Anda di halaman 1dari 10

INTUISI 9 (3) (2017)

INTUISI
JURNAL PSIKOLOGI ILMIAH
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI
Terindeks DOAJ: 2541-2965

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN


PENYESUAIAN DIRI REMAJA

Julia Aridhona

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Aceh


Info Artikel Abstrak
Sejarah Artikel: Remaja merupakan masa dimana mengalami banyak masalah, juga
Diterima 20 September 2017 merupakan masa transisi dari anak-anak kemasa selanjutnya. Pada masa
Disetujui 25 Oktober 2017 remaja ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilewati oleh remaja
Dipublikasikan 1 November 2017 antara lain penyesuaian diri remaja, tidak semua remaja mampu
Keywords: menyesuaikan diri sesuai dengan yang diharapkan, penyesuiaan diri remaja
Adaptation, spirituality, juga memiliki hubungan dengan kecerdasan spiritual dan kematangan emosi
emotional maturity, yang mampu mempengaruhi penyesuaian diri remaja. Penelitian ini untuk
adolescence menguji hubungan antara kecerdasan spiritual dan kematangan emosi
dengan penyesuaian diri remaja. Subjek penelitian adalah 59 remaja kelas
IX SMP Ahmad Yani. Data dikumpulkan melalui angket yang terdiri dari
penyesuaian diri, kecerdasan spiritual dan kematangan emosi. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kuantitaf. Teknik yang digunakan kuota
sampling dan pengumpulan datanya menggunakan skala Likert, diteliti
menggunakan teknik korelasi pearson. Hasil analisis menunjukan hubungan
positif antara kecerdasan spiritual dan kematangan emosi dengan
penyesuaian diri yang artinya semakin tinggi spiritualitas dan kematangan
emosi maka semakin tinggi pula penyesuaian diri yang dimiliki remaja.

Abstract
Adolescence is a time when there are many problems, also a transition
period from the next childhood. In adolescence there are developmental
tasks that must be passed by adolescents such as adolescent adjustment, not
all adolescents are able to adapt in accordance with the expected,
adolescent self-adaptation also has a relationship with spiritual intelligence
and emotional maturity that can affect adolescent adjustment. This study to
examine the relationship between spiritual intelligence and emotional
maturity with adolescent adjustment. The subjects were 59 junior high
school students of SMP Ahmad Yani. Data were collected through a
questionnaire consisting of self-adjustment, spiritual intelligence and
emotional maturity. This research uses quantitative research method. The
technique used quota sampling and data collection using Likert scale,
examined using pearson correlation technique. The results of the analysis
show a positive relationship between spiritual intelligence and emotional
maturity with self-adjustment which means the higher the spirituality and
emotional maturity then the higher the adaptability of teens.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: p-ISSN 2086-0803
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Aceh e-ISSN 2541-2965
Email: juliaaridhona0707@gmail.com

224
PENDAHULUAN dalam hati orang-orang mukmin,
Masa remaja merupakan masa yang supaya keimanan mereka
paling banyak menemukan masalah, di usia bertambah disamping keimanan
remaja yang tergolong labil, sehingga mereka yang sudah ada"(QS. Al-
dibutuhkan penyesuaian diri dalam Fath : 48)
menentukan kondisi dan aspek-aspek
perkembangannya. Penyesuaian diri adalah Dari ayat di atas Allah mensifati diri-
suatu proses yang mencakup respon mental Nya bahwa Dialah Tuhan Yang Maha
dan tingkah laku, dimana individu berusaha Mengetahui dan Maha Bijaksana dan dapat
untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan- memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati
kebutuhan dalam dirinya, ketegangan- orang yang beriman. Kesehatan mental dapat
ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi diartikan sebagai tewujudnya keserasian yang
yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri
dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh antara manusia dengan diri sendiri dan
lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
2009). ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai
Masngudin dan Santoso hidup yang bermakna dan bahagia di dunia
menunjukkan bahwa ada banyak remaja yang dan di akhirat.
gagal untuk melakukan penyesuaian diri Mencapai kehidupan bermakna juga
(Japar, 2014). Kegagalan dalam penyesuaian membutukan kecerdasan spiritualitas yaitu
diri remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai kesadaran dan kesatuan dengan orang lain,
macam faktor, diantaranya pengetahuan dan juga kombinasi dari filosofi dasar kita
spiritualitas yang rendah dan tingkat tentang kehidupan, dan sikap kita dan praktek.
kematangan emosi yang masih labil. Spiritualitas remaja adalah kemampuan
Tidak semua remaja mampu mereka untuk menemukan makna hidup.
menyesuaikan diri dengan tepat. Hal ini dapat Mujib dkk (Japar 2014) menunjukkan bahwa
dikaitkan dengan karakteristik diri remaja itu kecerdasan spiritual tidak harus berhubungan
sendiri, yang cenderung melakukan dengan agama. Bagi sebagian orang,
pertentangan khususnya dengan orang tua, kecerdasan spiritual mungkin menemukan
senang mengkhayal akan keinginan-keinginan cara-cara ekspresi melalui agama formal,
yang belum terpenuhi, senang melakukan tetapi beragama tidak menjamin kecerdasan
aktivitas bersama-sama teman, dan senang spiritual yang tinggi. Ada banyak humanis
mencoba segala sesuatu (Dangwal dan dan ateis yang memiliki kecerdasan spiritual
Srivastava, 2016). yang sangat tinggi, tetapi ada juga banyak
Menurut Thoresen (Japar, 2014) orang secara aktif religius yang memiliki
bahwa peran spiritual dan faktor-faktor agama rendah spiritual intelijen.
berkorelasi dengan kesehatan fisik dan Kecerdasan spiritual adalah potensi
mental. Kondisi fisik dan mental yang sehat dari dimensi non-material atau roh manusia
mungkin akan paralel dengan kehidupan yang (Khavari, 2000). Potensi tersebut seperti intan
optimal dan kehidupan optimal ini merupakan yang yang belum terasah yang dimiliki oleh
indikator kemampuan penyesuaian diri. semua orang. Selanjutnya, tugas setiap
Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al- oranglah untuk mengenali potensi masing-
Qur'an sebagai berikut : masing sekaligus menggosoknya hingga
"Allah-lah yang telah berkilau dengan tekad yang besar dan
menurunkan ketenangan jiwa di menggunakannya untuk memperoleh

