Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan siswa, maka diperlukan ilmu

pengetahuan yang dapat mengembangkan kecerdasan siswa. Salah satu ilmu

pengetahuan yang dapat mencerdaskan siswa adalah ilmu matematika.

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam

dunia pendidikan. Oleh sebab itu, pembelajaran matematika harus dipelajari di

setiap jenjang pendidikan, mulai dari SD sampai SMA.

Pembelajaran matematika merupakan suatu kebutuhan yang harus

dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maju

mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kreativitas proses pembelajaran bangsa

itu sendiri. Kompleksnya masalah kehidupan menuntut sumber daya manusia

handal dan mampu berkompetensi. Selain itu proses pendidikan dalam sistem

pembelajaran terutama matematika merupakan wadah yang dapat dipandang

sebagai pembentuk sumber daya manusia yang bermutu tinggi. Berhasil atau

tidaknya suatu proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh pembelajaran yang

berlangsung.

Kemampuan komunikasi termasuk salah satu kemampuan matematika

yang harus dikuasai oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika, karena

kemampuan komunikasi matematis siswa merupakan fondasi dalam membangun

pengetahuan siswa terhadap matematika. Namun, pada kenyataannya siswa

sedikit sekali dapat mengkomunikasikan ide matematika sehingga kemampuan

1
2

komunikasi siswa rendah. Siswa hanya biasa mengerjakan soal yang dituntut

untuk mencari hasil namun jarang sekali ditanya langkah-langkah pengerjaannya.

Pentingnya komunikasi juga dijelaskan dalam tujuan pembelajaran

matematika yang terdapat dalam KTSP, adapun tujuan pembelajaran matematika

yaitu:1

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan


antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.

Pada point keempat, tujuan pembelajaran matematika adalah siswa dapat

mengkomunikasikan ide-ide matematika kedalam bentuk simbol, tabel diagram

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah matematika. Oleh

sebab itu, rendahnya kemampuan matematika bisa jadi salah satu penyebab siswa

kurang mampu mengkomunikasikan ide-ide matematika ke dalam bentuk simbol,

tabel, diagram atau media lainnya.

Kemampuan komunikasi matematis siswa saat ini kurang terlihat, hal ini

biasanya terjadi pada saat siswa menjawab soal yang diberikan guru. Siswa hanya

mampu menjawab soal dengan benar tanpa memberi alasan jawaban yang logis,
1
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah, (Jakarta: BSNP, 2006), 2013,
hal. 140 , (http://ebookbrowsee.net/buku-standar-isi-SMP-pdf-694762883)[diakses pada 5 Januari
2016].
3

dalam mengkomunikasikan pemikiran, ide dan gagasannya. Hal ini sependapat

dengan Cai ‘it is so rare for students to provide explanation in mathematics class,

so strage to talk about mathematics, and so surprising to justify answer’ artinya

bahwa akibat dari jarangnya para siswa dituntut untuk memberikan penjelasan

dalam pelajaran matematika, maka sangat asing bagi siswa untuk

mengkomunikasikan ide-ide mereka, dengan demikian adalah hal yang

mengejutkan bagi siswa jika diminta untuk memberikan alasan atas jawabannya.2

Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa

aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Berdasarkan hasil wawancara terbatas oleh

peneliti dengan salah satu Guru bidang studi matematika berinisial “MA” kelas

VIII terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi,

baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan

pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka.

Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-

gagasannya dan mengkomunikasikannya secara lisan. Siswa yang telah mengikuti

ulangan harian mata pelajaran matematika sebanyak 28 orang hanya sekitar 60%

dari jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar, yaitu dengan nilai

KKM 65,0. Dengan nilai tertinggi 83, nilai terendah 37, dan nilai rata-rata 67,5.3

Pengaruh masih minimnya ketuntasan belajar siswa diduga karena

kurangnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi

yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika

2
Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran
Matematika”, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2012,
hal. 3.
3
Berdasarkan Nilai Ujian Akhir dan Harian semester gasal siswa SMPN 4 Kota Langsa
yang diberikan guru kepada penulis pada tanggal 5 Mei 2015.
4

yang lain. Siswa yang punya kemampuan komunikasi matematis yang baik bisa

membuat representasi yang beragam, hal ini lebih memudahkan siswa dalam

menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya

kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika.4 Maka dari itu dibutuhkan

suatu pembejaran yang mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

menggunakan model yang tepat dan menyenangkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa model pembelajaran yang digunakan oleh

seorang guru dapat mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran. Apabila model yang digunakan kurang tepat untuk

menyampaikan materi pelajaran, siswa pun menjadi malas untuk

memperhatikannya. Pada akhirnya siswa kurang bisa menangkap dan memahami

materi dengan baik. Hal ini pastinya dapat mempengaruhi hasil belajar atau

prestasi siswa. Siswa yang kurang mampu memahami suatu materi pembelajaran,

Maka Siswa tersebut juga kurang mampu dalam mengerjakan evaluasi belajar

(ujian). Dengan pembaharuan model pembelajaran ini diharapkan siswa

termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran, mudah dalam memahami mata

pelajaran, serta mampu meningkatkan komunikasi matematis siswa.

Suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan

pemahaman dan komunikasi matematika siswa adalah model pembelajaran tipe

Think-Talk-Write (TTW). Model pembelajaran ini termasuk dalam model

pembelajaran kooperatif yang di mulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir dan

4
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMPN 4 Langsa pada tanggal 5 Mei 2015.
5

berdialog dengan diri sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara

membagi ide dengan teman dan terakhir mengungkapkannya dengan tulisan.5

Agar proses belajar mengajar semakin bervariasi dan inovatif model

pembelajaran yang ada dipadukan dengan alat peraga berupa kartu soal. Kartu

soal atau dikenal index card match merupakan pengulangan (peninjauan kembali)

materi, sehingga siswa dapat mengingat kembali materi yang telah dipelajarinya.

Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk menguasai dan memahami konsep

melalui pencarian kartu indeks, di mana kartu indeks terdiri dari dua bagian yaitu

kartu soal dan kartu jawaban. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk

memperoleh satu buah kartu. Dalam hal ini siswa diminta mencari pasangan dari

kartu yang diperolehnya. Siswa yang mendapat kartu soal mencari siswa yang

memiliki kartu jawaban, demikian sebaliknya. Pembelajaran ini mengandung

unsur permainan sehingga diharapkan siswa tidak bosan dalam belajar

matematika.

Berdasarkan uraian di atas, masalah ini penting untuk diteliti sehingga

peneliti termotivasi untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Studi

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe

Think-Talk-Write (TTW) Berbantuan Kartu Soal Di Kelas VIII SMP N 4 Langsa”.

B. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih dalam,

maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun masalah yang dibatasi penelitian

ini adalah materi pembelajaran yaitu persamaan garis lurus dikarenakan materi ini

5
Matinis Yasmin dan Bansu I Anshari. Tak tik Mengembangkan Kemampuan Individual
Siswa. Jakarta:Gaung Persadana Press, 2008, hal 84.
6

membutuhkan kemampuan siswa dalam hal menyatakan suatu situasi, gambar,

diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik

menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika

secara benar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang

telah dikemukakan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

dalam pembelajaran matematika setelah diterapkannya model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu

soal?

2. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika tipe

Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa?

D. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

dalam pembelajaran matematika setelah diterapkannya model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal.

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika tipe

Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal dalam meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa.


7

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru maupun calon guru memberikan informasi tentang pelaksanaan

pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Think-Talk-Write

(TTW) dengan berbantuan kartu soal dan sebagai bahan pertimbangan

bagi guru untuk selektif dan kreatif dalam mengemas pembelajaran yang

menarik, menyenangkan dan tidak membosankan.

2. Bagi siswa dapat memberikan motivasi agar lebih tertarik dan mau

berperan aktif dalam pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika

dan umumnya pada semua mata pelajaran.

3. Bagi peneliti untuk menambah pengalaman dan pengetahuan sebelum

terjun langsung ke dunia pendidikan.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu

dijelaskan istilah antara lain:

a. Model Pembelajaran

Model pembelajaran dalam penelitian ini adalah perencanaan yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

b. Model Think-Talk-Write (TTW)

Model TTW dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif

yang di mulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir dan berdialog dengan diri
8

sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara membagi ide dengan teman

dan terakhir mengungkapkannya dengan tulisan.

c. Kartu Soal

Kartu soal merupakan media pembelajaran berupa alat peraga kartu soal

yang dikenal dengan Index card match berperan aktif dalam memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpasangan dan memainkan kuis dalam

menjawab soal secara bersama-sama.

d. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini adalah: (1)

menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa,

simbol, idea, atau model matematik secara lisan atau tulisan; (2) menjelaskan

suatu situasi, ide secara tulisan dengan gambar, grafik atau diagram.
9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pentingnya Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan kegiatan yang memiliki proses dan belajar adalah unsur

yang sangat penting fundamental dalam setiap penyelanggaraan jenis dan jenjang

pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik di

sekolah ataupun di lingkungan rumahnya sendiri.

Maka, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,

bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidika khususnya para

guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi yang dimiliki terhadap proses

belajar dan hal-hal yang yang berkaitan dengannya akan berakibat kurangnya

hasil pembelajaran yang dicapai oleh siswa.

Manusia dengan segala kemampuan yang dimilikinya tentu akan selalu

mencari kebenaran dan cara menuju kearah yang lebih baik. Proses pencarian ini

dapat melalui diri sendiri atau dengan bantuan orang lain. Manusia belajar dengan

melihat kejadian alam sekitarnya. Manusia dapat membantu manusia yang lain

dalam memahami kejadian fenomena alam sehingga terjadi proses belajar dan

pembelajaran. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-semata

mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi atau materi pelajaran. Disamping itu, ada pula sebagian orang yang

9
10

memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang terlihat pada latihan

membaca dan menulis.

