MERCHANDISING
DI INDUSTRI GARMEN
WIDIHASTUTI
i
MERCHANDISING DI INDUSTRI GARMEN
Oleh: Widihastuti
ISBN: 978 602 6338 67 9-
Edisi Pertama
Diterbitkan dan dicetak oleh:
UNY Press
Jl. Gejayan, Gg. Alamanda, Komplek Fakultas Teknik UNY
Kampus UNY Karangmalang Yogyakarta 55281
Telp: 0274 – 589346
Mail: unypress.yogyakarta@gmail.com
© 2017 Widihastuti
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Anggota Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)
Widihastuti
Merchandising di Industri Garmen
-Ed.1, Cet.1.- Yogyakarta: UNY Press 2017
xiii + 233 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978 602 6338 67 9
1. Merchandising di Industri Garmen
1.judul
Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimanav dimaksudkan dalam Pasal 2
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidanakan dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil Pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)
dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
KATA PENGANTAR
iii
untuk produksi (filling), sampai menyusun perencanaan dan pengaturan
tahapan-tahapan proses produksi (Time action calendar-TAC). Harapannya
adalah agar para pembaca dapat memahami secara utuh tentang
merchandising sebagai salah satu jenis pekerjaan di industri garmen.
Penulis yakin bahwa buku ini masih memiliki kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu penulis akan berusaha untuk menyempurnakan
buku ini. Penulis berharap agar pembaca dan pemakai buku ini berkenan
memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku
ini di masa mendatang. Semoga buku yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca. Amin.
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Industri Garmen ................................................................................. 1
B. Merchandising dalam Industri Garmen .......................................... 9
vi
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................231
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Industri Garmen
Pada subbab tentang industri garmen ini akan dijelaskan mengenai apa
yang sebenarnya dimaksud dengan industri garmen, sejarah pertumbuhan
dan perkembangan industri garmen, peranannya dalam perekonomian suatu
negara, posisinya dalam pasar global, dan contoh-contoh perkembangan
industri garmen di beberapa negara termasuk Indonesia. Selain itu, pada
bahasan ini juga disertai dengan contoh foto-foto industri garmen agar lebih
menarik dan komunikatif.
1. Industri Garmen
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan industri garmen? Industri
garmen merupakan salah satu industri yang bergerak dalam bidang produksi
pakaian jadi dan perlengkapan pakaian dalam jumlah yang sangat besar
(diproduksi secara masal) berdasarkan pesanan (order dari buyer) maupun
order sendiri sesuai standar kualitas yang telah ditentukan. Pakaian jadi yang
dimaksud adalah segala macam pakaian dari bahan tekstil untuk laki-laki,
wanita, anak-anak dan bayi. Bahan bakunya adalah kain tenun atau kain
rajutan dan produknya antara lain berupa kemeja (shirts), blus (blouses), rok
(skirts), kaus (t-shirts, polo shirt, sport swear), pakaian dalam (underwear) dan lain-
lain.
Mengingat hal tersebut maka industri garmen memerlukan
pengelolaan proses produksi yang efektif dan efisien agar produk yang
dihasilkan sesuai spesifikasi order/pesanan, target, dan waktu yang telah
ditentukan. Pengerjaan setiap komponen produksi di dalam industri garmen
dilakukan secara terpisah, sehingga memerlukan pengelolaan yang sangat
cermat agar dapat menghasilkan produk sesuai standar kualitas yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, industri garmen perlu didukung oleh sumber
daya manusia, sarana prasarana, sistem, prosedur, dan manajemen yang
memadai.
1
a. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Industri Garmen
Pertumbuhan dan perkembangan industri garmen ternyata
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain perkembangan peradaban
manusia dan teknologi, kehidupan sosial dan tingkat ekonomi masyarakat,
tingkat kebutuhan masyarakat, serta kebijakan ekonomi dan politik baik
pemerintah maupun dunia sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan
bernegara. Semua faktor tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi
satu sama lain baik secara langsung maupun tidak secara langsung.
2
Gambar 1. Mesin Industri Pembuatan Kain
(Sumber :
http://nathanaelsuryadi.blogspot.co.id/2012/03/perkembangan-industri-
garmen-dari-masa.html)
4
mengimpor pakaian-pakaian dari negara Asia, karena harga yang ditawarkan
bisa jauh lebih murah. Mengapa harganya bisa lebih murah? Sebab, upah
buruh di Asia saat itu masih rendah. Oleh karena maraknya demonstrasi
yang dilakukan para buruh ini, maka pemerintahpun mengambil kebijakan
dengan membatasi impor dengan memberlakukan sistem "Quota".
5
Gambar 4. Perkembangan Teknologi di Industri Garmen
(Sumber: https://www.google.co.id/Gambar+mesin-
mesin+industri+garmen)
6
menciptakan kreasi dan pernak-pernik menarik, dengan kualitas baik dan
harga yang terjangkau.
7
Gambar 6. Situasi Kerja di Industri Garmen
8
Industri garmen tersebut merupakan penyumbang devisa terbesar bagi
negara setelah minyak dan gas bumi (migas). Di pasar internasional sendiri,
produk garmen Indonesia telah memiliki posisi yang cukup bagus,
dengan pangsa antara 3 % sampai 4% dari total nilai ekpsor dunia.
1. Pengertian Merchandising
Merchandising adalah pekerjaan penanganan order produksi baik
pesanan dari buyer ataupun order sendiri mulai dari konfirmasi order,
pembuatan sampel, pengajuan approval bahan-bahan produksi, pengadaan
bahan produksi, rencana produksi sampai penyelesaian produksi hingga
produk siap kirim berikut dokumentasi pengiriman dan pembayaran.
Merchandising merupakan suatu bagian pekerjaan dalam industri
garmen atau departemen yang menghubungkan antara bagian marketing
(pemasaran) dengan bagian atau departemen produksi. Dengan demikian,
merchandising menjadi suatu metode pelaksanaan yang digunakan untuk
promosi dan masuk dalam kategori aktivitas komersial. Pekerjaan
merchandising secara langsung bertugas untuk mengembangkan suatu
produk mulai dari awal sampai akhir. Dengan demikian, dikenal adanya
merchandising pemasaran (marketing merchandising) dan merchandising
produksi (production merchandising). Oleh karena itu, antara departemen
pemasaran dan merchandising selalu bekerja bersama-sama menjadi sebuah
tim kerja yang terdiri atas marketers (pelaku pemasaran) dan merchandisers
(pelaku pekerjaan merchandising) yang bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dan keberhasilan.
9
Terkait hal di atas, maka sebenarnya bagaimana posisi dan kedudukan
merchandising serta perannya dalam sebuah industri garmen? Berikut secara
secara garis besar akan dibahas mengenai struktur organisasi di dalam
industri garmen.
10
manajerial maupun produksi. Terkait dengan bagian atau bidang pekerjaan
tersebut, beberapa industri garmen di Indonesia masing-masing mempunyai
istilah dan nama tersendiri sesuai dengan fungsi, ukuran, dan kapasitasnya.
Menurut Till Freyer & Celia (2006), secara garis besar di dalam sebuah
struktur organisasi industri garmen terdiri atas:
a. Director (Direktur), yaitu orang yang memimpin atau mengepalai
sebuah pabrik atau perusahaan garmen. Biasanya orang yang
menduduki posisi direktur adalah pemilik perusahaan atau
rekanan/partner kerja yang dipercaya untuk menduduki sebagai
general manager dalam perusahaan garmen tersebut. Secara herarki,
orang yang menduduki posisi ini berada pada level paling atas dalam
struktur organisasi di industri garmen. Direktur ini bertanggung jawab
terhadap kesuksesan perusahaan, secara rutin mengadakan pertemuan
dan diskusi dengan staf manajemen untuk memecahkan masalah dan
mengambil keputusan, menentukan konsep dan kebijakan terkait
dengan target pasar, produk, tingkat harga, dan investasi. Direktur
tidak bisa bekerja sendiri tapi harus selalu bekerja sama dengan semua
staf dan manajemen.
11
Gambar 8. Departemen IT
13
e. Human Resources (Departemen Sumber Daya Manusia/ SDM),
yaitu bagian yang mengurusi sumber daya manusia di dalam
perusahaan garmen. Bagian ini bertanggung jawab pada hubungan
antar personal di dalam perusahaan, kinerja karyawan, analisis
pekerjaan, kesejahteraan karyawan, peraturan-peraturan yang
ditetapkan, sistem penggajian/upah kerja, dan lain-lain sehingga
tercipta produktivitas kerja yang tinggi sesuai kapasitas sumber daya
manusia yang ada di perusahaan garmen tersebut.
14
Gambar 12. Bagian Departemen Pemasaran (Marketing)
18
k. Quality Assurance (QA) atau Bagian Penjaminan Kualitas, yaitu
bagian yang bertanggung jawab pada penjaminan kualitas/mutu
produksi dan produk sesuai dengan standar spesifikasi order yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, bagian ini harus memahami spesifikasi
standar kualitas yang diminta oleh buyer agar dapat menjamin kualitas
produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, tugas bagian Penjamin
Mutu adalah menjaga dan menciptakan kualitas produk agar sesuai
dengan standar yang ditetapkan, baik standar perusahaan, permintaan
pembeli, standar yang berlaku nasional dan/atau internasional dengan
melakukan upaya antisipasi atas kemungkinan terjadinya
penyimpangan mutu produk sebelum proses produksi berlangsung,
melakukan pengendalian mutu pada proses persiapan, ketika proses
produksi berlangsung hingga proses penyelesaian produksi sampai
produk siap kirim.
20
Bagian Produksi ini bertanggung jawab atas pembuatan dan
penyelesaian produk sesuai dengan pesanan dari bagian marketing
dan/atau merchandising dengan tetap mengutamakan efisiensi dan
efektivitas kerja dengan terus berupaya untuk mengurangi pengeluaran
biaya yang tidak perlu. Oleh karena itu, bagian produksi harus mampu
melakukan perencanaan, pengaturan dan pelaksanaan proses produksi
dengan baik dan benar dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia dalam upaya menyelesaikan produksi sesuai permintaan dan
tepat waktu. Selain itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas hasil
produknya agar sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan, mutu dan
standar-standar lain yang telah ditetapkan.
22
(1) Pemasaran (Marketing)
(2) Merchandising (Merchandising)
(3) Perencanaan Produksi (Production Planning)
(4) Produksi (Production)
(5) Penjamin / Kendali Mutu (Quality Assurance)
(6) Keuangan (Finance / Accounting)
(7) Pembelian (Purchasing)
(8) Operasional (Operational)
24
harus dilakukan kontrol kualitas agar dapat mencapai produk yang
bagus sesuai spesifikasi order yang diminta.
8. Setelah semua produk selesai dan memenuhi spesifikasi baik secara
kualitas maupun kuantitas, maka segera dilakukan pengiriman produk
ke buyer.
Secara garis besar, alur proses bisnis secara keseluruhan dalam industri
garmen dapat dilihat pada bagan berikut ini:
26
BAB II
MERCHANDISER GARMEN
27
Menurut Nathanael Suryadi (2012), seorang merchandiser garmen
memiliki fungsi yang sangat penting di bisnis garmen, karena melalui
mereka rantai suplly dan rantai proses bisnis ini bisa berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, peran dari para merchandiser ini sangat penting dalam
mendukung keberhasilan dan kesuksesan perusahaan garmen. Mereka
adalah ujung tombak perusahaan yang menghubungkan antara buyer atau
customer (pemesan) dengan perusahaan terkait dengan order perusahaan.
Apabila kinerja seorang merchandiser garmen baik dan mampu memenuhi
spesifikasi dari buyer, maka akan berdampak pada keberlanjutan usaha
tersebut. Sebaliknya apabila kinerja seorang merchandiser kurang baik,
maka akan berdampak kurang bagus juga pada keberlanjutan usaha garmen
tersebut.
28
Ditinjau dari tipe atau jenisnya, pekerjaan merchandising yang
dilakukan oleh merchandiser garmen, secara garis besar dibagi menjadi dua
29
yaitu marketing merchandising (merchandising pemasaran) dan product
merchandising (merchandising produk).