225
kebahagiaan abadi. Spiritualitas dalam spritualitas yang tinggi dan memiliki emosi
pengertian yang luas, merupakan hal yang yang matang, akan dapat menyesuaikan
berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang dirinya dengan baik, akan menempatkan diri
spiritual memiliki kebenaran abadi yang pada saat yang tepat dan waktu yang tepat
berhubungan dengan tujuan hidup manusia, pula. Bila seorang remaja memiliki emosi
sering dibandingkan dengan sesuatu yang yang stabil, maka ia mampu mengadakan
bersifat duniawi dan sementara (Hasan, kompromi atau penyesuaian diri terhadap
2006:289). sesuatu yang diinginkan dengan fakta yang
Namun demikian spiritual juga ada sehingga dapat menghadapi masalah
meliputi adanya kematangan emosional yang dengan tenang. Bagi remaja yang menghadapi
ada pada remaja juga cenderung memiliki suatu permasalahan sehingga membangkitkan
banyak perbedaan. Menurut Chamberlain emosinya dan tidak dapat mengendalikannya,
(Dangwal dan Srivastava 2016), seseorang maka remaja tersebut dikatakan belum
dewasa secara emosional adalah salah satu memiliki emosi yang matang.
orang yang hidupnya memiliki emosional Penyesuaian diri adalah usaha
yang baik dan di bawah kontrol. Ini individu untuk menyesuaikan diri dengan
merupakan suatu kebutuhan yang semua lingkungan tempat ia hidup. Dalam psikologi
orang ingin memiliki. Orang yang memiliki dikenal dengan kata adjustment (penyesuaian
emosional matang melihat dunia seperti itu diri), selama hidupnya manusia selalu dituntut
tanpa distorsi persepsi. Untuk orang yang untuk menyesuaikan diri dengan
emosional matang, selalu ada jalan keluar lingkungannya. Schneiders (Kusdiyati,
dalam situasi apapun. Begitu juga pada remaja Halimah et al. 2012) mendefinisikan
yang memiliki kematangan emosional yang penyesuaian diri sebagai suatu proses dimana
matang dapat mengontrol diri secara baik dan individu berusaha keras untuk mengatasi atau
mampu menyesuaikan diri dengan baik. menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan,
Meningkatnya persaingan menuntut frustasi, dan konflik, tujuannya untuk
setiap orang untuk terus dapat meyesuaikan mendapatkan keharmonisan dan keselarasan
diri. R. Scott dan W. Scott (Japar, 2014) antara tuntutan lingkungan dimana dia tinggal
menyatakan bahwa salah satu kendala utama dengan tuntutan didalam dirinya.
dalam menghadapi kehidupan di masyarakat Penyesuaian diri dapat didefinisikan
dengan teknologi canggih merupakan sebagai interaksi yang kontinu dengan diri
kebutuhan untuk menyesuaikan diri untuk sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia
setiap variasi yang dapat mengakibatkan (Sobur, 2003). Penyesuaian diri merupakan
konflik di keluarga, persahabatan, kelompok suatu konstruksi atau bangunan psikologi
kerja atau sekolah. Oleh karena itu, yang luas dan komplek, serta melibatkan
penyesuaian diri harus dilakukan oleh semua semua reaksi individu terhadap tuntutan baik
orang, termasuk remaja, karena dalam dari lingkungan luar maupun dari dalam diri
penyesuaian diri ada remaja yang berhasil individu itu sendiri. Dengan perkataan lain,
dalam penyesuaian dirinya, tetapi beberapa masalah penyesuaian diri menyangkut aspek
remaja gagal dalam menyesuaikan diri dengan kepribadian individu dalam interaksinya
lingkungannya. dengan lingkungan dalam dan luar dirinya
Berdasarkan dari uraian di atas, (Desmita, 2009).
Peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan Penyesuaian diri adalah usaha
antara kecerdasan spiritual dan kematangan manusia untuk mencapai harmoni pada diri
emosi dengan penyesuaian diri pada remaja. sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga
Seorang remaja yang memiliki kecerdasan rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka,

