Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN ONLINE ANTROPOLOGI GIZI

UPACARA ADAT DAN MAKANAN ADAT SUKU OSING 


DESA KEMIREN BANYUWANGI 

Disusun oleh:
Kelompok 7:

Ira Saphira M (101911233028)


An Nissa Mutia At Trisna (101911233032)
Rizki Hayyu Lestari (101911233039)
Galuh Amaranggana P. (101911233050)
Anandya Putri R (101911233055)

PROGRAM STUDI S-1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kunjungan
online yang berjudul “ Upacara dan Makanan Adat Suku Osing Desa Kemiren
Banyuwangi” dengan tepat waktu.tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan tugas
pada mata kuliah antropologi gizi .

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lailatul Muniroh, S.K.M.,


M.Kes. selaku dosen mata kuliah Antropologi Gizi yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dengan bidang terkait.
Tak lupa rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu, berpartisipasi, dan mendukung sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan yang kami tulis masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan selalu kami
terima demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, 10 Januari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II: TINJAUAN TEORI................................................................................3

2.1 Macam-Macam Upacara Adat Suku Osing di Desa kemiren....................3

2.2 Makanan Adat Suku Osing di Desa kemiren............................................5

BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................8

3.1 Kesimpulan....................................................................................................8

3.2 Saran...............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Osing merupakan suku asli Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur yang
banyak mendiami di beberapa daerah kabupaten Banyuwangi diantaranya
Kecamatan Glagah, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Kabat dan Kecamatan
Licin. Penamaan Suku Osing atau dibaca Using berasal dari kata “sing” yang
berarti tidak. Makna dari penamaan ini yaitu saat terjadi Perang Puputan Bayu
atau memiliki arti perang habis – habisan di Bayu, masyarakat Suku Osing
tidak melakukan pengungsian dan tetap menempati wilayah Blambangan yang
saat ini dikenal dengan Banyuwangi.
Sebagai salah satu komunitas adat, masyarakat Osing merupakan salah
satu masyarakat yang masih sangat kuat memegang teguh adat dan tradisi
yang berlaku. Salah satu daerah yang masih memegang teguh adat istiadat dan
tradisi yang berlaku adalah Desa Kemiren yang terletak di Kecamatan Glagah.
Desa ini banyak dihuni oleh masyarakat Osing yang masih menjadikan rumah
adat Osing sebagai hunian utama. Suku Osing di desa ini mampu
mempertahankan adat istiadatnya di tengah modernisasi. Jika dilihat dari segi
letak geografisnya desa Kemiren sangat dekat dengan pusat dari segala aspek
pembangunan yang ada di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Banyuwangi kota.
Namun hal ini tidak membuat suku Osing terpengaruh arus modernisasi yang
ada di Banyuwangi kota.
Keistimewaan desa adat Kemiren yaitu masih menjaga dan
mempertahankan tradisi – tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang seperti
selametan barong ider bumi, selametan tumpeng sewu, selametan rebowe
kasan, arak – arakan dan seni barong. Olahan makanan khas Desa Kemiren
adalah pecel pitik. Pecel pitik menjadi makanan yang harus ada ketika terdapat
suatu acara terutama pada kegiatan tumpeng sewu yang mana puncak acara
dengan menikmati pecel pitik yang sudah diberi doa. Selain itu, terdapat juga

1
jenang abang yang menjadi makanan khas yang selalu ada setiap acara
selametan yang dilakukan masyarakat Osing.
Adat-istiadat dan tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini
mendorong pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mempromosikan
kepada masyarakat luar untuk dikemas dalam bentuk paket wisata. Seiring
dengan perkembangan zaman, adat istiadat ini dikemas menjadi suatu
komoditas yang cukup menguntungkan baik dari desa maupun dari
pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja upacara adat dan makanan adat Suku Osing di Desa Kemiren,
Banyuwangi?
2. Bagaimana filosofi dalam setiap upacara adat dan makanan adat suku
Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui berbagai macam upacara adat dan makanan adat Suku
Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi.
2. Untuk mengetahui dan memahami filosofi dari setiap upacara adat dan
makanan adat Suku Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Macam-Macam Upacara Adat Suku Osing di Desa kemiren