30
b. Pemilihan bahan
1) Pemilihan Jenis Kain
2) Pemilihan Jenis Material Kain
3) Pemilihan warna
c. Pembuatan Sample
1) Pembuatan pola
2) Pemotongan Bahan
3) Penjahitan sample
31
3. Tahap Produksi
a. Pemeriksaan kain
b. Pembuatan Pre production sample
c. Pemotongan kain
d. Proses Artwork (Print/ Bordir)
e. Proses Jahit
f. Proses Cuci (bila Perlu)
g. Proses Finishing
1) Pemeriksaan Kualitas
2) Pemasangan Kancing
3) Proses Gosok
4) Proses Lipat pemberian Tag
5) Packing
4. Tahap Pasca Produksi
5. Tahap Penjualan di Toko (Retail)
32
h. Mengikuti proses produksi dan melakukan tindakan yang menjadi
kewenangannya agar pesanan yang diproduksi sesuai dengan
permintaan
i. Membuat dokumen-dokumen yang diperlukan bagi proses pengiriman
/ pengapalan (shipping instructions) dan penagihan pembayaran
j. Membuat rekapitulasi penyelesaian order berikut perhitungan rugi-laba
33
5. Mengenal supplier-supplier bahan baku dan bahan bantu produksi. Hal
ini penting terutama terkait dengan kelancaran pada saat pengadaan
bahan-bahan material yang dibutuhkan agar dapat dilakukan secara
cepat dan tepat.
6. Memahami bahan baku dan asesoris produksi. Hal ini sangat penting
terutama untuk mendukung tugasnya pada saat memahami desain
produk dan menentukan bahan baku dan asesoris yang sesuai,
melakukan penghitungan consumption fabric dan trims.
7. Mengenal proses produksi garmen secara umum. Hal ini sangat
penting terutama dalam mendukung penentuan proses produksi yang
akan dilakukan agar tercapai efektivitas dan efisiensi yang tinggi.
8. Mengetahui jenis dokumentasi ekspor-impor berikut kuota, metode
pengiriman dan metode pembayaran. Hal ini sangat penting terutama
terkait dengan kelancaran proses pengiriman dan pembayaran agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
9. Berupaya selalu menambah wawasan khususnya mengenai
perkembangan industri garmen baik lokal, nasional, maupun
internasional. Hal ini tentunya untuk memperkirakan produk apa yang
akan diproduksi dan bagaimana penerimaan pasar terhadap produk
garmen yang akan diproduksi.
35
yang sesuai, meminta sampel dengan spesifikasi seperti pada tech pack
dan mengirimkannya ke buyer untuk disetujui (approve). Paling tidak ada
2 jenis yang menjadi standar yaitu kualitas barang dan warna, dimana
keduanya harus sudah disetujui sebelum merchandiser garmen
memberikan lampu hijau ke Purchase dept untuk order barang tersebut.
Selain itu, mencocokkan warna (biasa disebut lab dip) juga menjadi hal
yang penting di dunia garment. Setelah kualitas fabric dan trims disetujui
(terjadi approval), maka tugas merchandiser garmen untuk
menginstruksikan ke bagian purchase untuk order. Banyaknya fabric
yang dibutuhkan sejak awal sudah dihitung saat proses costing, begitu
juga semua trims-nya. Proses costing adalah menghitung ongkos
pembuatan garmen. Hal ini dilakukan awal sekali sebelum PO (purchase
order) garmen dikeluarkan oleh buyer. Costing ini sangat penting, oleh
karena itu apabila terjadi kesalahan pada saat penghitungan costing dan
consumption (pemakaian) fabric atau trims yang mengakibatkan bahannya
kurang, maka akan berdampak fatal.
4. Pada tahap memesan fabric/ trims dan follow up kedatangannya maka
merchandiser garmen harus berhubungan dengan beberapa pihak
setidaknya: purchasing, supplier, forwarder, dan exim department dan
accounting. Di beberapa perusahaan ada yang melepaskan tanggung
jawab order material ini ke purchasing, yang penting material sudah
ada di gudang (warehouse). Ada juga yang tetap melibatkan
merchandiser garmen untuk follow up ke supplier, menanyakan kapan
barang siap di kirim, kapan datangnya, dengan cara apa akan
dikirimnya, berapa jumlah yang dikirim, dan lain-lain.
5. Proses approval dan order material berjalan paralel dengan proses
approval sample garment. Setelah sampel garmen disetujui (ada beberapa
tahap sampel, jarang-jarang yang satu tahap atau sekali kirim langsung
disetujui (terjadi approval) dan semua material datang, maka garmen
36
sudah siap diproduksi. Bagian Produksi atau PPIC (Product Planning
and Inventory Control) mengatur schedule kapan suatu order masuk ke
bagian sewing berdasarkan tanggal pengiriman (Shipment Date). Pada
tahap ini berbagai permasalahan bisa saja terjadi atau muncul.
Misalnya, masalah kualitas jahitan, cara jahit, ukuran, kotor, dan banyak
lagi derivat masalah hadir walaupun sebisanya sudah dipersiapkan
dengan baik.
37
merchandiser garmen di PT Beximco Textile & Apparel Ltd
Bangladesh:
38
6. Berusaha secara terus menerus dan pantang menyerah agar bisa
menjadi seorang pemikir yang kritis, kreatif, dan inovatif agar mampu
memecahkan masalah dengan baik.
7. Berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya didukung dengan sikap dan
perilaku profesional:
39
BAB III
PENGETAHUAN PRODUK GARMEN
41
pegawai bank, pakaian guru/dosen,
pakaian seragam sekolah, dan
sebagainya
7. Berdasarkan Pakaian musim dingin, pakaian
musim/waktu musim panas, pakaian musim semi,
pakaian musim gugur
8. Berdsarkan asal Pakaian dari bahan tenunan, pakaian
bahan dari bahan rajutan, pakaian dari kulit
binatang, pakaian dari bahan non
woven, pakaian dari bahan kombinasi
dan lain sebagainya
9. Berdasarkan Busana muslim, busana kesusteran,
kepercayaan atau busana pendeta, busana biksu, dan
agama pemakai lain sebagainya sebagai identitas
agama
10. Busana suku/negara Busana China, busana Jepang, busana
Korea, busana India, busana
Thailand, busana Jawa, busana
Melayu, busana Batak, dan busana
daerah dan negara lainnya
11. Berdasarkan warna Busana batik, busana lurik, busana
dan motif polos, busana motif
12. Berdasarkan model Busana kemeja, gaun, jaket, celana
produk garmen panjang, celana pendek, legging, kaos,
jas, blazer, vest, sweater, rok, kebaya,
lingeri, dan sebagainya.
42
13. Berdasarkan Pakaian formal (formal wear), pakaian
aktivitas manusia santai (casual wear), dan pakaian aktif
(active wear)
44
atau sepatu olahraga
maupun sepatu kets.
Dipakai di berbagai
kesempatan seperti
berkumpul dengan
teman-teman, acara
keluarga, olahraga
ringan, nonton dan
aktivitas harian
lainnya.
Umumnya terbuat
dari bahan serat
selulosa dan
campurannya dengan
kontruksi tenun
ataupun rajut.
3. Pakaian aktif (active wear): Digunakan untuk
aktivitas manusia
dengan banyak gerak
seperti kegiatan
olahraga dan bekerja
dengan aktivitas
gerak tubuh yang
sangat dinamis.
Bahan yang
digunakan umumnya
mulur dan elastis.
45
Jenis bahan
tergantung dimana
aktivitas dilakukan:
di darat, air ataupun
udara.
Untuk kegiatan darat
umumnya terbuat
dari bahan rajutan
dan serat selulosa
dan campurannya.
Untuk kegiatan di
udara dan air
umumnya terbuat
dari bahan non woven
dengan kombinasi
bahan campuran atau
murni serat sintetis.
Sering juga
digunakan sebagai
pakaian kasual biasa
khususnya untuk
pakaian aktivitas di
darat.
47
Standar kualitas produk garmen tersebut di atas dapat dilihat dari aspek
yang ditentukan yaitu mulai dari komposisi serat, kekuatan jahitan, jumlah
stitching, ketahanan luntur warna, kekuatan kancing dan risluting dan lainnya
dengan mencantumkan metode pemeriksaan dengan standar pengujian
yang harus digunakan. Oleh karena itu, di dalam purchasing order (PO) produk
garmen setidaknya memuat:
50
e. Numbering, yaitu proses pemberian nomor pada bagian komponen-
komponen pola sesuai dengan urutannya saat penggelaran kain
lembar demi lembar menjadi tumpukan banyak, misal 125 lembar
setiap tumpukan. Berarti pola kemeja body depan kiri sebanyak 125
lembar, maka harus diberi nomor dari lembar 1 s.d. 125. Ini
dilakukan pada setiap komponen. Numbering berfungsi untuk
menghindari terjadinya warna yang berbeda/belang pada satu set
potong garmen. Contoh komponen hasil potong kemeja lengan
pendek terdiri atas body depan kanan dan kiri, body belakang, lengan
kiri dan kanan, kantong dan daun kerah dan kaki kerah.
6. Menjahit elemen-elemen pola, yaitu sebelum dijahit, maka beberapa
elemen pola harus dikerjakan fusing dulu. Misalnya untuk menempelkan
interlining pada kerah. Proses penjahitan di industri garmen dilakukan
dengan mesin high speed dan mesin mesin otomatis lainnya. Proses
penjahitan dilakukan dengan sistem ban berjalan sesuai alur kerja
produksi yang telah ditentukan. Penggabungan setiap komponen pola
dilakukan oleh satu operator dan berlanjut ke komponen berikutnya
oleh operator yang lainnya sehingga untuk menghasilkan satu model
pakaian bisa dikerjakan puluhan operator. Dengan sistem produksi
masal ini dalam satu jam bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan
pakaian. Sistem produksi masal ini mampu menekan ongkos produksi
sehingga biaya proses penjahitan bisa ditekan hanya beberapa ribu
rupiah saja untuk satu pakaian. Oleh karena itu, produk-produk pakaian
jadi ini seringkali jika dikalkulasikan oleh konsumen dibandingkan
dengan membuat sendiri, harganya sangat jauh lebih murah.
7. Melakukan proses finishing/penyelesaian, yaitu dengan dilakukan
penyelesaian akhir agar pakaian tampak lebih rapi dan sempurna.
Beberapa kegiatan pada proses ini misalnya membuat lubang kancing,
memasang yang dilakukan secara manual maupun dengan mesin.
51
Penyelesaian akhir lainnya adalah proses yang membutuhkan pengerjaan
manual dengan tangan seperti mengesum, menyetrika dan melipat.
8. Melakukan pengepakan, dimana untuk produk-produk yang memiliki
brand dan kualitas ekspor pengepakannya sangat rumit, yaitu proses
pelipatannya harus mengikuti standar ukuran packing yang telah
ditentukan baik dalam jumlah, model, ukuran maupun warna. Setiap
model dan jenis pakaian jadi memiliki karakteristik produksi yang
berbeda beda terutama dalam proses penjahitan membutuhkan jumlah
dan jenis mesin jahit yang berbeda-beda pula.
52
Q = Quality
M = Meet
A = Agreed
T = Term
CH = Changes
53
Kain/benang dari aspek kehalusan, pegangan, kelangsaian,
kelembutan, kontruksi dalam pemeriksaan harus sesuai dengan
contoh standar kain/benang yang telah disepakati
(4) Contoh bahan pembantu (Accessories sample):
Bahan-bahan pembantu dari aspek jumlah, warna, bentuk dan
lainlainya harus sesuai dengan contoh
(5) Ukuran-ukuran (Size Specification)
Ukuran-ukuran standar yang telah disepakati harus dijadikan
patokan untuk pengecekan ukuran pada produk jadi.
(6) Informasi pengepakan (Packing instruction):
Informasi dan persyaratan pengepakan harus dijadikan standar
untuk memeriksa hasil pengepakan
a) Pemeriksaan marker:
Pemeriksaan dilakukan pada marker dengan melakukan pengecekan
terhadap jumlah komponen yang tercantum dalam marker, apakah lengkap
55
atau tidak. Peletakan pola pada marker apakah sesuai dengan arah serat kain
atau tidak. Pada order yang menggunakan rasio tertentu (perbanding
jumlah size), apakah jumlah komponen per size sesuai atau tidak. Untuk
bahan-bahan yang harus mengikuti motif/ jalur apakah tepat atau tidak
(biasanya dipotong dengan mesin khusus).
b) Pemeriksaan hasil potongan:
Hasil potongan harus diperiksa kembali karena bila ada kesalahan saat
pemotongan akan berpengaruh dalam proses jahit, perlu juga diperhatikan
agar hasil potongan tidak berbulu/ menempel atau ada potongan yang
melenceng. Pengurutan dan pengelompokan hasil potongan sesuai urutan,
komponen dan ukuran (bundling)
56
f) Pengawasan Produk jadi (Final Audit Quality Control):
Pengawasan produk jadi sangat diperlukan untuk memastikan bahwa
produk jadi tersebut sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan
produk jadi dilakukan dengan membandingkan produk jadi dengan
spesifikasi yang diharapkan dari desain, ukuran, kualitas jahitan,
pemasangan hang tag, pelipatan, hingga packing. Pemeriksaan akhir,
dilakukan saat barang akan di kirim.
