Anda di halaman 1dari 13

ORAL CANDIDIASIS IN NEONATES, INFANTS, AND ELDERLY

1. DEFINISI
Candidiasis rongga mulut (oral candidiasis) adalah infeksi oportunistik yang paling
banyak ditemui di mukosa rongga mulut. Pada sebagian besar kasus, lesi yang terjadi
disebabkan oleh Candida albicans. C. albicans biasanya bersifat patogen lemah sehingga
candidiasis dikatakan hanya menyerang individu yang sangat muda, sangat tua, dan sangat
sakit (the very young, the very old, and the very sick). Kebanyakan infeksi Candida hanya
mengenai lapisan mukosa, tapi manifestasi sistemik yang langkah dapat berakibat fatal.
( Glick, 2015 ).
Candida albicans sebagian besar merupakan organisme oportunistik sebagai patogen
dengan adanya gangguan respon imun, atau dimana kondisi lokal mendukung pertumbuhan.
Kehangatan dan kelembaban pertumbuhan candida, seperti halnya pengurangan flora selama
terapi antibiotik. ( James et al, 2016 )

2. EPIDEMIOLOGI
Insidensi isolat Candida dari rongga mulut terdapat pada 45% pada bayi yang baru
lahir, 45-65% pada anak-anak sehat, 30-45% pada dewasa sehat, 50-65% pada individu yang
menggunakan gigi tiruan lepasan, 65-88% pada pasien yang dirawat dalam jangka waktu
panjang, 90% pasien dengan leukimia akut yang menjalani kemoterapi dan 95% pasien
dengann HIV (Rosa, 2015).
Tidak terdapat prevalensi jenis kelamin pada candidiasis. Diperkirakan frekuensi
kejadian candidiasis bervariasi sekitar 5% pada bayi baru lahir, 5% pada pasien dengan
kanker, dan pada 10% pasien lansia, pasien dengan kelemahan, atau pasien rumah sakit. Oral
thrush adalah penyakit yang menjangkiti 1 dari 20 bayi. Data dari CDC (The Centers for
Disease Control and Prevention) pada tahun 2013 memperkirakan bahwa OC ditemukan
pada 5 hingga 7% bayi berusia kurang dari 1 bulan. Bayi lahir prematur (lahir sebelum
berusia 37 minggu) memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami oral thrush. Terdapat
suatu konsensus antara dokter anak dan dokter gigi anak bahwa oral thrush dapat terjadi pada
bayi hingga berusia 2 tahun (Rosa, 2015).
Data epidemiologi menunjukkan 65-84,1% dari lansia pengguna gigi tiruan memiliki
Candida spp. pada rongga mulutnya. Gigi tiruan sendiri, merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya candidiasis, bahkan permukaan akriliknya bekerja sebagai reservoir jamur. Selain

1
itu, gigi tiruan yang rusak dan longgar juga dapat menyebabkan lesi terkait atrisi di mana
jamur berkembang lebih cepat (Rosa, 2015).

