Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 PENELITIAN TERDAHULU

1.2.1 Hukum dan Kekuasaan dalam Hubungan Industrial oleh Ari Hernawan

Jurnal ini menjelaskan bagaimana dalam suatu hubungan industrial mepunyai

hukum dan kekuasaan yang saling bersinergi sekalipun hubungan industrial baik

perusahaan, perusahaan dan pekerja saling membutuhkan satu sama lain tetapi

hubungan ketergantungan tersebut pasti mengalami berat sebelah. Hukum tidak

terlepas dari kekuasaan. Sehingga pada dasarnya ketentuan – ketentuan yang tidak

berdasarkan pada kekuasaan yang sah adalah bukan hukum.

Hakikat kekuasaan adalah kemampuan sesorang untuk memaksakan

kehendaknya kepada orang lain. Hubungan industrial ini menyangkut hubungan

antara pekerja atau buruh dengan pengusaha dimana kebijakan yang dikeluarkan

oleh negara dibidang perburuan dalam perkembangannya justru dirasa tidak

memihak mereka.

2.2.1 Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Leverage Dan Profitabilitas Terhadap

Kebijakan Dividen Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2015-2017 oleh Rizky Ardiansyah, Abd Kodir Djaelani, Afi

Rachmat Slamet

Jurnal ini menjelaskan bagaimana kebijakan – kebijakan perusahaan yang

tercatat dalam bursa efek sebagai perusahaan BUMN dipengaruhi oleh pemegang

saham yaitu pemerintah. Konflik terjadi apabila keputusan perusahaan tidak sesuai

19
dengan keputusan pemegang saham yaitu pemerintah. Dari permasalahan diatas

dalam jurnal ini mengambil kesimpulan keputusan mana yang sangat berpengaruh

untuk mengeluarkan kebijakan tersebut.

Jurnal ini menggunakan penelitian kuantitatif, dimana menggunakan tiga

variabel dalam penelitian yang ada, yaitu kepemilikan pemerintah, leverage (DER)

dan profitabilitas (ROA), sebagai dasar untuk memahami dampak kebijakan

dividen. Permasalah yang sama juga terdapat pada penelitian ini, kebijakan –

kebijakan PT. PAL didasari oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga

terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan keingingan PT PAL itu sendiri.

Penelitian ini juga menggunakan hubungan industrial bipartit antara pemerintah

dengan perusahaan BUMN.

3.2.1 Dampak Hubungan Industrial Yang Bersifat Kapitalistik Terhadap

Harmonisasi Hubungan Industrial Pengusaha Dengan Pekerja (Studi Kasus

Di Pt Fiscous South Pacifik Kabupaten Purwakarta) oleh H. Gunarto

Jurnal ini membahas bagaimana dampak hubungan industrial yang bersifat

kapitalis dimana dalam jurnal ini disebutkan bahwa hubungan industrial yang

terjalin belum mendekati kata harmonis. Dimana dengan bukti banyaknya

peristiwa mogok kerja yang dilakukan sehingga akan menimbulkan dampak

terhadap jumlah produksi yang dikeluarkan, selain itu banyaknya masalah

perselisihan antara buruh dengan perusahaan, dan juga ada juga perusahaan yang

merelokasikan usahanya ke negara lain bahkan adanya perusahaan yang tutup

akibat hubungan industrial yang tidak baik antara buruh dan perusahaannya. Hal

ini menandakan bahwa kurangnya keharmonisan yang terjadi dalam suatu

20
perusahaan yang ada di Indonesia. Adanya hubungan industrial pancasila yang

mengatur pemaksaaan agar tidak terjadi mogok kerja sudah terjadi sejak masa

order baru, namun harmonisasi hubungan industrial sampai sekarang masih jauh

dari kata ideal.

4.2.1 Model Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Hukum

Ketenagakerjaan Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Oleh Ujang Charda S.

Jurnal ini membahas bagaimana menyelesaikan permasalahan perselisian

hubungan industrial semenjak keluarnya Undang – Undang Nomor 2 tahun 2004

dalam hukum ketenagakerjaan. Dimana model penyelesaian perselisihan dalam

Undang – Undang tersebut menganut model penyelesaian secara sukarela melalui

bipartit, konsiliasi, mediasi dan arbitrase dan model penyelesaian secara wajib

melalui pengadilan hubungan industrial. Penyelesaian permasalahan hubungan

industrial melalui intitusi atau pihak ketiga dan mekanisme penyelesaian yang

cepat, adil, tepat, murah, harmonis, dinamis dan berkeadilan sehingga dengan

adanya Undang – Undang tersebut dapat lebih cepat dan tepat dalam

menyelesaikan masalah akibat dari pertentangan antara pekerja dengan

perusahaan, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja.

