Anda di halaman 1dari 7

Alat Bantu Ukur "HEIGH GAUGE"

1. DEFINISI ALAT UKUR


Height gauge adalah sebuah alat pengukuran yang berfungsi mengukur tinggi benda terhadap
suatu bidang acuan atau bisa juga untuk memberikan tanda goresan secara berulang terhadap
benda kerja sebagai acuan dalam proses. Height gauge memiliki dua buah kolom berulir dimana
kepala pengukur bergerak naik turun akibat putaran ulir kasar dan halus yang digerakkan oleh
pengukur.
2. FUNGSI ALAT UKUR
Untuk meningkatkan keakuratan pengukuran dengan mengurangi defleksi pada benda kerja,
height gauge sering dipasangkan dengan dual probe dial indicator. Selain itu dengan
penambahan probe dua arah, height gauge mampu mengukur diameter luar dan dalam dari
sebuah lubang dalam posisi horizontal.
Alat ukur ini merupakan alat ukur multifungsi atau banyak fungsi, karenanya alat ini hampir
selalu ada di Perusahaan manufaktur.
Sebagian alat ukur ketinggian, alat ini dapat menghasilkan pengukuran yang presisi.

Pada dasarnya alat ukur ini sama dengan vernier caliper, sehingga cara pembacaan ukurannya
sama dengan pembacaan ukuran pada vernier caliper. Yang membedakan alat ini dengan vernier
caliper adalah gerakan sensor ukurannya, di mana pada ukuran alat ukur ini gerakan sensor
ukurannya adalah naik turun atau arah vertikal, sedangkan pada vernier caliper gerakan
sensornya adalah arah horizontal.

3. DI PERUNTUKAN

Pemeriksaan Visual

 Pemeriksa kesejajaran  komponen mesin. Kesejajaran komponen mesin dapat diperiksa dengan
menggunakan dial indikator dengan cara sebagai berikut :

1.       Benda kerja dijepit di antara dua senter pada mesin bubut.

2.      Benda kerja diletakkan pada meja perata dan dial dijalankan di permukaan
benda kerja.

3.       Dalam melakukan pengukuran pasti terdapat kesalahan, baik kesalahan alat     maupun kesalahan
si pengukur. Dengan kata lain pasti akan ada        ketidakpastian  dalam pengukuran. Kesalahan adalah
penyimpangan nilai      ukur dari nilai benar.

Kesalahan pengukuran ada tiga macam:

1.       Kesalahan Sistematis


          a. Kesalahan Kalibrasi (Faktor alat)
          Penyesuaian kembali perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari    standar akurasi
semula.
          b. Kesalahan Titik Nol (0)
          Hal ini terjadi karena titik nol skala tidak berimpit dengan titik nol jarum           penunjuk.
          c. Kelelahan Alat
          Dikarenakan alat sering dipakai terus menerus sehingga alat tidak akurat                    lagi.   Contoh:
pegas yang mulai mengendur; jarum penunjuk pada voltmeter           bergesekan dengan garis skala.
          d. Kesalahan Paralaks/Paralax (Sudut Pandang)
          Ketika membaca nilai skala, pembaca berpindah tempat / tidak tepat       melihatnya / obyek yang
dilihat berbeda dengan obyek pertama yang        diamati.
          e. Kondisi Lingkungan
          Ketika melakukan pengukuran, kondisi lingkungan berubah sehingga tidak       bisa dilakukan
pengukuran seperti biasa.

2.       Kesalahan Rambang (Kesalahan yang Tidak Dapat Dikendalikan)


          Disebabkan karena adanya sedikit fluktuasi pada kondisi-kondisi   pengukuran . contoh fluktuasi
tegangan listrik; gerak brown molekul udara;           landasan obyek bergetar.

3.       Keteledoran Pengamat, dll


                                           

v    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN (Sifat Umum)

Alat ukur merupakan alat yang dibuat oleh manusia, oleh karena itu ketidaksempurnaan merupakan ciri
utamanya. Meskipun alat ukur direncanakan dan dibuat dengan cara yang paling saksama, ketidak
sempurnaan sama sekali tidak bisa dihilangkan. Justru dalam kendala ketidaksempurnaan ini alat ukur
sering dianggap sebagai cukup balk untuk digunakan dalam suatu proses pengukuran asalkan pengguna
memahami keterbatasannya. Untuk menyatakan sifat-sifat atau karakte¬ristik alat ukur digunakan
beberapa istilah teknik yang sewajarnya diketahui supaya jangan menimbulkan keraguan dan
kesalahtafsiran dalam mengkomunikasikan hasil pengukuran. Beberapa istilah teknik tersebut secara tak
langsung telah disinggung pemakaiannya pada berbagai uraian dalam bab dan sub-bab terdahulu dan
akan muncul berulangka)i dalam berbagai pembahasan dalam bab-bab berikut. Untuk memperkuat
makna dan meyakinkan pemakaian istilah tersebut dalam sub bab ini akan dibahas definisi serta
keterangan mengenai rantai-kalibrasi, kecermatan, kepekaan, keterbaca¬an, histerisis, kepasifan,
kestabilan-nol, dan pengambangan.