58
Jenis bahan – apakah pola memerlukan perhatian khusus
sesuai jenis, misalnya, kesejajaran kelim, lembaran pelapis,
pelapis khusus?
Garis dan kotak – apakah polanya sesuai?
Bahan berbulu – apakah polanya sesuai?
Ketebalan bahan – apakah ada lembaran bertumpuk atau
jahitan bersudut menjadi terlalu tebal untuk ditangani secara
efisien?
59
Periksa apakah sambungan dan keliman yang sesuai telah
ditentukan alokasinya untuk model dan jenis bahan yang
sesuai telah digunakan
Periksa lubang bor untuk kup, posisi saku, dsb, telah diberi
tanda.
Periksa posisi torehan dan titik keseimbangan.
60
dianggap kurang baik, maka upayakan salah satu sisi/pinggir
kain harus sejajar satu sama lain mulai dari lapisan paling
bawah sampai lapisan paling atas.
Pastikan tiap lembar kain dalam tumpukan pada kondisi yang
rata; tidak terlipat, tidak kendor, tidak bergelombang, tidak
merenggang satu sama lain. Jadi tegangan kain harus sama dan
merata.
Tinggi tumpukan kain atau jumlah lembar kain yang ditumpuk
harus lebih rendah dibanding tinggi efektif pisau potong (cutter
effective length) yang akan digunakan.
Kerapatan atau kepadatan tumpukan kain di bagian atas,
tengah dan bawah harus sama.
Siapkan mesin potong (cutting machine) sesuai dengan
spesifikasi tumpukan kain dan gunakan pisau yang tajam.
61
(c) Pemeriksaan pemotongan kain:
Melakukan pemeriksaan terhadap hasil spreading/ampar
apakah kain yang diampar sudah benar benar rata tidak
bergelombang dan lurus.
Melakukan pemeriksaan pada marker, apakah rasio size/ukuran
sudah memenuhi seluruh size/ukuran yang dipesan
Melakukan pemeriksaan terhadap peralatan dan metode
cutting
Pastikan seluruh komponen garmen jumlahnya telah sesuai
dengan rencana.
Periksa apakah terdapat komponen garmen yang cacat
potong, perubahan ukuran akibat salah potong pada setiap
lapisan kain. Jika terdapat cacat atau perubahan ukuran, maka
segera ganti dengan kain sisa potongan (fabric waste/ pada kain
cadangan),
Pemeriksaan pada hasil potong, apakah stripe atau kotak dari
potongan komponen benar benar matching dan balance
Cocokkan komponen pola dengan komponen pola yang
terdapat pada kertas marker apakah komponen pola sudah
lengkap atau belum. Petugas QC harus mencatat semua
temuan pada lembar laporan pemeriksaan. Selesai periksa, beri
kode/tanda (coding) sesuai ukuran garmen (garmen size) setiap
kelompok komponen-komponen garmen yang akan dijahit
(assemble) kemudian diikat (bundle).
62
a) Memastikan kesesuaian jenis interlining dengan bahan utama:
Kesesuaian jenis interlining dengan bahan utama baik dari
aspek warna, daya rekat, daya susut bahan, daya luntur bahan
dan kesempatan pemakian busana. Kesesuaian jenis
interlining akan mempengaruhi kekuatan daya rekat, daya
tahan, daya jahit dan bentuk akhir busana setelah di
fuse/setrika. Jenis interlining ini juga harus disesuaikan dengan
bagian/komponen mana yang akan dipasang interlining.
Melakukan pemeriksaan apakah interlining yang digunakan
sudah sesuai dengan yang ditentukan oleh buyer atau tidak.
b) Memastikan peletakan interlining sudah tepat pada bagian
busana yang hendak dipasang. Yang perlu diperhatikan adalah
allowance dan ujung ujung sudut bahan yang akan dibentuk
dengan interlining. Periksa dengan teliti:
Jenis dan bentuk interlining yang digunakan (sudah sesuai
atau belum),
Jumlah interlining one ply atau two ply (satu atau dua lapis),
Suhu gosokan (harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan)
Kondisi kain dan interlining harus bagus, satu size, dan sama
style dalam satu ikatan/bundle.
Cek kain (luar dalam)
Khusus untuk manset, kain manset harus dicek tidak boleh
belang kiri dan kanan, serta posisi jatuhnya interlining kejalur
kain, harus sama (kiri dan kanan).
c) Proses menggosok:
Bersihkan interlining dari kotoran dan sisa benang (Kain dan
interlining yang tidak ada lemnya dibersihkan dengan lakban).
63
Bagian interlining yang ada lemnya tidak boleh dibersihkan
dengan lakban, karena dapat menyebabkan bubling
Posisi pucuk dan kain keras pada kain (Jarak atas-bawah, kiri
dan kanan harus sesuai). Khusus untuk kain jalur dan kotak
masing-masing ujung harus balance (vertikal dan horisontal)
serta harus lurus.
Posisi interlining harus rileks pada kain (tidak
menggelembung atau legang)
Saat menggosok, gosokan dilakukan dengan menekan bukan
menggeser, hal ini dilakukan agar interlining tidak
memuai/memanjang.
Kain yang sudah digosok tidak boleh ditumpuk terlalu
banyak, hal ini bertujuan agar bagian bawah tidak terkena
panas gosokan berkali-kali
Gosokan cukup pada bagian interlining (tidak perlu luar
dalam)
65
akan melengkung, bentuk pinggiran kerah akan berbeda,
dan/atau pemasukan ‘V’ yang tidak tepat di tengah.
66
b) Pemeriksaan Mutu Jahitan
Periksa hasil jahitan berdasarkan persyaratan teknis yang
diminta pihak pembeli (buyers) atau spesifikasi produk
yang diminta seperti jumlah stitch per inchi (SPI), tegangan
jahitan, jarak jahitan dari pinggir kain, jahitan tidak boleh
ngambang atau loncat atau ada sambunganndna lainnya
Periksa setiap ujung bagian akhir jahitan, benang kancing,
ujung benang obras, ujung benang pada jahitan bartack
dan lain-lain. Seluruh ujung benang harus dapat
disembunyikan atau terpotong rapi tanpa sisa.
Periksa seluruh kain pada garmen, apakah ada sisa
potongan benang yang masih menempel di kain, atau sisa
benang yang terselip di bekas jahitan. Diharapkan tidak
satu benda asing pun yang menempel pada produk
garmen, dan seluruhnya harus dalam keadaan bersih dan
rapi.
Lakukan pemeriksaan kembali terhadap keseluruhan hasil
jahitan berupa: pencatatan ukuran komponen garmen
bagian kiri dengan bagian kanan, misalnya; panjang sisi luar
badan sebelah kiri harus sama dengan panjang sisi luar
badan sebelah kanan (left out-seam sama dengan right out-
seam), panjang sisi dalam badan bagian kiri apakah sudah
sama dengan panjang sisi dalam badan sebelah kanan.
Spesifikasi ukuran pada dasarnya memberikan informasi
mengenai batas toleransi maksimum penyimpangan
ukuran komponen garmen yang kita buat terhadap
ketentuan/ukuran standar atau standar pembeli.
Pemeriksaan terhadap seluruh ukuran komponen garmen
67
mengacu kepada komponen garmen atau tolerance,
misalnya pada produk kemeja meliputi item dan toleransi
berikut:
68
pengukuran dilakukan pada satu inchi di
bawah ketiak (the big armhole point)
2. Back length Ukur dari titik leher belakang (titik
sambungan badan dengan kerah) sampai
ke bawah batas hem (ujung bawah
kemeja), bandingkan dengan spesifikasi
dan standar.
3. Shoulder Ukur dari jarak titik leher (batas kaki
kerah sampai titik bahu paling luar.
Bandingkan dengan spesifikasi dan
standar.
4. Waist Ukur pada batas pinggang yaitu sisi kanan
ke sisi kiri. Bandingkan dengan spesifikasi
dan standar.
5. Sleeve length Sleeve outseam/lengan bagian luar diukur
dari sambungan bahu sampai ujung
lengan (cuff). Sleeve inseam diukur dari
sambungan ketiak sampai ke ujung
lengan. Bandingkan dengan spesifikasi
dan standar.
6. Armhole Ukur dari sambungan ketiak sampai ujung
bahu membentuk garis lurus. Bandingkan
dengan spesifikasi dan standar.
7. Elbow Diukur ½ panjang lengan bagian luar
(sleeve length). Bandingkan dengan
spesifikasi dan standar.
8. Cuff/manset Lebar (cuff opening) dan tinggi cuff.
Bandingkan dengan spesifikasi dan
standar.
9. Left side vs Right Bandingkan seluruh komponen garmen
side bagian kiri dengan bagian kanan, kedua
ukuran harus sama dengan lengan bagian
kiri baik pada outseam maupun inseam,
panjang ujung kerah bagian kiri badan
harus sama dengan panjang sisi kanan
badan, dan seterusnya. Bandingkan
dengan spesifikasi dan standar.
69
c) Pemeriksaan Proses Finishing:
Pada proses finishing umumnya dilakukan proses lubang
kancing pemasangan kancing, penyetrikaan, pelipatan,
dan pengepakan.
70
di tengah lubang, tetapi bagian depan kiri pada bagian
lehernya harus dikurqngi 1/8” tujuannya untuk
menghindari folding terlalu kencang pada bagian atas.
71
permukaan mesin vacuum cleaner harus dilapisi oleh
busa, agar button/kancing jatuh pada permukaan yang
empuk.
72
pengepakan. Beberapa jenis pelipatan untukproduk
kemeja diantaranya adalah:
Stand Up Pack (kerah nampak berdiri pada posisi
folding/lipatan).
Untuk packing metode stand up pack, umumnya
digunakan untuk garment atau kemeja formal. Untuk
packing stand up pack kita harus menggunakan beberapa
material pembantu: card board/karton badan, paper collar
stripe/karton leher, plastic collar stripe/plastik leher, plasitic
butterfly/plastik kupu-kupu, tissue paper/kertas tissue.
Metode untuk stand up pack harus menggunakan mold dan
meja folding. Jenis jenis dari stand up pack:
Stand Up pack cuff folded out: manset/cuff akan berada pada
bagian depan folding.
Stand Up pack both cuff folded out: kedua manset/cuff akan
berada di bagian depan folding.
Stand up pack Cuff fold in: manset/cuff akan tidak nampak
pada bagian depan folding.
73
Cuff Folded In
Flat Pack
74
badan, paper collar stripe/karton leher, tissue paper/kertas
tissue.
Hanger Pack
Metode untuk hanger pack umumnya digunakan untuk
sport wear, dimana garment finish akan digantung pada
hanger.
Hanger Pack
76
End stacking collar facing down: susunan tumpukan pakaian
pada dalam karton dengan pakaian terakhir kerah/collar
menghadap ke bawah.
78
beberapa hal yang berkaitan dengan standar kualitas garmen mulai dari
klasifikasi zona cacat produk garmen sampai pada bagaimana menentukan
atau menguji kualitas mutu produk garmen.
1) Zona A, dimana pada produk garmen berupa kemeja, area pada zona
A ini tidak diperbolehkan ada cacat sama sekali, sebab area A
merupakan area dimana penampilan dari sebuah kemeja dalam kondisi
folding/lipat. Total bagian dari area A pada sebuah kemeja adalah 14%
dari keseluruhan kemeja Pemeriksaan pada area A ini harus sangat
teliti. Adapun komponen kemeja yang termasuk area A adalah:
Top Collar/Krah lapisan atas atau luar.
Bagian Luar dari collar band/ kaki kerah 2” dari ujung ke kiri dan
kanan
Bagian dalam collar band/kaki kerah 4 1/2” dari tengah ke kiri dan
kanan.
Inside Yoke/ bagian dalam bahu 6” dari tengah ke kiri dank e kanan,
Pocket/saku seluruh bagian saku kecuali bagian pocket hemming/
lipatan saku
Front body/ bagian depan badan dari tengah 12 1/2” ke bawah kiri
dan kanan dan 6 5/8” dari tengah ke samping kiri dan kanan.