5.2.1 Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Harmonisasi Hubungan

Kemitraan Antara Pekerja Dan Pengusaha Oleh Mugi Harsono

Jurnal ini menjelaskan tentang faktor penyebab munculnya ketidak harmonisan

suatu hubungan kemitraan. Dimana faktor tersebut dapat datang dari pekerja,

21
pengusaha atau perusahaan, pemerintah maupun peraturan – peraturan dari undang

– undang bahkan peraturan yang dibuat oleh perusahaan itu sendiri yang dinilai

tidak sesuai dengan perkembangan atau keadaan saat ini. Seperti arus globalisasi

yang dapat mempengaruhi nilai – nilai sosial budaya mulai dari gaya hidup,

bahkan teknologi – teknologi yang semakin canggih membuat suatu perusahaan

harus dapat mengikuti arus tersebut agar perusahaan dapat tetap berdiri. Dengan

adanya hal tersebut membuat perusahaan hanya memikirkan bagaimana agar tetap

berdiri sehingga akan lupa dengan kesejahteraan pekerjanya.

Untuk menanggulangi permasalah yang terjadi maka perlu adanya upaya atau

langkah dari pihak pengusaha, upaya penting yang harus dilakukan antara lain

membina danmenjalin komunikasi yang baik dan memberikan perhatian kepada

pekerja yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan. Selain itu pekerja juga

harus meningkatkan pengetahuan tentang peraturan dan prosedur tata cara

menyelesaikan masalah sesuai dengan yang sudah tercantum dalam Undang –

Undang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan program pendidikan

pembinaan masalah hubungan industrial.

22
Tabel. 2

Penelitian terdahulu

No. Naman dan Judul Hasil Penelitian Perbedaan dan Persamaan


Penelitian
1 Ari Hernawan Mimbar suatu hubungan industrial Perbedaan : Ari Hermawan
hukum edisi khusus mepunyai hukum dan lebih menekankan pada
November kekuasaan yang saling tinjauan dari perspektif hukum
bersinergi sekalipun mengenai kekuasaan antara
Hukum dan
hubungan industrial baik hubungan bipartit perusahaan
Kekuasaan dalam
perusahaan, perusahaan dan dengan buruh atau perusahaan.
Hubungan Industrial
pekerja saling membutuhkan Sedangkan penelitian ini
satu sama lain tetapi hubungan berfokus pada hubungan
ketergantungan tersebut pasti bipartit pemerintah dengan
mengalami berat sebelah perusahaan danditinjau dari
perspektif sosiologi.

Persamaan : hubungan
industrial yang terjalin tidak
luput dari peraturan – peraturan
hukum yang sudah diatur oleh
UUD 1945 sehingga
perusahaan yang melakukan
hubungan industrial baik buruh
dengan perusahaan maupun
perusahaan dengan pemerintah
sudah ada diatur
2 Rizky Ardiansyah, Konflik terjadi apabila Perbedaan : penelitian ini
Abd Kodir Djaelani, keputusan perusahaan tidak lebih mengkhususkan pada
Afi Rachmat Slamet sesuai dengan keputusan tinjauan perspektif ekonomi