Dengan memahami istilah yang dikaitkan dengan ketidaksempur¬naan alat ukur geometrik ini
diharapkan akan menyadarkan kita untuk lebih memperhatikan istilah-istilah lain yang digunakan untuk
menyatakan ketidaksempurnaan sistem optik, sistem mekanik, sistem elektronik, sistem pengolahan
data, proses pembuatan dan sebagainya. 
Alat ukur ini di samping digunakan untuk melakukan pengukuran, juga dapat digunakan sebagai alat
penanda yang presisi pada pekerjaan melukis dan menandai. Untuk keperluan tersebut, maka
dipasangkan penggaris pada bagian sensor ukurnya. Pada bagian pemeriksaan kualitas
atau quality control  alat ini sangat banyak digunakan sebagai alat pemeriksaan kehalusan permukaan
benda kerja, dengan cara memasangkan dial indikator pada sensor ukurnya. Dikarenakan banyaknya
kegunaan alat ini, maka hamper semua bengkel kerja mesin mempunyai peralatan ini. Perlu diingat
bahwa karena alat ini sangat presisi, maka cara memakai dan menyimpan alat ini harus benar-benar
diperhatikan.
Guna menghasilkan hasil pengukuran yang presisi, maka sebelum melakukan pengukuran terlebih
dahulu harus dilakukan beberapa kegiatan. Langkah pertama tentunya mengkalibrasi alat ukur itu
sendiri. Setelah alat ukur tersebut benar-benar presisi, maka baru langkah pengukuran dimulai.
Kebersihan; kita menyenanginya dan demikian pula yang diminta oleh alat ukur dan benda ukur. Debu,
geram, serpihan yang sering terlihat di daerah mesin produksi perlu disingkirkan dan daerah
pengukuran. Tergantung kebutuhan, hal ini memerlukan mulai dari suatu daerah/ruang terpisah, kamar
ukur, sampai dengan suatu laboratorium metrologi dengan lingkungan terkondisikan. Debu, serpihan
logam halus di permukaan benda ukur akan dirasakan oleh sensor alat ukur cermat yang selain
mengakibat¬kan kesalahan juga dapat merusak permukaan sensor atau muka¬ukur (measuring surface)
alat ukur standar seperti blok-ukur (gauge-block). Tingkat kebisingan yang rendah; semua menyenangi.
Getaran lemah yang tak membisingkan pun tidak disenangi oleh alat ukur cermat dan peka sebab akan
menimbulkan pengambangan (ketakpastian, floating). 
Pencahayaan yang mencukupi; supaya operator mampu melaksanakan pengukuran dan membaca hasil
pengukuran. Memang alat ukur dan benda ukur dalam hal ini tak mempedulikan pencahayaan. Untuk
sistem pengukuran yang berlangsung secara otomatik yang tergabung dalam sistem produksi otomatik
seperti FMS (flexible manufacturing system) dapat bekerja siang-malam tanpa pencahayaan yang
mencukupi karena tidak memerlukan operator (unmanned factory). Pencahayaan diperlukan saat
operator mengambil produk, menyiapkan dan menyetel benda-kerja, perkakas potong, alat ukur, dan
tindakan pembetulan (pengkorek¬sian proses). 
Temperatur 25-27 °C, kelembaban 70-75 %; semua menyenangi. Bagi alat ukur dan benda ukur
temperatur berapapun sebenarnya tak dipentingkan asalkan harganya tidak berubah-ubah
(berfluktuasi). Jadi, kesamaan dan ketetapan temperatur bagi seluruh komponen dalam sistem
pengukuran perlu diperhatikan. 
Kelembaban sebenarnya juga tak berperan dalam pengukuran geometri. Akan tetapi, kelembaban yang
terlalu tinggi dalam jangka waktu lama merupakan media yang baik bagi perkembang¬an proses korosi.
Kebanyakan komponen alat ukur maupun benda kerja yang terbuat dari baja (kecuali stainless-steel)
yang permukaannya ternodai oleh asam (termasuk yang berasal dari keringat manusia) lewat tangan-
tangan kotor akan mengalami proses korosi. 
Kesaksamaan dalam penyimpanan alat ukur amat perlu diperhati¬kan. Bila tidak, sewaktu blok-ukur
disimpan "proses korosi mulai melukis sidik jari bekas tangan operator ceroboh" di muka-ukur yang tak
dibersihkan dan tak dilindungi dengan lapisan tipis minyak (vaseline). Pengaruh temperatur merupakan
faktor yang yang perlu mendapat perhatia karena semua benda padat, terutama logam, akan berubah
geometrinya (ukuran, bentuk, posisi) jika temperaturnya berubah. Untuk menjaga kesamaan hasil
pengukuran, telah disetujui secara internasional bahwa temperatur ruang untuk pengukuran geometric
dibakukan sebesar 20 0C dengan kelembaban 55-60 %. Perubahan panjang yang terjadi pada
pengukuran langsung dapat dihitung melalui rumus teoritik :