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


C. albicans, C. tropicalis, dan C. glabrata bersama-sama merupakan 80% spesies yang
ditemukan dalam infeksi Candida pada manusia dengan paling umum dikaitkan dengan
candidiasis pseudomembran adalah Candida albicans. Genus Candida dideskripsikan sebagai
jamur asporogenus (belum sempurna) yang berwarna putih yang mampu menghasilkan
pseudohifa. Dalam genus ini, C. albicans diisolasi paling sering (lebih dari 80%) dan
dianggap sebagai yang paling virulen pada manusia (Glick, 2015; Rosa, 2015).
Selain disebabkan oleh C. albicans, candidiasis juga bisa disebabkan oleh spesies
Candida lainnya: C. parapsilosis, C. tropicalis, C. glabrata, C. krusei, C. pseudotropicalis,
dan C. guilliermondi. C. albicans adalah organisme komensal yang bertempat di rongga
mulut pada mayoritas orang sehat. Transformasi dari tahap komensalisme menjadi patogen
berkaitan dengan faktor lokal dan sistemik. Organisme ini adalah jamur uniseluler dari famili
Cryptococcaceae dan dapat berwujud dalam tiga bentuk biologis dan morfologis: bentuk
vegetatif atau yeast berbentuk sel oval (blastospora) berdiameter 1,5 – 5 mm; bentuk seluler
yang memanjang (pseudohifa); dan bentuk klamidospora, yang terdiri dari badan sel
berdiameter 7 – 17 mm dengan dinding tebal, refraktil, dan tertutup (Regezi et al., 2012).
Oral thrush yang terjadi pada bayi dan anak-anak disebabkan karena sistem imunnya
belum berkembang seluruhnya. Risiko lainnya yang relevan adalah: sistem imun prematur
dan imatur, penahan fisik yang lemah, kolonisasi, dan paparan terhadap faktor eksternal
seperti kateter vena sentral, penggunaan selang endotrakeal berkepanjangan, penghambat H2,
penggunaan antibiotik dan steroid berkepanjangan, nutrisi parenteral, lamanya rawat inap di
rumah sakit, tindakan bedah, dialisis, hipertensi maternal, terhambatnya pertumbuhan
intrauterin, sesak nafas, infeksi rumah sakit, dan ibu berusia lanjut saat kehamilan (Glick,
2015; Tinoco-Araujo et al., 2013).
Candida albicans dapat menginfeksi rongga mulut sekunder akibat reduksi dari aliran
saliva dan juga karena perubahan dari komposisi saliva (Rosa, 2015).
Terdapat banyak medikasi yang dapat menurunkan produksi saliva sehingga
mempengaruhi terjadinya candidiasis. Di antaranya, antihistamin, antidepresan,
antihipertensi, agen dekongestan, antipsikotik, anxiolitik dan sedatif (Rosa, 2015).
Komorbiditas, penuaan dan perubahan fisiologis terkait usia, kolonisasi spesies
Candida yang lebih tinggi, dan penggunaan obat-obatan atau polifarmasi dapat menimbulkan
2
efek yang berlawanan dan interaksi obat, sehingga membuat pasien lansia (berusia lebih dari
65 tahun) lebih rentan terhadap infeksi, sehingga infeksi jamur menjadi masalah besar pada
dewasa tua, terutama akibat umur menjadi faktor predisposisi utama dengan dampak
meningkat pada mortalitas. Berikut adalah faktor risiko infeksi jamur pada lansia:
- Kolonisasi multifokal (termasuk orofaring)
- Penggunaan kateter intravaskuler (pembentukan biofilm)
- Pasien di fasilitas kesehatan
- Perawatan di unit perawatan intensif dalam jangka panjang
- Kegagalan ginjal
- Konsumsi antibiotik spektrum luas secara sistemik
- Nutrisi parenteral
- Bedah abdomen
- Neutropenia
- Penggunaan imunosupresan atau kortikosteroid
(Flevari et al., 2013).