23
Jurnal Riset pemegang saham yaitu tentang permasalahan yang
Manajemenprodi pemerintah. Dari berpengaruh dari kebijikan
Manajemen Fakultas permasalahan diatas dalam yang dikeluarkan, sedangkan
Ekonomi Unisma jurnal ini mengambil penelitian ini berfokus pada
kesimpulan keputusan mana perspektif sosiologi.
Pengaruh Kepemilikan
yang sangat berpengaruh
Pemerintah, Leverage Persamaan : pengaruh
untuk mengeluarkan
Dan Profitabilitas kebijakan yang dikeluarkan
kebijakan tersebut.
Terhadap Kebijakan oleh perusahaan tidak luput dari
Dividen Perusahaan kebijakan yang disetujui oleh
Bumn Yang Terdaftar pemerintah karena PT. PAL
Di Bursa Efek Indonesia Persero merupakan
Indonesia Periode perusahaan BUMN dibawah
2015-2017 naungan KEMENHAM dan
TNI Angakatan Laut.
3 H. Gunarto. Jurnal Keharmonisan hubungan Perbedaan : jurnal ini
Dinamika hukum industrial masih jauh dari kata membahas permasalahan
Volume 11 edisi ideal karena masih terjadi hubungan industrial yang
khusus bulan Februari banyaknya perselisihan terjadi antara pihak buruh dan
hubungan industrial oleh perusahaan, sedangkan
Dampak Hubungan
buruh dengan perusahaan hal penelitian ini berfokus pada
Industrial Yang
ini terbukti dengan banyaknya hubungan industrial yang
Bersifat Kapitalistik
penutupan suatu perusahaan terjalin antara perusahaan
Terhadap Harmonisasi
dikarenakan konflik antar dengan pemerintah
Hubungan Industrial
buruh dengan perusahaan
Pengusaha Dengan Persamaan : sama – sama
yang mengakibatkan mogok
Pekerja (Studi Kasus membahas permasalahan
kerja sehingga mempengaruhi
di PT. Fiscous South hubungan industrial bipartit
hasil produksi suatu
Pacifik Kabupaten suatu perusahaan BUMN
perusahaan.
Purwakarta)

24
4 Ujung Candra S. Menangani model Perbedaan : jurnal ini
Jurnal Wawasan perselisihan yang terjadi membahas tentang model
Yuridika Volume 1 antara pekerja dengan penyelesaian perselisihan
No. 1 Maret 2017 perusahaan setelah lahirnya hubungan industrial yang
Undang – Undang Nomer 2 terjadi antara pihak pekerja dan
Model Penyelesaian
Tahun 2004 dengan 2 model perusahaan, sedangkan
Perselisihan
yaitu model penyelesaian penelitian ini berfokus pada
Hubungan Industrial
secara sukarela melalui hubungan industrial yang
Dalam Hukum
bipartit, konsiliasi, mediasi terjalin antara perusahaan
Ketenagakerjaan
dan arbitrase dan model dengan pemerintah
Setelah Lahirnya
penyelesaian secara wajib
Undang-Undang Persamaan : sama – sama
melalui pengadilan hubungan
Nomor 2 Tahun 2004 membahas permasalahan
industrial.
hubungan industrial bipartit.

5 Mugi Harsono Jurnal Faktor arus globalisasi yang Perbedaan : jurnal ini
Manajemen Sumber dapat mempengaruhi nilai – membahas tentang faktor
Daya Manusia nilai sosial budaya mulai dari penyebab ketidak harmonisan
Volume 1 No. 1 gaya hidup, bahkan teknologi hubungan industrial yang
Desember – teknologi yang semakin terjadi antara pihak pekerja dan
canggih membuat suatu perusahaan, sedangkan
Analisis Beberapa
perusahaan harus dapat penelitian ini berfokus pada
Faktor yang
mengikuti arus tersebut agar hubungan industrial yang
Mempengaruhi
perusahaan dapat tetap berdiri. terjalin antara perusahaan
Harmonisasi
Dengan adanya hal tersebut dengan pemerintah
Hubungan Kemitraan
membuat perusahaan hanya
Antara Pekerja dan Persamaan : membahas faktor
memikirkan bagaimana agar
Pengusaha penyebab permasalahan
tetap berdiri sehingga akan
hubungan industrial bipartit
lupa dengan kesejahteraan
suatu perusahaaan.
pekerjanya.

25
2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Hubungan Industrial

Istilah industrial berasal dari kata industri, yang sedikitnya memiliki tiga arti

pertama, sebagai sebuah proses produksi, yaitu proses perubahan yang bersifat

transformasional dari bahan baku menjadi bahan jadi, baik barang maupun jasa. Kedua,

menggambarkan sebuah tempat, dimana proses produksi tersebut berlangsung. Ketiga,

menggambarkan rangkaian kegiatan dari orang-orang yang sedang melakukan proses

produksi. (Dr. Adjat Daradjat Kartawijaya, M.Si 2018:4)

Hubungan industrial merupakan tatanan yang menunjukkan keterhubungan

diantara para pelaku produksi, yang satu sama lain saling ketergantungan dan saling

pengaruh mempengaruhi, untuk mencapai tujuan bisnis organisasi dalam rangka

memenuhi kebutuhan masyarakat baik barang maupun jasa. Dalam hubungan

industrial terdapat tiga kelompok yang menafsirkan secara berbeda sesuai dengan sudut

pandang masing – masing kelompok yaitu :

Kelompok Pertama Memandang dari sudut pandang luas dan menyeluruh,

bahwa aktor produksi dalam hubungan industrial meliputi semua pihak yang terlibat

langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Meliputi unsur

pengusaha, pekerja, penanam modal, pemasok, konsumen, penjual, pemerintah,

bahkan para pesaing. pemikiran ini seringkali menamakan hubungan industrial sebagai

hubungan ketenagakerjaan, dengan model hubungan multipartit.

