Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ISSUE DAN TREND DALAM PENELITIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Dosen Pengampu : Ns. Yusnita, S.Kep, M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


1. RAHAYU RAHMATIKA (142012018076)
2. RAHMAT BAYU S. (142012018077)
3. RESHA CHAHYANI (142012018078)
4. REZALADY SURATAMA (142012018079)
5. RIKA DEFA AULIA (142012018080)
6. RISKA ULVIYANI (142012018081)
7. SARAH FAHJRIYANTI (142012018082)
8. SISTI ANGGREANI (142012018083)
9. TAWANG GUMELAR (142012018084)

FAKULTAS KESEHATAN ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan limpahannya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Issue dan Trend dalam
Penelitian Keperawatan Komunitas" yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajari pengetahuan tentang teori keperawatan komunitas.
Melalui kata pengantar ini kami terlebih dahulu meminta maaf dan mohon pemakluman
bilamana isi makalah ini kurang lengkap dan ada tulisan-tulisan yang kurang tepat. Oleh karena
itu kami meminta kritik dan saran kepada para pembaca.
Dengan ini kami mengucapkan banyak terimakasih dan semoga Allah SWT memberkahi
makalah ini sehingga memberikan manfaat kepada kita sakalian.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, 12 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... . ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Tujuan.......................................................................................................... 1
C. Manfaat........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Trend dan Issue Keperawatan komunitas.................................................... 3
a. Pengertian................................................................................................ 3
b. Tujuan ..................................................................................................... 3
c. Keperawatan Kesehatan Masyarakat...................................................... 3
d. Tingkat Pelayanan Kesehatan................................................................. 3
e. Lembaga Pelayanan Kesehatan............................................................... 5
f. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan.................................................... 5
g. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan............................ 6
h. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas.............. 6
i. Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan Kesehatan................ 8
B. Masalah Pembiayaan Kesehatan di Indonesia............................................. 9
a. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010....................................................... 10
b. Sistem Kesehatan Nasional..................................................................... 10
c. Pembiayaan Kesehatan............................................................................ 11
d. Beberapa Pemikiran................................................................................ 13
e. Reformasi Kesehatan............................................................................... 14

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang
disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh
aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan
memelihara kesehatan.
Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup “health care” atau
pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan dan mekasnisme risk
pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi
karena penyakit. Dimensi lain menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan
memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan.
Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat
dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada
“tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan melakukan setidaknya empat
fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian pelayanan, produksi sumber daya dan
pembimbingan.

B. Rumusan Masalah
a. Trend dan Issue Keperawatan komunitas
1) Apa Pengertian pembangunan kesehatan?
2) Tujuan pembangunan kesehatan?
3) Pengertian Keperawatan Kesehatan Masyarakat?
4) Apa saja Tingkat Pelayanan Kesehatan?
5) Apa saja Lembaga Pelayanan Kesehatan itu?
6) Apa saja Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan?
7) Apa maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam
Pelayanan Kesehatan?
8) Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik
Keperawatan Komunitas?
b. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia
1) Apa Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010?
2) Terdiri dari apa saja Sistem Kesehatan Nasional itu?
3) faktor penting apa yang mesti diperhatikan dalam pembiayaan
kesehatan?
4) Apa yang melandasi Beberapa Pemikiran tentang pembiayaan
kesehatan?
5) Apa Alasan terbentuknya Reformasi Kesehatan?

C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Dapat memahami keperawatan kesehatan masyarakat
2. Tujuan Khusus
a. Trend dan Issue Keperawatan komunitas
1) Dapat menjelaskan pengertian pembangunan kesehatan
2) Dapat menjelaskan tujuan pembangunan kesehatan
3) Dapat menjelaskan apa saja lembaga-lembaga yang bergerak dalam
pelayanan kesehatan
4) Dapat menjelaskan tentang keperawatan kesehatan masyarakat
5) Dapat menjelaskan apa saja lingkup sistem pelayanan kesehatan
6) Dapat menjelaskan maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam
Pelayanan Kesehatan
7) Dapat menjelaskan Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik
Keperawatan Komunitas
b. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia
1) Dapat menjelaskan Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010
2) Dapat menjelaskan Sistem Kesehatan Nasional
3) Dapat menjelaskan faktor –faktor dalam pembiayaan kesehatan
4) Dapat menjelaskan beberapa pemikiran tentang pembiayaan
kesehatan
5) Dapat menjelaskan maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam
Pelayanan Kesehatan
6) Dapat menjelaskan tentang reformasi kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Trend dan Issue Keperawatan komunitas


a. Pengertian
Pembangunan Kesehatan Adalah suatu sistem pelayanan kesehatan yang penting
dalam meningkatkan derajat kesehatan. Kebijakan sistem pelayanan kesehatan
tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan diantara
perawat dokter atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang lain saling menunjang.

b. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang.

c. Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya masyarakat, terpadu, individu,
keluarga.

d. Tingkat Pelayanan Kesehatan


1. Health promotion ( promosi kesehatan )
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan
Pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi
gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi, kebersihan
perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala,
penigkatan status gizi, kebiasaan hidup sehat, layanan prenatal, layanan lansia,
dan semua kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.
2. Specific protection ( perlindungan khusus )
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya
yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk perlindungan
terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam
tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan
untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis,
campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan kerja dimana
pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang yang bekerja di tempat risiko
kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi bahan kimia, bentuk
perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat pelindung diri dan lain
sebagainya.
3. Early diagnosis and prompt treatment ( diagnosis dini dan pengobatan segera )
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya atau
timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam
mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya
penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan kesehatan
ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik secara
individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan
terhadap meluasnya kasus.
4. Disability limitation ( pembatasan cacat )
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat
tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini
dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk menghentikan
penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas untuk
mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.
5. Rehabilitation ( rehabilitasi )
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sering
pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana
program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian memberikan
fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke
masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati karena kesadaran
yang dimilikinya.

e. Lembaga Pelayanan Kesehatan


1. Rawat Jalan
Lembaga pelayanan kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada
tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang akut atau
mendadak dan kronis yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter spesialis, klinik
perawatan spesialis dan lain-lain.
2. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam
memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, pusat
rehabilitasi dan lain-lain.
3. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang difokuskan pada klien
yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat melewati masa-masa terminalnya
dengan tenang. Lembaga ini biasanya digunakan dalam home care.
4. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan pada klien
pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga seperti praktek
perawat keluarga dan lain-lain.

f. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Primary health care ( pelayanan kesehatan tingkat pertama )
Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat yang
memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga
sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan ini
dapat dilaksanakan oleh puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain – lain.
2. Secondary health care ( pelayanan kesehatan tingkat kedua )
Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di
pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit
yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary health services ( pelayanan kesehatan tingkat ketiga )
Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi di mana tingkat
pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat pertama dan
kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau
subspesialis dan sebagai rujukan utuma seperti rumah sakit yang tipe A atau B.

g. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan


Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi
pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Semuanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh tenaga perawat dalam
pelayanannya memiliki tugas, di antaranya memberikan asuhan keperawatan
keluarga, komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan akan memberikan asuhan
keperawatan secara umum pada pelayanan rujukan.

h. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas


1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi baru, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan atau juga
sebagai dampaknya pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti perkembangan dan
teknologi seperti dalam pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-
penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan alat seperti laser, terapi
perubahan gen dan lain-lain. Berdasarkan itu maka pelayanan kesehatan
membutuhkan biaya yang cukup mahal dan pelayanan akan lebih professional dan
butuh tenaga-tenaga yang ahli dalam bidang tertentu.
2. Pergeseran nilai masyarakat
Berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh nilai
yang ada di masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan, dimana dengan
beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan pemanfaatan jasa pelayanan
kesehatan yang berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan yang
tinggi, maka akan memiliki kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau
pemanfaatan pelayanan kesehatan, demikian juga sebaliknya pada masyarakat
yang memiliki pengetahuan yang kurang akan memiliki kesadaran yang rendah
terhadap pelayanan kesehatan, sehingga kondisi demikian akan sangat
mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan.
3. Aspek legal dan etik
Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau pemanfaatan
jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntutan hukum dan etik
dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi pelayanan kesehatan harus
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum dan etika yang ada di masyarakat.
4. Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi di
masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat
ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan
mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem
pelayanan kesehatan.
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan sangat berpengaruh
sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang
ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.
i. Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan Kesehatan
Ilmu pengetahuan di bidang kesehatan pada beberapa dekade terakhir telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat melampaui perkembangan sebelumnya.
Derivasi ilmu-ilmu kesehatan dan pengembangannya melalui riset merupakan
dinamika proses yang sangat penting dalam pertumbuhan masing-masing profesi
kesehatan. Tujuan dilakukannya riset kesehatan adalah untuk memperkuat dasar-
dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik,
pendidikan, dan menejemen pelayanan kesehatan. (Ross, Mackenzie, & Smith,
2003).
Sedangkan praktik pelayanan kesehatan yang berdasarkan fakta empiris (evidence
based practice) bertujuan untuk memberikan cara menurut fakta terbaik dari riset
yang diaplikasikan secara hati-hati dan bijaksana dalam tindakan preventif,
pendeteksian, maupun pelayanan kesehatan.(Cullum, 2001).
Menerapkan hasil penelitian dalam pelayanan kesehatan adalah upaya signifikan
dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas biaya dan
manfaat (costbenefit effectiveness). Meningkatkan kegiatan riset kesehatan dan
menerapkan hasilnya dalam praktik pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan
mendesak untuk membangun pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.
Menurut sebuah studi meta-analysis terhadap berbagai laporan penelitian
keperawatan yang dilakukan oleh Heater, Beckker, dan Olson (1988), menjumpai
bahwa pasien yang mendapatkan intervensi keperawatan bersumber dari riset
memiliki luaran yang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang hanya
mendapatkan intervensi standar.
Sudah saatnya kini, praktisi kesehatan di tingkat pelayanan primer maupun dunia
pendidikan kesehatan perlu segera mendorong pertumbuhan budaya ilmiah di
lingkungannya agar mereka dapat mempraktikan hasil berbagai penelitian.
Kegiatan yang dilakukan untuk memberdayakan organisasi keperawatan, yaitu :
1. Membentuk komite riset;
2. Menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah;
3. Kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya;
4. Pendidikan berkelanjutan.
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik,
justifikasi indakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan. Kesadaran
terhadap nilai riset yang potensial akan memberikan dampak yang menguntungkan
bagi rganisasi, misalnya kinerja keperawatan yang meningkat dan out come klien
yang optimal. (Titler, Kleiber & Steelman,1994)

B. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia


Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti
biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai
sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa
“siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak
orang menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.
Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir
mengikuti pola rezim penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya
memandang sebelah mata kepada pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan derajat
kesehatan rakyat kita juga sangat memprihatinkan. Angka Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index) negara kita selalu stagnan pada kisaran 117-115 dari sekitar
175 negara Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan pembangunan nasional
suatu bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan
pendidikan. Ironisnya, rentetan pergantian tampuk kekuasaan selama beberapa dekade
terakhir, pun tak kunjung membawa angin perubahan. Apa pasal?.
Belum terbitnya kesadaran betapa tercapainya derajat kesehatan optimal sebagai
syarat mutlak terwujudnya tatanan masyarakat bangsa yang berkeadaban, serta di pihak
lain masih lekatnya anggapan bahwa pembangunan bidang kesehatan semata terkait
dengan penanganan sejumlah penyakit tertentu dan penyediaan obat-obatan. Sudut
pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan kecenderungan untuk
mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa ditunda. Variabel tadi menemukan
titik singgung dengan belum adanya keinginan politik dari pemerintah, rezim boleh
berganti namun modus operandi dan motifnya masih serupa; bahwa isu-isu kesehatan
hanya didendangkan sekedar menyemarakkan janji dan program-program politik tertentu
dalam tujuan jangka pendek.
Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam peningkatan
kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas tercermin dari minimnya
pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD. Belum lagi jika kita ingin bertutur
tentang program pengembangan kesehatan maritim yang semestinya menjadi keunggulan
komparatif negeri kita yang wilayah perairannya dominan. Pelayanan kesehatan di tiap
sentra pelayanan selalu jauh dari memuaskan. Minimnya Anggaran Negara yang
diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat dipandang sebagai rendahnya apresiasi kita
akan pentingnya bidang ini sebagai elemen penyangga, yang bila terabaikan akan
menimbulkan rangkaian problem baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih
besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.
Kabar menarik sesungguhnya mulai terangkat ketika Departemen Kesehatan pada
beberapa waktu lalu, mengelurkan konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan,
dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai langkah telah ditempuh untuk
mensosialisasikan keberadaan VIS 2010 tersebut, tetapi kemudian menjadi lemah akibat
kebijakan desentralisasi dan akhirnya “terpental” dengan diberlakukannya UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

a. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010


Pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan
dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk
menentukan arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh
dari pusat.