4. ETIOPATOGENESIS DAN IMUNOPATOGENESIS


Pada bayi dan bayi yang baru lahir, infeksi yang terjadi biasanya superfisial dan mudah
untuk ditangani, hal ini dikarenakan candidiasis pseudomembran akut yang terjadi
merupakan suatu infeksi oportunistik dan transisi yang dipredisposisikan oleh sistem imun
mereka yang belum berkembang (Rosa, 2015).
Mulut adalah pintu masuk dari infeksi oportunistik jamur dan candidiasis rongga mulut
diperkirakan adalah sumber utama dari kolonisasi gastrointestin dan penyebaran sistemik dari
infeksi jamur melalui kapiler mesenterik. Penyebaran perinatal dari Candida spp. dapat
berupa hubungan vertikal, yaitu disebarkan dari ibu ke bayi selama proses kelahiran; atau
secara horizontal, akibat kontaminasi eksternal (Tinoco-Araujo et al., 2013).
Pada bayi dengan berat lahir rendah, ada indikasi sistem imun imatur dan penahan fisik
yang rapuh, dan meskipun jumlah neutrofil pada bayi prematur hampir sama dengan individu
dewasa, fungsi dan mobilisasi nautrofil pada bayi prematur berbeda ketika menghadapi
infeksi, dimana terjadi neutropenia akibat cadangan neutrofil sumsum tulang belakang yang
cepat habis (Tinoco-Araujo et al., 2013).
Pertimbangan anatomis adalah penting selama bayi, utamanya bagi bayi prematur. Hal
ini diakibatkan oleh menurunnya lapisan keratin dan berkurangnya ketebalan kulit,
penggunaan alat-alat medis dan kelembaban lingkungan, bayi prematur memiliki kerentanan
3
sendiri untuk berkembangnya aspergilosis kutan primer dan zigomikosis. Pada bayi baru
lahir, terdapat perbedaan fisiologi berupa kadar air fraksional yang lebih besar, fraksi protein
plasma yang lebih kecil, volume organ yang relatif lebih besar, dan fungsi imatur dari
metabolisme hepatik dan ekskresi renal sehingga menyebabkan perbedaan yang nyata dalam
distribusi obat, metabolisme dan eliminasi. Terlebih, dengan adanya sawar darah-otak yang
belum sempurna, selain adanya konsekuensi farmakologis pada penetrasi obat, juga bisa
menyebabkan tingginya risiko bayi untuk terkena meningoensefalitis, komplikasi yang
langka dari infeksi invasif Candida. Bayi dan anak kecil masih menunjukkan perbedaan pada
proporsi relatif dari air tubuh, jaringan lemak, dan volume organ; jika dibandingkan dengan
banyak dewasa dengan kelainan organ terkait penuaan; namun, populasi ini mungkin
memiliki kapasitas fungsional hati dan ginjal yang lebih besar. Karakteristik imunologi
spesifik pada bayi baru lahir termasuk fungsional imatur dari fagosit mononuklear dan
polimorfonuklear dan limfosit T, sehingga memungkinkan kerentanan, sama seperti efek
imunosupresif dari kortikosteroid. Defisiensi ini menjadikan bayi rentan terhadap infeksi
jamur oportunistik (Anaissie et al., 2009).
Sementara itu, lansia lebih rentan untuk mengalami OC akibat kondisi kesehatannya
yang menurun, dan, pada sebagian besar lansia, adanya fakta bahwa lansia menggunakan gigi
tiruan. Penuaan dicirikan dengan menurunnya respon imunologis terhadap infeksi, utamanya
akibat ketidakmampuan fungsional dari monosit dan makrofag, sehingga fagositosis tidak
adekuat. Sel dendritik sebagai APC (antigen presenting cell) berkurang, demikian pula pada
sel T matur akibat pengecilan kelenjar timus. Sel T matur kehilangan kemampuan memorinya
dan menunjukkan penurunan produksi sitokin. Terlebih lagi, jumlah sel B yang bersirkulasi
juga berkurang dan responnya terhadap paparan antigen melalui produksi imunoglobulin juga
lebih lemah. Status imun lansia yang menurun juga terkait tingginya ekspresi TGF-β dan
rendahnya elastase dan aktivitas peroksidase saliva (Rosa, 2015; Flevari et al., 2013).
Pada lansia, terjadi proses penuaan yang menunjukkan berbagai perubahan fungsi
fisiologis dan morfologis, membuat pasien lansia berpotensi lebih rentan terhadap infeksi,
utamanya dari spesies jamur. Penuaan mengakibatkan hiposalivasi atau adanya reduksi aliran
saliva. Hiposalivasi mengubah mikroflora normal pada rongga mulut, sehingga bakteri
anaerobik menjadi lebih sedikit, seperti enterococci. Berkurangnya produksi saliva
membatasi jumlah peptida dan protein pada rongga mulut dan berkurangnya zat-zat dengan
aktivitas antimikroba yang luas, seperti laktoferin, sialoperoksidase dan lisozim yang berguna
dalam pertahanan homeostasis rongga mulut. Terlebih lagi, aliran saliva berguna untuk