Kelompok Kedua, Memandang para aktor produksi dari sudut yang sempit,

yaitu hanya meliputi pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses produksi, terdiri

dari: pengusaha sebagai pemberi kerja dan pekerja / buruh sebagai pelaksana

26
pekerjaan. Pengusaha atau perusahaan dan pemerintah sebagai pemutusan kebijakan –

kebijakan yang diberlakukan. Pemikiran ini memiliki model hubungan yang bersifat

bipartit.

Kelompok Ketiga, Memandang hubungan industrial dengan lebih fragmatis,

bahwa aktor-aktor produksi dalam hubungan industrial terdiri dari unsur pengusaha

serta pekerja / buruh, tetapi ditambah unsur pemerintah. Pertimbangannya bahwa

dibandingkan dengan aktor-aktor produksi yang lain, pemerintah memiliki peranan

yang paling besar dan lebih menentukan dalam proses hubungan industrial, sehingga

mempengaruhi bentuk dan proses hubungan industrial dalam pemikiran ini

menggunakan istilah hubungan industrial dengan pola hubungan tripartit.

Dalam melakukan hubungan industrial dapat diidentifikasi jika memenuhi

kriteria pokok sebagai berikut:

1. Adanya dua aktor atau lebih dalam suatu hubungan industrial

2. terjadinya proses komunikasi berupa interelasi, interaksi, interdependensi dan

salaing pengaruh mempengaruhi.

3. Bersifat rasional bahwa hubungan yang terjalin dilandasi oleh tujuan yang

sama.

4. Hubungan yang terjalin terbentuk melalui perikatan yang formal dan resmi.

5. Dapat menggunakan sistem perwakilan, jika sebuah hubungan pola kerjanya

terlalu rumit karena banyaknya jumlah orang seperti membentuk serikat kerja

agar dapat mewakili kepentingan anggotanya. (Dr. Adjat Daradjat Kartawijaya,

M.Si 2018 : 12)

27
Menurut Payaman J. Simanjuntak, menjelaskan beberapa prinsip – prinsip dari

hubungan industrial yaitu:

1. Adanya kepentingan bersama antara pengusaha, pekerja / buruh, masyarakat

dan juga pemerintah

2. Kemitraan yang saling menguntungkan dan membutuhkan

3. Hubungan fungsional dan pembagian tugas atau peran, pembagian peran sudah

diatur dalam standar oprasional suatu perusahan sehingga adanya peraturan

yang mengikat.

4. Kekeluargaan

5. Menciptakan ketenangan berusaha dan ketentraman bekerja

6. Meningkatkan produktifitas

7. Peningkatan kesejahteraan bersama.

2.2.2 Jenis Perselisihan dalam Hubungan Industrial

Perselisihan hubungan idnsutrial merupakan perbedaan pendapat yang

mengakibatkan pertentangan anatara pengusaha dengan pekerja karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dalam sutu perusahaan. Adapun

jenis perselisihan dalam hubungan idnsutrial sesuai yang tercantum dalam undang –

undang nomor 2 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

1. Perselisihan Hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang berkaitan dengan pelaksanaan hak

yang telah diperjanjikan dalam Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja

Bersama (PKB). Sedangkan hak-hak yang diatur di dalam peraturan perundang-

28
undangan (hukum publik), tidak dapat diselesaikan dengan cara perselisihan

hubungan industrial, tetapi diselesaikan melalui proses hukum pidana, karena

merupakan pelanggaran peraturan perundangundangan

2. Perselisihan Kepentingan

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang berkaitan dengan

ketidaksesuaian paham tentang syarat-syarat kerja yang tidak diatur dalam

perjanjian, perjanjian kerja, maupun perjanjian kerja bersama.

3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Perselisihan PHK adalah perselisihan yang terjadi berkaitan dengan

ketidaksesuaian paham dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang akan

dilakukan oleh perusahaan kepada pekerja/buruh, baik persetujuan tentang PHK

nya sendiri, proses PHK, maupun besarnya pesangon.