226
depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut
negatif sebagai respon pribadi yang tidak terdapat proses saling mempengaruhi satu
sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis sama lain silih berganti. Dari proses tersebut
(Kartono, 2002). timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah
Penyesuaian diri adalah suatu proses laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum,
yang mencakup respon mental dan tingkah adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi
laku, dimana individu berusaha untuk dapat untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-
berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan persoalan hidup sehari-hari.
dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, Faktor-faktor yang mempengaruhi
konflik-konflik, dan frustrasi yang penyesuaian diri antara lain (Kusdiyati, 2012)
dialaminya, sehingga terwujud tingkat faktor fisiologis yaitu struktur jasmani
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari merupakan kondisi yang primer dari tingkah
dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh laku yang penting bagi proses penyesuaian
lingkungan dimana ia tinggal (Desmita, diri dan faktor psikologis yaitu banyak faktor
2009). psikologis yang mempengaruhi penyesuaian
Semua remaja belum tentu mampu diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri,
menyesuaikan diri dengan tepat. Hal ini dapat frustasi, dan depresi.
dikaitkan dengan karakteristik diri remaja itu Spiritual Quotient (SQ) adalah
sendiri, yang cenderung melakukan landasan yang diperlukan untuk
pertentangan khususnya dengan orang tua, memfungsikan Intellegent Quotient (IQ) dan
senang mengkhayal akan keinginan-keinginan Emotional Quotient (EQ) secara efektif.
yang belum terpenuhi, senang melakukan Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi,
aktivitas bersama-sama teman, dan senang karena SQ merupakan landasan dan sumber
mencoba segala sesuatu (Dangwal dan dari kecerdasan yang lain (Khavari 2000).
Srivastava, 2016). Kecerdasan Spiritual yang sering disingkat
Penyesuaian diri merupakan suatu dengan SQ adalah kecerdasan untuk
proses dinamis yang bertujuan untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
mengubah perilaku individu agar terjadi kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hubungan yang lebih sesuai antara diri hidup dalam konteks makna yang lebih luas
individu dengan lingkungannya. Ketika dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
individu telah mencapai hubungan yang lebih tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
sesuai antara dirinya dengan lingkungannya, bermakna dibanding dengan yang lain (Japar,
maka individu tersebut akan mampu membuat 2014 ).
hubungan- hubungan yang menyenangkan Spiritualitas adalah kesadaran dan
dengan lingkungannya (Yuniarti, 2009). kesatuan dengan orang lain, dan juga
Ada dua aspek penyesuaian diri yaitu, kombinasi dari filosofi dasar kita tentang
penyesuaian pribadi adalah kemampuan kehidupan, sikap dan praktek. Spiritualitas
individu untuk menerima dirinya sendiri remaja adalah kemampuan mereka untuk
sehingga tercapai hubungan yang harmonis menemukan makna hidup. Mujib dkk (Japar,
antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. 2014) menunjukkan bahwa kecerdasan
Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya spiritual tidak harus berhubungan dengan
sebenarnya, apa kelebihan dan agama. Bagi sebagian orang, kecerdasan
kekurangannya dan mampu bertindak obyektif spiritual mungkin menemukan cara-cara
sesuai dengan kondisi dirinya tersebut ekspresi melalui agama formal, tetapi
(Yuniarti, 2009).Yang kedua penyesuaian beragama tidak menjamin kecerdasan spiritual
sosial setiap individu hidup di dalam yang tinggi. Ada banyak humanis dan ateis

227
yang memiliki kecerdasan spiritual yang bahwa dari perspektif iman, spiritualitas dapat
sangat tinggi, tetapi ada juga banyak orang dilihat dari empat hubungan yaitu hubungan
secara aktif religius yang memiliki rendah ke diri, orang lain, alam atau lingkungan dan
spiritual intelijen. untuk daya yang lebih tinggi. Remaja yang
Reich, Oser, dan Scarlett (Japar, menemukan spiritualitas akan mampu
2014) menyatakan bahwa spiritualitas remaja membuat penyesuaian diri.
dapat dilihat dari hidup mereka lebih baik dan Manusia yang memiliki kecerdasan
cara-cara baru dalam kehidupan mereka, spiritual menurut Zohar dan Marshall adalah
kesediaan mereka untuk mengambil nilai manusia yang memiliki kemampuan bersifat
tertinggi untuk menjadi transendental dan fleksibel, tingkat kesadaran yang tinggi,
bersikeras diri pada pembuatan hubungan kemampuan untuk menghadapi dan
dengan orang lain, dengan cara beralih dari memanfaatkan penderitaan, kemampuan
perhatian bahan ke perhatian perhatian nyata. untuk menghadapi dan melampui rasa sakit,
Spiritualitas adalah membangun melibatkan kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan
kepentingan pribadi dan perhatian kepada nilai-nilai, dan keengganan untuk
orang lain. menyebabkan kerugian yang tidak perlu
Kecerdasan spiritual adalah potensi (Zulkifli, 2015).
dari dimensi non-material atau roh manusia Individu yang cerdas secara spiritual
(Khavari, 2000). Potensi tersebut seperti intan melihat kehidupan ini lebih agung dan sakral,
yang yang belum ter-asah yang dimiliki oleh menjalaninya sebagai sebuah panggilan
semua orang. Selanjutnya, tugas setiap (vocation) untuk melakukan sesuatu yang
oranglah untuk mengenali potensi masing- unik, menemukan ekstase-ekstase
masing sekaligus menggosoknya hingga kehidupannya dari pelayanan kepada gagasan-
berkilau dengan tekad yang besar dan gagasan yang bukan pemuasan diri sendiri,
menggunakannya untuk memperoleh melainkan kepada tujuan luhur dan agung,
kebahagiaan abadi. Spiritualitas, dalam yang bahkan sering keluar dari dunia ini,
pengertian yang luas, merupakan hal yang bersifat abadi dan eksatologis. Kehidupan
berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang menjadi lebih sebagai instrument ketimbang
spiritual memiliki kebenaran abadi yang tujuan akhir (Japar, 2014)
berhubungan dengan tujuan hidup manusia, Kematangan emosi merupakan suatu
sering dibandingkan dengan sesuatu yang kedewasaan seseorang dalam berpikir secara
yang bersifat duniawi dan sementara (Hasan, objektif yang dimanifestasikan dalam perilaku
2006). yang wajar dan sesuai dengan fakta yang ada.
Kecerdasan menurut Zohar dan Semiun (Rizqi, 2011), mengungkapkan
Marsall (Zulkifli, 2015) adalah untuk pengertian kematangan emosi adalah
menghadapi dan memecahkan persoalan kemampuan seseorang untuk bereaksi dalam
makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk berbagai situasi kehidupan dengan cara-cara
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam yang lebih bermanfaat dan bukan dengan
konteks makna yang lebih luas dan kaya, cara-cara bereaksi seorang anak.
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan Seorang remaja yang matang
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna emosinya, akan meledakkan emosinya pada
dibandingkan dengan yang lain. saat yang tepat dan waktu yang tepat pula.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat Bila seorang remaja memiliki emosi yang
dinyatakan bahwa spiritualitas meliputi aspek stabil, maka ia mampu mengadakan
hal melampaui kepada Allah, memperhatikan kompromi atau penyesuaian diri terhadap
diri sendiri, dan orang lain. Menjelaskan sesuatu yang diinginkan dengan fakta yang