Masyarakat Desa Kemiren melestarikan adat tradisinya karena dilatar
belakangi oleh keyakinan kuat yang diajarkan secara turun temurun oleh
masyarakatnya tentang sosok danyang desa yang bernama Buyut Cili.
1) Penikahan Adat
Adat merupakan gambaran dari kepribadian suatu bangsa, yang
merupakan salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang berhubungan dari
abad ke abad. Oleh karena itu, setiap bangsa yang ada di dunia ini
memiliki adat kebiasaan atau upacara tradisional yang tidak sama antara
bangsa satu dengan bangsa lainnya yang setiap bangsa memiliki ciri khas
adat tersendiri. Upacara tradisional merupakan sistem atau tindakan yang
ditata oleh adat atau suatu hukum yang berlaku didalam masyarakat
tersebut (Hamidin, 2012: 115). Adat pernikahan mengandung suatu nilai,
ciri-ciri bahkan filosofi, karena ada pernikahan akan tetap ada dalam suatu
masyarakat berbudaya. Upacara pernikahan menurut adat dilaksanakan
sebagai suatu upaya dalam melestarikan kebudayaan (Indi, 2013).
Bagi kalangan masyarakat Osing cara mencari jodoh berlaku dua
macam yakni, yang pertama pemuda sendiri yang mencari pasangannya
dan yang kedua orang tua akan mencarikan pasangan atau jodoh untuk
anaknya, yang biasanya dilakukan oleh orang tua pihak perempuan. Hal
ini dilakukan sejak anak gadis masih berada di dalam gendongan dan suku
Osing menyebutnya dengan istilah “Bakalan”.
Masyarakat Suku Osing Desa Kemiren memiliki dua macam cara
untuk mencari jodoh yakni: pertama, pemuda sendiri yang mencari
pasangannya. Kedua, orang tua akan mencarikan pasangan atau jodoh
untuk anaknya, hal ini biasanya dilakukan oleh orang tua dari pihak
perempuan. Hal tersebut biasanya dilakukan sejak anak gadisnya masih

3
berada di dalam gendongan atau masih bayi. Orang suku Osing
menyebutnya dengan “Bakalan”, bakalan memiliki maksud bakal dadi
bakal wurung (bisa berjodoh bisa tidak).

2) Tumpeng Sewu dan Barong Ider Bumi

Tradisi Tumpeng Sewu dan Barong Ider Bumi yang selalu


dilaksanakan pada setiap tahun pada bulan tertentu yang menjadi tradisi
paling besar di Desa Kemiren. Tumpeng sewu merupakan upacara bersih
desa yang selalu diadakan setaun sekali pada tanggal 1 Dzulhijjah dengan
diikuti seluruh masyarakat Desa Kemiren. Ritual ini dimaksudkan
dengan tujuan sebagai sebagai tolak balak dan marabahaya dengan cara
memanjatkan doa bersama untuk memohon keselamatan selama satu
tahun kedepan. Pelaksanaan tumpeng sewu ini disepanjang jalan desa
kemiren dan selalu dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah untuk
menyaksikan tradisi tersebut. Dalam setiap masakan yang disajikan harus
melalui prosesi adat terlebih dahulu serta memiliki makna dan nilai
tersendiri bagi masyarakat suku Osing Desa Kemiren (Indiarti, dkk,
2007: 115).
Barong Ider Bumi merupakan hal yang sangat didambakan serta
sebagai upacara sakral yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat
suku Osing. Desa Kemiren. Barong Ider Bumi memiliki arti barong yang
keliling jagad atau bumi. Tradisi upacara ini dilaksanakan setiap satu
tahun sekali tepatnya pada tanggal 2 bulan Syawal (hari ke dua Idul fitri).
Masyarakat suku Osing di desa Kemiren percaya bahwa dengan tradisi
upacara Barong Ider Bumi ini merupakan bentuk dari wujud syukur
manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa masyarakat suku Osing di
desa Kemiren selalu diberikan kekuatan iman, kesehatan, maupun
keselamatan. Dari setiap bagian Barong memiliki makna dan filosofi
tersendiri.

4
3) Barong Ider Bumi

Barong Ider Bumi diseleggarakan setiap tanggal dua bulan Syawal


oleh warga Osing. Sebagian warga Osing membentuk kelompok
barongan yang mengitari desa dari ujung timur ke barat. Tradisi tersebut
digelar dalam bentuk arak-arakan barong yang dilakukan selayaknya
karnaval. Di tengah-tengah pelaksanaan karnaval, masyarakat lainnya
melempari peserta dengan uang logam. Tujuannya untuk menolak bala
datang ke wilayah ini. Dulunya, wilayah ini pernah dilanda kemarau
berkepanjangan, lalu suku Osing melakukan tradisi ini agar musim
kemarau pergi tepat waktu dan sawah warga mendapat air yang cukup.