4. Perselisihan Antar Serikat Pekerja

Merupakan perselisihan yang terjadi antar serikat pekerja atau gabungan serikat

pekerja dalam satu perusahaan mengenai keanggotaan, serta pelaksanaan hak dan

kewajiban keserikatkerjaan.

2.2.3 Penyelesaian Permasalahan Hubungan Industrial

Ada 5 (lima) cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana di

atur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

1. Penyelesaian Perselisihan Secara Bi-partit

Merupakan cara penyelesaian yang mutlak harus dilakukan untuk setiap jenis

perselisihan menyangkut perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan

PHK maupun perselisihan antar SP/SB. Wajib dilaksanakan secara langsung oleh

29
pihak–pihak (pekerja dan pengusaha/manajemen) secara musyawarah, tanpa

melibatkan pihak ketiga dan merupakan awal langkah penyelesaian. Bentuk

penyelesaiannya berupa persetujuan bersama. Apabila tidak berhasil dicapai

persetujuan bersama, maka pihak-pihak dapat bersepakat untuk melanjutkan

penyelesaian ke tahap kedua, dimana ada 3 opsi penyelesaian, yaitu melalui cara

Mediasi, cara Konsiliasi, atau cara Arbitrasi. Dengan prosedur setiap jenis

perselisihan hubungan industrial harus diselesaikan secara bi-partit di dalam

internal perusahaan, agar dicapai kesepakatan melalui musyawarah untuk

mencapai mufakat antara pengusaha dengan pekerja yang dilandasi rasa

kekeluargaan. Dalam tenggang waktu 30 hari kerja diharapkan dapat dicapai

kesepakatan, yang dituangkan dalam persetujuan bersama. Apabila tidak tercapai

kesepakatan, kedua pihak harus bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan

melalui jasa pihak ketiga, dengan opsi jasa mediasi, konsiliasi jasa atau Arbitrase.

2. Penyelesaian Perselisihan Dengan Cara Mediasi

Merupakan penyelesaian perselisihan tingkat kedua apabila penyelesaian secara

bi-partit tidak berhasil mencapai persetujuan bersama, dilaksanakan melalui jasa

mediator (penengah) sebagai pihak ketiga yang merupakan pegawai pemerintah

di bidang ketenagakerjaan, setelah mendapat limpahan perkara dari pihakpihak

yang berselisih. Cara ini dapat menangani semua jenis perselisihan (kepentingan,

hak, Pemutusan Hubungan Kerja, perselisihan antar SP/SB). Hasil penyelesaian

diharapkan berupa persetujuan bersama PB), sedangkan apabila tidak tercapai

kesepakatan, maka mediator mengeluarkan produk yang bernama anjuran

tertulis. Apabila anjuran tidak diterima oleh salah satu atau kedua pihak (melalui

30
jawaban anjuran), maka pihak-pihak dapat mengajukan penyelesaian ke

Peradilan Hubungan Industrial. Dengan prosedur dalam waktu selambat-

lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan tertulis dari pihak-

pihak yang berselisih; Mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera

mengadakan persidangan mediasi; Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat

Persetujuan Bersama yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh

Mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan

Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Perjanjian Bersama. Dan sebaliknya

apabila tidak mencapai kesepakatan maka Mediator mengeluarkan surat anjuran

tertulis selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama

kepada para pihak dan para pihak memberikan jawaban atas surat anjuran yang

dikeluarkan Mediator selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak

menerima anjuran.

3. Penyelesaian Perselisihan Dengan Menggunakan Cara Konsiliasi

Merupakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tingkat kedua yang

menyangkut perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan SP/SB,

dengan menggunakan jasa pihak ketiga yaitu jasa konsiliator (juru damai), yang

ditunjuk dengan kesepakatan oleh masing-masing pihak. Produk

penyelesaiannya berupa Persetujuan Bersama (PB). Apabila tidak dicapai

kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis, yang dapat

dipertimbangkan oleh masing-masing pihak untuk menerima atau menolak

melalui jawaban anjuran. Dalam hal anjuran konsiliator ditolak, maka pihak-

pihak dapat melanjutkan perkara ke peradilan hubungan industrial. Dengan

31
prosedur alam waktu selambat-lambatnya 7(tujuh) hari kerja setelah menerima

permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih. Mengadakan penelitian

tentang duduk perkara dan segera mengadakan persidangan konsiliasi. Dalam hal

mencapai kesepakatan maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani para

pihak dan diketahui oleh Konsiliator serta didaftar di Pengadilan Hubungan

Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak yang mengadakan Perjanjian

Bersama. Dan sebaliknya apabila tidak mencapai kesepakatan maka Konsiliator

mengeluarkan surat anjuran tertulis selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari kerja

sejak sidang konsiliasi pertama kepada para pihak dan para pihak memberikan

jawaban atas surat anjuran yang dikeluarkan Konsiliator selambat-lambatnya 10

(sepuluh) hari kerja sejak menerima anjuran. Konsiliator harus terdaftar pada

Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh Menakertrans

atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.

