Anda di halaman 1dari 10

RESUME MATERI WEBINAR

Narasumber 1: Dr.M. Bagus Qomaruddin, Drs., M.Sc


Tema: “ Peran Kontrol Sosial Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru ”
Data terkini tanggal 15 September yang terkonfirmasi positif di Indonesia ada
225.030, dalam hal ini Indonesia perlu melakukan pendekatan khusus untuk menangani
Covid-19. Adanya covid-19 yang sudah kita alami 7 bulan ini menyebabkan terjadinya
shock di hampir seluruh kehidupan manusia. Sebagai contoh, dalam hal pendidikan
biasanya dalam kegiatan pendidikan tenaga pengajar bisa melakukan tatap muka langsung
dengan murid namun karena kondisi seperti ini mengharuskan kegiatan pendidikan
dilakukan secara online.Sehingga ada shock di bidang pendidikan ini banyak dari mereka
yang tidak siap dengan kondisi ini, contohya banyak murid yang tinggal di desa dan
terkendala masalah jaringan sehingga proses pembelajaran terhambat. Lalu di bidang
ekonomi, ini agak berbahaya karena bulan ini pertumbuhan ekonomi minus dana
dikhawatirkan akan terjadi resesi di Indonesia.
Kemudian tidak hanya itu karena kasus covid telah membuat kasus kesehatan lain misalnya
imunisasi menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dan dari segi transportasi, hampir
semua maskapai penerbangan, transportasi darat juga terkena imbas dari Covid-19. Nah
segala proses-proses kehidpan itu semua menjadi terganggu, oleh sebab itu ada ketertiban
sosial yang terganggu Ketertiban sosial yang terganggu secara terus menerrus inilah bisa
menyebabkan masalah yang lebih besar maka harus dilakukan pembenahan dengan cara
memutus rantai penyebaran covid-19.