2.2 Makanan Adat Suku Osing di Desa kemiren


Suku Osing merupakan suku asli Banyuwangi memiliki keragaman
budaya, tradisi dan ritual yang masih terpelihara dan terjaga dengan baik.
Suku Osing yang mayoritas merupakan penduduk Desa Kemiren,
Banyuwangi tetap mempertahankan tradisi leluhur. Salah satunya adalah
kuliner khas terdiri dari beberapa menu yang biasanya memiliiki filosofi dan
disajikan saat upacara adat sehingga hanya bisa disantap di hari-hari tertentu.
Selain itu ada beberapa menu untuk ritual upacara adat yang dimasak
menggunakan cara tersendiri dan tidak bisa sembarangan orang ikut untuk
memasak. Tidak hanya digunakan untuk sajian upacara adat, terdapat
beberapa kuliner yang dimasak dengan cara biasa dengan tujuan untuk
pelestarian dan pengenalan citarasa kuliner suku osing sehingga dapat
dinikmati oleh wisatawan.
1) Pecel Pitik
Pecel pitik adalah makanan khas Suku Osing, dapat dikatakan
sebagai menu tradisional wajib bagi masyarakat karena digunakan dalam
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan ritual upacara adat dan tradisi
setempat. Pecel pitik atau pethetheng adalah salah satu makanan

5
tradisional yang terbuat dari ayam kampung utuh yang dipanggang diatas
bara kayu lalu dicampur bumbu ala Osing yang terdiri dari kemiri atau
kacang tanah goreng atau paduan keduanya, garam, cabe besar goreng,
terasi bakar, bawang putih goreng atau bakar yang sudah dihaluskan yang
kemudian diberi kelapa parut yang masih agak muda dan air kelapa.
Tidak semua sajian pecel pitik dapat dikonsumsi sebagai makanan
sehari-hari. Terdapat perbedaan dalam sajian pecel pitik yang digunakan
untuk sajian ritual dan untuk konsumsi sehari-hari. Pecel pitik yang
dimasak untuk ritual hanya boleh dimasak oleh orang yang telah
menopause atau perempuan yang bersih dari darah haid untuk mendukung
kesakralan sebuah ritual dan orang yang sudah menopause dianggap sudah
suci karena pada saat pecel pitik dibuat orang yang memasak harus suci
dalam keadaan sudah berwudhu. Untuk cara pemasakan pun harus
berurutan tidak boleh acak dan saat dilakukan penyajian makanan pecel
pitik tidak boleh dicicipi. Lain halnya dengan pecel pitik untuk makanan
sehari-hari karena bisa dimasak oleh siapa saja tanpa ada aturan tertentu
karena tidak dipakai untuk ritual.
Pecel pitik mengandung makna “mugo-mugo barang hang
diucelucel dadio barang hang apik” (semoga segala yang diupayakan
membuahkan hasil yang baik). Ada pula yang memaknainya dengan titik
yang berarti tujuan. Menyantap pecel pitik berarti ingin meraih cita-cita
yang diinginkan.
2) Jenang Abang dan Jenang Putih
Jenang abang terbuat dari beras yang dimasak menjadi bubur lalu
diwarnai dengan gula merah/gula kelapa. Jenang abang melambangkan
benih dari ibu. Jenang putih terbuat dari beras yang dibubur. Jenang putih
melambangkan benih dari bapak. Jenang abang dan jenang putih
melambangkan kejadian manusia. Gambaran penataan dalam piring yaitu
pertama jenang abang dituang di piring lalu di bagian tengahnya diberi
jenang putih sedikit.

6
Hidangan ini dianggap sebagai hidangan ritual yang paling purba.
Masyarakat juga percaya bahwa hidangan ini “tidak boleh” sembarangan
dimasak. Dalam arti lain memasak hidangan ini benar-benar harus ada
tujuannya seperti ketika ingin “nyelameti” (tasyakuran). Dalam
masyarakat suku Osing Jenang abang dan Jenang putih juga digunakan
untuk upacara atau selametan sebagai tanda bagi anak perempuan yang
sudah mengalami haid pertama yang disebut Munggah perawan atau
Sukeran untuk masyarakat Jawa Mataraman.