Untuk mengukur belajar, kita amati perilaku makhluk hidup sebelum dan

sesudah diberi suatu perlakuan atau pengalaman tertentu. Jika ada perubahan

perilaku, berarti makhluk hidup tersebut itu telah belajar. Menurut Hilgard dan

Bower dalam Ngalim Purwanto bahwa belajar berhubungan dengan perubahan

tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh

pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah

laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan,

kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan,

pengaruh obat, dan sebagainya).6

Menurut Zamroni

“Proses belajar merupakan proses interaksi antara guru dan siswa


berkaitan dengan materi pembelajaran yang bersifat kompleks dan
penuh dengan ketidakpastian”.7

Proses belajar mengajar dikatakan kompleks karena interaksi antara guru

dan siswa yang nampak sederhana pada hakekatnya bersifat kompleks karena

melibatkan pikiran, emosi, imajinasi, dan sikap yang berinteraksi secara simultan.

Dikatakan penuh dengan ketidakpastian karena pikiran, emosi, dan imajinasi

siswa tidaklah stabil dan tidak dapat ditebak. Dengan demikian hasil dari

pembelajaran itu sendiri menjadi sangat subyektif.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
6
Ngalim Purwanto M. 1994. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
7
Zamroni. 2007. Meningkatakan Mutu Sekolah: Teori, stategi dan Prosedur.Jakarta:
PSAP, hal. 70.
11

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik.

Secara etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh

dengan bernalar.8 Sedangkan James dan James dalam kamus matematikanya

mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan dengan yang lainnya

dengan jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam beberapa bidang, yaitu aljabar,

analisis dan geometri. 9

Dari berbagai definisi matematika yang dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang berupa ide yang memerlukan

pembuktian logis, karena itu matematika hanya dapat diperoleh dengan

mengorganisasikan pola pikir dan penalaran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika itu

penting dikarenakan pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar

mengajar terencana dan terprogram yang melibatkan guru matematika dengan

menyusun suatu rancangan rencana pembelajaran, melaksanakan rancangan

pembelajaran (activity), mengevaluasi pembelajaran dan refleksi pembelajaran,

dan melibatkan siswa berdasarkan kurikulum dengan segala interaksi dan proses

komunikasi di dalamnya dengan tujuan untuk melatih cara berpikir dan bernalar

dalam menarik kesimpulan, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan

8
Tim MKPBM, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Jawa Barat:
UPI Bandung, hal. 18.
9
Anita, sri, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
12

kemampuan memecahkan masalah serta mengembangkan kemampuan

menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan.

B. Komunikasi Matematis

Menurut Qahar komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu

cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan

untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun

tak langsung melalui media.10 Di dalam berkomunikasi tersebut harus dipikirkan

bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami

oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang dapat

menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk bahasa matematis.

Komunikasi matematis memiliki peran penting dalam pembelajaran

matematika, sebab melalui komunikasi matematis siswa dapat mengorganisasikan

dan mengkonsolidasikan pemikiran matematis mereka. Sejumlah pakar telah

mendefenisikan pengertian, prinsip, dan standar komunikasi matematis. NCTM

mengemukakan bahwa standar kurikulum, matematika sebagai alat komunikasi

(mathematics as communication) untuk siswa kelas 5 – 8 (SMP) adalah dapat:

1) Memodelkan situasi baik secara lisan, tulisan, nyata, gambar, graphis,


dan metode aljabar;
2) Merefleksikan dan mengklarifikasikan pemikiran mereka sendiri
tentang ide-ide matematika dan hubungannya;
3) Mengembangkan pemahaman dengan ide-ide matematika ke dalam
aturan dan defenisi;
4) Menggunakan kemampuan membaca, mendengar untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika;
5) Mendiskusikan ide-ide matematika dan meyakinkan argumen;
6) Mengapresiasikan nilai, notasi matematika, dan perannya dalam
mengembangkan ide-ide matematika.11

10
Qahar, abu. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis untuk Siswa SMP.
LSM XIX Lomba Seminar Matematika.2013. ISBN : 978-979-17763-3-2. hal.46
13

Selain pengertian matematika sebagai alat komunikasi, ada juga pengertian

komunikasi dalam matematika yakni berkaitan dengan kemampuan keterampilan

siswa dalam berkomunikasi. Standar evaluasi untuk mengukur kemampuan

komunikasi menurut NCTM dalam Mahmudi adalah:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan,


tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara
visual;
2) Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya;
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.12

Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis diperlukan beberapa

indikator. Adapun indikator menurut NCTM dalam Mahmudi yang menunjukkan

kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah:13

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan,


tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara
visual;
2) Kemampuan memahami,menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-
ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya;
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Dari ketiga indikator tersebut dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu

indikator kemampuan komunikasi matematika lisan dan indikator kemampuan

11
Mahmudi, Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal MIPMIPA UNHALU,
Vol. 8, No. 1, 2009. ISSN 1412-2318, hal. 2
12
Ibid, hal.2.
13
Ibid, hal.3.
14

komunikasi matematika tertulis. Indikator kemampuan komunikasi lisan sebagai

berikut :14

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, dan


mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara
visual;adapun sub-sub indikator 1 adalah (a) Siswa mampu
mengajukan pertanyaan, (b) Siswa memberikan gagasan, (c) Siswa
mampumemberikan solusi, (d) Siswa mampu menyelesaikan
permasalahan
2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi
ide-ide matematis secara lisan,maupun dalam bentuk visual
lainnya;adapun sub-sub indikator 2 adalah (a) Siswa mampu
memahami pertanyaan(b) Siswa mampu menjawab pertanyaan, (c)
Siswa mampu memberikan sanggahan, (d) Siswa mampu
menemukan solusi
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi;
adapun sub-sub indikator 3 adalah (a) Siswa mampu menyebutkan
istilah-istilah matematika, (b) Siswa mampu memberikan solusi yang
berbeda, (c) Siswa mampu menggunakan notasi-notasi matematis,
(d) Siswa mampu menyimpulkan.

Sedangkan indikator kemampuan komunikasi matematika tertulis sebagai

berikut :15

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan,


tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya
secara visual;
2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan,dan mengevaluasi
ide-ide matematis secara tertulis, maupun dalam bentuk visual
lainnya;
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Jika dicermati dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat

14
Sudi Prayitno, dkk., Indentifikasi Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berjenjang Pada Tiap-Tiap Jenjangnya, Jurnal KNPM V,
2013, hal. 384.
15
Ibid, hal. 384
15

menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk memberikan alasan rasional

terhadap suatu pernyataan, mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika,

dan mengilustrasikan ide-ide matematika kedalam bentuk uraian yang

relevan.Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematika

dilakukan observasi pada saat pembelajaran dan pemberian tes kemampuan

komunikasi matematika secara tertulis.

Indikator kemampuan komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah

kemampuan menyatakan, mendemonstrasikan dan menafsirkan gagasan atau ide

matematis dari suatu masalah kontekstual berbentuk uraian ke dalam model

matematik (gambar, grafik, diagram, tabel, dan persamaan) atau sebaliknya.

C. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam

kelas yang menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang

diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan

para pengajar dalam merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran.16

Kedudukan dan fungsi pembelajaran yang strategis adanya kerangka

konseptual yang mendasar. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan

hanya apa yang harus dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan,

sistem sosial yang diharapkan, prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa serta sistem

16
M. Ibrahim, Model-model Pembelajaran, (Surabaya:university press, 2000), hal. 2
16

penunjang yang diisyaratkan. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi

oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam

pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.17

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

menyangkut pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan

dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas yang berfungsi sebagai

pedoman para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan

dan melakukan aktivitas pembelajaran.

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW)

Pembelajaran TTW dimulai dengan bagaimana siswa, kemudian diikuti

dengan mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui forum diskusi, dan

akhirnya melalui forum diskusi tersebut siswa dapat menuliskan kembali hasil

pemikirannya. Aktivitas berpikir, berbicara, dan menulis adalah salah satu bentuk

aktivitas belajar-mengajar matematika yang memberikan peluang kepada siswa

untuk berpartisipasi aktif. Melalui aktivitas tersebut siswa dapat mengembangkan

kemampuan berbahasa secara tepat, terutama saat menyampaikan ide-ide

matematika.