Dalam kondisi new normal saat ini ada norma baru yang perlu diperhatikan dalam
adaptasi kebiasaan baru yaitu mematuhi protokol kesehatan. Norma baru yaitu protokol
kesehatan (3M) meliputi: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Sosialisasi
penggunaan masker secara benar itu perlu diperkuat dan digencarkan kepada masyarakat.
Karena banyak dari sebagian masyarakat yang tidak tahu apakah tujuan dari penggunaan
masker,contoh lainnya yaitu banyak orang yang menggunakan masker dengan tidak benar,
banyak tokoh tokoh penting yang menggunakan masker di dagu. Selain itu, masyarakat pun
kurang memahami pentingnya mencuci tangan. Padahal saat ini hampir setiap tempat
memiliki fasilitas tempat mencuci tangan, seperti: minimarket atau tempat tempat lainnya.
Masalahnya walaupun sudah disediakan fasilitas tempat cuci tangan namun masyarakat
kurang menyadari pentingnya mencuci tangan. Lalu yang ketiga adalah menjaga jarak.
Masyarakat yang punya kebiasaan “ Cangkruk” seperti misalnya di warkop tanpa menjaga
jarak.
Untuk mengubah perilaku-perilaku masyarakat yang menyimpang tersebut perlu dilakukan
sosialisasi. Nah, sosialisasi itu merupakah salah satu proses pembelajaran dalam kehidupan
manusia. Sosialisasi itu tidak hanya sekedar penyampaian pesan. Sosialisasi itu sendiri
merupakan proses mempelajari kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari
suatu masyarakat.
Agen sosialisasi yang paling besar pengaruhnya, diantarannya:
1. Keluarga; karena keluarga lah yang memberikan dasar-dasar kehidupan bagi anak-anak.
Nah pesan 3M yaitu: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak itu harus
diperkuat di keluarga.
2. Sekolah ; namun disaat pandemi seperti sekarang ini sekolah menjadi tertutup karena
tidak bisa melakukan aktvitas yang semestinya sehingga pembelajaran dilaksanakan
secar daring. Namun daring ini belum mempunyai kemampuan yang kuat untuk
merubah perilaku seseorang.
3. Teman sebaya;nah sat ini teman sebaya ini tidak bisa berhubungan langsung sehingga
dibantu oleh mass media.
4. Media massa; Media massa ini merupakan pengaruh yang cukup besar tapi tidak
langsung. Karena orang tidak akan menggunakan pesan yang ada di media itu langsung
diterima.
 Cara memberikan sosialisasi
1. Tulisan.
2. Lisan
3. Contoh perilaku ini harus dimulai dari tokoh tokoh yang penting
Pembelajaran dalam kehidupan manusia ada 3 yaitu: sosialisasi, internalisasi, dan
enkulturasi. Sosialisasi itu baru menyampaikan dan menyediakan kebutuhan terjadinya
perilaku yang diharapkan, jadi yang disosialisasikan itu adalah norma. Kalau norma itu
sudah disosialisasikan dan kemudian ini telah diterima oleh individu dengan baik dan
diyakini kebenarannya serta diikuti pesan itu barulah itu disebut ter-internalisasi.
Internalisasi ini butuh waktu, oleh karena itu tidak mungkin terjadi internalisasi kalau
sosialisasi itu dilakukan dalam skala yang besar tanpa diikuti oleh skala-skala kecil.
 Strategi perubahan perilaku meliputi:
a) Edukasi; merupakan standar teori perubahan perilaku yang paling umum. Tentu sudah
dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi-organisasi , namun mungkin education ini
belum massif sampai masuk ke skala-skala kecil seperti RT/RW.
b) Engineering/Rekayasa; rekayasa ini bisa rekayasa sosial maupun rekayasa fisik.
Misalnya tempat-tempat duduk saat ini dibatasi, lalu misalnya ada gerakana gerakan
untuk melakukan sesuatu seperti kampung tangguh yang ada di Surabaya. Namun hal
tersebut tidak ada gunanya kalau tidak ada enforment.
c) Enforcement; tentu enforcement ini harus diperkuat. Dalam kondisi darurat enforcement
harus kuat. Karena orang tidak mungkin berubah perilaku nya jika tidak ada
enforcement. Misalnya tidak memakai masker akan dikenakan denda.
d) Empowerment; ini yang paling baik sebenarnya kalau sudah memungkinkan, tapi ini
tergantung dari 2 hal yaitu kebutuhan dan juga potensi dari masyarakat itu sendiri.
Selama potensi nya belum ada maka empowerment itu mustahil untuk dilakukan.
Tujuan dari kontrol sosial itu adalah konformitas, supaya perilaku masyarakat sesuai
dengan norma, yang kedua yaitu solidaritas. Karena solidaritas inilah yang membuat
kehidupan manusia kuat sampai sekarang.Lalu tujuan yang terakhir adalah
berkelanjutan.Adanya kontrol sosial itu bisa untuk berkelanjutan dari satu kelompok ke
kelompok yang lain.
Kontrol Sosial itu ada 2 yaitu Inner Social Control ( tanggung jawab,moralitas, hati
nurani, disiplin diri,dll). Inner social control ini yang paling baik adalah menjadi self control
karena tanggung jawab,moralitas, hati nurani, disiplin diri ini yang paling kuat, kalau tidak
mampu maka outer social control yang berperan. Outer social control itu meliputi keluarga,
tetangga,teman, petugas kampong, atau petugas keamanan.
Dari sisi sanksi, ada dua macam sanksi social control yaitu: Informal yang berupa
tekanan halus dan tidak memaksa dan sanksi formal yang berupa aturan formal dan bersifat
memaksa. Tempat kontrol sosial itu meliputi : Keluarga, tempat tinggal, tempat kerja, dan
tempat fasilitas umum. Nah tempat-tempat kontrol sosial tersebut harus diperkuat sehingga
perilaku masyarakat menjadi lebih baik.
Narasumber 2: Dr. Rachmat Hargono,dr., M.S., M.PH

Tema: “Mengurangi Stigma Masyarakat terhadap Penderita Covid-19 ”

 Stigma
a) Merupakan istilah dari bahasa Yunani untuk menyebutkan tanda yang ditorehkan pada
seseorang yang melakukan kejahatan atau pada budak sebagai identitas bahwa orang
tersebut termasuk kelompok tertentu yang mempunyai kedudukan rendah dimayasrakat
b) Emile Durkheim (1895) , seorang sosiologi Prancis mendalami stigma sebagai
fenomena sosial
c) Erving Goffman (1963) , menyatakan bahwa stigma sebagai suatu fenomena dimana
seseorang yang diberi atribut yang rendah (discredited) akan dikucilkan oleh
lingkungannya.

