Anda di halaman 1dari 4

Politik luar neggri Indonesia di era global

Politik Luar negeri sendiri adalah kebijakan yang ditetapkan suatu negara yang merdeka dan
terbebas dari negara lain untuk mengatur mekanisme hubungan dengan negara lain

 Sejarah polotik luar neggri indonesia


Sejarah politik luar negeri Indonesia tidak terlepas dari sejarah Kementerian Luar Negeri, yaitu
badan pemerintah resmi yang khusus menangani isu-isu berkenaan dengan keluarnegerian
(foreign affairs), mencakup, namun tidak terbatas pada, hubungan-hubungan dengan negara
lain, dengan organisasi internasional, organisasi internasional non-pemerintah, serta berbagai
wujud kerjasama lainnya. Dalam pemerintahan Indonesia, Kementerian Luar Negeri juga
memegang status yang terbilang khusus, sebagai satu dari sedikit kementerian Indonesia yang
secara eksplisit disebutkan di dalam Undang-undang Dasar (UUD), sehingga tidak dapat
dihilangkan atau diubah nomenklatur serta wewenangnya—yaitu pada pasal 8 ayat (3).[1]

Kementerian Luar Negeri merupakan salah satu kementerian paling pertama yang didirikan
setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Usai penataan esensi-esensi pemerintahan
pada tanggal 18 Agustus 1945 (yaitu pengesahan UUD, pemilihan presiden dan wakil presiden),
Kementerian (pada saat itu ‘Kementrian’) Luar Negeri didirikan pada tanggal 19 Agustus 1945,
dengan Ahmad Subardjo, salah satu pejuang dan tokoh proklamasi, diangkat menjadi menteri
luar negeri pertama. Tidak lama usai dibentuk, Kementerian Luar Negeri langsung dihadapkan
dengan tugas berat, yaitu untuk mendapatkan dukungan luas dari masyarakat internasional
terhadap kemerdekaan Indonesia. Para diplomat-diplomat pertama Indonesia bepergian ke
berbagai negara sahabat untuk meraih simpati dan pengakuan akan kemerdekaan Indonesia.
Upaya tersebut membuahkan hasil. Mesir menjadi negara pertama yang mengakui
kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947, disusul oleh India yang bersamaan saling mengakui
kemerdekaan negaranya dengan Indonesia. Pada tahun yang sama, Indonesia membuka Kantor
Urusan Indonesia (Indonesia Office) di Singapura, Bangkok, dan New Delhi, dengan tujuan
untuk menerobos blokade ekonomi yang dilakukan Belanda atas Indonesia.[2]

Selain membuka Kantor Urusan Indonesia, diplomat-diplomat Indonesia terus melakukan upaya
mendapatkan pengakuan dari negara-negara di dunia. Pada tahun 1948, Indonesia
mengirimkan misi diplomatik di bawah Menteri Kemakmuran A. K. Gani ke Kuba untuk

1|Page
membuka misi perdagangan dengan kawasan Amerika Latin. Sementara itu, India bersama
Myanmar menyelenggarakan Konferensi Asia mengenai Indonesia di New Delhi, dan mengutuk
tindakan Agresi Militer Belanda II pada tahun 1949. Tidak berhenti di situ, Myanmar juga
mengizinkan penerbangan Indonesia Airways Dakota RI-001 “Seulawah” untuk beroperasi di
Myanmar, sambil membuka jalur komunikasi radio antara pemerintah pusat di Pulau Jawa,
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera, perwakilan Indonesia di Yangoon,
hingga ke perwakilan peninjau PBB di New York.[3]

Pada periode yang sama, Indonesia terus mengadakan perundingan-perundingan dengan


pemerintah Kerajaan Belanda mengenai kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Di antara
upaya-upaya tersebut terdapat Persetujuan Linggardjati, yang pada saat itu mengakui wilayah
Republik Indonesia meliputi Jawa dan Madura serta menggagas berdirinya Uni Indonesia-
Belanda, Perjanjian Renville pada tahun 1948 yang memberikan wilayah Sumatera kepada
Republik Indonesia, serta memuncak pada Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949 yang
berujung pada “penyerahan”[4] serta pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Kerajaan
Belanda pada 27 Desember 1949.