2) Zona B, dimana pada produk kemeja, area ini disebut juga area
berpengaruh atau penting. Pada area ini diperbolehkan ada cacat yang
sangat minor. Total bagian dari area ini adalah 40% dari keseluruhan
79
kemeja. Pada produk kemeja, komponen yang termasuk area B ini
adalah:
80
Gambar 20. Zona Cacat Pada Produk Kemeja dan Celana
82
Gambar 21. Cacat-cacat Jahitan
83
Gambar 23. Cacat pada Pemasangan Saku
84
Gambar 25.
Cacat Pemasangan saku yang tidak simetris (a) dan warna benang tidak
sama/tidak matching dengan kain (b)
Gambar 27.
Cacat Pemasangan Jahitan dan Motif Kain yang Tidak Simetris/Ketemu
85
Gambar 28. Cacat-cacat pada Pemeriksaan Garmen
86
Gambar 30. Hasil Packing yang Sudah Siap Dikirim
87
1. Angkat pakaian pada bagian pundak (shoulder point) lalu periksa bagian
depan dan belakang terutama pada Zona A dan B. Amati apakah ada
cacat-cacat jahitan/warna, atau tidak.
88
3. Buka bagian kancing/resluiting cek fungsi dan peletakannya apakah
sudah tepat pada posisinya (center).
Pengecekan pada bagian kancing:
89
4. Selanjutnya cek bagian kerah baik bagian dalam maupun bagian luar
dan cek kualitas jahitannya termasuk jahitan pada bahu. Amati apakah
terdapat cacat atau tidak.
90
5. Kemudian lipat bagian bahu ke arah depan lalu periksa bagian belakang
leher. Amati apakah ada cacat baik itu cacat jahitan atau cacat warna,
atau tidak
6. Periksa kualitas jahitan bahu bagian kiri, amati apakah ada cacat atau
tidak.
91
8. Cek bagian luar dan dalam manset lengan kiri. Amati apakah terdapat
cacat atau tidak
9. Cek jahitan samping dari bawah lengan kiri hingga lipatan bawah
busana. Jika ada pemasangan label pada jahitan smaping cek ketepatan
pemasanagan label sesuai order.
92
11. Periksa jahitan samping kanan hingga bagian bawah lengan kanan.
Amati apakah adaa cacat atau tidak.
12. Periksa bagian luar dan dalam manset lengan kanan, amati apakah ada
cacat atau tidak
13. Lipat bagian lengan kanan menyilang kearah depan busana busana
periksa bagian belakang lengan apakah ada shading atau tidak.
93
14. Periksa jahihan sambung lengan dan bahu kanan, amatilah apakah ada
cacat atau tidak
15. Balik busana dan periksa bagian belakang secara teliti dan cermat,
amati apakah ada cacat atau tidak
94
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
garmen yang dihasilkan harus memenuhi standar kualitas yang telah
ditentukan sehingga sesuai dengan spesifikasi order yang diminta oleh
buyer. Seorang merchandiser garmen harus mengetahui dan memahami hal
ini agar tugas dan tanggung jawabnya mengawal proses dari penerimaan
order dari buyer sampai pengirimannya ke buyer dapat berjalan dengan
lancar dan sukses. Oleh karena itu, untuk mendukung hal ini maka dalam
tahap ini merchandiser garmen harus bekerja sama dengan bagian/
departemen pengendalian mutu atau quality Control (QC). Hal ini untuk
mencapai right product, right quality, right quantity, dan schedule time.
95
BAB IV
PENGETAHUAN BAHAN BAKU TEKSTIL (MAIN
MATERIAL)
97
hanya ditujukan untuk memperbaiki, meningkatkan, menambah dan
mengoptimalkan sifat dasar serat tersebut sehingga menjadi bahan tekstil
berkualitas sesuai tujuan pemakaiannya.
Kain tekstil dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu: kain
yang dibuat dari benang kemudian ditenun atau dirajut menjadi kain dan
kain yang dibuat langsung dari serat dengan sistem kempa/presing yang
disebut kain non woven. Alur (flow) proses pembuatan kain baik yang terbuat
dari satu jenis serat maupun campuran serat sampai menjadi produk akhir
yang siap untuk dibuat garmen, pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1. Kain Tenun:
Kain tenun ini diperoleh dengan cara menenun/menyilangkan
(weaving) benang lusi (warp) yaitu benang yang sejajar dengan pinggir kain
dan benang pakan (weft, filling) yaitu benang yang tegak lurus terhadap
pinggir kain. Berdasarkan konstruksi silang dasar tenun/anyaman yang
menyusun kain tenun tersebut, maka ada 3 macam jenis silang dasar
98
tenunan, yaitu: (1) anyaman/silang polos (plain weave); (2) Anyaman/silang
kepar /keper (twill weave); dan (3) Anyaman/silang satin (sateen weave).
100
c. Anyaman/silang satin (sateen weave)
Anyaman ini mempunyai silangan-silangan yang paling sedikit dan
cucukan merata, sehingga anyaman ini menghasilkan kain yang
permukaannya rata dan berkilau. Ditinjau dari sudut jumlah silangannya,
maka anyaman satin tidak begitu kokoh. Contoh produk tekstil dari jenis
silang satin antara lain: satin, damast, dan lain-lain.
101
2. Kain Rajut (Knitted fabric)
Kain rajut adalah kain yang dibuat dengan cara membentuk jeratan
dengan alat yang terdiri dari jarum-jarum rajut (mesin rajut), atau jenis kain
yang diperoleh dengan cara merajut (knitting) sehelai benang atau lebih
sehingga terbentuk jeratan (loops). Dengan demikian, prinsip pembuatan
kain rajut adalah pembentukan jeratan benang secara berulang-ulang
dengan bantuan jarum rajut. Perajutan pada awalnya dikerjakan dengan
batang pengait benang dari kayu yang dikenal dengan cara pembuatan brein,
kemudian menggunakan batang besi berkait disebut hakpen yang dikenal
dengan cara merenda. Ada tiga macam kain rajut, yaitu: (1) Kain rajut pakan;
(2) Kain rajut lusi; dan (3) Kain rajut pakan atau lusi
1) Kain rajut pakan, yaitu kain yang dibentuk dengan jeratan-jeratan dari
helai benang yang horizontal arahnya, dengan menggunakan mesin
rajut pakan (weft knit).
102
2) Kain rajut lusi, yaitu kain yang dibentuk dengan jeratan-jeratan dari
helai benang yang vertikal, dengan menggunakan mesin rajut lusi (warp
knit)
3) Kain rajut lusi atau pakan, yaitu kain yang dibentuk dengan jeratan-
jeratan dari benang yang vertikal, tetapi dimasukkan juga benang-
benang arah horizontal.
3. Kain Tule:
Kain tule dibuat dari sutera asli, sutera tiruan, wol atau nilon, dan pada
umumnya bukan dari bahan kapas. Produk tule seperti ini disebut sebagai
klambutule. Dalam pemeriksaan kain tule perlu diperhatikan pertama jenis
serat, kemudian jenis jeratan, dan motif tambahan kain.
4. Kain Jala
Kain jala yaitu kain yang dibuat dengan cara mengikatkan benang satu
sama lainnya.
5. Kain berlapis
Kain berlapis adalah kain yang diperoleh dengan menyatukan dua
lembar atau lebih dengan perekat atau pelapisan foam plastik atau sheet.
103
atau dapat juga dibuat dengan mengempa langsung seratnya, contohnya
kain kempa. Kain kempa adalah kain yang dibuat dari serat yang dikempa
dengan bahan tambahan perekat. Kain kempa pada umumnya sedikit tebal.
Terdapat juga yang dibuat dengan penambahan kain lapis atau penyatuan
seratnya menggunakan perekat, salah satu produknya disebut sebagai kain
khusus dengan penggunaan terbatas, seperti: (1) tas dan karpet; (2) upholstry
atau lenan rumah tangga; (3) tapestry atau bahan pelengkap rumah tangga
seperti keset dan lap pel.
Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa proses pembuatan kain bukan
tenun (non woven fabric) yang berupa lembaran, bukan melalui proses
pertenunan atau perajutan tetapi melalui proses pembentukan web dan
pengikatan strukturnya. Web adalah lembaran lapisan serat yaitu suatu bahan
berupa lembaran yang terdiri dari sekelompok serat yang diperoleh melalui
proses carding, melt spinning, dan proses yang mirip dengan teknologi
pembuatan kertas. Pembuatan kain non woven ini juga bisa dengan cara
fusing (pelelehan sifat thermoplastic serat) dan bonding (pengikatan serat).
104
Tabel 5. Jenis dan Komposisi Kain untuk Garmen
105
Indonesia), atau AATCC (American Association Of Textile Chemists And
Colorists). Pengujian bahan baku tekstil untuk garmen dapat meliputi:
pengujian konstruksi kain, pengujian kekuatan kain, moisture regain, daya
serap, kekusutan, perubahan dimensi, ketahanan luntur warna, dan lain-lain.
Pemeriksaan kain dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
pembuatan produk garmen dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Pemeriksaan Visual, yaitu dilakukan dengan cara pengamatan pada
kain yang digerakkan oeh mesin pemeriksa. Mesin pemeriksa kain
adalah mesin yang dipakai untuk memeriksa kain sebelum dipotong,
dengan maksud memeriksa apakah ada cacat-cacat kain saat
pembuatan bahan tersebut. Cacat yang dimaksud adalah cacat berupa:
benang putus, nep, penumpukan benang ke arah horisontal/ vertikal
dll. Pemeriksaan cacat kain ini dilakukan dengan alat Fabric Inspection
machine. Alat ini akan menggerakkan kain sesuai dengan lebar dan
panjang kain serat sekaligus mengukur panjang kain. Operator
pemeriksa kain mengamati, mengukur, dan mencatat jenis dan panjang
cacat kain pada posisi panjang kain ke sekian meter sesuai yang
ditunjukkan alat ke dalam lembar pencatatan.
2. Pengujian secara teknis laboratorium, yaitu dilakukan dengan
pengujian laboratorium. Mutu/kualitas bahan tekstil dapat diketahui
dengan cara menganalisis bahan tekstil tersebut berdasarkan pengujian
sifat-sifatnya, baik dengan pengujian secara fisika maupun secara
kimia. Pengujian bahan tekstil tersebut dapat dilaksanakan di
laboratorium pengujian/evaluasi tekstil dan mengacu pada standar
mutu yang telah ditentukan.
106
menggulung kembali ke bentuk gulungan semula. Pengamatan dilakukan
pada macam-macam sumber penyebab cacat kain yang antara lain meliputi:
1) Cacat struktur/kontruksi bahan/kain
Yaitu cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan pembuatan dan
pengangkutan kain yang tidak sempurna. Yang termasuk cacat ini
adalah kerapatan benang pakan/lusi yang tidak sempurna,
persilangan/anyaman benang pakan/lusi yang tidak sempurna, cacat
akibat kerataan benang yang tidak sama, kain berlubang, kain sobek,
perbedaan kontruksi kain darai standar yang disepakati, panjang/lebar
kain yang kurang dari standard dan lainnya.
2) Cacat Warna
Yaitu cacat kain akibat proses pewarnaan yang kurang sempurna
seperti belang (shading), timbulnya bintik-bintik hitam atau putih, warna
kain tidak sesuai contoh standar dan cacat akibat lipatan kain sehinga
menimbulkan efek garis perbedaan warna. Salah satu cara menguji test
beda warna pada kain adalah dengan test shading. Test Shading dilakukan
dengan memotong 10 cm kain dari awal – tengah – akhir, test ini
dilakukan pada 1 rol kain. Tujuan dari test ini adalah mengetahui
adanya perbedaan gradasi warna dalam satu roll kain. Tipe dari test
shading dan penentuan jenis marker:
Side to side:
Shading ini berada di kedua sisi kain, hal ini akan mempengaruhi jenis
marker yang akan kita pakai. Umumnya untuk shading side to side
marker yang akan digunakan adalah block marker, yaitu komponen
garmen yang besar akan terletak di samping dan diletakkan pada posisi
memanjang, dan untuk komponen kecil akan terletak pada bagian
tengah marker.
Side middle Side:
Untuk jenis shading ini, pada umumnya kain sudah tidak dapat
digunakan, karena akan sangat berpengaruh pada hasil garment jadi.
Side to Middle:
Prinsip dari jenis shading ini sama seperti pada side to side, yaitu
marker yang akan digunakan adalah marker special/block marker.