 Stigma sosial
a) Merupakan presepsi, pikiran, pandangan atau atribut negatif dari seseorang atau
masyarakat kepada orang atau masyarakat yang lain.
b) Diciptakan masyarakat saat melihat sesuatu yang dianggap menyimpang dari norma
atau nilai yang berlaku
c) Berupa labeling atau stereotip yang menurunkan harga diri
d) Menimbulkan seprasi ( pemisahan ) dan diskriminasi

 Timbulnya Stigma
a) Adanya pelabelan dan stereotip dari suatu perilaku atau karakteristik yang mempunyai
konotasi baik dan jelek dalam masyarakat. Konotasi baik atau jelek biasanya berkaitan
dengan norma dan sistem nilai pada suatu masyarakat.
b) Apabila individu atau kelompok mendapatkan label dan stereotip jelek, maka anggota
masyarakat lain yang mempunyai label dengan konotasi baik akan memperlakukan
berbeda kelompok dengan label jelek, dan biasanya perlakuan yang dimaksud bersifat
merendahkan.
c) Perbedaan ini kemudian memunculkan separation yaitu pemisahan antara “kita” dan
“mereka” yang berbeda
 Penyebab Terjadinya Stigma Sosial
a) Kurang atau salah informasi
b) Ketakutan
c) Under-estimate ( kondisi fisik dengan prestasi)
d) Asosiasi (kejadian penyakit dengan perilaku tertentu)
e) Ketidaksesuaian dengan norma atau nilai yang berlaku

 Stigma Sosial Pada Covid-19


Mengapa muncul stigma sosial pada Covid-19?
1. Penyakit baru yang sangat cepat penularannya
o Masyarakat belum jelas karakteristiknya
o Menimbulkan ketakutan
2. Terminologi yang menimbulkan salah presepsi (isolasi= pengucilan)
3. Informasi yang menimbulkan presepsi ketidakpastian bagi pengidap Covid-19
4. Informasi yang salah dan menyesatkan

 Dampak Stigma Terhadap Penanggulangan Covid -19


1. Ketidakpercayaan terhadap upaya penanggulangan karena adanya berbagai
informasi yang keliru
o Covid-19 tidak nyata
o 3M lebay
o Kepatuhan menurun
o Diagnosis dini untuk segera mencari pertolongan
2. Ketidakpercayaan terhadap tenaga media
3. Menyembunyikan anggota keluarag yang mengidap Covid-19
4. Mengurangi kohesi masyarakat – sifat gotong royong menurun
5. Penolakan terhadap apapun yang berkaitan dengan Covid-19

 Mencegah Stigma
1. Informasi yang akurat sehingga tidak menimbulkan ketakutan tapi meningkatkan
kewaspadaan
2. Hindari mengkaitkan Covid- 19 dengan lokasi tertentu
3. Hindari mengkaitkan Covid-19 dengan karakteristik tertentu ( usia, jenis kelamin,
suku, dll)
4. Bahasa penyampaian ( Hindari terminologi yang merendahkan bagi penyandang
Covid-19)

 Menanggulangi Stigma
1. Menyampaikan fakta yang akurat tentang Covid-19 dengan narasi dan bahasa yang
mudah dipahami. Apabila perlu memanfaatkan ‘influencer’ dan tokoh masyarakat
dalam menyampaikan fakta tentang Covid-19
2. Perkuat ‘success stories’ penyintas Covid-19
3. Perkuat modal sosial dan ketahanan sosial dalam masalah Covid-19
4. Perkuat rasa empati terhadap pengidap dan penyintas Covid-19 dengan memberikan
dukungan sosial
5. ‘counter’ informasi yang salah tentang Covid-19

Narasumber 3: Prof. Dr.Soekidjo Notoatmodjo, S.KM.,M.Comm.H

Tema: “ Komunikasi Perubahan Perilaku dalam Adaptasi Kebiasaan Baru ”