4
mengencerkan dan menghilangkan organisme yang berpotensi patogen dari mukosa rongga
mulut (Rosa, 2015; Flevari et al, 2013).
Untuk menyerang lapisan mukosa, mikroorganisme harus menempel pada permukaan
epitel, sehingga galur Candida dengan kemampuan adhesi yang lebih baik akan lebih patogen
dibandingkan galur dengan kemampuan adhesi yang lebih buruk. Penetrasi jamur pada sel
epitel difasilitasi oleh produksi lipase, dan agar jamur dapat tetap berada di epitelium, jamur
harus dapat melawan deskuamasi konstan dari permukaan sel epitel (Glick, 2015). Setelah
melakukan kolonisasi di permukaan mukosa, jamur dapat menyerang jaringan dan
menyebabkan infeksi mukosa, dan pada kasus penyakit sistemik, dapat menyebar melalui
aliran darah. Salah satu aspek penting dalam transisi jamur dari komensal menjadi patogenik
adalah status imun seseorang, di mana dengan rekrutmen netrofil yang cukup dapat
mengontrol pertumbuhan dan invasi Candida pada tingkat kulit dan mukosa manusia (Ten
Oever dan Netea, 2014).

Gambar 1. Candida dapat melakukan kolonisasi dan adhesi pada permukaan mukosa, kemudian hifa
Candida dapat berpenetrasi melalui lapisan epitel setelah hilangnya integritas mukosa dan
menyebabkan infeksi mukokutan, atau menyebar ketika terjadi kerusakan pada fungsi fagosit
(Ten Oever dan Netea, 2014).

5. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Candidiasis pseudomembran akut. Bentuk paling umum dari candidiasis adalah
pseudomembran akut, yang juga disebut sebagai thrush. Bentuk ini merupakan candidiasis
rongga mulut primer dan dikenali sebagai infeksi Candida klasik. Infeksi ini banyak muncul
pada pasien yang dimedikasi dengan antibiotik, obat-obatan imunosupresif, atau penyakit
yang menekan sistem imun (Regezi et al., 2012; Glick, 2015).

5
Gambar 2. Candidiasis rongga mulut pada anak-anak. Plak putih tampak pada permukaan mukosa
pada lateral lidah (James et al, 2016 )

Gambar 3. Presentasi klasik dari candidiasis rongga mulut pada anak-anak. Plak putih tampak pada
permukaan mukosa pada bagian dorsal dan lateral lidah dan palatum keras (Grimm et al., 2009).

Infeksi ini biasanya muncul dengan membran yang tidak terlalu melekat yang terdiri
dari organisme jamur, debris seluler yang keratotik, sel inflamasi, sel epitel terdeskuamasi,
bakteri dan fibrin, yang meninggalkan daerah inflamasi yang eritematus, tererosi atau ulserasi
yang menyakitkan, terkadang berdarah jika pseudomembran tersebut dihilangkan dengan
spons kasa. Infeksi yang kurang jelas, terkadang memiliki tampakan klinis yang sukar
dibedakan dengan debris makanan. Pasien jarang mengeluhkan gejala dari lesi mereka,