a. Think

Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks

matematika atau berisi cerita matematika. Dalam tahap ini siswa secara individu

memikirkan kemungkinan jawaban (pendekatan penyelesaian), membuat catatan

apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang diketahuinya, maupun langkah-
17
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:Prestasi
Pustaka, 2007), hal.2.
17

langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri. Menurut Marzuki dalam Nunun

bahwa berpikir yang dilakukan manusia meliputi lima dimensi yaitu :

a. Metakognisi, merupakan kesadaran seseorang tentang proses


berpikirnya pada saat melakukan tugas tertentu dan kemudian
menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang
dilakukan.
b. Berpikir kritis dan kreatif, merupakan dua komponen yang sangat
mendasar. Berpikir kritis merupakan proses penggunaan kemampuan
berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk
membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang
diyakini serta dilakukan.
c. Sedangkan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang bersifat
spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal dan
keberadaannya tidak bisa diprediksi. Proses berpikir, memiliki
delapan kompenen utama yaitu pembentukan konsep, pembentukan
prinsip, pemahaman, pemecahan masalah, pengambilan keputusan,
penelitian, penyusunan, dan berwacana secara oral.
d. Kemampuan berpikir utama, juga memiliki delapan komponen yang
memfokuskan, kemampuan mendapatkan informasi, kemampuan
mengingat, kemampuan mengorganisasikan, kemampuan
menganalisis, kemampuan menghasilkan, kemampuan mengintegrasi,
serta kemampuan mengevaluasi.
e. Berpikir matematik tingkat tinggi, pada hakekatnya merupakan non-
prosedural yang antara lain mencakup hal-hal berikut : kemampuan
mencari dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-
fakta, kemampuan membuat ide-ide matematik, kemampuan berpikir
dan bernalar secara fleksibel, serta menetapkan bahwa suatu
pemecahan masalah bersifat logis.18

b. Talk

Pada tahap talk, siswa berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan

bahasa yang mereka pahami. Siswa menyampaikan ide yang diperolehnya pada

tahap think kepada teman-teman diskusinya (kelompok). Pemahaman dibangun

melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi

atas masalah yang diberikan. Selain itu, pada tahap ini siswa memungkinkan

18
Nunun Elida, meningkatkan kemampuan komunikasi Matematik siswa sekolah
menengah pertama Melalui pembelajaran think-talk-write (ttw). Jurnal Ilmiah Program Studi
Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012, hal. 181
18

untuk terampil berbicara. Diskusi dapat menguntungkan pendengar yang baik,

karena dapat memberi wawasan baru baginya. Baroody dalam Nunun

menguraikan beberapa kelebihan dari diskusi kelas, yaitu :

a. Dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran


menggunakan pendekatan.
b. Membantu siswa mengkonstruksi matematika.
c. Menginformasikan bahwa para ahli matematika biasanya tidak
memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama
pakar lainnya dalam satu tim.
d. Membantu siswa menganalisis dan memecahkan masalah secara
bijaksana.19

c. Write

Aktivitas menulis berarti mengonstruksi ide, karena setelah berdiskusi

antar teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Shield dan Swinson

dalam Nunun menyatakan, bahwa menulis dalam matematika membantu

merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang

materi yang ia pelajari. Aktivitas selama tahap ini adalah :

a. Menulis solusi terhadap masalah yang diberikan termasuk


perhitungan.
b. Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah.
c. Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan yang
tertinggal dan meyakini bahwa pekerjaannya lengkap, mudah dibaca
dan terjamin keasliannya.20

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap pembelajaran

TTW berupa:

1. Guru membagi teks bacaan berupa Lembar Diskusi Siswa (LDS) yang

memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya,

19
Ibid, hal. 182
20
Ibid, hal. 182
19

2. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara

individual untuk dibawa ke forum diskusi (think),

3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi

catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar, siswa

mengkontruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write).

E. Alat Peraga Kartu Soal

Alat peraga kartu soal atau dikenal dengan Index card match merupakan

salah satu alat peraga aktif yang memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk berpasangan dan memainkan kuis kepada kawan sekelas. 21 Tujuannya

adalah untuk menemukan masing-masing pasangan antara soal dan jawaban

dengan benar. Metode ini cocok untuk membantu siswa dalam memahami

perubahan lingkungan yang terjadi di sekitar kita dan memberikan contoh-

contohnya.

Tujuan menggunakan kartu soal adalah untuk menemukan masing-masing

pasangan antara soal dan jawaban dengan benar. Kartu soal cocok untuk

membantu siswa dalam memahami perubahan lingkungan yang terjadi di sekitar

kita dan memberikan contoh-contohnya.

Kelebihan-kelebihan kartu soal yaitu mempermudah siswa dalam

memahami permasalahan yang timbul pada pelajaran, mempermudah siswa dalam

menghafal, mempermudah siswa dalam memberikan contoh, menumbuhkan

semangat kebersamaan dan kerja sama. Adapun tujuan dari kartu soal adalah

21
H. Hamruni, Metode dan Model0model Pembelajaran Aktif Menyenangkan,
(Yogyakarta: Investidya, 2012), hal. 290
20

mencari pasangan yang tepat antara soal dengan jawaban untuk memaksimalkan

hasil belajar dan partisipasi siswa.

Kartu soal ini dapat dipergunakan untuk membantu siswa dalam

berkomunikasi antar siswa artinya siswa yang dulunya pendiam mau tidak mau

dengan strategi harus aktif. Adapun kekurangan kartu soal adalah ketika siswanya

sedikit guru hanya dapat memberikan contoh soal yang sedikit pula karena siswa

harus berpasangan, siswa yang belum paham betul tentang materi yang diajarkan

akan kebingungan ketika disuruh mencari pasangannya, ketika siswa yang belum

paham tentang materi mendapatkan pasangan siswa yang sudah paham maka

siswa yang belum paham cenderung pasif. 22

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dari

pembelajaran ini yaitu:

1) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2) Siswa diminta untuk berfikir tentang materi yang disampaikan guru.

3) Guru menyiapkan kartu indek terpisah, tulis pertanyaan dan tentang

materi yang diajarkan. Buatlah kartu pertanyaan yang cukup untuk

menyamai satu setengah jumlah siswa.

4) Pada kartu terpisah, tulislah jawaban bagi setia pertanyaan-pertanyaan

tersebut.

5) Gabungkan dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benar-

benar acak.

22
Hisyam Zaini, dkk., Metode Pembelajaran Aktif. (Yogjakarta:CTSD,2007), hal. 69-70
21

6) Berikan kartu pada setip siswa jelaskan bahwa ini adalah latihan

permainan. Sebagian siswa memegang pertanyaan dan sebagian

memegang jawaban.

7) Bersama-sama siswa disuruh membuka kartu dan mencari pasangan

nya masing-masing sesuai pertanyaan dan jawaban.

8) Siswa diminta untuk duduk bersama sesuai pasangannya.

9) Guru memberikan kesimpulan.

F. Materi Persamaan Garis Lurus

1. Pengertian Persamaan Garis Lurus

Persamaan garis lurus adalah suatu persamaan yang jika digambarkan ke

dalam bidang koordinat Cartesius akan membentuk sebuah garis lurus. Bentuk y =

mx merupakan bentuk persamaan garis lurus sederhana. Dikatakan sebagai bentuk

sederhana karena garis yang dibentuk oleh persamaan garis tersebut selalu melalui

titik pusat koordinat yaitu (0,0).

Adapun bentuk umum dari persamaan garis lurus dapat dituliskan sebagai

berikut: y = mx + c. Persamaan garis ini hampir sama dengan bentuk

sederhananya, namun diberi tambahan konstanta (diberi lambang c). Hal ini

menunjukkan bahwa garis yang dibentuk oleh persamaan garis tersebut tidak akan

melalui titik O (0,0).Setelah kamu memahami bentuk sederhana dan bentuk umum

persamaan garis.

Perhitungan untuk menyelesaikan soal tersebut jika dibuat tabel dan

digambarkan dalam koordinat cartesius akan membentuk sebuah garis lurus. Garis

ini terbentuk oleh sebuah persamaan yang disebut dengan persamaan garis lurus
22

Tabel 2.1 Jarak terhadapWaktu


Jarak Tempuh
Waktu
Sepeda
1 4
2 8
3 12
4 16
5 20
dan seterusnya

Tabel hubungan antara waktu dan jarak di atas jika diletakkan pada

diagram cartesius akan membentuk sebuah garis lurus. Jadi fungsi atau persamaan

yang menghubungkan antara waktu dengan jarak tempuh sobat merupakan suatu

fungsi atau persamaan garis lurus.

Jadi persamaan garis lurus adalah suatu persamaan yang apabila digambarkan ke

dalam bidang koordinat cartesius akan membentuk sebuah garis lurus.

2. Menggambar Persaman Garis Lurus pada Bidang Cartesius

Cara paling mudah menggambarkan persamaan garis lurus adalah dengan

mencari nilai x dan nilai y secara acak. Biasanya menggunakan titik dengan nilai

x = 0 dan nilai y = 0. Menggambarnya hanya memerlukan dua titik untuk

menggambarkan sebuah persamaan garis lurus. Berikut contohnya:


23

a. Gambarlah garis dari persamaan x + 2y = 10

Buat dulu tabel pembantu dengan nilai x = 0 dan nilai y = 0 seperti

berikut:

Nilai x Nilai y
0 -
- 0

Kemudian lengkapi tabel di atas dengan memasukkan nilai x = 0 ( x + 2y

= 10 → 0 + 2y = 10 → y = 5) dan untuk nilai y = 0 (x+2y = 10 → x + 2(0) =

10 → x = 10). Setelah dilengkapi tabelnya menjadi:

Nilai x Nilai y
0 5
10 0
Sekarang telah mendapatkan dua buah titik yang bisa digunakan untuk

menggambar garis dari persamaan tersebut.

3. Gradien

Lereng gunung memiliki kemiringan yang berbeda-beda. Analogi gradien

sama seperti lereng gunung. Jika lereng adalah tingkat kemiringan gunung maka

gradien adalah tingkat kemiringan sebuah garis lurus. Banyak cara untuk mencari

besarnya gradien sebuah garis tergantung pada bentuk persamaan garis dan titik

koordinat yang diketahui.

a. Mencari Gradien Persamaan Garis y = mx

Gradien bisa dicari dengan perbandingan antara ordinat dan absis. Rumusnya:

Gradien = Ordinat / Absis

m = y/x

y = mx
24

b. Mencari Gradien Persamaan Garis y = mx + c

Apabila bentuk persamaan yang berbeda yakni y = mx + c, maka hanya

perlu melihat koefisien x dalam persamaan y = mx + c.

c. Mencari Gradien Persamaan Garis ax + by + c = 0

Tidak berbeda dengan cara sebelumnya, gradien dalam persamaan garis

lurus berbentuk ax + by + c dapat dicari dengan terlebih dahulu mengubahnya ke

bentuk y = mx + c. Koefisien dari variabel x (m) merupakan gradien dari garis

tersebut.

d. Mencari Gradien Garis melalui dua titik

Untuk mencari gradien garis dari sebuah titik sama seperti

membandingkan bergeraknya garis pada sumbu y dibagi bergeraknya garis pada

sumbu x.