7
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya,
suku bangsa, ras, etnis, agama maupun bahasa daerah asal. Indonesia
memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya
menurut sensus BPS tahun 2010 ada 1.340 suku bangsa di Tanah Air. Setiap
suku bangsa memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing, Suku Osing
salah satunya. Osing adalah salah satu suku di daerah Banyuwangi dan
sekitarnya. Suku yang dianggap penduduk asli Banyuwangi ini merupakan
bagian dari sub-suku Jawa.

Sebagai salah satu komunitas adat, masyarakat Osing merupakan salah


satu masyarakat yang masih sangat kuat memegang teguh adat dan tradisi
yang berlaku. Salah satu daerah yang masih memegang teguh adat istiadat
dan tradisi yang berlaku adalah Desa Kemiren yang terletak di Kecamatan
Glagah. Desa ini banyak dihuni oleh masyarakat Osing yang masih
menjadikan rumah adat Osing sebagai hunian utama. Suku Osing di desa ini
mampu mempertahankan adat istiadatnya di tengah modernisasi.

Beberapa upacara adat dari Suku Osing seperti pernikahan adat yang
memiliki ciri khas dari adat itu sendiri. Seperti bagi kalangan masyarakat
Osing cara mencari jodoh berlaku dua macam yakni, yang pertama pemuda
sendiri yang mencari pasangannya dan yang kedua orang tua akan

8
mencarikan pasangan atau jodoh untuk anaknya, yang biasanya dilakukan
oleh orang tua pihak perempuan. Selain itu, Tradisi Tumpeng Sewu dan
Barong Ider Bumi yang selalu dilaksanakan pada setiap tahun pada bulan
tertentu yang menjadi tradisi paling besar di Desa Kemiren. Tumpeng sewu
merupakan upacara bersih desa yang selalu diadakan setaun sekali pada
tanggal 1 Dzulhijjah dengan diikuti seluruh masyarakat Desa Kemiren. Ritual
ini dimaksudkan dengan tujuan sebagai sebagai tolak balak dan marabahaya.

Selain dari upacara adat yang memiliki ciri khas tersendiri, suku Osing
juga memiliki makanan adat nya tersendiri seperti Pecel Pithik. Pecel pitik
adalah makanan khas Suku Osing, dapat dikatakan sebagai menu tradisional
wajib bagi masyarakat karena digunakan dalam berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan ritual upacara adat dan tradisi setempat. Lalu ada Jenang
Abang dan Jenang Putih yang juga digunakan untuk upacara atau selametan
sebagai tanda bagi anak perempuan yang sudah mengalami haid pertama
yang disebut Munggah perawan atau Sukeran untuk masyarakat Jawa
Mataraman.

3.2 Saran
Melalui makalah ini, diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan para pembaca mengenai suku Osing, baik itu sejarah, tradisi,
serta budaya yang dimiliki masyarakatnya. Tradisi-tradisi tersebut hingga saat
ini masih berjalan dan terus dilestarikan oleh generasi muda suku Osing.
Beberapa diantaranya bahkan dikembangkan dalam bentuk festival. Selain
tradisi yang unik, masyarakat Osing juga memiliki seni budaya yang tetap
terjaga. Beragamnya suku di Indonesia diharapkan menjaga kelestarian
budayanya seperti yang dilakukan oleh masyarakat dari suku Osing.

9
10
DAFTAR PUSTAKA

Nursafitri, Heni, dkk. 2020. Perubahan Sosial Masyarakat Suku Osing di Desa
Kemiren sebagai Media Pembelajaran Sosiologi. e-Journal Pendidikan
Sosiologi. 2(3): 180-189.

Ratna Sari & Sinta Megasari (2020). Tata Laksana Upacara Pernikahan Adat
Suku Osing Di Desa Kemiren Banyuwangi. Jurnal Tata Rias, 9(1).

Lestari, T. D., Joni, I. D. A. S., & Purnawan, N. L. R. Makna Simbol Komunikasi


Dalam Upacara Adat Keboan Di Desa Aliyan Kabupaten Banyuwangi.

Sulistyani. Ritual Ider Bumi Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten


Banyuwangi.

Wahyuningtyas, F., Haryono, A., Luthviatin, N., & Nafikadini, I. (2018). Pecel
Pithik: Tradition, Culture, and Its Impact on The Socioeconomic Welfare
of Osingese People in Banyuwangi. KARSA: Journal of Social and Islamic
Culture, 26(1), 110-128.

iv

Anda mungkin juga menyukai