b. Sistem Kesehatan Nasional


Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif “berkuasanya” kembali daerah-
daerah dalam menentukan kebijakan pembangunannya, membuat konsepsi Visi
Indonesia Sehat seakan tidak menemukan relung untuk dapat diwujudkan. Impian
untuk mewujudkan tangga-tangga pencapaian “sehat”, mulai dari Indonesia sehat
2010, Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan Kecamatan Sehat 2004,
menjadi miskin makna. Pada kenyataannya, masih sangat banyak wilayah-wilayah di
negeri ini yang sangat jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan berkualitas. Padahal
pada saat yang sama, kecenderungan epidemiologi penyakit tak kunjung berubah
yang diperparah lemahnya infrastruktur promotif dan preventif di bidang kesehatan.
Kali terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah “terobosan” baru,
pemerintah menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal
sebagai “Sistem Kesehatan Nasional”. Dokumen ini antara lain disusun berdasarkan
pada asumnsi bahwa pembangunan kesehatan merupakan pembangunan manusia
seutuhnya untuk mencapai derajat kesehatan yang tertinggi, sehingga dalam
penyelenggaraannya tidak bisa menafikkan peran dan kontribusi sektor lainnya.
Singkatnya, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan
bangsa.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :
1. Upaya kesehatan
2. Pembiayaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Sumber daya obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan
Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah
pembiayaan kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu
penyebab utama tidak tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang kita
inginkan. Betapa tidak, hamper semua aktivitas dalam pembangunan tak dapat
dipungkiri, membutuhkan dana dan biaya.

c. Pembiayaan Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan,
terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti
diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang
disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas
dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.
Di Negara kita, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah mencapai
angka dua digit dibanding dengan total APBN/APBD. Padahal, Badan Kesehatan
Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran pembangunan kesehatan
suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP (Gross Domestic
Product/Pendapatan Domestik Bruto). Pada tahun 2003, pertemuan para
Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya
anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD.
Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar 2,4%
dari GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.
Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa
alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya
kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector
prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di
negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini. Ironisnya, kelemahan ini
bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efisien. Beberapa
tahun yang lalu, lembaga transparansi internasional mengumumkan tiga besar intansi
pemerintah Indonesia yang paling korup. Nomor satu adalah departemen agama,
selanjutnya departemen kesehatan dan terakhir adalah departemen pendidikan.
Temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya tindak “mafia” anggaran
pembangunan kesehatan pada berbagai instansi kesehatahn di seantero negeri ini.
Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme – seperti juga dialami di intansi lainnya – tetap
berurat akar dengan subur di departemen kesehatan. Akibatnya, banyak kita jumpai
penyelenggaraan program-program kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-
asalan dan tidak tepat fungsi. Relatif ketatnya birokrasi di lingkungan departemen
kesehatan dan instansi turunannya, dapat disangka sebagai biang sulitnya mengejar
transparansi dan akuntabilitas anggaran di wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam
pembahasan fungsionalisasi anggaran kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau
disebut tidak ada sama sekali.
Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang masih
berkutat memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya
pengelolaan lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan kesehatan
pada aspek promotif dan preventif, bukan semata di bidang kuratif dan rehabilitatif
saja. Sebagai catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif dengan kuratif-
rehabilitatif selama ini berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang tidak cukup
investatif untuk bangsa sedang berkembang seperti Indonesia. Akibatnya, sejumlah
program kesehatan di negeri ini masih berputar-putar pada upaya bagaimana
mengobati orang yang sakit saja, bukannya mencari akar permasalahan yang menjadi
penyebab mereka jatuh sakit kemudian meneyelesaikannya.

d. Beberapa Pemikiran
Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa yang
layak diterapkan di negeri kita, sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok
dengan kehidupan masyarakat kita. Depkes sebagai pengemban pertama tanggung
jawab konstitusi kita ternyata dalam banyak kasus terbukti tak dapat/ tak mau berbuat
banyak. Anggaran kesehatan yang teramat minim, terlepas basis argumentasinya
seperti apa; setidaknya menjadi isyarat akan kenyataan teguh, bahwa memang hal-hal
yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak selalu dianggap sepele.
Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat kita, dalam
mengkritisi kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum transparannya
penggunaan anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang
bukan menjadi kebutuhan mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa
puskesmas di Indonesia memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di
puskesmas tersebut, tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa tenaga
dokter, sarjana kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses
pemenuhan dan penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak berbasis
pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik kepentingan
politik nasional maupun lokal.
Dalam lokus kajian spesifik, membengkaknya biaya kesehatan ternyata secara
langsung atau tidak juga disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan perguruan
tinggi atau sekolah-sekolah yang berlatar belakang kesehatan. Indonesia menjadi
contoh dari mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para peserta didik dari
fakultas kedokteran, akademi maupun sekolah tenaga kesehatan lainnya. Hal ini
sangat kontras jika kita bandingkan dengan kasus negara tetangga seperti Singapura
atau Malaysia; dimana negara bertanggung jawab mengucurkan dana besar bagi
institusi pendidikan. Dominasi Negara berlebih-lebihan dalam banyak hal termasuk
mewajibkan pegawai negeri sipil, polisi atau militer untuk masuk hanya pada
perusahaan asuransi tertentu yang dikelola oleh negara membuka peluang terjadinya
praktek korupsi. Model itu sudah selayaknya ditinjau ulang.