4. Mengenal Sifat-sifat Gradien Garis Lurus

Adapun sifat-sifat gradien garis lurus adalah:

 Garis yang sejajar dengan sumbu x gradiennya adalah nol.

 Garis yang sejajar dengan sumbu y tidak memiliki gradien (tidak memiliki

kemiringan).

 Gradien dua garis yang sejajar adalah sama, m1 = m2

 Hasil kali gradien dua buah garis yang saling tegak lurus adalah = -1
25

5. Menentukan Titik Potong Dua Buah Garis Lurus

Perhatikan gambar dua buah garis lurus di atas. Antara garis k dan garis l

saling berpotongan pada seubah titik yaitu di titik A (x1,y1). Ada dua cara yang

bisa ditempuh untuk menemukan koordinat titik A sebagai berikut:

a. Menggunakan Grafik

Cara ini sama sekali tidak recomended jika ini dipakai untuk menjawab

soal ujian atau soal ulangan kecuali memang diminta dengan cara ini. Untuk

menemukan titik potong bisa menggambar kedua persamaan garis pada diagram

cartesius untuk kemudian diamati secara langsung di mana lokasi titik potongnya.

b. Menggunakan Metode Substitiusi

Pada titik potong, nilai x1 dan y1 akan memenuhi kedua persamaan.

Substitusi y pada persmaan yang satu ke y pada persamaan yang lain. Setelah itu

nanti akan ketemu nilai x.

G. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kadir, dkk yang berjudul

“Mathematical Communication Skills of Junior Secondary School Students in


26

Coastal Area” menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran yang efektif

dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa terutama model pembelajaran

yang mampu menumbuhkan kemampuan siswa dalam bertanya, beraktivitas

disetiap kegiatan proses pembelajaran juga mampu berargumen pada setiap

permasalahan.23

Selain itu Hadi juga telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Model Think Talk Write (TTW)

Peserta Didik SMPN 1 Manyar Gresik” mengungkapkan bahwa penerapan TTW

mampu meningkatkan komunikasi matematis siswa terutama dalam menggunakan

kemampuan membaca, mendengar untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi

ide-ide matematika.24

H. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat peningkatan

kemampuan komunikasi matematis melalui model pembelajaran tipe Think-Talk-

Write (TTW) berbantuan kartu soal di Kelas VIII SMP Negeri 4 Langsa.

23
Kadir, dkk. Mathematical Communication Skills of Junior Secondary School Students
in Coastal Area. Jurnal Teknologi. Vol. 63. No. 2.
24
Hadi, Syaiful. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui Model Think
Talk Write (TTW) Peserta Didik SMPN 1 manyar gresik. 2013. Jurnal Pendidikan Matematika -
ejournal.umm.ac.id.
27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 4 Langsa di kelas VIII Tahun Ajaran

2015/2016. Waktu penelitian ini di laksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung

sejak proses pembuatan proposal ini berlangsung.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu

ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan.25 Populasi dalam penelitian ini yaitu

seluruh siswa kelas VIII dari kelas VIII-1 sampai VIII-6 di SMPN 4 Langsa

Tahun Pelajaran 2015/2016 sebanyak 164 siswa, jumlah siswa dengan masing-

masing kelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.1 Populasi Kelas VIII SMP Negeri 10 Langsa


No Kelas Jumlah Siswa
1 VIII.1 26
2 VIII.2 26
3 VIII.3 27
4 VIII.4 29
5 VIII.5 27
6 VIII.6 29
Jumlah Siswa Seluruhnya 164

25
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 118

27
28

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagai bagian dari populasi.26 Pengambilan sampel dalam

penelitian ini diambil secara random sampling. Random Sampling merupakan

suatu teknik sampling yang dipilih secara acak, cara ini dapat diambil bila analisa

penelitian cenderung bersifat deskriptif atau bersifat umum. Setiap unsur populasi

harus memiliki kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel.27 Dalam

penelitian ini peneliti mengambil kelas VIII-3 sebagai kelas eksperimen dan VIII-

5 sebagai kelas kontrol masing-masing sebanyak 27 orang.

C. Metode dan Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara

sengaja oleh peneliti. Adapun metode penelitian yang dimaksud adalah cara-cara

yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.28

Metode yang digunakan pada penelitian adalah eksperimen semu (kuasi

eksperimen). Penelitian eksperimen semu, dilakukan untuk menguji hipotesis

tentang ada tidaknya peningkatan hasil suatu perlakuan dengan pengontrolan

variabelnya sesuai dengan kondisi yang ada (situasional). Yang dilakukan pada

penelitian ini adalah mendeskripsikan pembelajaran matematika tipe Think-Talk-

26
Ibid, hal. 121
27
Sugiyono, Metode, ……2007, hal. 56.
28
Arikunto, S. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. hal.20

28
29

Write (TTW) berbantuan kartu soal terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Non-equivalent control

group design dimana pengukuran peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa dilaksanakan melalui tes awal dan tes akhir.29 Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal

diterapkan dalam satu kelas eksperimen.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Non-equivalent control group design 30


Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

A O1 X O2
B O3 - O4

Keterangan :
A = Kelompok ekperimen
B = Kelompok kontrol
O1-O2 = Pemberian tes awal dan tes akhir (pengaruh diberikan perlakuan)
O3-O4 = Pemberian tes awal dan tes akhir (pengaruh tidak diberikan
perlakuan)
X = Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-
Write (TTW) berbantuan kartu soal

Desain pada penelitian ini menggunakan dua kelas yang akan diteliti

dimana terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Desain penelitian

ini kelompok kelas eksperimen dan kontrol dipilih secara random. Pada kelas

eksperimen perlakuan yang diberikan adalah model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal sedangkan pada kelas kontrol tidak

29
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007, hal. 116
30
Ibid, Hal. 116.
30

diberikan perlakuan artinya proses mengajar mengajar menggunakan metode

konvensional biasa.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Dalam prosedur penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap

persiapan dan pelaksanaan penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

Kegiatan persiapan penelitian antara lain dilakukan sebagai berikut :

a. Menyusun proposal dan melaksanakan seminar proposal penelitian

1) Melakukan validasi instrumen dengan melakukan uji coba

2) Menghitung reliabilitas instrumen

b. Pengajuan surat izin penelitian dari Institut Agama Islam Negeri Zawiyah

Cotkala Langsa yang akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Langsa.

c. Konsultasi dengan pembimbing I dan II untuk langkah-langkah penelitian

serta menetapkan metodologi penelitian yang akan digunakan.

d. Konsultasi dengan pihak sekolah dalam hal ini yaitu Kepala Sekolah dan

guru mata pelajaran matematika

e. Menentukan sampel yang akan dilibatkan pada penelitian yang akan

dilakukan.

f. Penyusunan rencana pelaksaan pembelajaran (RPP), Silabus, Soal Uji Coba

dan Soal Tes

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan Pelaksanaan Penelitian antara lain :


31

a. Persiapan Penelitian

1) Melakukan validasi instrumen dengan melakukan uji coba

2) Menghitung reliabilitas instrumen

b. Melaksanakan pembelajaran lingkaran dengan menggunakan model

pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal.

c. Melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran biasa pada

kelas yang berbeda dengan materi pembelajaran yang sama yaitu lingkaran.

d. Melaksanakan pretest, setelah selesai mengadakan pengajaran diadakan

posttest selama 90 menit, hasil tes merupakan data yang akan diolah untuk

mengetahui kemampuan komunikasi siswa.

e. Menganalisis data yang dikumpul.

f. Tahap Akhir Mengumpulkan data dari hasil tes

g. Menganalisis data hasil tes

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk

apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh

informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Variabel juga dapat

diartikan sebagai gejala sesuatu yang akan menjadi objek penelitian.31

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang digunakan yaitu:

a. Variabel bebas (variabel indenpendent)

Variabel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab atau yang mempengarui

timbulnya atau berubahnya dependent variabel (variabel terikat). Variabel bebas

31
Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta:Grafindo Persada, 2009), hal.72
32

(X) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)

berbantuan kartu soal.

b. Variabel terikat (variabel dependent)

Variabel terikat yaitu variabel yang mempengarui atau yang menjadi

akibat karena adanya independent variable (variabel bebas). Yang menjadi

variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi

matematis siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa tes dan nontes.

a. Tes

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data kuantitatif yang termasuk

data kontinum interval. Data dalam penelitian ini adalah data rata-rata kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VIII SMPN 4 Langsa. Cara yang digunakan dalam

menyusun soal adalah dengan berpedoman pada indikator untuk mengungkapkan

kemampuan komunikasi dan hasil belajar siswa. Tes yang digunakan adalah tes awal dan

tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengukur kemampuan awal komunikasi matematis

pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tes akhir digunakan untuk

mengetahui kemampuan komunikasi matematis setelah mendapat pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW). Tes ini dimaksudkan untuk

memperoleh data kuantitatif mengenai kemampuan komunikasi matematis dan hasilnya

diolah untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian.

b. Non tes

Angket digunakan untuk memperoleh data guna memperkuat data yang telah

diperoleh dari siswa mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran koopertif tipe
33

Think-Talk-Write (TTW). Angket berbentuk pernyataan-pernyataan yang memuat aspek

komunikasi. Alternatif pilihan jawaban yang digunakan adalah Sangat Tidak Setuju

(STS) , Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (ST) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

G. Instrumen Penelitian

1. Tes

Instrumen pengumpulan data yang dilakukan adalah tes berbentuk uraian

yang terdiri dari 5 soal. Tes diberikan pada pertemuan terakhir atau setelah materi

persamaan garis lurus selesai. Guna menghindari spekulasi dalam menjawab soal

tes, serta ditujukan dengan tujuan penelitian, maka soal-soal tes dibuat dalam

bentuk uraian. Soal tes dibuat sendiri oleh penulis dan diuji validitasnya.