4. Penyelesaian Perselisihan Dengan Menggunakan Cara Arbitrase

Merupakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tingkat kedua yang

menyangkut perselisihan kepentingan dan perselisihan antar SP/SB, dengan

menggunakan jasa arbiter (wasit atau juru runding), yang berasal dari kalangan

profesional dan yang ditunjuk melalui kesepakatan masing-masing pihak. Produk

hasil penyelesaian berupa nota kesepakatan, apabila dari perundingan diperoleh

kesepakatan. Sedangkan apabila tidak dicapai kesepakatan, maka arbiter

mengeluarkan putusan yang bersifat final dan mengikat kedua belah pihak,

kecuali apabila dalam putusan tersebut dinilai ada unsur–unsur yang

32
bertentangan, maka pihak-pihak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Dengan prosedur menerima permintaan tertulis dari pihak-pihak yang berselisih.

Mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan segera mengadakan

persidangan arbitrase. Dalam hal mencapai kesepakatan maka dibuat Akte

Perdamaian yang ditandatangani para pihak dan diketahui oleh Arbiter serta

didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah

pihak yang mengadakan Akte Perdamaian, dan sebaliknya apabila tidak

mencapai kesepakatan maka Arbiter mengeluarkan surat putusan selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan surat perjanjian

penunjukan Arbiter dan Arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu

penyelesaian perselisihan hub industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-

lambatnya 14 (empat belas) hari kerja serta apabila salah satu pihak menolak

putusan tersebut maka putusan dapat diajukan pembatalan/ Peninjauan Kembali

kepada Mahkamah Agung. Arbiter harus terdaftar pada Instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan memenuhi syarat-syarat yang

telah ditetapkan serta harus ada legitimasi oleh Menakertrans atau Pejabat yang

berwenang di bidang ketenagakerjaan.

5. Penyelesaian Perselisihan melalui Peradilan Hubungan Industrial

Merupakan cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang

dilaksanakan oleh lembaga peradilan, setelah mendapat limpahan kasus

perselisihan yang tidak berhasil diselesaikan oleh lembaga bi-partit, cara cara

mediasi maupun konsiliasi. Peradilan ini merupakan salah satu bentuk peradilan

hukum yang berada pada lembaga pengadilan negeri, dengan susunan hakim

33
yang terdiri hakim ad hoc dan hakim karier. Putusan PPHI dapat di kasasi oleh

pihak-pihak ke Mahkamah Agung.

34
2.3 Kerangka Teori

Ralph Dahrendorf

Kelas Sosial

Konflik Sosial

Konflik Konsensus

Dalam teorinya suatu masyarakat


konsensus harus menguji nilai integrasi
dipersatukan dengan ketidak bebasan
dalam masyarakat. adanya kesepakatan
didalamnya yang dipaksakan, maka akan
anatara kedua belah pihak sehingga
muncul adanya posisi tertentu didalam
memberikan kemudahaan untuk
masyarakat yaitu kekuasaan dan otoritas
memperbaiki suatu konflik yang sedang
yang mengatur. Sehingga faktor utama
terjadi.
terjadinya konflik adalah perbedaan
distribusi otoritas.

Perubahan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

35
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Konflik yang digagas

oleh Ralph Dahrendorf. Teori konflik merupakan beberapa teori yang menjelaskan

tentang peran dari sebuah konflik itu sendiri terutama konflik antara kelompok dengan

kelompok dan kelas dengan kelas dalam suatu kehidupan sosial bermasyarakat. ( David

Jary dan Julia Jary : 77 ) menurut teori konflik, masyarakat akan disatukan oleh sebuah

paksaan, yang mempengaruhi keteraturan didalam masyarakat tersebut. Dengan

demikian teori konflik memiliki hubungan yang erat dengan dominasi, koersi dan

power. Pada dasarnya setiap masyarakat ditentukan oleh kelompok yang saling

memiliki kepentingan berbeda. Perbedaan kepentingan inilah yang menyebabkan

munculnya suatu konflik didalam masyarakat tersebut. Berkaitan dengan hal ini, Ralf

Dahrendorf memiliki pilar – pilar teroti konflik dialektika. Yang pertama terminologi

kelas sosial, kedua konflik dan konsesus, ketiga hubungan konflik dengan

perubahanan.

