaya Survey :
1. Untuk Bangunan bukan Proyek Rp. 30.000,- / objek.
2. Untuk Bangunan proyek Pemerintah dan swasta diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Bupati.
BAB VIII
CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI
Pasal 14
Besarnya retribusi yang terhitung dihitung dengan cara mengalihkan luas bangunan
dengan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pasal 12 dan tingkat penggunaan jasa
sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (4)
BAB IX
TATA CARA PENGURUSAN IMB
Pasal 15
BAB X
WILYAH PEMUNGUTAN
Pasal 16
Retribusi yang terhutang dipungut di wilayah daerah tempat izin mendirikan bangunan
diberikan.
BAB XI
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI
TERHUTANG PEMUNGUTAN
Pasal 17
Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 12 bulan atau ditetapkan lain oleh
Kepala Daerah.
Pasal 18
BAB XII
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 19
BAB XIII
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 20
Pasal 21
BAB XV
SANGSI ADMINISTRASI
Pasal 22
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (2/ 100)
setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan
mengunakan STRD.
BAB XVI
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 23
Pasal 24
(1) Retribusi yang terutang berdasarkan SKRD, SKRDKBT, STRD, Surat Keputusan
keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah,
yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib retribusi dapat ditagih dengan surat
paksa.
(2) Tata cara penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
kepala Daerah.
BAB XVIII
KEBERATAN
Pasal 25
(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau
pejabat yang ditunjuk atas SKRD SKRDKBT dan SKRDLB.
(2) Keberatan dapat diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi secara
jabatan ,wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan
retribusi tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 bulan sejak tanggal
SKRD,SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan,kecuali apabila wajib retribusi tertentu
dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya
(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan (3) dalam pasal ini tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga
tidak dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewenangan membayar retribusi dan
pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 26
(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal keberatan
diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Kepala Daerah atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ada ayat (1) telah lewat bahwa
Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan
tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIX
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 27
Pasal 29
BAB XX
PENGURANGAN KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 30
BABXXI
KEDALUARSA PENAGIHAN
Pasal 31
(1) Hak untuk penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3
(tiga) Tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib
retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
(2) Kaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh
apabila diterbitkannya surat teguran atau peringatan kepada wajib retribusi
baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XXII
UANG PERANGSANG
Pasal 32
Kepada instansi / unit kerja pemungut dan instansi pendukung diberikan uang
perangsang sebesar 5 % dari realisasi penerimaan yang disetorkan ke kas daerah,
dengan pengklasifikasian pembangiannya ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XXIII
PENYIDIKAN
Pasal 33
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
sebagai penyidik khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana.
(2) Wewenang Penyidik sabagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan menngenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana retribusi daerah;
c. Meminta keterangan dan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang retribusi daerah.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti
tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang retribusi daerah.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruang atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana pada huruf e.
h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
i. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahuan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung
jawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kapada penuntut umum, sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1). Wajib retribusi yang tidak melakukan kewajibannya sehingga merugikan
keuangan Daerah diancam pidana paling lama
(tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali lipat jumlah retribusi
terutang.
(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XXIV
P E N G A WAS A N
pasal 35
(1). Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh
Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
(2). Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
BAB XXV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaanya diatur lebih lanjut oleh Kepala daerah
Pasal 37
Dto
SYAHIRAN
Di undangkan di : Simpang Empat
pada tanggal : 26 September 2005
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PASAMAN BARAT
dto
Drs. H. HELMI ERWADI
Pembina Utama Muda
Nip. 010081584