Anda di halaman 1dari 8

67

BAB 5
SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan dengan
motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan
berdasarkan nilai UN di DKI Jakarta. Hasil yang diperoleh peneliti didapat dengan
bantuan pengolahan data menggunakan software IBM SPSS Statistics (version 22), yang
diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan peneliti kepada subjek penelitian yaitu
130 siswa-siswi SMAN Unggulan di DKI Jakarta.
Peneliti melakukan uji coba alat ukur dan mendapatkan nilai reliabilitas sebesar
0,886 untuk skala kecemasan dan sebesar 0,882 untuk skala motivasi berprestasi, serta
nilai validitas kecemasan antara 0,226-0,542 dan nilai validitas motivasi berprestasi
antara 0,216-0,530. Kemudian berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji hipotesis
menggunakan uji Spearman, maka diperoleh hasil bahwa “Ada hubungan negatif yang
signifikan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian
Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan nilai UN di DKI Jakarta”.
Signifikansi yang diperoleh adalah 0,000 dengan angka korelasi r= -0,868. Hubungan
negatif menunjukan bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang terbalik tidak
searah. Jadi, apabila kecemasan tinggi maka motivasi berprestasi rendah, dan apabila
kecemasan rendah maka motivasi berprestasi tinggi.
Dari 130 subjek, didapat hasil bahwa siswa kelas XII SMAN Unggulan dalam
penelitian ini memiliki kecemasan dan motivasi berprestasi dalam kategori sedang.
Sementara itu, sebagai analisa tambahan peneliti melakukan uji One Way Anova untuk
melihat perbedaan kecemasan dan motivasi berprestasi berdasarkan usia, serta
melakukan uji Independent Sample T Test untuk melihat perbedaan kecemasan dan
motivasi berprestasi berdasarkan jenis kelamin, dan program kelas. Berdasarkan uji
tersebut, didapat bahwa tidak adanya perbedaan kecemasan maupun motivasi
berprestasi berdasarkan usia, jenis kelamin dan program kelas.
68

5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi
Ujian Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan nilai UN di DKI Jakarta. Uji
hipotesis tersebut memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000 yang menandakan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hermansyah (2010) mengenai hubungan antara motivasi berprestasi dengan
kecemasan siswa menghadapi ujian pada SMK Senopati Sidoarjo. Selain itu, hasil
penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Subiyantoro (2009)
mengenai hubungan antara kecemasan terhadap tes dan motivasi berprestasi pada siswa
kelas akselerasi SMA Negeri 3 Malang.
Dalam hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden
mengalami kecemasan sedang sebesar 49,2%. Hal ini menunjukan bahwa ujian nasional
merupakan salah satu penentu syarat kelulusan siswa yang dapat menimbulkan perasaan
cemas pada diri siswa. Sesuai dengan pengertiannya, bahwa kecemasan merupakan
suatu kondisi psikologis yang tidak menyenangkan yang berorientasi pada masa yang
akan datang, yang di tandai dengan kekhawatiran karena kita tidak dapat memprediksi
dan mengontrol kejadian yang akan datang (Durand & Barlow, 2006). Berkaitan dengan
pengertian itu, maka siswa yang sedang menghadapi ujian nasional mengalami
kecemasan karena merasa ujian nasional sebagai sesuatu yang berorientasi di masa yang
akan datang yang tidak dapat diprediksi dan dikontrol oleh dirinya. Ditambah dengan
penentuan lulus atau tidak lulusnya dirasakan sangat mengancam dan belum jelas
kepastiannya yang menambah siswa merasa cemas.
Selanjutnya hal tersebut sejalan dengan pernyataan Akhmadi (2013), bahwa
ujian nasional menjadi beban sehingga siswa merasa takut, tertekan, dan depresi karena
ujian tersebut dipersepsikan sebagai sesuatu yang mengancam yang dapat membuat
siswa mengalami kecemasan. Hasan (2007 dalam Irmayanti & Warsito, 2009)
menambahkan bahwa siswa mungkin membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat
tinggi, sehingga memicu kecemasan mereka yang tidak hanya soal yang sulit saja yang
tidak dapat mereka jawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah
mereka kuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar
lebih keras, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, kesulitan dalam
69

mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur malam sebelum tes (Taylor dalam McDowell,
2006).
Berkaitan dengan motivasi berpresasi, McClelland (dalam Santrock, 2003)
menyatakan bahwa apabila dalam belajar, siswa mempunyai motivasi yang tinggi dan
kuat, hal ini akan memperbesar usaha dan kegiatannya mencapai prestasi yang tinggi.
Motivasi muncul dari dalam diri individu masing-masing dan setiap individu berbeda-
beda (Ergene, 2011). Motivasi dapat berasal dari motivasi internal maupun eksternal
(Santrock, 2003). Hasil analisis deskriptif penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden termasuk dalam kategori sedang yaitu 47,7% siswa. McClelland (1987
dalam Widyasari, 2005) mengemukakan beberapa aspek yang dapat membedakan
tingkat motivasi berprestasi seseorang, yaitu individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi cenderung berorientasi pada tugas, menyukai tantangan,
memperlihatkan keunggulan, menuntut umpan balik, mempunyai tanggung jawab
terhadap dirinya dan tugas-tugasnya, memiliki usaha-usaha tambahan, memiliki standar
nilai yang tinggi, akan merasa berhasil dan puas apabila telah mengerjakan suatu tugas,
serta memiliki harapan untuk sukses yang lebih kuat daripada rasa ketakutan akan
kegagalan.
Dalam penelitian ini, hasil yang didapat juga mengindikasikan bahwa hubungan
yang terjadi antara kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian
Nasional pada siswa SMAN unggulan berdasarkan nilai UN di DKI Jakarta adalah
hubungan berlawanan arah. Sehingga dapat dikatakan ketika tingkat kecemasan siswa
tersebut tinggi, maka tingkat motivasi berprestasinya akan rendah. Begitu juga
sebaliknya, jika siswa tersebut memiliki tingkat kecemasan rendah, maka tingkat
motivasi berprestasi siswa itu akan tinggi. Artinya kecemasan menghadapi ujian
nasional merupakan salah satu faktor yang memberikan konstribusi tinggi-rendahnya
motivasi berprestasi siswa. Hasil penelitian ini didukung oleh teori Atkinson dan
Raynor (1978) yang mengemukakan bahwa kecemasan dan motivasi berprestasi
berhubungan negatif pada tingkah laku yang berorientasi pada prestasi. Atkinson
menambahkan bahwa individu dengan derajat kecemasan rendah, sering disertai dengan
adanya motivasi berprestasi tinggi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Burgoo dan Ruffer
(dalam Agustiar & Asmi, 2010) bahwa kecemasan dalam tingkat rendah dapat memacu
seseorang untuk mendapatkan prestasi dengan lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan
70

Bernstein (dalam Dewi & Amrizal, 2008) yang menjelaskan bahwa siswa yang
mengalami kecemasan yang tinggi berisiko mengalami motivasi berprestasi yang
rendah dan merasa tidak berharga. Sementara Covington dan Omelich (1979 dalam
Ergene, 2011) menambahkan bahwa individu dengan motivasi berprestasi yang kuat
umumnya melihat dirinya sebagai individu yang memiliki kemampuan yang tinggi dan
merasa lebih optimis serta menghargai kesempatan untuk meraih kesuksesan.
Keterkaitan antara kecemasan dengan motivasi berprestasi pada penelitian ini
dapat dijelaskan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian dapat mengganggu kinerja
fungsi-fungsi psikologis dan aspek kognitif, seperti dapat menurunkan konsentrasi dan
perhatian, kesulitan mengingat, terganggunya memori, lamban dalam berpikir,
memperbesar peluang untuk merendahkan kepercayaan diri, mengacaukan kemampuan
dalam mengatasi masalah, dapat membuat siswa menjadi malas dan gelisah (Sieber
(dalam Sudrajat, 2008); Ottens dan Wine (dalam Pratiwi, 2009); Yousefi (2009)).
Sehingga siswa tidak dapat mengarahkan perhatian yang adekuat pada ujian yang akan
dihadapi, merasa kemampuannya rendah, merasa tidak berdaya dan menjadi kurang
dalam melakukan usaha-usaha untuk menghadapi ujian. Dimana hal tersebut
menunjukan bahwa motivasi berprestasi siswa menurun, terlihat bahwa siswa dapat
menjadi tidak yakin dengan kemampuannya, tidak memiliki optimis, merasa malas
sehingga kurang bertanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap ujian, tidak memiliki
ketangguhan dalam mencapai prestasi yang tinggi dan menjadi kurang melakukan
usaha-usaha untuk menghadapi ujian tersebut.
Siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang
berusia 17 tahun yaitu dengan persentase 75,4 %. Meskipun usia 17 tahun mendominasi
tetapi ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kecemasan dan motivasi berprestasi yang
signifikan antara subjek dengan usia 16, 17 dan 18 tahun. Hal itu terjadi karena pada
usia 16, 17, dan 18 tahun sama-sama dalam fase remaja. Selain itu, sama-sama dalam
rentang yang sama yaitu middle adolescence (Papalia et.al., 2007). Menurut Santrock
(2003) masa remaja merupakan masa dimulainya perkembangan kognitif yang
mengarah pada pemikiran operasional formal yang lebih abstrak daripada pemikiran
seorang anak. Selain itu masa remaja disebut pula sebagai masa strom and stress, atau
masa up and down (Santrock, 2003). Bila pada masa ini remaja menemui hambatan
dalam bidang tertentu maka hambatan tersebut akan membuat remaja menjadi cemas.
71

Kemudian sebagai analisa tambahan bahwa berdasarkan hasil uji Independent


Sample T Test ditemukan tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara subjek
dengan jenis kelamin laki-laki dengan jenis kelamin perempuan. Ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Maccoby (dalam Trismiati, 2004) yang
mengungkapkan bahwa dalam berbagai studi kecemasan secara umum, perempuan lebih
cemas dibandingkan laki-laki dan juga tidak sejalan dengan Myers (dalam Trismiati,
2004) yang menyatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya
dibanding laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksporatif sedangkan perempuan lebih sensitif.
Selanjutnya hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya perbedaan motivasi
berprestasi yang signifikan antara subjek dengan jenis kelamin laki-laki dengan jenis
kelamin perempuan. Ini tidak sejalan dengan penelitian Stein & Bailey (dalam Fernald
& Fernald,1999) yang mengatakan bahwa laki-laki lebih termotivasi dalam berprestasi
dibandingkan perempuan.
Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan kecemasan dan
motivasi berprestasi yang signifikan antara subjek pada program kelas IPA dengan
subjek pada program kelas IPS. Maka dapat dikatakan bahwa baik program kelas IPA
maupun IPS cenderung memiliki kecemasan dan motivasi berprestasi yang sama ketika
akan menghadapi ujian nasional. Hal ini terjadi, dikarenakan baik program kelas IPA
maupun IPS sama-sama dituntut untuk memperoleh nilai yang memenuhi standar
kelulusan dalam ujian nasional agar dapat dinyatakan lulus, yaitu 5,50. Selain itu juga
sama-sama memiliki beban 6 mata pelajaran yang diujikan. Dimana untuk jurusan IPA:
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Sedangkan
jurusan IPS: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Matematika, Sosiologi, dan
Geografi. Kemudian baik pada IPA maupun IPS juga sama-sama diterapkan 20 paket
variasi soal, sehingga tiap anak dalam satu kelas yang terdiri dari 20 siswa akan
mendapatkan soal berbeda-beda (Afifah & Damanik, 2012).
Berkaitan dengan keterbatasan pada penelitian ini, peneliti tidak dapat memiliki
pengalaman secara langsung untuk memberikan kuesioner kepada subjek, karena
kuesioner hanya diberikan kepada pihak sekolah dan pihak sekolah yang akan
memberikanya kepada siswa sebagai subjek pada penelitian ini. Hal tersebut
dikarenakan waktu pembuatan surat izin kepada Instansi terkait memakan waktu yang
cukup lama sehingga menyebabkan waktu pengambilan data tersebut sangat berdekatan
72

dengan tanggal dimulainya Ujian Nasional. Selanjutnya variabel lainnya yang mungkin
saja terkait atau mempengaruhi hubungan, tidak dimasukan ke dalam penelitian atau
analisis oleh peneliti, dikarenakan peneliti tidak mengontrol secara keseluruhan
penelitian ini sehinggah bisa saja ditemukan variabel-varibel terkait lainnya yang bisa
digunakan pada penelitian selanjutnya.

5.3 Saran
Berikut ini adalah saran yang dapat peneliti berikan terkait dengan penelitian
yang peneliti lakukan, yaitu:
a. Bagi siswa :
(1) Bagi siswa-siswi yang akan menghadapi Ujian Nasional diharapkan untuk
selalu memiliki pemikiran yang positif, dengan cara berpikir tenang, optimis
bahwa pasti mampu lulus dengan baik, belajar lebih giat dan menjaga kesehatan
badan.
(2) Motivasi berprestasi memegang peranan penting dalam pencapaian prestasi
belajar dan memgang peran penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu,
siswa juga diharapkan dapat memupuk dan meningkatkan lagi motivasi
berprestasinya dengan cara-cara seperti: (1) memperjelas tujuan yang dicapai,
(2) memadukan motif-motif yang sudah dimiliki, (3) memadukan tujuan-tujuan
sementara yang lebih dekat sifatnya, (4) memberitahukan hasil kerja yang sudah
dicapai, dan (5) mengadakan persaingan yang akan dapat memperkuat usaha
yang dilakukan, (6) merangsang pencapaian tujuan, dan (7) pemberian contoh
yang positif (Martin dalam Sugiyanto, 2010).
b. Bagi Orang tua dan Guru :
(1) Dengan melihat hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat menjadi gambaran
bagi orang tua, guru, dan siswa itu sendiri bahwa ada hubungan antara
kecemasan dengan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional.
(2) Bagi orang tua dan guru diharapkan mampu memberikan pengarahan yang
bersifat membangun dan memberi rasa nyaman sehingga dapat mengurangi
tingkat kecemasan pada siswa-siswi yang akan menghadapi Ujian Nasional.
(3) Bagi guru untuk memberikan sikap positif tentang Ujian Nasional kepada
murid. Guru harus dapat menjelaskan sifat dan tujuan dari Ujian Nasional,
73

mendeskripsikan Ujian Nasional sebagai kesempatan dan tantangan bukan


hanya beban kewajiban belaka.
(4) Guru dan orang tua juga diharapkan untuk selalu memberikan motivasi maupun
dukungan dalam hal prestasi sehingga dapat meningkatkan motivasi berprestasi
siswa.
c. Bagi peneliti selanjutnya :
(1) Untuk hal menerjemahkan alat ukur Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS)
dari bahasa asli yaitu bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sebaiknya
menggunakan tenaga expert dalam bidang bahasa Inggris dan melakuan back
translate pada alat ukur tersebut.
(2) Sebelum melakukan pengambilan data di sekolah, sebaiknya peneliti terlebih
dahulu membuat surat izin kepada Instansi terkait 2 bulan sebelum dimulainya
Ujian Nasional, agar pengambilan data tidak terlalu berdekatan dengan tanggal
dimulainya Ujian Nasional, sehingga peneliti dapat mengikuti proses
pemberian kuesioner kepada siswa.
(3) Menggunakan alat ukur yang sesuai dengan budaya dari responden penelitian,
sehingga dapat lebih menggambarkan karakteristik penelitian tersebut secara
tepat.
74

Anda mungkin juga menyukai