Dengan tes tipe uraian maka proses berpikir, ketelitian, dan sistematika

penyusunan dapat dilihat melalui langkah-langkah penyelesaian soal, serta dapat

diketahui kesulitan yang dialami siswa sehingga memungkinkan dilakukannya

perbaikan. Adapun langkah-langkah penyusunan tes kemampuan komunikasi

matematis dalam jenjang kognitif adalah sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi soal yang meliputi dasar dalam pembuatan soal tes

kemampuan komunikasi matematis.

b. Menyusun soal tes kemampuan komunikasi matematis.

c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator, dan soal tes untuk mengetahui

validitas isi.

d. Melakukan uji coba soal untuk memperoleh data hasil tes uji coba.

e. Menghitung validitas tiap butir soal, reliabilitas soal, daya pembeda, dan

indeks kesukaran tiap butir soal menggunakan data hasil uji coba.
34

Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga kemampuan

komunikasi matematis sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Komunikasi Matematis Siswa32


No Indikator Komunikasi Indikator Nomor Jumlah
Matematis Soal Soal
1. Kemampuan Menentukan gradien garis lurus 1,2 2
menghubungkan dalam berbagai
gambar, grafik atau bentuk.
diagram kedalam ide Menentukan gradien garis lurus 3 1
matematika dari suatu grafik dan
menggunakannya untuk
menentukan persamaan garis
lurus.
2. Kemampuan Menentukan gradien garis lurus 4 1
Menjelaskan suatu dalam pemecahan masalah.
situasi, ide secara Menentukan gradien dari dua 5 1
tulisan dengan gambar, garis lurus yang saling
grafik atau diagram sejajar dan menentukan gradien
dari dua garis lurus yang saling
saling tegak lurus.
Total 5

Tabel 3.3 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi


Matematis33
Ekspresi Matematik
Menulis Menggambar
Skor (Mathematical
(Written Texts) (Drawing)
Ekspression)
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami
konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
1 Hanya sedikit dari penjelasan Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari
yang benar gambar, diagram pendekatan
atau tabel yang matematika yang
benar benar
2 Penjelasan secara matematis Melukiskan Membuat pendekatan
masuk akal namun hanya diagram, gambar matematika dengan

32
Nunun Elida. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW). Jurnal Infinity. Vol.
1 No. 2 . hal. 180.
33
Ibid, hal. 180.
35

Ekspresi Matematik
Menulis Menggambar
Skor (Mathematical
(Written Texts) (Drawing)
Ekspression)
sebagian yang lengkap dan atau tabel namun benar, namun salah
benar kurang lengkap dalam mendapatkan
dan benar solusi
3 Penjelasan secara matematis Melukiskan Membuat pendekatan
tidak tersusun secara logis gambar diagram matematika dengan
atau terdapat sedikit atau tabel secara benar, kemudian
kesalahan bahasa benar melakukan
perhitungan atau
mendapatkan solusi
secara benar
4 Penjelasan secara matematis Melukiskan Membuat pendekatan
masuk akal dan jelas serta gambar diagram matematika dengan
tersusun secara logis atau tabel secara benar, kemudian
lengkap dan benar melakukan
perhitungan atau
mendapatkan solusi
secara lengkap dan
benar
Skor maks = 4 Skor maks = 4 Skor maks = 4

2. Lembar Angket

Peneliti menggunakan angket dengan skala likert untuk mengumpulkan

data respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-

Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal dalam meningkatkan kemampuan

komunikasi siswa. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skor dari jawaban

angket yang diisi oleh responden. Dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Sangat Setuju diberi skor 4

b. Setuju diberi skor 3

c. Tidak Setuju diberi skor 2

d. Sangat Tidak Setuju diberi skor 1

H. Teknik Uji Instrumen


36

Sebelum tes digunakan, tes terlebih dahulu divalidasi untuk mengetahui

tes tersebut sudah valid atau belum. Arikunto berpendapat bahwa validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu

instrumen. Instrumen yang sahih akan menghasilkan data yang valid juga.34 Uji

validitas instrumen dalam penelitian ini adalah:

1. Validitas Instrumen

Tujuan tes divaliditasi oleh ahli untuk melihat kesesuaian dengan indikator

dan kelayakan soal. Adapun yang menjadi validator soal tes adalah para ahli.

Setelah butir soal divaliditasi, maka butir soal dapat digunakan dalam penelitian

ini. Selanjutnya validitas tes kemampuan pemahaman konsep dilakukan di kelas.

“Untuk menghitung validitas digunakan rumus Pearson Product

Moment”35 (angka kasar) yaitu :

n ( ∑ XY )−( ∑ X ) . ( ∑ Y )
r hitung =¿ 2 2
√ {n . ∑ X −(∑ X ) }. {n . ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2

Keterangan :
r hitung : Koefisien korelasi
∑ X i : Jumlah skor item
∑ Y i : Jumlah skor total (seluruh item)
n : Jumlah responden.
r √n−2
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus : t hitung =¿
√ 1−r 2
Dimana :
t : Nilai t hitung
r : Koefisien korelasi hasil r hitung
n : Jumlah responden.

Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan ( dk =n−2 )


34
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.hal. 24.
35
Suherman E, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Bandung : IMSTEP-JICA, 2003),
hal. 11.
37

Kaidah keputusan :

Jika t hitung > t tabel berarti valid, sebaliknya

Jika t hitung < t tabel berarti tidak valid.

Adapun kriteria klasifikasi interpretasi validitas ditunjukkan pada

tabel 3.4 di bawah ini :36

Tabel 3.4 Kriteria Validitas Soal dan Angket


Nilai Interpretasi
0,90 ≤ r xy ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,70 ≤ r xy < 0,90 Tinggi
0,40 ≤ r xy < 0,70 Sedang
0,20 ≤ r xy < 0,40 Rendah
r xy ≤ 0,20 Sangat Rendah

a. Data Soal Tes Ujicoba Siswa

Berdasarkan hasil data tes yang diujicobakan pada siswa Kelas IX SMP

Negeri 4 Langsa maka diperoleh rtabel 0,413 karena rxy >rtabel ditinjau dengan

dk = 23 dan α= 0,05, maka soal nomor 1 valid. Berdasarkan hasil pengujian

validitas tes (lampiran 8) diperoleh nilai r h itung tiap soalnya pada tabel 3.5 di

bawah ini :

Tabel 3.5 Klasifikasi Hasil Uji Validitas


No. Butir r hitung r tabel Signifikansi
1 0,592 0,413 Sangat signifikan
2 0,257 0,413 Tidak signifikan
3 0,419 0,413 Tidak signifikan
4 0,338 0,413 Tidak signifikan
5 0,331 0,413 Tidak signifikan
6 0,435 0,413 Sangat signifikan
7 0,265 0,413 Tidak signifikan

36
Ibid, hal.11.
38

No. Butir r hitung r tabel Signifikansi


8 0,288 0,413 Tidak signifikan
9 0,632 0,413 Sangat signifikan
10 0,435 0,413 Sangat signifikan

Berdasarkan tabel 3.4 di atas menunjukkan bahwa soal terstruktur

nomor 1, 3, 6, 9 dan 10 dinyatakan valid sehingga dapat digunakan dan

memenuhi syarat dalam penelitian ini. Sedangkan soal terstruktur nomor 2, 4,

5, 7 dan 8 dinyatakan tidak valid sehingga tidak memenuhi syarat dan tidak

dapat digunakan sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini. Validitas

sendiri memiliki pengertian yaitu ukuran yang menunjukkan tingkat

kesahihan suatu instrumen. Suatu tes dapat dijadikan sebagai alat ukur setelah

tes tersebut dinyatakan valid. Oleh karena itu, tes ini memenuhi syarat untuk

dijadikan instrumen penelitian.

a. Angket Respon Siswa

Penelitian ini menggunakan 10 butir item yang diuji cobakan kepada 23

siswa kelas IX SMP Negeri 4 Langsa diperoleh rhitung > rtabel yaitu 0,439>0,413.

Hasil uji validitas menunjukkan 10 butir soal valid. Hasil perhitungan uji validitas

butir angket dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6 Klasifikasi validitas Angket Respon Siswa


Uji
r hitung r tabel Kategori Keterangan
Instrumen
Angket 0,439 0,413 Valid Digunakan
Respon

2. Reliabilitas instrumen
39

Reliabel artinya dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf

reliabilitas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap

apabila diteskan berulang-ulang. “Untuk mengetahui reliabilitas instrumen

peneliti menggunakan rumus alpha”37 yaitu sebagai berikut :

r 11 =
k
( k −1 )(1− ∑S S )
t
i

Dimana :
r 11 = Nilai reliabilitas
∑ S i = Jumlah varians skor tiap-tiap item
St = Varians total
k = Jumlah item
Dengan rumus varians :38
2
( ∑ X i)
2
Si=¿ ∑ X i − N
N

Dimana :
Si = Nilai reliabilitas
2
∑ X i = Jumlah varians skor tiap-tiap item
2
( ∑ X i) = Varians total
N = Jumlah item

Distribusi (Tabel r) untuk α= 0,05 dan derajat kebebasan ( dk =n−1 ) Kaidah

keputusan :

Jika r 11 ≥ r tabel berarti reliabel, sebaliknya


Jika r 11 ≥ r tabel berarti tidak reliabel.