Pertama yang harus dilakukan adalah menentukan peletakan
107
komponen besar garmen pada marker, dan untuk menghindari
shading pada satu garment jadi, maka dalam satu size komponen harus
diletakkan secara berdekatan.
3) Cacat kotor:
Yaitu cacat yang disebabkan cara penanganan bahan saat
pengangkutan, pengerjaan dan penyimpanan sehingga menyebabkan
bahan jadi kotor, sobek, berjamur dan cacat cacat lainnya.
108
Tabel 6. Sistem Point Penilaian Grade Kain
Sistem Panjang Point
Cacat
4 Point System <7,5 cm 1 point
Setiap 100m kain dapat 7,5 cm – 15 cm 2 piont
dikatakan diterima jika 15 cm – 23 cm 3 point
point cacat tidak lebih 23 cm – 30 cm 4 point
dari 35 point
6 Point Sistem < 25 cm 1 point
Setiap 100m kain dapat 25 cm – 49 cm 2 point
dikatakan diterima jika 50 cm – 74 cm 3 point
point cacat tidak lebih
dari 40 point 75 cm – 99 cm 4 point
100cm – 124cm 5 point
125cm – 150 cm 6 point
10 point system Cacat sepanjang arah 10 point/m
Biasa digunakan untuk panjang kain
kain yang memiliki lebar Cacat sepanjang arah 10 point
>170cm. Setiap 100m lebar kain
kain dapat dikatakan Cacat sepanjang 5 point
diterima jika point cacat setengah lebar kain
tidak lebih dari 40 point Cacat sepanjang 3 point
seperempat lebar kain
2,5 cm – 6,5 cm 2 point
109
D. Pemilihan Bahan Baku Tekstil/Kain (Main Material) untuk
Garmen
Merchandiser garmen perlu memiliki kemampuan dalam memilih
bahan baku untuk garmen. Hal ini bertujuan agar mereka tidak mengalami
kesulitan saat harus menentukan bahan baku tekstil untuk produk garmen
mereka. Di pasaran, nama-nama kain tersebut tidak selalu berdasarkan asal
jenis seratnya saja, namun ada juga yang berdasarkan proses pembuatannya,
berdasarkan bentuknya, berdasarkan kegunaannya, berdasarkan
anyamannya dan berdasarkan merk dagang oleh pabriknya.
Pemilihan bahan tekstil yang tepat sangat mempengaruhi mutu dan
kualitas busana/garmen yang akan dihasilkan. Agar dapat memilih bahan
yang tepat perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: (1) unsur-unsur
desain pada bahan tekstil; (2) pemilihan bahan tekstil (kegunaan,
kesempatan, karakteristik penanganan, model dan lebar kain); (3) kriteria
pemilihan bahan tekstil dengan memperhatikan faktor – faktor mendesain
busana. Oleh karena itu, saat memilih bahan baku untuk produk garmen
kita harus memperhatikan jenis kain dan penggunaannya.
110
Untuk jas laki laki dan perempuan, mantel,
Gabardine
seragam, dan kemeja pria.
Untuk pakaian pengantin, gaun ,sebagai bahan
Georgette
pelapis
Nylon Untuk pakaian dalam, kaos kaki , sweater
Organdy Untuk blus, pakaian resmi.
Organza Untuk gaun malam, underlining
Untuk kemeja pria. jaket, kemeja, rok, gaun, dan
Oxford
olahraga
Untuk semua jenis busana tergantung serat
Polyester
campurannya
Pongee Untuk gaun, blouse dan ajket
Rayon Untuk semua jenis pakaian
Satin Untuk gaun malam, jaket , bahan pelapis
Spandex Untuk pakaian olahraga, pakaian dalam
Taffeta Untuk gaun malam
Tulle Untuk gaun, kebaya, pakaian pengantin
Untuk gaun malam, pakaian dirumah, pakian
Velvet
pengantin
Voile Untuk gaun, blouse
Wool Untuk semua jenis pakaian
(Sumber: Noor Fitrihana & Widihastuti, 2011)
111
120 hari, namun apabila industri garmen bisa mengendalikan lead time proses
produksi dengan baik, maka akan meninggikan daya saing yang dimiliki
industri garmen tersebut.
Selanjutnya saat terjadi proses order dari buyer ke industri, maka
setelah buyer memilih kain (fabric) sesuai style-nya maka proses pertama
adalah mengirimkan contoh-contoh kain yang paling dekat spesifikasinya
(spec) dengan permintaan mereka. Proses ini akan menjadi lebih mudah
apabila mereka memiliki spec yang jelas dari kain tersebut, misalnya
konstruksi, lebar kain, finishing, dan keterangan lainnya. Oleh karena itu,
merchandiser garmen harus mengetahui dan memahami spec tersebut,
seperti contoh di bawah ini:
Contoh 1:
Buyer meminta kain dengan konstruksi:
Woven Twill 2/1 CD16xCD12/108x56, 58” peach finish
Artinya bahwa: Buyer meminta jenis kain tenun (woven) twill 2/1 dengan
nomor benang lusi 16 dan benang pakan 12, baik benang lusi maupun pakan
adalah benang jenis carded. Kain ini memiliki 108 jumlah benang lusi per
inci dan 56 jumlah benang pakan per inci. Finish yang diminta adalah peach
yaitu permukaan kain agak berbulu dan pegangannya halus. Lebar kain
adalah 58 inci.
Contoh 2:
Buyer meminta kain dengan konstruksi:
Knit mesh, PES 150D/144 F, 110 gr/m2, 60”
Artinya bahwa: Buyer meminta jenis anyaman yang dihasilkan oleh mesin
rajut lusi (warp knit). Konstruksi yang diinginkan terdiri dari benang dengan
nomor 150 denier, dimana setiap benang terdiri dari 144 filamen. Berat kain
aalah 110 gr/m2 dengan lebar kain adalah 60 inchi.
112
untuk mencapai kesepakatan (approval) lebih cepat antara buyer dan
industri garmen.
113
BAB V
PENGETAHUAN BAHAN BANTU (ADDITIONAL
MATERIAL)
115
Tabel 8. Klasifikasi Bahan Bantu untuk Garmen
No. Jenis Bahan Bantu Contoh
1. Bahan bantu utama (bahan Benang, kancing, resluiting
pelengkap utama)
2. Bahan bantu tambahan Bordir, elastic, bantalan/
(bahan pelengkap padding, renda, gasper,
tambahan) pita, pita rekat, balein,
kom dan mungkin bahan
bahan lain yang
diperlukan.
3. Bahan pelapis Lapisan bawah
(Underlining), lapisan dalam
(Interfacing), lapisan antara
(Interlining) dan bahan
pelapis (lining) yang biasa
disebut furing (Lining).
a. Benang
Seperti diketahui bahwa untuk membuat baju diperlukan pembuatan
pola dengan memotong pola sesuai bagian bagian tubuh seperti lengan,
kaki, badan muka, badan belakang, kerah saku, manset dan lainnya. Bagian-
bagian ini perlu disambungkan sehingga terbentuklah sebuah busana yang
bisa dikenakan pada badan. Untuk menyambungkan bagian-bagian pola
inilah dibutuhkan benang jahit.
116
Gambar 39. Macam-macam Benang
Di pasaran banyak merk benang jahit yang dijual, dan yang paling
mudah ditemukan adalah merk Astra dan Extra. Sebenarnya ada merk-merk
benang lainnya seperti Tiger, Diamon, Yamalon bahkan ada yang tanpa
merk. Umumnya benang jahit dalam segulung memiliki panjang 500 yards
atau sekitar 450m. (1yard=0,914meter). Benang ini tersedia dalam berbagai
jenis serat kapas, polyester, nilon, wool dan lainnya.
117
Kontruksi benang tekstil ini dapat berupa: tunggal (single), gintir
(multiple), atau kepang (cable). Untuk keperluan pengelompokan benang,
maka pengertian beberapa jenis benang tersebut akan diuraikan di bawah
ini:
1) Benang tunggal (single yarn) ialah produk yang dihasilkan oleh mesin
pintal dengan jalan memintal serat tekstil yang pendek atau benang satu
filament atau memilin dua atau lebih filament
2) Benang multi filament adalah benang yang dibuat dari dua atau lebih
benang tunggal yang disejajarkan dan tidak dipintal.
3) Benang gintir adalah benang yang dibuat dari dua atau lebih benang
tunggal yang dipintal bersama.
4) Benang kepang (cable yarn) adalah benang yang diperoleh dengan
memintal paling sedikit dua benang gintir atau memintal satu atau lebih
benang gintir dengan satu atau lebih benang tunggal.
b. Kancing
Kancing merupakan bagian pelengkap yang sangat penting pada
busana. Pada umumnya selain produk T-shirt oblong semua produk busana
menggunakan kancing minimal satu. Fungsi kancing antara lain yaitu untuk
memudahkan mengenakan maupun melepas busana, sebagai penutup
belahan, dan sebagai hiasan pada busana antara lain.
Jenis-jenis kancing yang digunakan pada busana umumnya
dikategorikan sebagai kancing kemeja, kancing tekan (Press sap button),
kancing kait (Hook Button), kancing hias, kancing bungkus, kancing Cina,
daan kancing paku. Masing-masing jenis kancing memiliki karakteristik
sendiri-sendiri sesuai dengan fungsinya. Selanjutnya untuk memperjelas
bahasan tentang kancing, berikut disajikan macam-macam jenis kancing dan
karakteristiknya.
118
Tabel 10. Macam-macam Jenis Kancing dan Karakteristiknya
Jenis Kancing dan Karakteristiknya
1) Kancing kemeja:
Kancing ini umumnya berbentuk bulat dan berlubang di tengah
tengahnya. Banyaknya lubang bervariasi dari 2, 3 dan 4. Lubang-
lubang ini untuk masuknya benang jahit agar kancing menempel
pada busana. Umumnya pada industrI dilakukan dengan mesin
pasang kancing. Sedangkan untuk mengkaitkan harus dibuatkan
lubang kancing pada bagian busana lainnya dengan mesin lubang
kancing.
119
3) Kancing Kait (Hook Buton)
Kancing ini terbuat dari logam, terdiri atas dua bagian yang
dipasang pada pertemuan ban pinggang rok atau celana.
Pemasangan kancing dikaitkan. Kancing ini terbuat dari logam,
bentuk dan ukurannya beragam sehingga fungsinya selain sebagai
penutup belahan juga sebagai hiasan. Salah satu bagian nampak
dari luar. Pemasangannya dengan bantuan alat atau dipres.
4) Kancing Hias
Kancing berfungsi sebagai penutup belahan sekaligus hiasan
adalah kancing hias. Kancing hias banyak jenis dan bentuk dan
warnanya. Penggunaan kancing hias berwarna harus
mengutamakan keserasian dengan warna pakaian. Dari segi ukuran
kancing juga perlu disesuaikan. Kancing berukuran besar untuk
pakaian seperti jas, mantel pak blus, atau gaun yang hanya
memerlukan satu atau dua kancing, sedangkan untuk pakaian yang
120
memerlukan banyak kancing digunakan kancing yang berukuran
kecil atau sedang. Kancing hias dapat juga digunakan sebagai pusat
perhatian pada suatu busana.
5) Kancing Bungkus
Kancing bungkus ialah dibungkus dengan kain. Kancing bungkus
dibuat dengan memakai alat lubang kancing atau dijahit dengan
tangan. Kancing ini termasuk kancing hias, pembungkusnya
menggunakan perca bahan busananya. Bentuk kancing bungkus
ada yang bulat datar, bulat cembung dan berbentuk kerucut
dengan berbagai macam ukuran seperti pada kancing hias
bertangkai. Kancing bungkus dapat pula di hias dengan manik
payet dan dipasangkan pada kebaya modifikasi dari busana pesta.
6) Kancing Cina
Kancing Cina terbuat dari sejenis tali yang dibuat dengan teknik
simpul dan buhul, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk tertentu.