4. LANGKAH PENGUKURAN DAN CARA KERJA 


Langkah pengukuran dengan menggunakan peralatan ini adalah sebagai berikut:

Langkah pengukuran benda kerja adalah benda kerja yang akan diukur dan alat ukurnya ditempatkan
pada suatu bidang datar (meja perata). Alat ukur ketinggian tersedia dalam beberapa ukuran dari 300
mm sampai 1000 mm atau dari 12 inchi sampai 72 inchi dengan ketelitian 0,02 atau 0,001 inchi.

·        Bersihkan meja perata

·        Bersihkan benda kerja yang akan diukur

·        Bersihkan alat ukur dengan menggunakan kain bersih dan kering

·        Kendorkan baut pengikat untuk dapat menggerakkan sensor ukur

·        Naikkan atau turunkan sensor ukur mendekati benda kerja yang akan diukur

·        Tempatkan sensor ukur pada bagian sisi kanan benda

kerja kemudian singgungkan sensor ukur pada benda

kerja, yakinkan dengan menggunakan baut pengatur.

·        Gerakkan sensor dari kanan pada benda kerja atau sebaliknya dan mur agar sensor menyinggung
benda kerja secara baik (gunakan baut pengatur). Lakukan secara berulang-ulang agar dapat diyakini
pengukuran telah benar.

·        Setelah benar-benar diyakini penyinggungan sensor dengan benda kerja sama, baru kuncikan baut
pengikat.

·        Lepaskan benda kerja dan lakukan pembacaan ukuran yang ditunjukkan.

Catatan: Setiap melakukan pengukuran hendaknya pada daerah dengan penerangan   cukup, agar tidak
terjadi salah dalam pembacaan atau terjadi kesalahan pengukuran akibat pembiasan.