6
meskipun beberapa rasa tidak nyaman sering dirasakan dari adanya pseudomembran.
Meskipun lesi thrush dapat berkembang pada lokasi manapun, lokasi umumnya adalah
mukosa bukal dan mukosa lipatan pipi, orofaring dan lateral lidah (Glick, 2015; Regezi et al.,
2012).
Apabila terdapat gejala, biasanya muncul cukup ringan, berupa sensasi terbakar dari
mukosa rongga mulut atau rasa tidak nyaman di dalam mulut yang dideskripsikan beragam
seperti terasa asin atau bahkan pahit. Beberapa pasien mengeluhkan adanya “lepuhan”
walaupun sebetulnya yang mereka rasakan adalah plak yang meninggi, bukan vesikel asli.
Plak ini biasanya terdistribusi pada mukosa bukal, palatum, dan lidah bagian dorsal (Neville
et al., 2002).
Pada candidiasis akut, hifa jamur tampak mempenetrasi lapisan atas dari epitel pada
sudut lancip. Infiltrasi neutrofil pada epitel dengan pembentukan mikroabses superfisial juga
sering dijumpai. Bentuk jamur dapat lebih tampak pada jaringan dengan pengecatan dengan
reagen metenamin perak atau PAS ( periodic acid Schiff ). Bentuk jamur yang umum
terbentuk pada bentuk penyakit ini adalah pseudohifa (Regezi et al., 2012).

Gambar 4. Fotomikroraf kuat ini menunjukkan hifa tubular dari Candida albicans yang ada pada
lapisan parakeratin (Neville et al., 2002).

7
Chronic erythematous candidiasis adalah bentuk lesi yang sering dijumpai pada 65%
individu lansia yang menggunakan gigi tiruan rahang lengkap rahang atas (denture sore
mouth). Tampilan dari candidiasis bentuk ini tergantung dari kondisi mukosa rongga mulut
yang tertutupi gigi tiruan. Terdapat predileksi nyata pada mukosa palatal dibanding dengan
lengkung alveolar mandibula. Trauma sekunder kronis tingkat rendah akibat gigi tiruan yang
kurang cekat, hubungan oklusal yang kurang ideal, dan kegagalan dalam melepas gigi tiruan
di malam hari merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan berkembangnya kondisi ini.
Tampakan klinis dari lesi ini adalah permukaan merah cerah yang tampak halus hingga
seperti kerikil (pebbly), dengan sedikit keratinisasi. Seorang klinisi perlu mengeliminasi
kemungkinan bahwa reaksi ini terjadi akibat desain gigi tiruan yang kurang baik sehingga
menimbulkan tekanan yaang tidak seimbang pada mukosa, alergi terhadap basis gigi tiruan,
atau proses curing akrilik yang tidak adekuat (Regezi et al., 2012; Neville et al., 2002).
Pada orang dewasa, penampilannya mungkin seperti yang terlihat pada anak-anak atau
mungkin lebih kering dan lebih eritematosa. Papilla lidah bisa tampak atrofik, dengan
permukaannya halus, mengkilap, dan merah terang. Seringkali, Infeksi meluas ke sudut mulut
membentuk perlèche. Penampilan ini sering terjadi pada orang tua, lemah, dan pasien kurang
gizi dan pada penderita diabetes. Hal ini sering terjadi manifestasi pertama AIDS dan hadir di
hampir semua pasien yang tidak diobati dengan AIDS penuh sesak nafas. (James et al, 2016)
Angular cheilitis. Dapat dijumpai juga pada individu dengan candidiasis atropi kronis
terkait penggunaan gigi tiruan yaitu kondisi angular cheilitis. Kondisi ini utamanya muncul
pada individu dengan lipatan sudut mulut yang dalam akibat overclosure. Pada kondisi
tersebut, ditambah dengan akumulasi sedikit air liur pada sudut mulut dan diikuti adanya
kolonisasi organisme jamur (dan biasanya juga Staphylococcus aureus). Secara klinis, lesi
terasa cukup sakit, berfisur, tererosi, dan berkrusta. Angular cheilitis juga biasanya terjadi
pada individu yang memiliki kebiasaan menjilat bibir mereka sehingga terdapat sedikit
deposit air liur pada sudut mulutnya (Regezi et al., 2012).
Uji laboratorium klinis pada organisme ini adalah dengan menghilangkan bagian dari
plak candida, yang kemudian diapuskan pada gelas mikroskop dan dimaserasi dengan kalium
hidroksida 20% atau dicat dengan PAS. Sediaan kemudian diperiksa keberadaan hifanya.
Kemudian, dilakukan identifikasi dan kuantifikasi kultur organisme yang dapat dilakukan
pada kaldu Saboraud, agar darah, atau agar cornmeal (Regezi et al., 2012).