2.3.1 Kelas Sosial

Pemikiran Ralf Dahrendorf tentang kelas sosial dilandasi dengan suatu konsep

bahwa masyarakat yang ada saat ini adalah masyarakat modern dimana kelas sosial

tidak hanya ditentukan oleh kepemilikan atas modal. Dengan demikian masyarakat

tidak hanya dibagi menjadi dua bagian saja yaitu bojuis dan ploreta tetapi dalam banyak

struktur, penentuan struktur pun dapat mengalami perubahan sesuai dengan dasar

politik, pendidikan atau yang lainnya. Term kelas sosial dimaknai sebagai sekelompok

orang yang memiliki otoritas yang berarti dapat bermakna ganda yaitu otoritas bersifat

hierarki sosial dan seseorang yang memiliki keistemewahan atas orang lainnya.

36
Hal ini menunjukkan bahwa kelas sosial dapat ditemukan disemua tingkat

kehidupan sosial, baik dalam masyarakat kapitalis maupun sosialis. Sehingga menurut

Ralf Dahrendorf akar dari konflik sosial tidak terletak pada kelas dan barang produksi

melainkan pada otoritas dan peran yang ada dalam kelas sosial tertentu. Ungkapan ini

memunculkan dua istilah kelompok yaitu kelompok superordinasi dan kelompok

subordinasi, kedudukan dua kelompok tersebut rentan terjadi konflik. Penggunakan

kekuatan oleh kelompok superordinasi terhadap kelompok subordinasi yang membuat

suatu kelompok mengalami ketimpangan, disitulah awal mula konflik terjadi. Dua

kelompok pemegang otoritas dalam kelompok superordinasi yang memiliki

kepentingan tertentu dan berupaya untuk mempertahankan status quo yang dimiliki.

sedangkan kelompok yang berada didalam posisi subordinat berupaya melakukan

sebuah perubahan. Bila individu berada di posisi tertentu maka mereka akan berperilaku

sesuai dengan cara yang diharapkan dengan kata lain mereka akan menyesuaikan diri

dengan perannya.

Dahrendorf memulai teorinya dengan dipengaruhi oleh teori fungsionalisme

struktural. Dalam teorinya masyarakat akan dipersatukan oleh ketidak bebasan yang

dipaksakan, dengan demikian akan ada posisi tertentu yang muncul didalam

masyarakat yaitu kekuasaan dan otoritas yang mengatur. Fakta ini mengarahkan

pemikiran Dahrendorf bahwa perbedaan distribusi didalam otoritas selalu menjadi

faktor yang akan menentukan konflik sosial. Menurutnya didalam masyarakat

memiliki sebuah kualitas otoritas yang berbeda - beda, otoritas tidak hanya terletak

pada diri individu melainkan pada suatu posisi. Otoritas adalah sah, sanksi dapat

37
dijatuhkan jika ada pihak yang menentang. Otoritas jika disimpulkan akan dinyatakan

sebagai superordinasi dan subordinasi dimana mereka yang menduduki posisi otoritas

yang lebih tinggi diharapkan dapat mengendalikan bawahnya.

2.3.2 Konflik dan Konsensus

Selain dasar penyebab konflik, Ralf Dahrendorf merupakan tokoh utama yang

memiliki pendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yaitu konflik dan

konsensus. Dimana teori konsensus harus menguji nilai integrasi didalam suatu

masyarakat, sedangkan teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan

penggunaan kekuasaan yang mengikat masyarakat. Bagi Dahrendorf terbentuknya

suatu masyarakat tidak terlepas dari dua unsur yang saling berkaitan, unsur tersebut

meliputi konflik dan konsensus yang menjadikan suatu persyaratan yang berkaitan.

(George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 2008 : 154).

Dalam konflik ada satu istilah “kepentingan” dimana kelompok yang berada diatas atau

dibawah ditentukan oleh kepentingan bersama.