Adapun kriteria klasifikasi interpretasi reliabilitas adalah sebagai berikut: 39

Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas Soal

37
Suherman E, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Bandung : IMSTEP-JICA, 2003),
hal. 15.

38
Ibid, hal. 15.
39
Ibid, hal. 16.
40

Nilai Interpretasi
r 11 < 0,20 Sangat Rendah
0,20 ≤ r 11 <0,40 Rendah
0,40 ≤ r 11 <0,70 Sedang
0,70 ≤ r 11 <0,90 Tinggi
0,90 ≤ r 11 ≤1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil pengujian (lampiran 9) diperoleh nilai r 11 =0,61

yang berarti kriteria interpretasinya yaitu sedang. Pada taraf signifikan

α =0,05 dan dk =n – 1 diperoleh nilai r tabel =0,43 maka r hitung >r tabel sehingga

dapat disimpulkan tes tersebut dinyatakan reliabel. Penelitian dianggap dapat

diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang

sama, dengan kata lain reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan yang diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan, karena instrumen ini reliabel maka memenuhi syarat data dalam

penelitian ini.

3. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran soal adalah mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya

sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk rendah, sedang dan

sukar dikerjakan. Rumus mencari indeks kesukaran (taraf kesukaran) adalah

dibawah ini :40

S A+ SB
TK=¿
n maks

Keterangan :

TK : tingkat kesukaran
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
40
Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Presindo,
2008), hal. 182.
41

n : jumlah responden

Adapun kriteria klasifikasi interpretasi taraf kesukaran adalah sebagai

berikut :41

Tabel 3.8 Kriteria Taraf Kesukaran Soal


Nilai Interpretasi
TK=0,00 Terlalu Sukar
0,00<TK ≤ 0,30 Sukar
0,30<TK ≤ 0,70 Sedang
0,70<TK ≤ 1,00 Mudah
TK=1,00 Terlalu Mudah

Berdasarkan hasil pengujian taraf kesukaran (Lampiran 12) diperoleh

kesimpulan pada tabel 3.9 sebagai berikut :

Tabel 3.9 Klasifikasi Hasil Pengujian Taraf Kesukaran Soal


No Item Soal Nilai Taraf Kesukaran Klasifikasi
1 0,78 Mudah
2 0,80 Mudah
3 0,60 Sedang
4 0,70 Sedang
5 0,60 Sedang

Berdasarkan tabel 3.9 di atas, soal-soal terstruktur tersebut tergolong

sedang dan mudah. Soal dengan kriteria interpretasi sedang artinya tes tersebut

tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Karena tes ini tidak terlalu sukar dan tidak

terlalu mudah maka memenuhi syarat untuk mengumpulkan data dalam penelitian

ini.

4. Daya Pembeda

41
Suherman, E. Evaluasi Pembelajaran Matematika,…., hal. 171.
42

Daya pembeda soal adalah daya dalam membedakan antara peserta tes

yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.

Untuk mengetahui daya pembeda soal digunakan rumus :42

S A−S B
DP=¿ 1
n maksitem
2

Keterangan :
DP : daya pembeda
SA : jumlah skor kelompok atas
SB : jumlah skor kelompok bawah
n : jumlah responden

Adapun kriteria klasifikasi interpretasi daya pembeda adalah sebagai

berikut :43

Tabel 3.10 Kriteria Daya Pembeda Soal


Nilai Interpretasi
0,20< DP ≤0,40 Soal Cukup
0,40< Dp ≤ 0,70 Soal Baik
0,70< Dp ≤1,00 Soal Sangat Baik

Berdasarkan hasil pengujian daya pembeda soal (lampiran 12)

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 3.11 Klasifikasi Hasil Pengujian Daya Pembeda Soal


No Item Soal No Item Soal Klasifikasi
1 0,24 Cukup
3 0,26 Cukup
6 0,29 Cukup
9 0,27 Cukup
10 0,43 Baik
Berdasarkan tabel 3.11 di atas, diperoleh hasil bahwa daya pembeda soal

soal terstruktur tergolong cukup, dan baik sehingga memenuhi syarat untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini.

42
Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran,…., hal. 189.
43
Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2001),
hal. 202.
43

I. Teknik Analisis Data Tes

1. Uji Persyaratan Analisis

Analisis data bertujuan untuk melihat apakah rata-rata kemampuan

komunikasi matematis awal dan akhir antara kelas eksperimen berbeda dengan

kelas kontrol. Untuk melakukan uji statistik maka terlebih dahulu dilakukan uji

persyaratan data yaitu mencari n-gain, uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas Pretest, Posttest dan n-gain Kelas Eksperimen dan


Kelas Kontrol

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang

diambil dari populasi yang sama. Uji statistik yang digunakan adalah rumus chi

kuadrat. Langkah-langkah yang digunakan dalam uji normalitas44 adalah sebagai

berikut :

a. Mencari skor terbesar dan terkecil

b. Mencari nilai rentangan (R)

c. Mencari banyaknya kelas (BK)

d. Mencari nilai panjang kelas (i)

e. Membuat tabulasi dengan tabel penolong

f. Mencari rata-rata (mean)

g. Mencari simpangan baku (standard deviasi)

h. Membuat daftar frekuensi yang diharapkan dengan cara:

- Menentukan batas kelas

- Mencari nilai Z –score untuk batas kelas interval dengan rumus

44
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian…., hal. 121-124.
44

Batas kelas− x́
Z=¿
S

- Mencari luas O−Z dari tabel kurve internal

- Mencari luas tiap kelas interval

- Mencari frekuensi yang diharapan (fe)

k 2
2 ( f o−f e )
- Mencari chi kuadrat hitung χ =¿ ∑
i=1 fe

Keterangan :
χ 2 : Nilai chi kuadrat
f o : frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)
f e : frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)

- Membandingkan X 2hitung dengan X 2tabel dengan taraf signifikan α =0,05

dan derajat kebebasan (dk =k – 1)

Kriteria pengujian :

Jika χ 2hitung ≥ χ 2tabel artinya distribusi data tidak normal


Jika χ 2hitung ≤ χ 2tabel artinya data berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas


Kontrol

Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang dilakukan

untuk menguji apakah nilai data yang diperoleh termasuk data homogen yaitu data

yang berasal dari populasi yang sama atau tidak yaitu dengan menggunakan

rumus Fhitung sebagai berikut45 :

varians terbesar
Fhitung =
varians terkecil

Distribusi untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 1). Dengan

kriteria pengujian sebagai berikut :

45
Ibid, hal 124
45

Jika Fhitung ≥ Ftabel berarti tidak homogen, tapi

Jika Fhitung ≤ F tabel berarti homogen

Selanjutnya bila data tersebut telah diuji persyaratan analisis data dan

dianggap dapat dilanjutkan maka kemudian akan dilakukan pengujian hipotesis.

2. Uji analisis Data

Untuk menguji analisis data berupa tes menggunakan n-gain. Data yang

digunakan dalam uji normalitas dan uji-t berbentuk skor Normalized Gain (N–

gain). Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain menunjukkan

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pembelajaran

dilakukan guru. Sering kali terjadi permasalahan pada suatu kelompok (misalnya

kelompok A) nilai gain tinggi, yang berarti nilai posttest siswa sangat tinggi, dan

nilai pretest siswa sangat rendah, sedangkan pada kelompok yang lain (misalnya

kelompok B) nilai gain rendah, karena kebanyakan siswa di kelompok tersebut

memang pandai-pandai.  Jika gain kelompok A dan B akan dibandingkan, maka

didapatkan kesimpulan kelompok A lebih baik dari kelompok B.  Kesimpulan ini

akan menimbulkan bias penelitian, karena pada pretest kedua kelompok ini sudah

berbeda.

Untuk menghindari bias penelitian seperti ini digunakan normal gain.

Rumus Gain Ternormalisasi (Normalized Gain) = N.G, yaitu:

Posttest score− pretest score


N .G=
Maximum possible score− pretest score
46

Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan

menggunakan klasifikasi dari Hake dalam Noer seperti yang terdapat dalam Tabel

3.12.46

Tabel 3.12 Klasifikasi N-Gain


Besarnya Gain Interpretasi
N-g > 0,7 Tinggi
0,3 < N-g ≤0,7 Sedang
N-g ≤0,3 Rendah

F. Teknik Analisis Data Non Tes

Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk lembar angket respon

adalah analisis deskriptif presentase. Analisis deskriptif presentase digunakan

untuk mengetahui persentase tiap-tiap faktor berdasarkan skor jawaban responden

dengan rumus:

n
DP= x 100 %
N

Keterangan :
DP = Deskripsif Persentase (%)
N = Jumlah total nilai responden
n = Jumlah skor yang diperoleh47

Sebelum menentukan kategori diskripsi persentase (DP) yang diperoleh,

maka dibuat kategori yang disusun dengan perhitungan sebagai berikut:

1. Menentukan persentase tertinggi (% t) = (4/4) x 100% = 100%

2. Menentukan persentase terendah (% r) = (1/4) x 100% = 20%

3. Mencari rentang = 100% - 20% = 80%

4. Menentukan interval kriteria = 80% / 4 = 16%

46
Noer, S.H. Peningkatan Kemam-puan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R)
Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Disertasi). UPI: Tidak
diterbitkan. 2010.Hal. 105.
47
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
( Bandung : Alfabeta, 2007 ), hal. 71.
47

Klasifikasi tingkatan masing-masing kompetensi dalam bentuk persentase

untuk menggolongkan kesan siswa adalah sebagai berikut :

Tabel 3.13 Tabel Interval dan Kategori Penilaian Angket Respon


Rentang % Skor Kategori
84 – 100 Sangat Baik
68 – 83 Baik
52 – 67 Cukup
36 – 51 Kurang
20 – 35 Sangat Tidak Baik