8
6. DIAGNOSIS BANDING
Lesi putih jamur dapat dibandingkan dengan kerokan terkait lepuhan kimiawi, ulkus
traumatik, mucous patch dari sifilis, dan lesi keratotik putih. Lesi merah candidiasis dapat
dibandingkan dengan reaksi obat-obatan, lichen planus tipe erosif, dan discoid lupus
erythematous (Regezi et al, 2012).

Gambar 5. Mucous patch dari Sifilis Sekunder Gambar 6. Frictional Keratosis


( Warnakulasuriya & Tilakaratne , 2014 ) ( Glick, 2015 )

7. PERAWATAN KOMPREHENSIF
Perawatan atau terapi pada bayi dan anak-anak antara lain :
1. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan menghilangkan semua residu yang dapat
dijadikan media adalah hal yang penting untuk meminimalkan kolonisasi Candida
spp.
2. Pada bayi prematur dengan perawatan atau penggunaan topikal dari medikasi
antijamur sehingga menghilangkan pseudomembran.
3. Untuk menjaga kebersihan dengan mencuci tangan.
4. Meninggikan posisi kepala pasien untuk menghindari risiko aspirasi sekresi oral,
dan jika diperlukan, aspirasi, higienitas baik pada mulut dengan kapas lembab yang
diberi larutan antimikroba dengan larutan chlorhexidine digluconate 0,12%, larutan
enzim laktoperoksidase, atau larutan hidrogen peroksida 1,5%. (Tinoco-Araujo
et al,2013).
5. Perawatan untuk thrush pada bayi biasanya dengan pemberian 1 mm dari 100.000
unit nystatin (mycostatin) yang dibagi sama banyak menjadi dua tetes di vestibulum
maksila empat kali sehari selama 10 – 14 hari. Nystatin adalah medikasi antijamur
yang sangat aman yang tidak diabsorbsi secara sistemik dan tidak memiliki

9
interaksi obat. Suspensi oral clotrimazol (10 mg/ml ) juga dapat diberikan dengan
cara yang sama seperti Suspensi oral nystatin. (James et al,2016;Grimm et al.,
2009).
Ketaconazol tidak dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi berusia kurang dari 2
tahun karena adanya toksisitas pada hati jika dibandingkan dengan agen anti jamur
lainnya (Grimm et al., 2009).
Perawatan atau terapi pada orang dewasa dan orang tua atau lansia merupakan indikasi
terapi antijamur bagi individu yang lebih tua sebetulnya sama seperti individu yang lebih
muda, dan terapi inisial antijamur harus dipilih berdasarkan organisme yang menginfeksi dan
epidemiologi lokal. Dalam perawatan pasien dengan candidiasis, komponen penting yang
perlu ditentukan terlebih dahulu adalah faktor predisposisi pasien.
Perawatan atau pilihan pengobatan pada orang dewasa dan orang tua atau lansia antara
lain :
1. Krim atau ointment nystatin lebih efektif ketika diaplikasikan langsung jaringan
terkait dengan kapas berkasa.
2. Bibir pasien juga harus dijaga kelembabannya dengan krim lanolin murni untuk
meminimalkan fisur yang memungkinkan masuknya mikroorganisme (Tinoco-
Araujo et al, 2013).
3. Aplikasi topikal dari nystatin atau clotrimazole dapat lebih nyaman diberikan dalam
bentuk troche selama 1 minggu setelah manifestasi klinis menghilang terkait
penggunaan gigi tiruan yang diaplikasikan langsung pada permukaan yang
bersentuhan langsung dengan gigi tiruannya
4. Anti jamur bebas gula yaitu supositori vaginal yang dilarutkan dalam mulut adalah
perawatan alternatif yang baik untuk menghindari komplikasi karies dental.
(Flevari et al.,2013;Regezi et al., 2012).
5. Flukonazol dosis tunggal 150 mg efektif untuk banyak mukokutan
6. Pasien Imunosupresi, 200 mg / hari adalah dosis awal, namun dosisnya jauh lebih
tinggi sering dibutuhkan Itrakonazol, 200 mg / hari selama 5-10 hari,
7. Terbinafine atau sebagai Obat dermatofit, juga bisa efektif untuk infeksi Candida
pada dosis 250 mg / hari. ( James et al, 2016 )
8. Obat-obatan anti jamur yang sering digunakan masuk dalam kelompok polien atau
azol. Polien seperti nystatin dan amfoterisin B.
adalah alternatif pertama dalam merawat candidiasis rongga mulut primer dan dapat
diterima dengan baik. Polien tidak diserap oleh saluran gastrointestinal dan tidak
10
menimbulkan resistensi. Golongan ini bekerja dengan menimbulkan efek negatif pada
produksi ergosterol yang penting untuk integritas membran sel Candida. Polien juga bisa
mempengaruhi perlekatan jamur (Glick, 2015).