Perilaku baru yang harus dilakukan masyarakat dikala pandemic saat ini adalah
perilaku/kebiasaan baru dalam penanggulangan ( pencegahan ) covid 19 yaitu 3M.
Perilaku itu banyak konsep/teori. Ketika kita ingin mengubah perilaku maka bisa diacu
dalam teori-teori berikut.
1. Batasan Konsep ( Teori Skinner )
Respons organisme terhadap stimulus (rangsangan), repons organisme terwujud dalam
bentuk: Tertutup ( apabila respons tersebut terjadi dalam diri sendiri, dan sulit diamati
dari luar/orang lain
Dimensi Perubahan Perilaku diantarannya meliputi:
1. Pengembanagn ( Development )
 Dari belum ada menjadi ada ( terjadi perilaku sehat )
 Sudah ada perilaku sehat kemudian ditingkatkan lagi
2. Pemeliharaan ( Maintain )
 Perilaku sehat yang telah ada dipertahankan
3. Perubahan (Change )
 Dari perilaku tidak sehat menjadi sehat
Terjadinya perubahan perilaku itu bisa berupa paksaan maupun kesadaran. Perbahan
perilaku karena paksaan merupakajn perilaku terjadi bukan karena pengetahuan dan
kesadaran, tapi karena paksaan ( tanpa kesadaran ). Pemaksaan bisa berupa pemaksaan
fisik maupun pemaksaan melalui peraturan-peraturan perundang-undangan ( Low
Enforcement ). Sedangkan perubahan perilaku karena kesadaran/ awareness didasari oleh
pemahaman dan kesadaran terhadap apa yang dilakukan. Perubahan perilaku dalam hal
ini, melalui proses tau ( pengetahuan ), mau ( sikap ) sampai laku ( tindakan )
 Teori Perubahan perilaku:
1. Teori fungsi Katz: Yaitu perbahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh
sebab itu stimulus./obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang ( subyek ).
Prinsip teori fungsi:
a) Perilaku merupakan fungsi instrumental ( memenuhi kebutuhan subyek )
b) Perilaku merupakan pertahanan diri dalam menghadapi lingkungan ( bila
hujan,panas )
c) Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek ( respons terhadap
gejala sosial )
d) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab situasi (marah/senang)
Perubahan perilaku berdasarkan Teori Katz:
a) Bahwa dalam merubah perilaku masyarakat harus didorong bahwa apa yang
harus atau akan dilakukan oleh mereka itu merupakan kebutuhan mereka
b) Oleh sebab itu dalam menyusun pesan kesehatan ( Covid-19 ) ditekankan bahwa
perilaku baru tersebut merupakan bagian/upaya untuk memenuhi kebutuhan
mereka, yakni terhindar dari Covid 19.
c) Masyarakat harus menggunakan masker, jaga jarak dsb karena memang masker,
jaga jarak dsb. Sebagai bagian dari kebutuhan untuk terhindar/tercegah dari
Covid 19.
2. Teori S-O-R:
a) Perubahan perilaku didasari oleh Stimulus Organisme Respons
b) Perubahan Perilaku akan terjadi dengan caa meningkatkan akan memperbanyak
rangsangan ( stimulus )
c) Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajarn ( learning
process).
d) Materi pembelajaran adalah merupakan stimulus.
e) Proses pembelajaran akan menghasilkan: Pengetahuan tentang pemahaman
hingga menimbulkan sikap dan kemauan untuk bertindak.

Telah disebutkan diatas, bahwa proses pembelajaran adalah memberikan


pengetahuan. Pengetahuan yang diberikan supaya masyarakat itu menyadari pentingnya
melakukan perubahan perilaku baru dalam menghadapi situasi covid-19. Komunikasi
dalam hal perubahan perilaku/kebiasaan baru dalam konteks penanggulangan covid-
19,dengan menerapkan teori komunikasi itu ada 5 elemen yaitu;

a) Who: siapa yang harus menyampaikan pesan itu ( bisa di tatanan sosial maupun
pemerintah,daerah atau di level masyarakat itu siapa )
b) Says what: pesan apa saja yang harus disampaikan ( pesan yang disampaikan yaitu
diberi pengetahuan tentang apa itu covid-19, cara penularan dan cara pencegahan
covid-19 itu sendiri)
c) To Whom: kepada siapa pesan-pesan tersebut disampaikan ( Tujuan/sasaran nya harus
jelas )
d) In Which Channel: menggunakan media apa saja ( media yang paling cocok untuk
menerapkan perilaku baru ini adalah media massa atau bahkan media sosial yang
dinilai lebih efektif )
e) To Whom: kepada siapa saja pesan tersebut disampaikan

Narasumber 4: Dr. Nur Alam Fajar, S.Sos., M.Kes


Tema: Peran Promosi Kesehatan Dalam Adaptasi Kebiasaan Baru di Kota Palembang

Kota Palembang terpisah antara sebrang hulu dan hilir. Penyebaran Covid-19 di
Palembang semakin meningkat. Informasi terkini Sumatera Selatan akibat Covid-19 per
tanggal 12 September 2020 dari satgas Covid -19 Sumatera Selatan , secara nasional
mendekati no 10 , sedangkan presentase sembuh secara nasional berada ditingkat no 19.