121
7) Kancing paku: Model kancing seperti paku
122
Tabel 11. Jenis Zipper Berdasarkan Gerak Slider
3 Zipper Memiliki 2
With kepala slider
Double (pengaturan dari
Sliders kepala slider ke
kepala slider)
4 Zipper Memiliki 2
With kepala slider
Double (pengaturan dari
Sliders arah ujung
masing-masing)
123
Gambar 40.Tipe Zipper Berdasarkan Jenis Gigi
124
Gambar 41. Bahan Pelengkap Tambahan
b. Lapisan Dalam (Interfacing), yaitu bahan pelapis yang lebih kokoh dari
lapisan bawah yang dipergunakan untuk menguatkan dan memelihara
bentuk pakaian. Bahan lapisan ini dapat dipergunakan pada seluruh
bagian dari pakaian, tetapi pada umumnya hanya dipergunakan pada
bagian-bagian tertentu saja seperti pada kerah, manset, saku dan
lainnya. Fungsi bahan interfacing:
Memperbaiki bentuk pada busana seperti kerah, saku, garis leher
Membuat kaku, licin, dan rata pada bagian-bagian busana
Menstabilkan dan memberi bentuk tertentu pada bagian tertentu
seperti ujung dan detail pada busana
Memperkuat dan mencegah bahan renggang
126
memberikan rasa hangat selama dikenakan. Biasanya untuk lengan
baju dan bagian badan dari jaket atau mantel.
d. Bahan Pelapis (Lining) atau biasa disebut furing, yaitu bahan pelapis
yang memberikan penyelesaian yang rapi, rasa nyaman, kehangatan,
kehalusan terhadap kulit, biasanya disebut bahan pelapis terakhir
(furing) karena merupakan penyelesaian terakhir pada pembuatan
busana untuk menutupi bagian dalamnya. Fungsi lining adalah:
1) Menutup bagian dalam konstruksi bagian dalam busana agar tampak
rapi.
2) Menahan bentuk dan jatuhnya busana.
3) Pengganti petty coat (rok dalam).
4) Agar bahan tipis tidak tembus pandang.
5) Sebagai pelapis berbulu atau kasar seperti wol.
6) Untuk memberi rasa nyaman (sejuk, hangat) pada saat dikenakan.
7) Memudahkan pakaian untuk dipakai atau dilepas .
127
Gambar 42. Bahan Interlining Untuk Kerah
128
dengan prosedur seperti tertuang dalam SNI 08-0360-2000 yang terdiri atas
meliputi nomor benang, kekuatan tarik, keseimbangan antihan, ketidak
rataan benang, uji jahit dan tahan luntur warna. Umumnya proses pengujian
ini dilakukan di perusahaan pembuat benang. Namun untuk industri
garmen, benang jahit yang digunakan pada umumnya tidak dilakukan
pengujian secara mendetail. Produsen tinggal menggunakan sesuai dengan
pengalaman produksi yang telah dilakukan atau dari pemasok yang telah
terpercaya.
Namun demikian, kita perlu mengetahui dan memahami bagaimana
standar kualitas benang jahit yang baik untuk industri garmen, yaitu antara
lain bisa dilihat dari: kekuatan tariknya; kehalusannya (bisa dilihat dari
nomor benangnya); kerataannya; warnanya; daya pegangnya; dan
sebagainya.
Standar kualitas kekuatan benang dapat diuji dengan manual dengan
cara ditarik dengan tangan dan dirasakan kekuatan putus benangnya. Jenis
serat benang jahit dapat dilakukan dengan uji pembakaran diamati proses
pembakaran, bau dan abu. Ambil sepanjang satu meter benang dan dilipat
menjadi 10 cm kemudian dibakar. Jika benang terbakar dengan nyala yang
cepat, berbau kertas terbakar, dan abunya putih hancur, benang tersebut
berbahan serat katun. Jika benang terbakar seperti meleleh, berbau seperti
palstik, abunya hitam kecoklatan dan keras kemungkinan benang tersebut
berbahan sintetis seperti polyester ataupun nilon. Jika berbau seperti rambut
terbakar maka benang tersebut adalah sutera. Pengujian nomor benang
dapat dilakukan dengan menimbang benang dalam panjang tertentu dan
kemudian dikonversikan sesuai ketentuan penomeran benang.
129
Gambar 44. Jenis Cacat pada Zippe
130
Gambar 45. Arah Tarikan Pengujian Manual Kualitas Zipper
132
BAB VI
PENGETAHUAN BAHAN APLIKASI DAN LABEL
Pada Bab ini akan diuraikan tentang bahan aplikasi dan label yang
digunakan dalam industri garmen. Yang dimaksud dengan bahan aplikasi
adalah semua bahan yang melengkapi sebuah garmen seperti: embroidery,
printing, dan jenis aplikasi lainnya, termasuk label. Seorang merchandiser
garmen harus memiliki pengetahuan tentang bahan aplikasi dan label ini
agar dapat memilih secara baik dan tepat sesuai standar yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, dalam bab ini akan diuraikan secara rinci
mengenai bahan aplikasi dan label dalam industri garmen disertai contoh-
contohnya.
133
Gambar 46. Contoh Aplikasi Embroidery pada Produk Garmen
134
B. Label untuk Produk Garmen
Label untuk produk garmen adalah etiket yang memuat informasi
tentang produk garmen (pakaian jadi) tersebut. Informasi ini biasanya
memuat tentang nama produk (merk), ukuran, asal bahan, harga, dan
cara/petunjuk pemeliharaannya. Proses pemberian/pemasangan label pada
produk sebagai tanda identifikasi produk dan atau sebagai informasi produk
bagi konsumennya disebut labelling/pelabelan. Pemasangan label ini
dilakukan bersamaan dengan proses produksi produk garmen yang
bersangkutan. Adapun macam-macam label adalah sebagai berikut:
135
Berikut adalah contoh macam-macam label yang biasa digunakan
dalam produk garmen:
136
4. Label Sisip / Slip Label / Joker Label
137
7. Label Penanganan Produk / Care Label
a. Negara tempat sebuah produk pakaian dijahit adalah negara asal yang
tertulis pada label petunjuk perawatan.
b. Label petunjuk perawatan harus terpasang secara permanen agar
mudah dilihat oleh para pelanggan pada saat membeli produk pakaian
tersebut. Pada umumnya, label ini terdapat di bagian samping atau
bagian dalam pakaian.
c. Produsen atau pengimpor yang bersangkutan dengan produk pakaian
ini bertanggung jawab atas informasi yang terdapat dalam petunjuk
perawatan.
d. Sebuah produk pakaian mungkin diimpor tanpa label produk
perawatan, namun tetap harus diberi label petunjuk perawatan pada
saat produk tersebut dijual.
139
1) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Internasional
2) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Jepang
3) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Kanada
4) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Eropa
5) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Amerika
140
f) Sistem pelabelan petunjuk perawatan seragam yang menggunakan
simbol harus memperhatikan kebiasaan pelanggan tanpa
menggunakan data-data teknis yang sulit dipahami.
g) Alat-alat yang digunakan dalam proses perawatan tekstil harus
dipastikan dapat memberi hasil yang terbaik jika digunakan sesuai
petunjuk.
h) Penyesuaian yang perlu dilakukan terkait dengan perkembangan teknis
dan ekonomi yang terus terjadi harus dilakukan sebaik-baiknya tanpa
menggunakan simbol atau tambahan baru pada sistem yang telah ada.
141
d) Untuk produk yang dapat dicuci dengan air, simbol pencucian kering
dapat dihilangkan. (Kecuali ‘tidak dapat dicuci kering’)
e) Simbol-simbol tersebut sebaiknya berwarna hitam atau biru tua
sedangkan simbol-simbol larangan sebaiknya berwarna merah atau
putih.
142
3. Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Kanada
Berbeda dengan negara lain, hingga Juli 1973 pelabelan petunjuk
perawatan bukanlah sebuah kewajiban di Kanada. Namun sesudahnya
sebuah sistem pelabelan petunjuk perawatan baru pun diperkenalkan.
Sistem simbol petunjuk perawatan Kanada yang baru menggunakan warna
hijau (dapat dilakukan), kuning tua (hati-hati), dan merah (tidak dapat
dilakukan) dengan lima simbol yaitu gambar wash tub, segitiga pemutih,
pengering kotak, setrika dan lingkaran cuci kering. Pada tahun 2003 sistem
Kanada diperbarui agar sesuai dengan standar Perjanjian Perdagangan
143
Bebas Amerika Utara/North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan
(ISO) sehingga kode warna pun berhenti digunakan.
144
145
6. Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Amerika
Sesuai dengan aturan Label Petunjuk Perawatan Komisi Perdagangan
Federal, label petunjuk perawatan harus terdiri atas kata-kata maupun
simbol-simbol. Baik dalam kata-kata, simbol-simbol ataupun keduanya,
petunjuk perawatan harus ditulis dengan urutan sebagai berikut ini:
a) Cuci mesin / cuci tangan / cuci kering.
b) Suhu pencucian (panas / hangat / dingin).
c) Program mesin cuci (halus / permanent press / putaran normal).
d) Petunjuk pemutihan (jangan gunakan pemutih / gunakan pemutih
berbahan dasar non-klorin / gunakan pemutih berbahan dasar klorin).
e) Cara pengeringan (dengan mesin pengering / jemur / hamparkan /
angin-anginkan).
f) Penyetrikaan (jangan disetrika / setrika dengan suhu rendah / setrika
dengan suhu sedang / setrika dengan suhu panas).
g) Peringatan.
Selain label petunjuk perawatan, produsen dan pengimpor juga harus
menyediakan label yang:
a) Dipasang pada tempat yang mudah terlihat pada saat produk dijual.
Jika produk dibungkus, dipajang atau dilipat dan menyebabkan
pelanggan tak dapat melihat label petunjuk perawatan, informasi
terkait juga harus ditulis pada bagian samping pembungkusnya atau
pada gantungan label.
b) Tidak lepas dan tulisan tidak hilang selama produk masih dapat
digunakan.
c) Menyebutkan perawatan berkala yang perlu dilakukan pada produk
untuk penggunaan biasa.
d) Memperingatkan pelanggan mengenai hal-hal yang dapat merusak
produk garmen.
146
Kode Performa Kain
Premiere Vision Kode Performa diciptakan untuk menyoroti sifat atau
mutu tertentu dari sebuah kain, yang berisi kelebihan-kelebihan sebuah kain
yang mungkin terlihat atau tidak terlihat oleh pembeli. Premiere Vision ini
telah menciptakan 24 piktogram yang terdaftar di bawah ini beserta artinya:
147
148
149
Berdasarkan sistem pelabelan di atas, maka merchandiser garmen
harus betul-betul memahami sistem mana yang akan diterapkan pada
produk garmennya. Tentunya hal ini harus sesuai dengan kesepakatan
antara buyer dan pihak produsen garmen.
150
1. Instruksi dalam Care Label
151
152
153
154
Cara penanganan yang tidak sesuai dengan care label bisa
menyebabkan kerusakan pada garmen, seperti luntur, printing rusak, dll.
Berikut contoh lain dari care label yang biasa terdapat pada produk.
155
Pada garmen jadi sangatlah penting untuk memperhatikan proses
penanganan dan perawatan agar garmen yang dibeli tidak rusak dan
bertahan lama. Cara penanganan dan perawatan ini dapat dilihat pada “care
label/instruction” yang tertulis di hang tag. Penanganan/ perawatan
garmen sangat ditentukan oleh bahan yang digunakan.
156
4) Hang Tag Harga / Price Tag
157
BAB VII
PENGHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN
(FABRIC CONSUMPTION)
159
Keterangan : H sampai dengan S adalah perusahan-perusahaan garment
160
Tabel 14. Komposisi Struktur Biaya Garmen dari Literatur
161
Sebagai ilustrasi, berikut akan disajikan beberapa contoh perhitungan
fabric consumption dari beberapa jenis produk garmen (apparel), yaitu sebagai
berikut:
162
Gambar 48. Ilustrasi Kemeja Lengan Panjang Bagian Belakang (Back part
of Long Sleeve Woven Shirt)
Berdasarkan gambar anatomi model kemeja lengan panjang di atas,
maka dapat kita ketahui bagian-bagiannya yaitu antara lain:
a. Bagian belakang (back part of long sleeve woven shirt)
b. Yoke (yoke of long sleeve woven shirt)
c. Bagian depan (front part of long sleeve woven shirt)
d. Lengan (sleeve of long sleeve woven shirt)
e. Manset (cuff of long sleeve woven shirt)
f. Saku (pocket of long sleeve woven shirt)
g. Kerah (collar of long sleeve woven shirt)
163
(31"+2")𝑥 (24"+2")
= 44 𝑥 36
= 0.541 yds
b. Formula atau rumus fabric consumption untuk menghitung kebutuhan
bahan baku/kain bagian yoke (yoke of long sleeve woven shirt) pada kemeja
lengan panjang di atas adalah sebagai berikut:
Required fabric
{(𝑌𝑜𝑘𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥 (𝑌𝑜𝑘𝑒 𝑤𝑖𝑑𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)}
= 44 𝑥 36
(21"+4")𝑥 (4"+1")
= 44 𝑥 36
= 0.079 yds
164
Gambar 50. Bagian Depan Kemeja Lengan Panjang (Front Part of Long
Sleeve Woven Shirt)
d. Formula atau rumus fabric consumption untuk menghitung kebutuhan
bahan baku/kain bagian lengan (sleeve of long sleeve woven shirt) pada
kemeja lengan panjang di atas adalah sebagai berikut:
Required fabric
{(𝑆𝑙𝑒𝑒𝑣𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥 (𝐴𝑟𝑚 ℎ𝑜𝑙𝑒 𝑑𝑒𝑝𝑡ℎ 𝑓𝑢𝑙𝑙 +𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥 2}
= 44 𝑥 36
165
Gambar 5. Pola Lengan Panjang pada Kemeja (Sleeve of of long sleeve woven
shirt)
Atau:
=
{(𝑆𝑙𝑒𝑒𝑣𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ−(½ 𝐷𝑟𝑜𝑝 𝑠ℎ𝑜𝑢𝑙𝑑𝑒𝑟+ ½")}+ 𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒) 𝑥 (𝐴𝑟𝑚 ℎ𝑜𝑙𝑒 𝑑𝑒𝑝𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥2
44 𝑥 36
((34½"−11")+1") 𝑥 (21"+1") 𝑥 2
= 44 𝑥 36
= 0.68 yds
166
Gambar 53. Saku pada Kemeja Lengan Panjang (Pocket of Long Sleeve Woven
Shirt)
g. Formula atau rumus fabric consumption untuk menghitung kebutuhan
bahan baku /kain bagian kerah (collar of long sleeve woven shirt) pada
contoh kemeja lengan panjang di atas adalah:
Required fabric
{(𝐶𝑜𝑙𝑙𝑎𝑟 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒)𝑥 (𝐶𝑜𝑙𝑙𝑎𝑟 𝑤𝑖𝑑𝑡ℎ+𝑎𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒) 𝑥 4}
= 44 𝑥 36
(16"+5")𝑥 (2"+ 1")𝑥 4
= 44 𝑥 36
= 0.159 yds
167
Gambar 54. Kerah pada Kemeja Lengan Panjang (collar of long sleeve woven
shirt)
Berdasarkan perhitungan kebutuhan bahan baku/kain (fabric
consumption) setiap bagian pada model kemeja lengan panjang di atas,
maka selanjutnya dapat kita hitung total kebutuhan bahan baku/kain
untuk setiap satu kemeja model lengan panjang tersebut, yaitu sebagai
berikut:
Formula total kebutuhan bahan baku/kain untuk satu kemeja lengan
panjang (Total Fabric Consumption for one Woven Shirt) adalah
= Bagian belakang (back part) + yoke + bagian depan (front part) +
lengan (sleeve) + manset (cuff) + saku (pocket) + kerah (collar)
= 0.541 yds + 0.079 yds + 0.5858 yds + 0.68 yds + 0.05 yds + 0.032
yds + 0.159 yds
= 2.1268 yds untuk setiap kemeja (per woven shirt)
168
= 26.8 x 91.44
(1 yds = 91.44 cm)
= 2450.592 cm
= 2450.6 cm
= 24.506 m
Gambar 55. Ilustrasi Model Kaos Rajut (Knitted T-shirt (Front & Back))
169
Misalnya, diketahui:
Panjang (length) = 70 cm
½ lingkar dada (½ Chest) = 60 cm/dia
Panjang lengan (sleeve length) = 25 cm
Lingkar kerung lengan (arm hole width) = 40 cm
GSM = 145
170
BAB VIII
PEMBIAYAAN (COSTING)
A. Pengertian Costing
Setelah proses developing sampel atau secara langsung menerima
sampel dari buyer, pihak pabrik garmen perlu mengirim harga FOB (Freight
On Board = barang dikirim sampai pelabuhan setempat/lokal) garmen.
Oleh karena itu, untuk memutuskan FOB, pabrik garmen tersebut harus
membuat cost sheet termasuk biaya bahan baku, total biaya tenaga kerja
langsung dari setiap proses, serta biaya overhead pabrik. FOB adalah jumlah
total biaya garmen ditambah keuntungan pabrik dan pajak. Dengan
demikian, merchandiser garmen harus melakukan penghitungan
pembiayaan (costing) yang dibutuhkan dengan cermat dan teliti agar tidak
mengalami kerugian.
Costing Garment adalah biaya kumulatif bahan baku, tenaga kerja yang
berhubungan langsung dan tidak langsung, serta biaya overhead langsung dan
171
tidak langsung. Terkait dengan costing garmen ini, maka kita kenal adanya
Biaya Standar (Standard Cost) dan Harga Pokok Standar (Standard Costing).
Biaya Standar (Standard Cost) adalah biaya yang ditentukan dimuka,
yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya untuk membuat satu satuan
produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu, dengan asumsi kondisi
ekonomi, efisiensi dan faktor-faktor lain dalam keadaan normal.
Harga Pokok Standard (Standard Costing) adalah pembebanan harga
pokok kepada produk atau jasa tertentu yang ditentukan di muka dengan
cara menentukan besarnya biaya standar dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik untuk mengolah satu satuan
produk atau jasa tertentu. Harga pokok standar ini ditetapkan dengan cara
menentukan besarnya biaya standar dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik, dengan asumsi kondisi ekonomi
dan faktor-faktor lain tetap.
Sistem Harga Pokok Standar merupakan sistem harga pokok yang
ditentukan di muka untuk mengolah produk atau jasa. Biaya ditentukan di
muka merupakan pedoman di dalam pengeluaran biaya yang sesungguhnya.
Jika biaya yang sesungguhnya berbeda dengan biaya standar, maka yang
dianggap benar adalah biaya standar, sepanjang asumsi-asumsi yang
mendasari penentuan harga pokok standar tidak berubah.
Pada dasarnya di dalam Harga Pokok Standar terdiri dari 3 aktivitas
yaitu:
1. Penentuan Standar
2. Pengumpulan biaya yang sesungguhnya terjadi
3. nalisis selisih biaya standar dengan biaya sesungguhnya.
Adapun manfaat dari harga pokok standar adalah antara lain dapat
digunakan untuk:
a. Perencanaan dan penyusunan anggaran.
b. Pembuatan keputusan tentang harga jual produk, strategi
pengembangan produk dan lain sebagainya.
c. Pengendalian biaya.
d. Menilai hasil pelaksanaan.
e. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya penghematan biaya.
172
f. Menerapkan Management by objective (MBO).
g. Membebankan biaya yang telah dikeluarkan ke produk selesai dan
persediaan produk dalam proses.
h. Menekan biaya administrasi dengan menyederhanakan prosedur
akuntansi.
i. Menyajikan laporan biaya dengan cepat.
Saat penentuan standar, kita kenal ada beberapa jenis standar, yaitu:
1) Standar Teoritis (Theoretical standard) disebut juga dengan standar ideal
atau standar teknis merupakan suatu standar pada kondisi operasi
yang sempurna, dimana semua pelaksana dan fasilitas dapat bekerja
dengan tingkat yang paling efisien. Standar ini umumnya tidak
digunakan untuk mengukur kinerja (prestasi suatu pelaksanaan),
tetapi hanya digunakan sebagai dasar untuk menetapkan standar yang
realistis.
2) Standar dasar (Basic Standard) disebut juga dengan standar historis
adalah suatu standar yang didasarkan pada informasi masa lalu.
Standar ini memberikan kerangka kerja untuk membandingkan
kinerja dari beberapa periode. Standar ini sering disebut sebagai
standar jangka panjang (long-range standard) karena sekali ditetapkan
tidak akan diubah untuk beberapa periode. Manfaat standar ini relatif
sangat terbatas untuk pembuatan keputusan dan penyusunan
anggaran. Kebaikan standar ini adalah relatif murah.
3) Standar pelaksanaan terbaik yang dapat dicapai (currently attainable
standard) adalah suatu standar yang didasarkan pada kondisi operasi
yang efisien. Standar ini telah memperhitungkan hambatan-
hambatan yang tidak dapat dihindari terjadinya, seperti: waktu untuk
pemeliharaan fasilitas, waktu istirahat, dan faktor-faktor kelelahan
karyawan. Standar ini merupakan standar yang realistis dapat dicapai
oleh pelaksana yang bekerja dengan efisiensi tinggi, sehingga
merupakan tingkat kinerja yang banyak digunakan di dalam praktik.
Standar ini sering disebut standar normal.
173
B. Komponen Costing
Komponen costing produk garmen meliputi:
1. Biaya bahan baku (main material cost)
2. Biaya bahan bantu (additional material cost)
3. Biaya bahan aplikasi (applications/ applique cost)
4. Upah buruh langsung (direct labour cost)
5. Biaya overhead (overhead cost)
6. Biaya komersial (commercial cost)
7. Keuntungan (profit margin)
C. Perhitungan Costing
Sebuah bisnis adalah bagaimana caranya meraup keuntungan. Terkait
hal ini, maka bisnis garmen pasti juga mentargetkan adanya keuntungan
dalam bisnisnya. Oleh karena itu, dalam bisnis garmen sangatlah penting
174
adanya “costing sebuah produk garmen” yang benar sebelum Final Order
(FO). Dengan demikian, maka perlu dilakukan costing produk secara
cermat dan teliti agar bisnis tidak mengalami kerugian.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka selanjutnya perlu diketahui
bagaimana Perhitungan Selisih Biaya dalam sebuah bisnis garmen, baik
menghitung selisih biaya bahan baku, selisih biaya tenaga kerja langsung,
dan selisih biaya overhead pabrik garmen, yaitu sebagai berikut:
Perhitungan Selisih Biaya:
1. Selisih Biaya Bahan Baku
a. Selisih Harga Bahan baku (Material Price Variance)
175
b. Selisih Volume (Volume Variance)
Analisis 3 Selisih:
Selisih Pengeluaran (Spending Variance): yaitu selisih antara biaya
aktual dengan kelonggaran anggaran (suatu anggaran yang disesuaikan
untuk mencerminkan tingkat aktivitas aktual)
Analisis 4 Selisih:
Merupakan perluasan dari analisis 3 selisih dimana Selisih Efisiensi
dibagi menjadi 2, yaitu:
Selisih Efisiensi Tetap (Fixed Efficiency Variance)
176
Contoh:
Sebuah perusahaan garmen yang menghasilkan kemeja pria
menggunakan sistem harga pokok standar dalam menghitung harga
pokok dari produk yang dihasilkannya. Kapasitas normal per bulan
adalah 2.500 helai kemeja yang dikerjakan dalam 10.000 jam mesin.
Anggaran biaya overhead pabrik yang disusun berdasarkan jam mesin
berjumlah Rp 37.500.000, dimana 60% diantaranya bersifat variabel.
Diketahui juga:
Harga pokok standar untuk menghasilkan satu helai kemeja adalah
sebagai berikut:
Biaya bahan baku 2 m @ Rp 12.500 = Rp 25.000
Biaya tenaga kerja 5 jkl @ Rp 2000 = Rp 10.000
langsung
Biaya overhead pabrik 4 JM
Diminta:
a) Hitung besarnya harga pokok standar untuk menghasilkan 1 helai
kemeja.
b) Hitung selisih biaya yang terjadi untuk menghasilkan 2.490 helai
kemeja.
177
c) Analisis penyebab terjadinya selisih biaya tersebut.
PENYELESAIAN:
178
Analisis Selisih
179
Ringkasan
180
Selisih Komposisi dan Selisih Hasil (Material Mix Variance dan Yield
Variance)
Apabila untuk menghasilkan barang jadi (produk garmen) dibutuhkan
lebih dari satu jenis bahan baku maka akan timbul selisih komposisi dan
selisih hasil. Adapun selisih biayanya adalah sebagai berikut:
CONTOH:
Sebuah perusahaan garmen yang menghasilkan pakaian anak-anak
menggunakan sistem harga pokok standar dalam menghitung harga pokok
dari produk yang dihasilkannya. Pakaian yang dihasilkan menggunakan
kombinasi dua jenis kain yaitu kain motif dan kain polos. Kapasitas normal
per bulan adalah 2.500 helai pakaian yang dikerjakan dalam 10.000 jam
mesin. Anggaran biaya overhead pabrik yang disusun berdasarkan jam
mesin berjumlah Rp 37.500.000, dimana 60% diantaranya bersifat variabel.