228
ada sehingga dapat menghadapi masalah kemampuan beradaptasi yang artinya orang
dengan tenang Bagi remaja yang menghadapi yang matang emosinya mampu beradaptasi
suatu permasalahan sehingga membangkitkan dan mampu menerima beragam karakteristik
emosinya dan tidak dapat mengendalikannya, orang serta mampu menghadapi situasi
maka remaja tersebut dikatakan belum apapun, kemampuan merespon dengan tepat
memiliki emosi yang matang. yang artinya individu yang matang emosinya
Chaplin (2011:165) mengungkapakan memiliki kepekaan untuk merespon terhadap
bahwa kematangan emosi adalah satu kebutuhan emosi orang lain, baik yang
keadaan atau kondisi mencapai tingkat diekspresikan maupun yang tidak
kedawasaan dari perkembangan emosional diekspresikan, merasa aman yang artinya
dan karena itu pribadi yang bersangkutan individu yang memiliki tingkat kematangan
tidak lagi menampilan pola emosional yang emosi tinggi menyadari bahwa sebagai
pantas bagi anak-anak. Semiun (Rizqi, 2011) mahluk sosial ia memiliki ketergantungan
mendefinisikan kematangan emosi mengacu pada orang lain, kemampuan berempati yang
pada kapasitas seseorang untuk bereaksi artinya mampu berempati adalah kemampuan
dalam berbagai situasi kehidupan dengan untuk menempatkan diri pada posisi orang
cara-cara yang lebih bermanfaat dan bukan lain dan memahami apa yang mereka pikirkan
dengan cara-cara bereaksi anak-anak. atau rasakan, kemampuan menguasai amarah
Menurut Katkovsky dan Gorlow (Rizqi, yang artinya individu yang matang emosinya
2011), kematangan emosi adalah dimana dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat
kepribadian secara terus menerus berusaha membuatnya marah, maka ia dapat
mencapai keadaan emosi yang sehat, baik mengendalikan perasaan marahnya.
secara intrafisik maupun interpersonal. Kematangan emosional diperlukan
Berdasarkan uraian diatas dapat waktu yang panjang, dalam proses
disimpulkan bahwa kematangan emosi pengalaman yang tidak sebentar. Matang
sebagai keadaan dimana suatu individu dapat tidaknya emosi seseorang dipengaruhi oleh
menerima suatu keadaan atau kondisi dengan berbagai faktor seperti, faktor usia, sikap dan
memunculkan emosi yang sesuai dengan apa perlakuan orangtua, dan kualitas interaksi
yang terjadi padanya tanpa berlebihan atau sosial baik dengan orangtua, teman sebaya.
meledak-ledak. Selain itu individu tersebut Remaja harus sudah mampu meninggalkan
mampu berfikir secara kritis terlebih dahulu sifat kekanak-kanakannya, dan mulai belajar
sebelum mengutarakan apa yang dirasakannya untuk berperilaku secara matang (Yuniarti,
sehingga mampu mengutarakan hal tersebut 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang kematangan emosi yaitu perubahan jasmani,
dapat diterima oleh orang lain. perubahan pola interaksi dengan orang tua,
Katkovsky dan Gorlow (Rizqi, 2011), perubahan interaksi dengan teman sebaya,
mengemukakan tujuh aspek-aspek perubahan pandangan luar, perubahan
kematangan emosi, yaitu kemandirian yang interaksi dengan sekolah. (Dangwal dan
artinya mampu memutuskan apa yang Srivastiva, 2016).
dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap Penyesuaian diri adalah suatu usaha
keputusan yang diambilnya, kemampuan yang dilakukan oleh individu untuk
menerima kenyataan yang artinya mampu mempertemukan tuntutan diri sendiri dengan
menerima kenyataan bahwa dirinya tidak lingkungan, baik secara aktif maupun pasif
selalu sama dengan orang lain, mempunyai yang melibatkan respon mental dan tingkah
kesempatan, kemampuan, serta tingkat laku, sehingga tercapai hubungan yang
intelegensi yang berbeda dengan orang lain, harmonis antara diri dengan lingkungannya