G. Uji hipotesis

Setelah kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan memilki varians

yang homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rerata dengan uji-t pihak

kiri menggunakan Independent Sample t-test dengan asumsi kedua varians

homogen (equal varians assumed) dengan taraf signifikansinya 0,05. Uji pihak

kiri menandakan dari nilai t-hitung yang negatif mengindikasikan bahwa nilai

sebelum tes lebih rendah dibandingkan dengan nilai sesudah tes. Hipotesis

dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistik sebagai berikut :

H0 : μ1 ≥ μ2 = Tidak terdapat peningkatan kemampuan komunikasi


matematika pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)
berbantuan kartu soal dengan kemampuan komunikasi matematika
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. (Nilai pre-test
maksimal sama dengan nilai post-test)
Ha : μ1 < μ2 = Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika
pada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan
kartu soal dengan kemampuan komunikasi matematika siswa yang
48

memperoleh pembelajaran biasa (Nilai pre-test kurang nilai post-


test)

Selanjutnya, kriteria pengambilan keputusan untuk pengujian data tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak


2) Jika signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima

Adapun rumus perhitungannya adalah :

Keterangan:

t = Harga hasil perhitungan


x1 = Rata-rata n-gain sampel sebelum perlakuan
x2 = Rata-rata n-gain sampel sebelum perlakuan
n1 = Jumlah responden kelompok eksperimen
n2 = Jumlah responden kelompok kontrol
s1 = Simpangan baku kelas eksperimen
s2 = Simpangan baku kelas kontrol
s2 = Varians gabungan
r = Nilai korelasi

BAB IV
49

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

komunikasi matematika dan data hasil respon siswa. Selanjutnya, peneliti

mengolah data tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditentukan pada

BAB III.

1. Hasil Data Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Mengenai data dari hasil penelitian untuk variabel terikat yaitu hasil

komunikasi matematis yang dijaring melalui pemberian tes awal dan akhir,

dengan jumlah pertanyaan sebanyak 3 soal uraian dengan skor maksimum 100.

Skor empirik menyebar pada soal pretest untuk kelas eksperimen dari skor

terendah 20 sampai dengan skor tertinggi 60, dan untuk kelas kontrol skor

terendah 15 sampai dengan skor tertinggi 55. Rata-rata skor yang diperoleh dari

27 responden pretest kelas eksperimen sebesar 38,7 dan kelas kontrol 35,7.

Sebaran data variabel hasil belajar siswa untuk pretest kelas eksperimen dan kelas

control dapat dilihat pada daftar di bawah ini :

Tabel 4.1 Data Nilai Skor Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
No Kelas Interval Frekuensi No Kelas Interval Frekuensi
1 Keatas – 46,5 9 1 Keatas – 60,5 4
2 39,7 – 46,5 11 2 57,28 – 60,5 9
3 22,9 – 39,7 3 3 46,12 – 57,28 10
4 15,1 – 22,9 4 4 237,9 – 46,12 3
5 Kebawah – 15,1 0 5 Kebawah – 37,9 1
Jumlah 27 Jumlah 27
50

12
10
8
F
r 6
e
k 4
u
e 2 Kelas Eksperimen
n kelas kontrol
s 0
i 0 ,5 8 2 9 ,9 1
-9 0 ,2 ,1 7, 2 5,
87 –6 –5
7
–4
6 –3 –2 –1
8 ,9 ,1 h
57
,2 ,1
2
37
,9 22 15 awa
46 eb
K

Skala Interval

Berdasarkan tabel di atas, dapat disusun histogram hasil pretest siswa

sebagai berikut :

Gambar 4.1. Histogram Frekuensi Skor Pretest Siswa

Dari hasil pengolahan data pretest untuk masing-masing kelas diperoleh

nilai maksimum, nilai minimum, nilai rerata dan simpangan baku seperti terdapat

pada Tabel 4.2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.

Kelas Tes Awal (Pretest)


N Nilai Nilai Rerata
51

Maksimum Minimun
Eksperimen 27 60 20 38,7
Kontrol 27 55 15 35,7

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 terlihat bahwa rata-rata skor pretes pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 38,7 dan 35,7. Dengan

demikian, berdasarkan data tersebut terlihat bahwa rata-rata skor postes kelas

eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor postes kelas kontrol.

Kebenarannya akan diuji berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata.

2. Hasil Data Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Mengenai data dari hasil penelitian untuk variabel terikat yaitu hasil

komunikasi matematis yang dijaring melalui pemberian tes awal dan akhir,

dengan jumlah pertanyaan sebanyak 3 soal uraian dengan skor maksimum 100.

Skor empirik menyebar pada soal posttest untuk kelas eksperimen dari skor

terendah 75 sampai dengan skor tertinggi 90, dan untuk kelas kontrol skor

terendah 60 sampai dengan skor tertinggi 90. Rata-rata skor yang diperoleh dari

27 responden posttest kelas eksperimen sebesar 74 dan kelas kontrol 72. Sebaran

data variabel hasil belajar siswa untuk posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol

dapat dilihat pada daftar di bawah ini :

Tabel 4.3 Data Nilai Skor Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
No Kelas Interval Frekuensi No Kelas Interval Frekuensi

1 75-77 8 1 65-70 2
2 78-80 5 2 71-76 15
3 81-83 0 3 77-82 5
4 84-86 10 4 83-88 4
5 87-90 4 5 89-94 1
Jumlah 27 Jumlah 27
52

Berdasarkan tabel di atas, dapat disusun histogram hasil pretest siswa

sebagai berikut:

16
14

F 12
r
e 10
k 8
u
e 6 Kelas Eksperimen
n kelas kontrol
s 4
i
2
0
65-70 75-77 78-80 81-83 84-86 87-90
Skala Interval
53

Gambar 4.1. Histogram Frekuensi Skor Posttest Siswa

Dari hasil pengolahan data untuk masing-masing kelas diperoleh nilai

maksimum, nilai minimum, nilai rerata dan simpangan baku seperti terdapat pada

Tabel 4.2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 4.4 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rerata dan Simpangan Baku
Tes Akhir (Postest) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Tes Akhir (Postes)
Nilai Nilai Simpangan
N Rerata
Maksimum Minimun Baku
Eksperimen 27 95 75 74,00 6,02
Kontrol 27 90 65 72,99 5,23

Berdasarkan data pada Tabel 4.1 terlihat bahwa rata-rata skor pretes pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 74,00 dan 72,00.

Sementara itu, simpangan baku untuk kelas eksperimen adalah 6,02 sedangkan

simpangan baku untuk kelas kontrol adalah 5,23. Dengan demikian, berdasarkan

data tersebut terlihat bahwa rata-rata skor postes kelas eksperimen lebih besar

dibandingkan dengan rata-rata skor postes kelas kontrol. Kebenarannya akan diuji

berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata.

3. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian

normalitas menggunakan uji Chi-Square pada taraf signifikansi (α) = 0,05. Uji

normalitas diperoleh dari data hasil n-gain kelompok eksperimen dan kelompok
54

kontrol. Setelah dilakukan pengolahan data, tampilan output dapat dilihat pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.5 Normalitas Distribusi N-Gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas x2hitung x2tabel Kesimpulan
Eksperimen 48,98 49,64 Normal
Kontrol 46,75 49,64 Normal

Dari hasil pengujian normalitas data n-gain kelas eksperimen dengan

jumlah sampel masing-masing sebanyak 27 siswa diperoleh nilai 2 hitung =

48,98 dan untuk kelompok kontrol diperoleh nilai 2 hitung = 46,75. Dapat dilihat

bahwa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, nilai 2hitung ≤ 2tabel,

maka dapat disimpulkan bahwa data hasil n-gain kedua kelompok tersebut

berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas Dua varians

Menguji homogenitas dua varians antara kelas kontrol dan kelas

eksperimen dengan uji F didapati hasil seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Homogenitas Dua Varians Tes n-gain Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Uji F
Dk pembilang Dk penyebut Kesimpulan
Fhitung Ftabel
1,20 1,66 26 26 Homogen (sama)
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh F hitung < F tabel atau 1,20<1,66

maka varians-varians dari data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

homogen (sama) atau dapat mewakili seluruh populasi yang ada dan berhak

dijadikan sampel. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

4. Uji Hipotesis
55

Setelah dilakukan uji prasyarat analisis ternyata sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji

hipotesis. Untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan komunikasi

matematika siswa, selanjutnya data hasil pretes dan postes di hitung

peningkatannya dengan menggunakan rumus indeks gain dengan formula

sebagaimana seperti yang telah dijelaskan pada BAB III. Berdasarkan hasil

perhitungan didapat hasil seperti pada tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Indeks Gain


Kemampuan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Indeks Gain 0,58 0,47
Peningkatan 58% 47%

Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa kualitas peningkatan

kemampuan komunikasi matematika pada siswa kelas eksperimen sebesar 58%

dan kelas kontrol sebesar 47%. Dan jika berdasarkan Kriteria interpretasi indeks

gain yang dikemukakan oleh Hake, maka indeks gain kemampuan pemahaman

konsep matematika kelas eksperimen dan kelas kontrol dua-duanya sedang. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Berdasarkan Uji-t Peningkatan

Indek Gain Siswa (Uji-t) hasil pengolahan data diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.8 Hasil Uji-t Indeks Gain


Jumlah Sampel ttabel thitung Keterangan
54 1,67 1,69 H0 ditolak

Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai thitung ≥ ttabel maka Ho ditolak.

Sehingga dapat disimpulkan rata-rata indeks gain siswa yang memperoleh

pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)


56

berbantuan kartu soal lebih baik dibanding rata-rata indeks gain siswa yang

memperoleh pembelajaran biasa.