Pada gambar di bawah ini ditunjukkan cara melakukan pengukuran benda kerja untuk mengetahui
ukuran tinggi keseluruhan benda kerja (gambar a). sedangkan yang satunya (gambar b) untuk
mengetahui ukuran ketinggian sisi bagian dalam benda kerj
    KALIBRASI
Rantai Kalibrasi (Kalibration Chain) dan Keterlacakan (Traceability)
Kalibrasi (peneraan) pada dasarnya serupa dengan pengukuran yaitu membandingkan suatu
besaran dengan besaran standar. Dalam kalibrasi yang diukur adalah objek ukur yang diketahui
harga sebenar¬nya yang menjadi acuan kalibrasi. Harga sebenarnya adalah harga yang lianggap
benar dalam kaitannya dengan tingkat kebenaran yang liperlukan oleh alat ukur yang dikalibrasi.
Tingkat kebenaran mengandung makna praktis. Untuk hubungannya dengan satuan standar
panjang internasional, alat ukur besaran panjang yang digunakan oleh operator mesin perkakas
(alat ukur kerja) dapat diperiksa melalui suatu prosedur kalibrasi. Jika suatu prosedur kalibrasi
ini dianggap sebagai suatu mata rantai, rantai kalibrasi (calibration-chain) akan mencakup
rangkaian mata rantai sbb :
Tingkat 1 Kalibrasi alat ukur kerja dengan memakai acuan alat ukur standar kerja.
Tingkat 2 Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan memakai acuan alat ukur standar.
Tingkat 3 Kalibrasi alat ukur standar dengan acuan alat ukur standar dengan tingkatan yang lebih
tinggi (standar nasional atau yang telah ditera secara nasional).
Tingkat 4 Kalibrasi standar nasional dengan acuan standar meter (internasional).
Mata rantai tingkat 1 dan mungkin juga tingkat 2 dapat dilakukan sendiri oleh industri mesin
yang bersangkutan, sedangkan tingkat 3 dan mungkin juga tingkat 4 dapat dilaksanakan oleh
beberapa Laboratorium Metrologi Industri yang diberi wewenang. Kewenangan ini diwujudkan
pemerintah melalui sistem akreditasi kalibrasi' yang menjadi salah satu kegiatan jaringan
kalibrasi nasional. Dengan menjalankan sistem kalibrasi berantai, setiap alat ukur akan memiliki
keterlacakan (keterusutan, ketelusuran; traceability) yaitu sampai sejauh mana mata rantai
kalibrasi dirangkai. Jika secara meyakin¬kan. seseorang (badan) dapat menyatakan bahwa
keterlacakan suatu alat ukur (misalnya alat ukur kerja) adalah sampai pada rantai ke 2 berarti alat
ukur tersebut pernah dikalibrasi dengan memakai acuan standar kerja yang mana acuan standar
kerja ini pernah dikalibrasi dengan alat ukur standar. Selanjutnya, akan menjadi tugas dan
kewajiban badan yang melaksanakan kalibrasi tingkat 2 untuk menjamin bahwa alat ukur standar
yang dipakainya memiliki keterlacakan sampai tingkat nasional atau internasional.
Tingkatan atau mata rantai kalibrasi 1 hingga 4 ini menggambarkan sistematika penyambungan
rantai. Tergantung pada kondisi fisik alat ukur yang akan dikalibrasi yang harus disesuaikan
dengan kondisi fisik alatukur acuan mata rantai ini dapat menjadi lebih banyak atau sebaliknya;
ebih sedikit. Mungkin pula menimbulkan untaian yang paralel, yang Tiencabang mulai dari salah
satu mata rantai, kesemuanya menggambarkan rangkaian kalibrasi mulai dari alat ukur kerja
sampai dengan alat ukur standar internasional. Secara teoretik rantai kalibrasi kelihatannya
mudah dilaksanakan. Jalam kenyataannya hal ini tidak mudah untuk dipraktekkan. Banyak
ndustri nasional yang masih belum memahami bahwa mengukur adalah ;ama pentingnya dengan
membuat. Jalan pintas sering ditempuh ndustri nasional guna memiliki sertifikat kalibrasi
berbagai peralatan ukur fang dimilikinya dalam rangka memenuhi persyaratan untuk
memperoleh )engakuan standar kualitas pembuatan secara menyeluruh misalnya yang
iikeluarkan- badan akreditasi internasional dalam menerbitkan sertifikat ISO seri 9000 (hal ini
akan diulas lebih lanjut dalam bab penutup; manajemen Kualitas).
Setiap alat ukur yang dibeli di pasaran, yang tak mcmiliki maupun fang memiliki sertifikat
keterlacakan (keterlacakan nasional dari negara ii mana pabrik pembuat berada), perlu
dikalibrasi-ulang setelah sekian ama dipakai. Jangka waktu pengkalibrasian-ulang sangatlah
beragam ergantung pada jenis alat ukur dan intensitas pemakaian. Meskipun tidak ada sangsi
menurut hukum (kecuali alat ukur yang dipakai dalam perdagangan yang diatur dalam undang-
undang kalibrasi metrologi legal) kalibrasi ulang diperlukan karena kemungkinan adanya
perubahan kondisi Secara terperinci prosedur kalibrasi untuk setiap jenis alat ukur geometrik
dibahas pada buku pedoman kalibrasi yang dikeluarkan sebagai standar nasional. Dalam
prosedur tersebut dicantumkan kesalahan yang masih diperbolehkan (ditolerir) bila ada
perbedaan antara harga yang ditunjukkan alat ukur dengan harga acuan (harga yang dianggap
benar dalam tinakatan kalibrasi vans dimaksud.
Setiap proses pengukuran akan menghasiikan data pengukuran. yaitu kumpulan harga hasil
pengukuran. Berdasarkan data ini suatu penjelasan harus disimpulkan sehingga hasil pengukuran
menjadi lebih bermakna dan memenuhi tujuan pengukuran. Seperti halnya proses pembuatan
produk, proses pengukuran pun juga mengalami variasi, yang berarti hasilnya dapat berlain-lain
apabila proses pengukuran diulang. Sebaran data atau besar kecilnya perbedaan antara satu harca
terhadap harga lainnya dipengaruhi oleh Para atau metoda pengukuran, kecermatan alat ukur dan
kondisi proses pengukuran (alat, benda ukur, lingkungan). Sesungguhnya menghitung harga rata-
rata merupakan suatu usaha untuk mencari harga yang dapat dianggap sebagai wakil dari
beberapa harga yang bervariasi. Akan tetapi dalam berbagai kasus pengukuran, dengan
menghitung harga rata-rata raja dianggap belum lengkap. Pada harga rata-rata hanya
mengandung informasi mengenai pertengahan sebaran data sementara variasi atau perbedaan di
antara harga-harga pengukuran tersebut tidak diterangkan atau tidak terkandung informasinya
pada satu harga, harga rata-rata.Sebagai contoh, misalnya tiga proses pengukuran menghasillkan
Analisis statistika diperlukan dalam permasalahan kalibrasi guna nenentukan ketepatan dan
ketelitian proses kalibrasi untuk mencapai kesimpulan umum apakah telah teliti layak diberikan
pada alat ukur yang bersangkutan. Sementara itu, berdasarkan data hasil pengukuran geometri
produk metoda analisis yang serupa dapat dikembangkan demi untuk menetap¬kan apakah
proses produksi yang bersangkutan layak untuk digunakan berbagai cara yang paling tepat dan
teliti guna menghasilkan produk yang ) berkualitas bagus (bisa mencapai target / sasaran
produksi).