Perwakilan dari Indonesia akan menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 12
Agustus 1947 yang akan membahas mengenai persoalan Indonesia. Dari kiri ke kanan: Agus
Salim (Menteri Luar Negeri), Dr. Sumitro (Menteri Keuangan), Sutan Sjahrir (Duta Besar Luar
Biasa), dan C. Thamboe. (sumber: UN Photo)

Tidak hanya dengan konferensi dan perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dengan
Belanda, Indonesia turut membawa isu kemerdekaannya ke forum Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB). Hal ini dimulai ketika perwakilan dari Republik Sosialis Ukraina pada tanggal 21 Januari
1946 mengusulkan agar masalah kemerdekaan Indonesia turut dibahas oleh PBB, dikarenakan
adanya ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional.[5] Diplomat-diplomat
ulung Indonesia seperti Agus Salim dan Sutan Sjahrir berulang kali menghadiri rapat-rapat PBB,
khususnya pertemuan yang membahas “Persoalan Indonesia” (Indonesian question). Mulanya,
pada 25 Agustus 1947, PBB membentuk Komite Jasa-jasa Baik untuk Persoalan Indonesia
(Committee of Good Offices on the Indonesian Question), yang mengupayakan penyelesaian
sengketa antara Indonesia dengan Belanda secara damai.[6] Komite ini kemudian digantikan
oleh Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for
Indonesia) pada tanggal 28 Januari 1949, dengan tujuan yang hampir sama, sambil mengakui
aspirasi Indonesia untuk menjadi negara merdeka yang diakui secara luas.[7]

2|Page
 Permasalahan politik luarneggri Indonesia

Politik luar negeri adalah salah satu sarana pencapaian kepentingan nasional dalam pergaulan
antarbangsa. Politik luar negeri Indonesia berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 yakni
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial serta penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan perikkeadilan.

Politik luar negeri merupakan proyeksi kepentingan nasional ke dalam kehidupan antarbangsa.
Dengan dijiwai oleh falsafah Negara Pancasila sebagai tuntutan moral dan etika, politik luar
negeri Indonesia diabdikan kepada kepentingan nasional. Dengan demikian, politik luar negeri
merupakan bagian integral dari strategi nasional dan secara keseluruhan merupakan salah satu
sarana pencapaian tujuan nasional.

POlitik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas dalam pengertian bahwa Indonesia tidak
memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Aktif dalam pengertian tidak pasif, yaitu peranan Indonesia dalam percaturan internasional
tidak bersifat reaktif tetapi berperan serta atas dasar cita-cita bangsa yang tercermin dalam
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Karena heterogenitas kepentingan bangsa-bangsa di dunia, politik luar negeri hars bersifat
kenyaldalam arti ersikap moderat dalam hal yang kurang prinsipil dan berpegang teguh pada
prinsip-prinsip dasar seperti yang ditentukan dalam pembukaan UUD 1945. Politik luar negeri
juga harus lincah. Dengan dinamika perubahan-perubahan hubungan antarbangsa yang cepat
dan tidak menentu di dunia, diperlukan daya penyesuaian yang tinggi demi kepentingan
nasional dalam menghadapi perkembangan tersebut.

Tantangan yang Dihadapi

Situasi internasional yang selalu berkembang dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan


dalam penyelenggaraan politik luar negeri yang memerlukan penanganan dan penyesuaia.

3|Page
Perkembangan dan kemungkinan gejolak di dunia, baik poliik maupun ekonomi harus diikui
secara seksama agar dapat diantisipasi kemungkinan-kemungkinan yan dapat mempengaruhi
stabilitas nasional dan menghambat pelaksanaan pembangunan.

Permasalahan dominan saat ini, danya kecenderungan dan dominasi dari Negara adiaya yang
selalu memaksakan kehendaknya merupakan permasalahan yang dihadapi dalam
penyelenggaraan politik lua negeri. Negara-negara yang kuat cenderung menerapkan
pandangan-pandangan politiknya serta nilai-nilai yang berlaku di masyarakatnya kepada Negara
lain dalam hal modal, teknologi, dan pasar.

Kecenderungan proteksionisme dan meningkatnya masalah perdagangan yang mempunyai


dimensi politik merupakan hambatan bagi Indonesia untuk memperluas kegiatan perdagangan
global. Sebaliknya, globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi mengakibatkan hubungan
ekonomi internasional dan ekonomi nasional semakin tidak dapat dipisahkan karena adanya
saling ketergantungan.

Dalam menghadapi tantangan pada tingkat global antara lain adanya dominasi Negara adidaya
yang memaksakan kehendaknya berdampak negative bagi kepentingan Negara-negara
berkembang perlu ditingkatkan kewaspadaan, keteguhan sikap, dan kemantaban ideology
dalam memelihara ketahanan nasional.

Kerjasama dan persahabatan antarbangsa perlu memanfaatkan berbagai forum dan organisasi
internasional, meningkatkan peranan Indonesia dalam restrukturisasi , revitalisasi dan
demokratisasi PBB, serta meningkatkan kerjasama antar Negara ASEAN, Asia Pasifik, Gerakan
Nonblok, OKI, dan kerjasama antar kawasan. Di samping itu hubungan lua negeri perlu
dikembangkan untuk meningkatkan citra Indonesia yang positif di luar negeri, meningkatkan
investasi, meningkatkan pasar komoditas ekspor Indonesia dan melindungi kepentingan dan
hak-hak warga Negara Indonesia di luar negeri serta aktif dalam memberikan bantuan
kemanusian di luar negeri. (DP)

4|Page

Anda mungkin juga menyukai