229
(Masrulin, 2015). Ketaatan untuk melakukan ganda yang bertujuan menguji hubungan
agama dengan dukungan dari spiritualitas antara dua atau lebih kelompok variabel.
mendorong remaja untuk membuat Dalam penelitian ini untuk mengetahui
penyesuaian diri dengan baik, karena adanya hubungan kecerdasan spiritual dan
spiritualitas adalah upaya seseorang untuk kematangan emosi dengan penyesuaian diri
mencapai kehidupan yang bermakna, remaja menggunakan bantuan software.
menyatakan bahwa spiritualitas merupakan Penelitian ini berjumlah 169 siswa
upaya individu untuk memiliki kehidupan SMP Ahmad Yani, namun yang dijadikan
yang bermakna (Japar, 2014). Kecerdasan subjek penelitian sebanyak 59 siswa
emosional adalah jenis kecerdasan yang (perempuan 31 dan laki-laki 28) yang terdiri
fokusnya memahami, mengenali, merasakan, dari usia 13 sampai 16 tahun yang duduk di
mengelola dan memimpin perasaan sendiri kelas IX. Penelitian ini menggunakan teknik
dan orang lain serta mengaplikasikan dalam kuota sampling.
kehidupan pribadi dan sosial. Pengumpulan data dalam penelitian
Adanya hubungan antara kecerdasan tentang penyesuaian diri, kecerdasan spiritual
spiritual dan kematangan emosi dengan dan kematangan emosi menggunakan skala.
penyesuaian diri remaja, dikarenakan Jenis skala yang digunakan adalah skala
kecerdasan spiritual yang lebih baik dan likert. Prosedur dalam penelitian ini berupa
kematangan emosi yang matang dapat pembagian skala penyesuaian diri, kecerdasan
membentuk penyesuaian diri yang spiritual dan kematangan emosi didalam kelas
diharapkan, untuk berubah dan memiliki dan diberikan kepada subjek yang diteliti
kehidupan yang bermakna. yaitu siswa SMP Ahmad Yani.
Remaja yang memiliki kecerdasan Skala yang digunakan adalah skala
spiritual yang tinggi akan dapat yang telah diuji coba hasil uji reliabilitas skala
menyelesaikan persoalan prososial didalam penyesuaian diri yang dari 38 aitem yang
dirinya dan remaja yang memiliki kematangan valid diuji reliabilitasnya menunjukkan hasil
emosi yang tinggi akan cenderung berperilaku yang reliabel. Koefisien reliabilitas r adalah
optimis, bertanggung jawab dan memiliki sebesar 0,897. Sedangkan skala kecerdasan
kepercayaan diri, sehingga ketika remaja spiritual dari 40 aitem valid menggunakan
memiliki kecerdasan spiritual dan kematangan alpha cronbach dengan nilai reliabilitas
emosi yang tinggi maka remaja mampu 0,933. Diperoleh reliabilitas dari skala
berperilaku menyesuaiakan diri dengan baik kematangan emosi dari 47 aitem valid sebesar
sesuai yang diharapkan. Maka sebaliknya jika 0,893. Dapat disimpulkan memiliki reliabilitas
kecerdasan spiritual dan kematangan emosi yang baik karena suatu konstruk atau variabel
rendah akan timbul perilaku yang prososial, dikatakan reliable jika nilai alpha > 0,7 artinya
tidak bertanggungjawab serta kurang percaya reliabilitas mencukupi sementara jika alpha >
diri sehingga terjadi kegagalan penyesuaian 0,8 ini mensugestikan seluruh item reliabel
diri pada remaja. dan seluruh tes secara konsisten secara
internal karena memiliki reliabilitas yang
METODE kuat.
Penelitian ini menggunakan Sesuai dengan hipotesis dan tujuan
pendekatan kuantitatif yaitu berupa penelitian penelitian untuk mengetahui hubungan, maka
causal research adalah desain riset yang data yang diperoleh akan diuji dengan
bertujuan untuk membuktikan hubungan menggunakan uji syarat yaitu uji normalitas
sebab akibat dari variabel yang diteliti. dan uji linieritas.
Penelitian ini menggunakan analisis korelasi