Harga pokok standar untuk menghasilkan satu helai pakaian anak-anak
adalah sebagai berikut:
181
Selama satu periode telah dihasilkan pakaian anak-anak sebanyak 2.490
helai dengan biaya sebagai berikut:
1) Dipakai kain motif sebanyak 3.740 m @ Rp 12.000 dan kain polos
sebanyak 1.250 m @ Rp 13.990.
2) Dibayar gaji dan upah sebesar Rp 24.910.000 untuk 12.455 jam kerja
langsung.
3) Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 37.320.400 dengan 9.965 jam
mesin.
DIMINTA:
1) Hitung selisih biaya yang terjadi untuk menghasilkan 2.490 helai
pakaian anak-anak.
2) Analisis selisih biaya yang terjadi.
PENYELESAIAN:
Perhitungan Selisih Biaya:
182
Perhitungan Selisih Biaya:
Analisis Selisih:
*CATATAN:
Untuk menghasilkan 1 helai pakaian anak-anak dibutuhkan kain motif
sebanyak 1,5 m dan kain polos sebanyak 0,5 m. Dengan demikian, dari 2 m
pemakaian kain sebanyak 75% adalah pemakaian kain motif dan 25%
pemakaian kain polos.
183
**CATATAN:
Setiap dipakai 2 m kain (motif + polos) dapat dihasilkan 1 helai pakaian
anak-anak (standar). Jika dipakai total 4.990 m kain maka dapat dihasilkan
4.990 : 2 = 2.495 pakaian hasil standar.
184
Analisis 3 selisih:
185
RINGKASAN:
186
187
Selanjutnya kita lihat perbandingan perhitungan HPP (Harga Pokok
Produksi) dengan metode full costing di Konveksi Sinar Jaya seperti berikut
ini:
188
Dari hasil perhitungan di atas menggunakan metode Full Costing, dapat
terlihat selisih yang ditimbulkan memang tidak terlalu besar yaitu Rp.100.
Tetapi tetap akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh perusahaan,
jika kuantitas produk yang diproduksi semakin besar bukan tidak mungkin
perusahaan akan mengalami kerugian.
190
191
192
Contoh Cost Sheet Format for Garment
193
BAB IX
METODE PEMBAYARAN (TERM OF PAYMENT)
195
e. Ekspotir mengirim barang dan memesan ruang kapal.
f. Importir membayar Down Payment (DP).
g. Eksportir sendiri atau meminta bantuan EMKL untuk mengirim
barang kepada importir.
h. Eksportir sendiri atau EMKL memfiatmuatkan barangnya.
i. EMKL memberitahukan kepada eksportir barang telah dikirim ke
kapal.
j. Mengajukan permohonan ke Dinas Perindag atau Sudin Perindag
untuk memperoleh SKA (Surat Keterangan Asal).
k. Barang dikirim kepada importir.
l. Eksportir mengirimkan dokumen-dokumen ekspor kepada importir.
m. Importir melunasi sisa pembayaran.
196
13) Eksportir melakukan pencairan uang di bank devisa.
14) Bank devisa eksportir mengirim dokumen ekspor kepada bank
korespondensi importir.
15) Bank korespondensi importir mengirim dokumen ekspor kepada
importir.
16) Importir mengambil barang di pelabuhan.
197
h) Bukti setor bank (BSB), yaitu bukti yang diterima dari bank karena
menyetor uang ke rekening suatu bank.
i) Letter Of Credit (L/C), yaitu surat perikatan/ perjanjian antara importir
(applicant), bank koresponden (issuing bank) dan eksportir (beneficiary)
untuk melakukan pembayaran (jual beli) atas barang atau jasa yang
diperdagangkan.
j) Bukti kirim barang/ Delivery order, yaitu bukti yang diterima dari jasa
pengiriman barang atau EMKL yang menyatakan bahwa barang sudah
dikirim.
k) Laporan hasil produksi (LHP), yaitu catatan yang dibuat oleh bagian
produksi yang berisi tentang total harga produk yang dijual atau total
jumlah persediaan selama periode akuntansi tertentu.
l) Polis asuransi, yaitu surat bukti pertanggungan yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi atas permintaan eksportir maupun importir untuk
menjamin keselamatan barang yang dikirim.
198
BAB X
ORDER SHEETS
A. Style sheets
Style Sheets adalah lembaran kerja atau form yang merupakan panduan
untuk pengerjaan suatu produk. Style sheets ini sangat penting dipahami dan
dikuasai oleh seorang merchandiser garmen, sebab akan mempermudah
proses produksi garmen dan dapat menghindari munculnya kesalahan-
kesalahan yang mungkin terjadi. Dengan demikian, dengan style sheets ini
maka dapat dicapai produk yang benar, kualitas yang benar, kuantitas yang
benar, dan tepat waktu.
Isi dari style sheets ini antara lain:
1) Nama atau kode pemesanan
2) Nomor style/ artikel, nama model, jenis produk
3) Gambar produk berikut rincian warna dan kombinasinya
4) Jenis bahan berikut aksesorisnya
5) Jenis dan model aplikasinya (embroidery, printing, dsb)
6) Size spesifikasi
Berikut akan disajikan beberapa contoh bentuk style sheet yang ada di
industri garmen.
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
B. Sewing Detail
Sewing detail adalah lembaran kerja atau form yang memuat rincian
macam jahitan untuk pembuatan suatu produk, baik jahitan dasar maupun
jahitan tambahan dan jahitan dekorasi serta arah pemotongan bahan.
209
C. Bill of Material (BOM)
Bill of material (BOM) adalah lembaran atau form yang merupakan
panduan bagi pengerjaan sebuah order produksi.
BOM ini berisi detail data mengenai:
1) Nomor style / artikel, jenis produk dan waktu pengiriman.
2) Size breakdown pesanan dan toleransi jumlah pengiriman.
3) Jenis dan spesifikasi kain berikut kebutuhannya.
4) Jenis dan spesifikasi asesoris berikut kebutuhannya.
5) Jenis dan spesifikasi bahan bantu berikut kebutuhannya.
6) Jenis dan spesifikasi perlengkapan packing berikut cara packingnya.
7) Carton marking.
210
Peraturan umum dan cara pengiriman produk jadi
211
212
D. Final Report
Final report adalah lembaran berbentuk form yang merupakan laporan
pertanggungjawaban merchandiser atas selesainya pengerjaan satu order
produksi. Laporan ini dibuat setelah produk selesai diproduksi dan
dikirimkan.
Isi dari form ini antara lain:
1) Nomor style / artikel produk
2) Size breakdown pesanan
3) Size breakdown cutting-an
4) Size breakdown produk yang dikirimkan kepada pemesan
5) Sisa produk yang tidak terkirim berikut alasan gagal kirim
6) Sisa bahan baku dan asesoris
7) Perhitungan biaya produksi
8) Keuntungan atau kerugian dalam pengerjaan order tersebut
213
BAB XI
FILLING
Pada bab ini akan dibahas tentang filling atau file yaitu kumpulan data
yang lengkap terkait dengan pengerjaan sebuah proses produksi dalam
bentuk satu rangkuman. Kelengkapan dan keteraturan sebuah file produksi
sangat berpengaruh dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan dan demi pencapaian efektivitas dan efisiensi kerja produksi yang
tinggi. File ini dibuat dan didistribusikan oleh bagian merchandising ke bagian
produksi serta bagian quality assurance.
Isi file yang didistribusikan ini harus berisi antara lain:
(1) Order sheets
(2) Worksheet
(3) Surat Perintah Kerja (SPK)
(4) Comments sample
(5) Approval bahan baku, aksesoris, dan bahan bantu lainnya
(6) Lab test repor kain dan accessories (jika ada)
(7) Perubahan-perubahan model, rincian data dan atau cara pengerjaan
produksi
(8) Komunikasi-komunikasi antara supplier dan pemesan yang
berhubungan dengan proses produksi
215
216
Contoh Surat Perintah Kerja (SPK):
217
Contoh Lab Test Kain:
218
219
220
221
222
223
BAB XII
TIME ACTION CALENDAR (TAC)
225
Bagaimana mempersiapkan TAC?
Ada dua format yang dapat digunakan untuk perencanaan TAC, yaitu:
1) Fomat untuk penjadwalan rinci pesanan/order dengan tanggung jawab
yang telah didefinisikan
2) Format untuk menindaklanjuti beberapa perintah dengan cepat.
Kedua format di atas tidak berarti harus digunakan semua pada waktu
yang sama. Hal ini tergantung pada individu/merchandiser garmen yang
akan menggunakannya, boleh menggunakan keduanya atau salah satu dari
dua. Tujuan utama dari penyusunan dan menjaga TCA adalah untuk
meningkatkan kinerja dalam mengelola proses sesuai rencana. Jika setiap
tahap order dikendalikan maka sebagian besar waktu yang ada dapat
digunakan untuk menyelesaikan pesanan secara tepat waktu.
Dalam format kalender TNA pertama (Format 1) perencanaan dibuat
untuk gaya tunggal dengan tugas rinci, jadwal, tanggung jawab pekerjaan,
dan komentar. Langkah yang harus diikuti selama pembuatan TCA
tercantum di bawah ini.
226
Langkah-langkah menyusun Format 1 TAC:
1) Buat tabel seperti format TAC di atas (Format 1) dalam spreadsheet di
komputer Anda.
2) Tambahkan header sesuai kebutuhan atau hanya menyalin format di atas.
3) Tambahkan rincian pesanan seperti, nama gaya, deskripsi gaya, tanggal
penerimaan order, tanggal ex-pabrik dan sebagainya.
4) Pada kolom "Proses Key" tulis proses secara menurun sesuai
kebutuhan. Kemudian menggunakan style detail untuk mengidentifikasi
semua proses kunci yang akan terlibat. Beberapa proses yang
disebutkan dalam tech pack dan komentar pembeli serta beberapa
proses, harus mudah dipahami dari style tersebut (contoh fisik).
5) Melakukan perencanaan ke belakang dan ke depan untuk memutuskan
tanggal yang direncanakan untuk tugas. Ambil saran dari kepala
departemen masing-masing untuk ketersediaan kapasitas dan
kebutuhan waktu untuk proses. Kemudian tambahkan tanggal terhadap
tugas. Diperlukan proses dimana beberapa hari perlu menambahkan
perencanaan untuk tanggal penyelesaian.
6) Perhatikan nama orang atau departemen yang bertanggung jawab untuk
tugas tersebut.
7) Tetapkan "tanggal realisasi awal dan akhir" pada kolom kosong selama
persiapan TCA.
8) Mencetak dan mendistribusikan salinan TCA untuk semua orang yang
telah disebutkan dalam “kolom tanggung jawab”.
227
Bagaimana Cara Menjaga TCA?
228
Dalam format kedua (Format 2), penjadwalan beberapa style dilakukan
di satu lembar. Ini membantu merchandiser garmen untuk menjaga mata
pada setiap pesanan/order dengan cepat. Semua proses kunci tercantum
dalam baris header dengan kolom untuk awal dan akhir dari proses. Terhadap
setiap style, format kedua ini memiliki dua baris untuk tanggal yang
direncanakan dan tanggal yang sebenarnya untuk tugas-tugas. Format untuk
mengurangi lembaran pesanan ketika pedagang menangani puluhan
pesanan tidak ada. Perbedaannya dengan format 1 adalah bahwa dalam
format 2 tidak menyimpan nama orang yang bertanggung jawab atau
departemen. Adapun format kedua (format 2) adalah sebagai berikut:
229
DAFTAR PUSTAKA
A.K.M. Ashraf Uddin, Md. Mahmudul Hasan Khan, & S.M. Tanvir Ahmed.
(2012). Woven Garments Merchandising. Bangladesh: Daffodil
International University
231
F Husna. (2012). Penentuan Harga Pokok Produksi pakaian Anak-Anak
Perempuan pada Konveksi Sinar Jaya Jakarta. Diakses pada tanggal 15
Nopemeber 2015 dari
publication.gunadarma.ac.id/bitstream/.../SLIDE %20
PRESENTATION.
Noor Ahmed Raaz. (2014). Fabric Consumption Calculation of Long Sleeve Woven
Shirt.
Parckard, S., Winters, A.A., & Axelrod, N. (1983). Fashion Buying &
Merchandising. New York: Fairchild Publication.
232
Parckard, S., Axelrod, N. (1987). Concepts and Cases in Fashion Buying &
Merchandising. New York: Fairchild Publication.
Till Freyer & Celia, S. (2006). The Factory. Materi Pelatihan Garmen. Bogor:
IGTC.
233