Konflik kepentingan bersifat laten sepanjang waktu, konflik kepentingan tidak

harus berlangsung secara sadar sebelum mampu menggerakkan superodinasi dan

subordinasi dimana kepentingan tersebut bersifat objektif pada peran yang melakat

dalam posisi masing – masing. Dalam hal ini Ralf Dahrendorf membedakan tiga

kelompok besar pertama kelompok semu, kelompok semu merupakan sekumpulan

orang yang menduduki posisi dengan kepentingan peran yang identik (Dahrendorf,

1959: 180). Kedua yaitu kelompok kepentingan, Dahrendorf menggambarakan kedua

38
kelompok tersebut sebagai mode perilaku bersama menjadi ciri dari kelompok

kepentingan yang di ambil dari kelompok semu yang lebih besar.

Kelompok kepentingan merupakan kelompok agen yang sesungguhnya dari

konflik kelompok, mereka memiliki struktur, bentuk organisasi program atau tujuan

dan anggota. (Dahrendorf 1959: 180). Ketiga kelompok konflik, merupakan kelompok

yang benar – benar terlibat dalam konflik yang muncul dari sekian banyak kelompok

kepentingan. Dari ketiga kelompok tersebut Dahrendorf merasa bahwa konflik

dijelaskan melalui hal tersebut.

2.3.3 Perubahan Sosial

Secara umum konsekuensi dari konflik adalah perubahan sosial, hubungan

konflik dengan perubahan sosial adalah hubungan sebab akibat. Dahrendorf

menyatakan bahwa sekali kelompok – kelompok konflik muncul maka mereka akan

terlibat dengan tindakan yang memicu perubahan didalam sistem sosial. Sehingga jika

konflik semakin intens maka perubahan yang terjadi akan semakin radikal, dan jika

konflik disertai dengan mumculnya kekerasan maka perubahan struktur akan terjadi

secara tiba – tiba. Sehingga apapun sifat dasar konflik yang sedang terjadi, harus

menyesuaikan dengan hubungan konflik dengan perubahan maupun konflik dengan

status quo.

Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa ada 2 jenis tipe perubahan yang

berhubungan dengan struktur otoritas yaitu perubahan seluruh anggota didalam posisis

dominasi dan perubahan sebagian anggota didalam posisi dominasi. Perubahan seluruh

39
anggota didalam posisis dominasi berarti dengan adanya konflik seluruh individu akan

berubah menurut kedudukan dalam dominasinya. Perubahan tersebut dapat meliputi

perubahan pola interaksi, tujuan masing – masing individu yang ada didalam kelompok

tersebut, dan lain sebagainya. Perubahan sebagian anggota didalam posisi dominasi

merupakan perubahan yang disebabkan oleh konflik yang hanya melibatkan sebagian

orang yang ada didalam posisi dominasi. Sama dengan perubahan seluruh anggota

didalam posisi dominasi, perubahan ini juga meliputi perubahan pola interaksi, tujuan

dan lain sebagainya.

Kaitannya dengan penelitian ini adalah sebuah kebijakan – kebijakan yang

disampaikan oleh TNI Angkatan Laut terhadap keberlangsungan sistem dalam

produktifitas PT. PAL Indonesia Persero. kebijakan tersebut dilakukan sebagimana

kata Dahrendorf bahwa pemegang otoritas dapat mengendalikan bawahannya. Namun

konflik akan terjadi apabila keputusan TNI Angkatan Laut tidak sesuai dengan

keputusan yang diharapkan oleh PT. PAL Indonesia Persero. Jika konflik muncul maka

akan diikuti dengan konsensus sehingga konflik tentang kebijakan – kebijakan dapat

teratasi dengan adanya konsensus. Dari konflik tersebut dapat diambil solusi yang tepat

agar tetap terjaga nilai – nilai integrasi dalam suatu hubungan industrial tersebut.

Setelah itu akan muncul sebuah perubahan sosial yang mengikuti setelah konflik

terselesaikan.

40
2.4 Kerangka Berpikir

Bagan 1 Kerangka Berpikir

Konflik Hubungan Industrial Bipartit PT. Pal


Indonesia Persero (Studi Deskriptif Divisi
Supply Chain)

Hubungan Bipartit TNI AL dengan


PT. PAL Indonesia Persero

Konflik Konsensus

Kebijakan – kebijakan yang Model Kesepakatan dan solusi


diturunkan oleh TNI AL kepada yang dilakukan oleh TNI AL
PT. PAL Indonesia Persero yang dengan PT. PAL Indonesia
dirasa tidak sesuia dengan Persero agar tidak terjadi
keinginan dan juga kemampuan disintegrasi dalam suatu
PT. PAL Indonesia Persero. hubungan industrial bipartit.

41

Anda mungkin juga menyukai