e. Reformasi Kesehatan
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja agendanya
perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya. Jika
disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan partisipasi
masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek kesehatannya dengan
sesedikit mungkin intervensi pemerintah. Pemberdayaan masyarakat menjadi tolok
ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin menjadi syarat penerimaan
universalitasnya. Gunawan Setiadi, seorang dokter dan master bidang kesehatan,
mengungkapkan beberapa alasan mengapa masyarakat dapat menyelenggarakan
kesehatannya, dan lebih baik dari pemerintah, antara lain:
1. Komitmen masyarakat lebih besar dibandingkan pegawai yang digaji
2. Masyarakat lebih paham masalahnya sendiri
3. Masyarakat dapat memecahkan masalah, sedangkan kalangan profesional/
pemerintah sekadar memberikan pelayanan
4. Masyarakat lebih fleksibel dan kreatif
5. Masyarakat mampu memberikan pelayanan yang lebih murah
6. Standar perilaku ditegakkan lebih efektif oleh masyarakat dibandingkan birokrat
atau profesional kesehatan.
Pandangan-pandangan di atas menjadi cukup beralasan muncul dengan melihat
kecenderungan rendahnya etos kerja birokrat dan profesional kesehatan selama ini.
Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat sendiri,
sehingga pemaknaan atas hidup sehat menjadi sebuah budaya baru, di mana di
dalamnya terbangun kepercayaan, penghargaan atas hak hidup dan menyuburnya
norma-norma kemanusiaan lainnya. Model penyelenggaraan kesehatan berbasis
pemberdayaan (empowerment) harus disusun secara rasional dengan sedapat
mungkin melibatkan semua stakeholder terkait. Jadi, prioritas pembangunan
kesehatan sedapat mungkin lebih diarahkan untuk masyarakat miskin – mereka yang
jumlahnya mayoritas dan telah banyak terampas haknya selama ini. Untuk itu,
sasaran dari subsidi pemerintah di bidang kesehatan perlu dipertajam dengan jalan
antara lain :
1. Pertama, meningkatkan anggaran bagi program-program kesehatan yang banyak
berkaitan dengan penduduk miskin. Misalnya program pemberantasan penyakit
menular, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan gizi masyarakat.
2. Kedua, meningkatkan subsidi bagi sarana pelayanan kesehatan yang banyak
melayani penduduk miskin, yaitu Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, ruang rawat
inap kelas III di rumah sakit. Untuk itu, subsidi bantuan biaya operasional rumah
sakit perlu ditingkatkan untuk menghindari praktik eksploitasi dan ‘pemalakan’
pasien miskin atas nama biaya perawatan.
3. Ketiga, mengurangi anggaran bagi program yang secara tidak langsung membantu
masyarakat miskin mengatasi masalah kesehatannya. Contohnya adalah pengadaan
alat kedokteran canggih, program kesehatan olahraga dan lain sebagainya.
4. Keempat, mengurangi subsidi pemerintah kepada sarana pelayanan kesehatan
yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, misalnya pembangunan rumah
sakit-rumah sakit stroke.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik
dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat
dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial
serta harapan berumur panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut Winslow menetapkan
suatu syarat yang sangat penting, yaitu harus ada pengertian, bantuan dan partisipasi
masyarakat secara teratur dan terus menerus.
Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan sendiri. Pelayanan kesehatan berupa
bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya kemauan.

B. Saran
Perawat dapat memilih diri dan menggunakan berbagai metode, materi dan media untuk
mendukung kesehatan mereka kegiatan pendidikan. Kunci untuk memenuhi kebutuhan
individu, keluarga dan masyarakat yang merangkul gagasan bahwa pendidikan kesehatan
adalah proses interaktif akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/82512997/MAKALAH-Trend-Issue-Keperawatan-Komunitas

Anda mungkin juga menyukai