230
HASIL DAN PEMBAHASAN kematangan emosi. Hasil analisis
Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penyesuaian diri dengan
peneliti, peneliti menganalisis data yang telah spiritualitas dan penyesuaian diri dengan
didapatkan. Sebelum menguji hasil penelitian, kematangan emosi.
peneliti terlebih dahulu menguji reliabilitas Dari tabel korelasi menjelaskan
dan validitas dari kuisioner yang digunakan hubungan antara vaiabel spiritual dengan
walaupun sebelumnya kuisioner yang penyesuaian diri sebsar 0,664 sedangkan
digunakan telah teruji reliabilitasnya. hubungan kematangan emosi dengan
Sebelumnya kuisioner penyesuaian diri terdiri penyesuaian diri sebesar 0,617. Artinya kedua
dari 20 aitem dengan nilai Cronbach Alpha variabel bebas diatas memiliki hubungan
0,772, tetapi setelah diuji kembali kuisioner positif terhadap variabel terikat. Berdasarkan
penyesuaian diri mempunyai 11 aitem yang uji korelasi ganda menjelaskan besar nilai
valid dengan Cronbanch Alpha 0,798. korelasi (R) yaitu sebesar 0,715 dan
Kuisioner spiritualitas terdiri dari 20 aitem dijelaskan besarnya hubungan kecerdasan
dengan nilai Cronbach Alpha 0,779, setelah spiritual dan kematangan emosi terhadap
diuji kembali kuisioner memiliki 15 aitem penyesuaian diri yang disebut koefesien
yang valid dengan Cronbach Alpha 0,815. determinan yang merupakan hasil
Sedangkan kematangan emosi terdiri dari 19 penguadratan R. Dari output tersebut
aitem dengan nilai Cronbach Alpha 0,709, diperoleh koefisien determinan (R2) sebesar
setelah diuji kembali kuisioner kematangan 0,511 yang mengandung pengertian bahwa
emosi memiliki 9 aitem yang valid dengan pengaruh kecerdasan spiritual dan
Cronbach Alpha 0,747. kematangan emosi terhadap penyesuaian diri
Sebelum menguji analisis korelasi adalah 51,1% sedangkan sisanya dipengaruhi
ganda untuk melihat seberapa besar hubungan oleh variabel lain.
variabel bebas terhadap variabel terikat, Berdasarkan rentang frekuensi
peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi penelitian penyesuaian diri yang diperoleh
syarat yaitu uji normalitas dan uji linieritas. adalah rendah (48-60) ada 9 subjek, sedang
Skala kecerdasan spiritual dengan penyesuaian (61-72) ada 40 subjek dan tinggi (73-77) ada
diri 0,200 dan skala kematangan emosi dengan 10 subjek. Rentang frekuensi pada kecerdasan
pnyesuaian diri 0,194. Uji normalitas yang spiritual rendah (48-60) ada 15 subjek, sedang
dilakukan menunjukkan bahwa data (61-72) ada 36 subjek dan tinggi (73-77) ada 8
berdistribusi normal karena nilai p > 0,05. subjek Sedangkan pada kematangan emosi
Setelah melakukan uji normalitas, diperoleh rendah (41-50) ada 11 subjek,
peneliti melakukan uji asumsi syarat yang sedang (51-60) 37 subjek, dan tinggi (61-69)
kedua yaitu uji linieritas untuk melihat adanya ada 11 subjek.
hubungan yang linier diantara ketiga variabel. Hasil dari penelitian ini yaitu
Skala kecerdasan spiritual dengan penyesuaian kecerdasan spiritual dan kematangan emosi
diri 0,000 dan skala kematangan emosi dengan berhubungan positif dengan penyesuaian diri
penyesuaian diri 0,000 hasil uji linieritas remaja. Remaja yang memiliki kecerdasan
menunjukkan bahwa hubungan penyesuaian spiritual yang rendah akan membuat dirinya
diri dengan spiritualitas memiliki hubungan stres, berprilaku prosial. Hasil peneliatian
yang linier karena nilai p < 0,05.Setelah uji (Djalali, 2012) menunjukkan bahwa ada
asumsi terpenuhi, maka selanjutnya peneliti hubungan positif antara kecerdasan spiritual
melakukan uji korelasi untuk mengetahui dengan perilaku prososial. Arah hubungan
hubungan antara penyesuaian diri dengan yang positif menunjukkan bahwa semakin
spiritualitas dan penyesuaian diri dengan tinggi kecerdasan spiritual santri maka

231
semakin tinggi perilaku prososialnya. Dalam penelitian ini peneliti memiliki
Sebaliknya, jika semakin rendah kecerdasan keterbatasan yang menurut peneliti dapat
spiritual maka semakin rendah perilaku menjadi kendala dalam menyelesaikan hasil
prososialnya. Hal ini sesuai dengan pendapat penelitian diantaranya aitem subjek dan
Jacobi (2004) bahwa ada hubungan antara populasi keseluruhan tidak dijadikan semua
spiritualitas dengan meningkatnya perilaku sampel karena keterbatasan waktu yang ada
prososial. Menurut Jacobi, individu yang pada peneliti.
memiliki spiritualitas tinggi merasa diri
mereka mempunyai keterampilan sosial yang SIMPULAN DAN SARAN
lebih baik yang berkontribusi pada perilaku Berdasarkan hasil penelitian yang
prososial. Selain itu spiritualitas dapat telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan
berfungsi sebagai faktor pelindung seseorang dari penelitian ini yaitu ada hubungan antara
untuk melakukan perilaku antisosial dan spiritual dengan penyesuaian diri sebesar
membuat individu condong ke perilaku 0,664 dan hubungan antara kematangan emosi
prososial. dengan penyesuaian diri sebesar 0,617. Dari
Remaja memiliki kematangan emosi hasil korelasi hubungan kecerdasan spiritual
yang rendah akan cenderung memiliki tingkat dan kematangan emosi dengan penyesuaian
perilaku kurang percaya diri yang tinggi. diri sebesar 0,715 yaitu arah korelasi yang
Sharma (2011) mengungkapkan bahwa bersifat positif yang artinya semakin tinggi
kematangan emosi tercermin melalui berbagai spiritualitas dan kematangan emosi akan
ciri-ciri seperti kestabilan emosi, semakin tinggi pula penyesuaian diri yang
perkembangan emosi, penyesuaian sosial dan dimiliki remaja. Sedangkan hubungan
integritas kepribadian. Dengan demikian spiritualitas dan kematangan emosi dengan
dapat disimpulkan bahwa apabila kematangan penyesuaian diri memiliki pengaruh sebesar
emosinya tinggi maka penyesuaian sosialnya 51,1% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel
baik. Sebaliknya apabila tingkat kematangan lain, seperti variabel yang mempengaruhi
emosi pada siswa akselerasi rendah, maka penyesuaian diri antara lain pengalaman,
penyesuaian sosialnya rendah pula. Bagi aktualisasi diri, frustasi, dan depresi.
individu yang memiliki kematangan emosi Saran dalam penelitian ini, bagi
yang tinggi maka siswa tersebut memiliki remaja diharapkan para siswa lebih bisa
sikap bertanggung jawab, dapat bekerja sama meningkatkan tingkat kecerdasan spiritual dan
dengan orang lain, bekerja secara jujur, kematangan emosi serta tingkat penyesuaian
percaya kepada orang lain dan memikirkan diri yang dimilikinya lebih optimal lagi. Bagi
hak-hak orang lain (Susilowati, 2013). orang tua, hendaknya lebih memberikan
Berdasarkan beberapa hasil perhatian kepada putra-putrinya dalam
penelitian dapat disimpulkan remaja yang membantu meningkatkan tingkat kecerdasan
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi spiritual dan kematangan emosi serta tingkat
akan dapat menyelesaikan persoalan prososial penyesuaian diri yang dimiliki oleh putra-
didalam dirinya dan remaja yang memiliki putrinya. Bagi sekolah, Program BK memilih
kematangan emosi yang tinggi akan layanan konseling kelompok untuk
cenderung berperilaku optimis, bertanggung meningkatkan tingkat kecerdasan spiritual dan
jawab dan memiliki kepercayaan diri, kematangan emosi serta penyesuaian diri bagi
sehingga ketika remaja memiliki kecerdasan siswa,selain itu pada program BK,
spiritual dan kematangan emosi yang tinggi membentuk layanan bimbingan kelompok
maka remaja mampu menyesuaiakan diri untuk mempertahankan dan mengulas
dengan baik sesuai yang diharapkan. kecerdasan spiritual dan kematangan emosi