5. Analisis Data Respon Siswa

Analisis data hasil skala respon siswa data dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.9 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Think-Talk-Write (TTW) Berbantuan Kartu Soal
No.
Indikator % Skor Respon Siswa
Item
Menunjukkan minat terhadap
1 87,2
pembelajaran matematika
2 96,2

3 90

4 90

5 98
Menunjukkan manfaat pelajaran
6 90
matematika
7 67,5

8 97,2

9 92,5

10 92,5
Rata-rata 82,9

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat rata-rata respon siswa terhadap

pelajaran matematika adalah 82%. Dilihat dari jumlah hasil skor diatas 82% maka

dapat disimpulkan bahwa sebgaian besar siswa memberikan respon siswa positif

terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

berbantuan kartu soal.

B. Pembahasan
57

Setelah memperoleh data hasil dari penelitian di lapangan dan pengolahan

data yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil perhitungan statistik. Analisis

data tes awal diawali dengan menganalisis apakah setiap sampel (eksperimen dan

kontrol) berasal dari populasi yang beristribusi normal atau tidak.

Setelah dilaksanakan pembelajaran siswa diberikan tes akhir untuk

mengetahui kemampuan akhir komunikasi matematika. Hasil tes akhir dianalisis

dengan melakukan uji normalitas data tes akhir untuk setiap kelas. Dari hasil

pengujian normalitas data n-gain kelas eksperimen dengan jumlah sampel

masing-masing sebanyak 27 siswa diperoleh nilai 2 hitung = 48,98 dan untuk

kelompok kontrol diperoleh nilai 2 hitung = 46,75. Dapat dilihat bahwa pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, nilai 2hitung ≤ 2tabel, maka dapat

disimpulkan bahwa data hasil n-gain kedua kelompok tersebut berdistribusi

normal. Sedangkan untuk uji homogenitas menggunakan uji F diperoleh

F hitung < F tabel atau 1,20<1,66 maka varians-varians dari data pretes kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen (sama) atau dapat mewakili seluruh

populasi yang ada dan berhak dijadikan sampel.

Analisis data tes akhir dilanjutkan dengan menggunakan uji statistik

parametrik, yaitu Independent Sampel T-Test dengan taraf signifikansi 0,05. nilai

thitung ≥ ttabel maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan rata-rata indeks gain

siswa yang memperoleh pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Think-

Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal lebih baik dibanding rata-rata indeks gain

siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.


58

Berdasarkan analisis terhadap data postest telah menjawab salah satu

masalah yang diajukan dalam peneletian ini yaitu peningkatan kemampuan

komunikasi matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu

soal mengalamai peningkatan yang signifikan. Peningkatan hasil belajar kelas

eksperimen lebih baik daripada peningkatan hasil belajar kelas kontrol. Dengan

demikian hipotesis dapat diterima, yaitu peningkatan kemampuan komunikasi

matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal lebih

baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran biasa.

Hal ini disebabkan karena siswa yang memperoleh pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

berbantuan kartu soal dapat lebih cepat memahami konsep matematika dan

mampu mengembangkan kemampuan komunikasinya, karena dalam proses

pembelajarannya siswa ditekankan untuk memunculkan kembali kemampuan

aktualnya untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah

yang dipertanyakan. Untuk melihat sejauh mana beda peningkatan dari masing-

masing sampel dapat dilihat dari kualitas peningkatannya. Kualitas peningkatan

pada kelas eksperimen rata-ratanya 0,58 dan pada kelas kontrol 0,47. Kualitas

peningkatan pada kedua kelas tergolong sedang.

Berdasarkan hasil analisis skala respon, pada umumnya siswa memberikan

respon positif terhadap pelajaran matematika. Hasil pengamatan selama penelitian

dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe


59

Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal yang diterapkan pada kelas

eksperimen menjadikan siswa memiliki aktivitas pemahaman konsep lebih baik

terutama dalam kemampuan komunikasi matematis. Hal ini dapat terlihat dari

bagaimana merekam kembali data atau informasi dari suatu manipulasi ke

manipulasi diagram, grafik atau tabel, membuat persamaan atau model matematis

yang diberikan dan menjawab atau menuliskan langkah-langkah penyelesaian

masalah matematis dengan menggunakan kata-kata teks tertulis. Selain itu juga

terlihat dari skala respon siswa dimana jumlah hasil skor siswa diatas 82% maka

dapat disimpulkan bahwa sebgaian besar siswa memberikan respon siswa positif

terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan

kartu soal.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya,

memberikan gambaran bahwa pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal dapat

memberikan sumbangan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi

matematika siswa. Hal ini sependapat dengan Cai ‘it is so rare for students to

provide explanation in mathematics class, so strage to talk about mathematics,

and so surprising to justify answer’ artinya bahwa akibat dari jarangnya para

siswa dituntut untuk memberikan penjelasan dalam pelajaran matematika, maka

sangat asing bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka, dengan

demikian adalah hal yang mengejutkan bagi siswa jika diminta untuk memberikan

alasan atas jawabannya.48


48
Wahid Umar, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran
Matematika”, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, 2012,
hal. 3.
60

Berdasarkan analisis data skala respon siswa, penerapan pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW)

berbantuan kartu soal juga dapat mengurangi ketidaksenangan siswa terhadap

matematika. Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal juga dapat mendukung peranan

matematika sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan komunikasi

matematika.

Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-

Write (TTW) berbantuan kartu soal membuat siswa menjadi lebih serius dalam

belajarnya dan mereka tidak merasa takut atau malu untuk bertanya kepada guru.

Meskipun tidak seluruh siswa berubah cara belajarnya, tetapi pada umumnya

siswa menjadi lebih aktif dalam belajar matematika. Berdasarkan pemaparan di

atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pembelajaran model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu soal merupakan model

pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan

kemampuan komunikasi matematika.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai Studi

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe

Think-Talk-Write (TTW) Berbantuan Kartu Soal Di Kelas VIII SMP Negeri 4


61

Langsa, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat peningkatan kemampuan

komunikasi matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan kartu

soal hal ini ditandai dengan menggunakan uji statistik parametrik yaitu thitung ≥ ttabel

(1,69 ≥ 1,67) maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.

B. Saran

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, terdapat beberapa saran yang

dapat penulis berikan:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) berbantuan

kartu soal dapat dijadikan sebagai salah satu cara belajar baru bagi siswa

untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa.

2. Bagi guru, sebagai masukan atau informasi untuk memperoleh gambaran

mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write

(TTW) berbantuan kartu soal dalam pembelajaran dalam upaya

meningkatkan kemampuan manipulasi matematis siswa, sehingga dapat

dijadikan alternatif dalam pembelajaran matematika dikelas.

3. Bagi sekolah, sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka

memperbaiki proses pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan


60
prestasi belajar siswa.

4. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah

satu sumber informasi dan bahan rujukan untuk mengadakan penelitian

yang lebih lanjut.


62

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris, A. dan Jihad, A., 2008, Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi
Presindo.

Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, And Communicating, K-8


Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan
Publishing Company.
63

BSNP. 2013. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah, Jakarta:
BSNP, (http://ebookbrowsee.net/buku-standar-isi-SMP-pdf-694762883)
[diakses pada 5 Januari 2016].

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Mata Pelajaran


Matematika Untuk Tingkat SD/MI. Jakarta: Depdiknas

Elida, N. 2012. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa


Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Think-Talk-Write
(TTW). Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi
Bandung, Vol 1, No.2.

Hadi, Syaiful. 2013, Analisis Kemampuan Komunikasi Matematika Melalui


Model Think Talk Write (TTW) Peserta Didik SMPN 1 manyar gresik.
2013. Jurnal Pendidikan Matematika - ejournal.umm.ac.id.

Hamalik, Oemar. 2000. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamruni. 2012. Metode dan Model0model Pembelajaran Aktif Menyenangkan.


Yogyakarta: Investidya.

Hisyam, Zaini, dkk. 2007. Metode Pembelajaran Aktif. Yogjakarta:CTSD.

Ibrahim, M. 2000, Model-model Pembelajaran,Surabaya:University Press

Kadir, dkk. 2013, Mathematical Communication Skills of Junior Secondary


School Students in Coastal Area. Jurnal Teknologi. Vol. 63. No. 2.

Kasbolah, K . 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdikbud.

Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia

Noer, S.H. 2010. Peningkatan Kemam-puan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif
(K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.
(Disertasi). UPI: Tidak diterbitkan.

Purwanto, N. 1994. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Qahar, Abu. 2013. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk


Siswa SMP. LSM XIX Lomba Seminar Matematika. ISBN : 978-979-
17763-3-2

Riduwan, 2007. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula, ( Bandung : Alfabeta.
64

Russeffendi, 1980. Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi


Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-


Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Sudjana, Nana. 1989. Teori-teori belajar untuk pengajaran. Bandung: Universitas


Indonesia

Sumarmo, U. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk


Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa
SekolahDasar. Laporan Penelitian FMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.

Suherman, Erman, dkk. 2003. Metode Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Trianto, 2007, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek,

Jakarta:Prestasi Pustaka.

Usman, Uzer, 1990. Menjadi Guru Yang Profesional. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Yasmin, M. dan Anshari, B.I. 2008 Tak tik Mengembangkan Kemampuan


Individual Siswa. Jakarta:Gaung Persadana Press.

Umar, Wahid, 2012, “Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam


Pembelajaran Matematika”, Jurnal Ilmiah Program studi Matematika
STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1.

Zamroni. 2007. Meningkatakan Mutu Sekolah: Teori, stategi dan


Prosedur.Jakarta: PSAP

Anda mungkin juga menyukai