    Tambahan dari Penyusun :


Menurut pengalaman yang saya pelajari dari orang Jepang/Korea mengenai QC dalah 
sebagai berikut :

KENSA (Pengecekan) terdiri dari dua pilar utama,

1.     Jikou Kensa (Jikou = Self), ini dilakukan oleh orang produksi terhadap barang yang
dihasilkannya, hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap barang
yang diproduksinya, baik operator di proses awal, tengah, ataupun akhir (barang jadi) (khusus di
Indonesia biasanya sejak barang masuk dari Supplier), sehingga jika terjadi defect dengan cepat 
bisa diketahui, tanpa harus terkirim ke proses selanjutnya atau bahkan ke konsumen. Biasanya
untuk memudahkan Operator melakukan Jikou Kensa, dept./div./bag. QC memberikan satu
Guidance dalam bentuk Kanban (Papan petunjuk) yang dilengkapi foto mengenai standar poin-
poin pengecekan, cara pengecekan (agar cepat mengidentifikasi defect, dan tidak mempengaruhi
kuantitas/target produksi itu sendiri [0,0sekian % dianggap tidak berpengaruh] ), dan pelaporan
ke QC jika ada hal yang tidak sesuai atau meragukan. Hal ini sesuai dengan pemaparan Pak
Setiadjit dan Pak Ibnoe bahwa QC adalah pengendali kualitas, sedangkan tanggung jawab
terbesar menjaga kualitas adalah operator/orang produksi itu sendiri.

2. Hinshitsu Kensa (Hinshitsu = kualitas), inilah yang dilakukan oleh pihak QC (sebagian besar
perusahaan menganggap ini bagian dari QA yang berarti bahwa fungsi QC bagian dari QA),
mulai dari pengecekan spek, dimensi, sampai kepada ketahanan barang dengan berbagai macam
uji/test. Hinshitsu Kensa ini juga terdiri dari Dua Katagori,
     ( i ) Chuukan Kensa (Chukan = antara/pertengahan) , adalah pengecekan          terhadap
barang-barang di WIP (Walk In Process), sifatnya membantu     pihak          produksi
mengendalikan kualitas barang di bagian proses.
     ( ii ) Saishuu Kensa (Saishuu = akhir), inilah pengecekan terhadap barang         jadi yang siap
kirim ke konsumen.

     Dua hal di atas dilakukan dengan Sistem Sampling, dan menurut   pengalaman sangat Efektif
dan Efisien. Efektif, karena tujuan       menghasilkan barang berkualitas diemban bersama/sinergi
antara Produksi dan QC (QA). Efisien, karena produktivitas seperti ini bisa menekan cost     dan
meredam defect mendekati zero. Moto mereka Hinshitsu       Dai Ichi         (Dai Ichi = Utama).
Prinsip mereka Kakou Ichiban (Kakou = Proses,            Ichiban = No 1) yang berarti Yang
Terpenting adalah Proses, jika   Prosesnya Benar maka Hasi

Anda mungkin juga menyukai