232
serta penyesuaian diri bagi siswa yang Happiness). Canada: White Mountain
berkategori tinggi dan sangat tinggi. Publications.
Bagi peneliti selanjutnya disarankan Kusdiyati, S., et al. (2012). Penyesuaian Diri
untuk menjadikan penelitian ini sebagai acuan di Lingkungan Sekolah Pada Siswa
penelitian selanjutnya, namun memperbanyak Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung.
subjek dan memperluas variabel yang HUMANITAS (Jurnal Psikologi
mendukungnya variabel yang diteliti dan Indonesia)
menghasilkan penelitian yang lebih variatif. Masrulin, A.D. (2015). Penyesuaian Diri
Siswa Kelas Vii Smp Negeri 1 Pace
DAFTAR PUSTAKA Kabupaten Nganjuk Tahun Pelajaran.
Chaplin. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Skripsi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Rizqi, M.I. (2011). Pengaruh Kematangan
Dangwal, K. L.; Srivastava, S. (2016). Emosi Terhadap Kecenderungan
Emotional Maturity of Internet Perilaku Self Injury Pada Remaja.
Users." Universal Journal of Skripsi.
Educational Research, 4(1): 6-11. Sharma, D. (2011). Emotional maturity of
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. ICDS and Non-ICDS children: a
Bandung : Remaja Rosda Karya. comparativestudy. Journal of
Djalali; Sabiq. (2012). Kecerdasan Emosi, research in peace, gender and
Kecerdasan Spiritual Dan Prilaku development.
Prososial Santri Pondok Pesantren Susilowati, E. (2013). Kematangan Emosi
Nasyrul Ulum Pamekasan. Jurnal Dan Penyesuaian Sosial Pada Siswa
Hasan, A.W. (2006). SQ Nabi : Aplikasi Akselerasi Tingkat SMP. Jurnal
Strategi dan Model Kecerdasan Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung :
Spiritual Rosululloh di Masa Kini. Pustaka Setia
Jogjakarta : IrcisoD. Yuniarti, Y.N. (2009). Hubungan Persepsi
Jacobi, L. J. (2004). Psychological Protective Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Factors and Social Skills : An Orang Tua Dan Kematangan Emosi
Examination of Spirituality and Dengan Penyesuaian Diri Pada
Prosocial Behavior. National Remaja Siswa Sman 1 Polanharjo.
Communication Association. Skripsi.
Japar, M. (2014). Religiousity, Spirituality Zulkifli, M. (2015). Pengaruh Kecerdasan
and Adolescents Self-Adjustment. Emosional dan Kecerdasan Spiritual
International Education Studies, Terhadap Prestasi Belajar Aqidak
7(10): 66. Akhlak Siswa Kelas XI Madrasah
Kartini, K. (2002). Psikologi Perkembangan. Aliyah Kecamatan Suralaga
Jakarta : Rineka Cipta Kabupaten Lombok Timur. Tesis.
Khavari, K.A. 2000. Spiritual Intelligence (A
Pratictical Guide to Personal

233

Anda mungkin juga menyukai