Kasus penderita Covid-19 berdasarkan kelompok umur banyak terjadi pada usia
produktif terutama usia 20-44 tahun, dimana lebih dominan perempuan. Pada tanggal 12
September 2020, Kota Palembang menduduki tingkat pertama. Distribusi penyebaran Covid-
19 di Sumatera Selatan lebih banyak di pusat kota, sehingga menunjukkan bahwa mobilitas
penduduk lebih banyak berada di Palembang. Terlebih lagi, kota Palembang tidak hanya
merupakan kota industri , namun juga sebagai tempat persinggahan atau perlintasan
Sumatera..
Ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya Covid-19 di kota Palembang, salah
satunya yaitu perilaku dari masyarakat itu sendiri. Menurut Kemenkes 2018, perilaku
menyumbang sebesar 30 % sebagai faktor kausal yang merupakan penyeab dari sesuatu
terjadinya sesuatu yang mempengaruhi derajat kesehatan itu sendiri.

Adaptasi kebiasaan baru yang telah dilakukan oleh promosi kesehatan, khusunya di
Sumatera Selatan dalam upaya pencegahan Covid-19 :

1) Menggunakan masker setiap kali keluar rumah


2) Jaga jarak (physical distancing)
3) Tidakmenyentuh hidung, mulut dan wajah
4) Meningkatkan daya tahan tubuh
5) Melakukan desinfeksi benda yang mungkin terpapar
6) Setibanya dirumah langsung mandi
7) Menggunakan uang elektronik
8) Balita dan lansia tetap stay at home.

Hasil survei yang telah dilakukan berdasarkan data terdapat miss atau kesenjangan.
Kegiatan survei ini dilakukan secara singkat sekali yang dimulai dari tanggal 1-14 September
2020. Kebanyakan yang mengisi kuisioner adalah masyarakat yang berpendidikan. Jika
dibandingkan dengan data pemerintah dengan suveri adalah :

1) Survei belum semua dari lapisan masyarakat (baru saja hanya dari kalangan
berpendidikan)
2) Faktanya masih banyak yang tidak social distancing
3) Faktanya tidak menggunakan masker
4) Banyak yang tidak mengoptimalkan fasilitas dari pemerintah

Melihat situasi masyarakat saat ini, yang dibutuhkan tidak hanya konsep atau teoritis
saja, tetapi juga harus memikirkan cara pendekatan ke masyarakat yang baik. Petugas
promosi kesehatan sudah menjalankan dengan baik namun kurang melibatkan masyarakat.

Narasumber 5: Nicola Wiseman, BPH ( Hons ),Ph.D


Tema: “ International Best Practice of Covid-19 in Griffth University ”
 Griffth University menerapkan kelas online atau working from home untuk menanggulangi
pandemi covid-19. GU menyuport staff dengan fasilitas mengambil komputer universitas ke
rumah, social catch ups, mental health check-ins, weekly emails, etc
 Griffth University menyuport students dengan tetap sering berkomunikasi via email,
announcements, halaman website, homepages dan lain-lain.
 Program tetap aman yang baru memberikan siswa & staf dukungan untuk kesehatan mental,
& juga masalah kekerasan dalam rumah tangga yang sayangnya telah diperburuk oleh
banyak orang selama COVID-19.
 Keamanan dan kebersihan pribadi akademisi maupun non akademik GU diantaranya tetap di
rumah jika tidak sehat, praktikkan kebersihan tangan dan pernapasan yang baik, mematuhi
jarak sosial sedapat mungkin
 Griffth University menerapkan lingkungan sosial distancing. Misalnya mading peringatan
penanggulangan virus, poster yang disebarkan via online, penerapan jaga jarak di fasilitas
umum GU, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai