Anda di halaman 1dari 8

Kelas

Inisiator
Perempuan

Jagat
Sosmed?
BAGAIMANA PEREMPUAN IKUT SERTA
MEWARNAI JAGAT SOSMED?
Neneng Magfiro, LC, S.SI

Setelah mempelajari materi ini,


anda akan:
Mengetahui cara menjadi content creator yang menarik di media digital

Gambaran Singkat

Di era yang serba ditigal ini, kita dituntut untuk menjadi perempuan yang aktif, kreatif, dan inovatif. Jika tidak
demikian, sudah barang tentu kita akan mengalami ketertinggalan. Teman-teman mungkin saat ini tidak
bisa lepas dari gadget. Rasanya ada sesuatu yang hilang dari diri kita kalau sehari tidak memegang gadget.
Kita bisa lihat berbagai hal menarik di gadget, baik hal-hal receh yang bisa membuat kita tertawa sendiri
maupun juga tokoh-tokoh yang menginspirasi. Pernahkah teman-teman kemudian berpikiran untuk menjadi
sosok yang aktif dan menginspirasi? Pastinya ada keinginan kan untuk menjadi salah satu dari mereka yang
ditonton ribuan atau mungkin jutaan viewer serta bisa memberi pengaruh ke yang lain? Mungkin gak sih?
Lalu bagaimana caranya?

Jawabannya satu, sangat mungkin.


Semua dari kita layak menjadi public figure. Semua dari kita bisa menjadi
influencer. Asal ada kemauan dan serius menekuni, pastinya harus tahu
langkah konkrit apa yang harus dijalani. Dalam sesi kali ini, teman-teman
akan diajak untuk mengenali trik-trik jitu untuk bisa menjadi orang
berpengaruh di media sosial, minimal dari hal sederhana yang biasa kita
lalui sehari-hari. Teman-teman pastinya harus mengenal potensi yang ada
dalam diri teman-teman, kemudian gali, salurkan, dan istiqmahkan, pasti
akan berbuah kemanfaatan.

Lebih detailnya, simak pemaparan


materi ini secara langsung supaya
bisa memahaminya secara utuh.

1
Refleksi

Apa yang akan saya lakukan


untuk bisa menjadi bagian dari
mereka yang keren di sosmed? Konten apa yang
harus saya tampilkan
di sosmed saya?

Ciri-ciri Konten Video Generasi Z

Dalam fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Frederick C Whithey, salah satunya adalah
to entertain (memberi hiburan). Ciri-ciri ini kuat sekali dalam konten video yang diproduksi oleh
adik-adik generasi Z.

Pertama-tama, jika kita perhatikan video pendek adik-adik generasi Z maka kita akan mendapati
kebanyakan dari video mereka memiliki ciri sebagai berikut:

Menunjukkan rasa ingin tahu yang luar biasa


Menciptakan berbagai ragam dan jumlah gagasan
untuk memecahkan masalah
Berani mengambil resiko
Suka mencoba
Peka terhadap keindahan dari segi estetika

Konten yang biasanya dilahirkan oleh generasi Z kebanyakan menarik, tapi agar bisa membuat konten
yang lebih beragam dan menarik minat khalayak maka kita juga perlu memahami dan mempelajari
beberapa faktor konten yang bisa menjadi nilai jual.

Kita akan bahas dalam tema selanjutnya ya!

2
Menjadi Content Creator

Memahami 8 Values of Content


Sebelum menjadi seorang influencer yang handal maka kita harus bisa menjadi content creator
yang cerdas. Untuk itu, kita harus bisa menempatkan diri sebagai penikmat konten. Jika aku
adalah netizen, apa yang saya suka? Konten apa yang menarik buat saya?

Untuk menjadi seorang Content Creator yang baik, kita harus memahami 8 Values of Content:

1 Kebaruan (Timelines)
Sesuatu atau fakta yang baru dan belum diketahui khalayak. Namun, kebaruan ini juga relatif
tergantung segmen yang kita sasar. Misal, untuk video dengan durasi yang lebih pendek maka
memiliki tuntutan kebaruan lebih tinggi daripada video dengan durasi Panjang tentang hal atau
peristiwa yang kompleks.

Kenapa harus baru? Karena netizen tidak mengkonsumsi sesuatu yang kadarluarsa. Maka
banyak conten creator berlomba paling cepat dalam membuat konten terhangat. Tapi, ingat pula
bahwa kecepatan juga harus terdapat verikasi tentang kebenaran konten berita tersebut, karena
influeancer yang baik tidak hanya sekedar menumpang ombak lalu terseret arus hoax.

2 Pengaruh (Impact)
Setiap konten yang kita share harus bernilai atau memiliki pengaruh terhadap orang banyak.
Ini adalah aspek yang sangat penting. Manfaat apa yang ingin kita bagi kepada orang lain dan
memberikan pengaruh yang positif pada mereka? Apakah informasi dalam cerita berpotensi
mengubah atau mempengaruhi kehidupan khalayak? Pertanyaan-pertanyaan ini harus kita
pikirkan dengan baik sebelum membuat konten.

3 Relevansi (Relevance)
Konten yang dianggap relevan dengan kehidupan atau minat sekelompok khalayak bisa bernilai
sebagai konten. Khalayak akan menonton video tersebut karena bermanfaat bagi mereka.
Misalnya sangat beragam, mulai dari cara mengerjakan soal matematika yang gampang,
cara merawat kucing oren, komunitas bank sampah di sekolah, hidroponik yang dikembangkan
di sekolah, dll.

Teman-teman tidak menyukai matematika akan sangat menyukai konten-konten seperti itu,
di tiktok banyak sekali.

3
4 Konflik (Conflict)
Jujur saja, khalayak sangat suka dan selalu tertarik dengan perdebatan, adu argumentasi,
dan pertentangan. Dan lagi, manusia selalu memiliki sifat alami untuk memihak salah
satu sisi dalam konflik dan mencari informasi untuk mendukung pilihannya. Jadi di era
daring seperti sekarang, banyak sekali influencer yang menyajikan fakta-fakta yang
diminati khalayak.

Nah, kecakapan kita dalam menyajikan konflik di sini diuji. Keadilan (fairness) merupakan
etika dan prinsip yang harus diutamakan sebagai seorang influencer.

Contoh konflik yang sangat viral adalah video amatir yang merekam adu argumentasi
antara polisi lalu lintas dan pengendara. Ini sangat viral meskipun itu juga perkara yang
sehari-haridi Indonesia. Kita juga bisa mengangkat dengan vlog sederhana tentang
perdebatan pemilihan OSIS misalnya. Ini akan menarik bagi teman-teman dalam sekolah
tersebut, sekaligus sebagai media kampanye yang murah.

5 Popularitas (Prominance)
Khayalak biasanya juga sangat menyuikai pernyataan atau kegiatan orang yang terkenal.
Makanya setiap tindakan orang yang terkenal akan selalu memiliki nilai untuk diberitakan.
Misalnya, pemain basket terkenal di sekolah ternyata hijrah. Ini akan menjadi hal menarik,
jika kita mewawancarainya tentang kenapa anda memutuskan berhijrah? Banyak hikmah
yang bisa dipetik dari konten ini.

6 Emosi (Human Interest)


Di sini kita berbicara tentang cerita yang menimbulkan reaksi emosional seperti senang,
sedih, khawatir, bangga, simpati, terharu, prihatin, marah, dll. Aspek emosional ini sangat kuat,
jika seorang content creator berusaha memasukkan aspek ini akan membuat cerita semakin
menarik bagi khalayak.

Contoh, video tentang seorang nenek yang berjualan di depan sekolah untuk membiayai
sekolah cucunya kemudian mengajak temen-teman yang lain untuk membeli dagangan
sang nenek.

7 Ketidakwajaran (Unusualness)
Ini mengacu pada hal-hal yang di luar kewajaran atau kebiasaan dalam situasi normal.
Aspek ini biasanya memasukkan
hal-hal yang tidak umum yang menarik
untuk di-share. Misalnya, bagaimana cara menanam satu pohon
dengan tujuh macam buah mangga, bagaimana cara membaca
al-Qur’an dengan tujuh metode qira’ah, dan lain sebagainya.

4
8 Kedekatan Jarak (Proximity)
Kedekatan jarak mengacu pada lokasi keberadaan target khalayak yang bersangkutan.
Secara umum, pada era daring kedekatan jarak bisa terlihat ketika seseorang lebih
tertarik berita yang terjadi di sekolah, lingkungan pertemanan, kota, negara. Misal,
ketika kita berada di luar negeri, maka berita tentang Indonesia akan sangat diminati
orang tersebut. Kita bisa membuat konten-konten yang khas Indonesia, maka mereka
akan menjadi orang pertama yang melihat konten kita.

Tiga Teori Tentang Etika Content Creator

Menjadi Influencer memang hebat. Tapi kita harus memahami pula, bahwa menjadi conten creator
atau influencer berarti kita mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih berat. Dalam kaidah ushul fiqh
terdapat sebuah kaidah dasar, bahwa hasil (manfaat) harus mengimbangi tangung jawab

Ingat, ketika menjadi content creator, semakin konten yang kita buat bermanfaat dan membuat orang
lain termotivasi melakukan hal baik, maka akan menjadi ladang kebaikan, begitu pula sebaliknya.
Maka dari itu, kita harus berhati-hati.

“Barang siapa dalam Islam, membuat kebiasaan baik kemudian diikuti orang setelahnya maka akan
tercatat baginya pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya, dan barang siapa,
membuat kebiasaan buruk kemudian diikuti orang setelahnya maka akan tercatat baginya dosa
orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka”. (HR. Muslim)

Maka dari itu selain memproduksi konten menarik, kita juga harus mempertimbangkan aspek
etika berikut ini:

1 Rule-Based Thinking (Berdasarkan Aturan yang Berlaku)


Penganut konsep ini percaya bahwa seseorang harus melakukan hal yang benar
dengan melakukan aturan yang berlaku di masyarakat. Tokoh pemikiran ini adalah
Immanuel Kant (1724-1804);

“semua standar itu baik adanya bukan karena konsekuensi


yang dihasilkannya.”
Maka ketika membuat sebuah konten kita juga harus mengikuti etika yang berlaku. Misalnya
keharusan sesama manusia saling menolong dan menyayangi. Maka kita akan terhindar dari
membuat konten yang bersifat bullying dan lain sebagainya.

5
2 End-Based Thinking (Berdasarkan Hasil Akhir)

End-based thinking mengarahkan pilihan pada tindakan yang bisa menghasilkan


kebaikan terbesar bagi paling banyak orang. Dalam ushul fiqh kita mengenal kaidah
dasar bahwa

“Amal yang menjalar manfaatnya (bagi orang lain) lebih utama pada amal yang terbatas”.

Jhon Stuart Mill (1806-1873), berpendapat seseorang harus mendahulukan kebahagiaan


terbagi sebanyak mungkin orang. Dalam jurnalisme, teori ini disebut teori utilitas, atau
memfokuskan konsekuensi dari suatu tindakan.

Maka seorang jurnalis/influencer/conten creator penganut ‘hasil akhir’ akan mempertimbangkan


siapa saja yang akan diuntungkan dan siapa saja yang akan dirugikan.

3 Golden Rules (Aturan Emas)

Aturan emas bersifat universal dan terkandung dalam ajaran kita. Aturan ini sangat jelas dan sederhana:
berbuatlah kepada orang lain sebagaimana kau ingin orang lain memperlakukanmu.

Contoh singkatnya,
jika kamu tidak ingin dibohongi,
maka jangan membuat konten
yang penuh kebohongan.

6
Kelas
Inisiator
Perempuan
c 2020

Anda mungkin juga menyukai