Gambar 7. Agen anti jamur yang digunakan dalam merawat candidiasis rongga mulut (Glick, 2015)

8. PROGNOSIS
Prognosis untuk candidiasis akut adalah sangat baik (Regezi et al., 2012)

11
DAFTAR PUSTAKA

James, W.D., Berger T.G., Elston, D.M. ,Neuhaus, I.M., 2016, Andrew’s Diseases of the
Skin Clinical Dermatology, twelfth edition, Elsevier, Publishing Services Manager:
PatriciaTannian, Philadelphia.

Flevari, A., Theodorakopoulou, M., Velegraki, A., Armaganidis, A., Dimopoulos, G., 2013,
Treatment of Invasive Candidiasis in the Elderly: A Review, Clinical Interventions in
Aging, 8:1199-1208.

Glick, M., 2015, Burket’s Oral Medicine, 12th Edition, Connecticut: People’s Medical
Publishing House.

Grimm, S.E., Lawrence, L., Bailey, J., Brown, R.S., 2009, Oral Thrush in A One-Month Old
Infant: Etiology and Treatment, Dent Today, 28(6):55-57.

Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2002, Oral & Maxillofacial
Pathology, 2nd Edition, Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Regezi, J.A., Sciubba, J.J., Jordan, R.C.K., 2012, Oral Pathology: Clinical Pathologic
Correlations, 6th Edition, St. Louis: Elsevier Saunders.

Alanis, et.al., Rosa, E.A.R (Ed)., 2015, Oral Candidosis: Physiopathology, Decision Making,
and Therapeutics, New York: Springer.

Ten Oever, J. Dan Netea, M.G., 2014, The Bacteriome-Mycobiome Interaction and
Antifungal Host Defense, Eur. J. Immunol., 44:3182-3191.

Tinoco-Araujo, J.E., Araujo, D.F.G., Barbosa, P.G., da Silva Santos, P.S., de Medeiros,
A.M.C., 2013, Invasive Candidiasis and Oral Manifestations in Premature Newborns,
Einstein, 11(1):71-75.

Warnakulasuriya, S. & Tilakaratne, W., 2014. Oral Medicine and Pathology A Guide to
Diagnosis and Management S. Warnakulasuriya & W. Tilakaratne, eds., New Delhi,
India: Jaypee Brothers Medical Publishers. Available at: www.jaypeebrothers.com.

12
MAKALAH
ILMU PENYAKIT MULUT TINGKAT LANJUT 1 & 2

ORAL CANDIDIASIS IN NEONATES,


INFANTS, AND ELDERLY

Oleh :

Yuskhaidir, drg
NIM : O21718026307

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017

13

Anda mungkin juga menyukai