Anda di halaman 1dari 6

Capim KPK

Chairul Rasyid Tak Mau Dibilang Jumawa


Kamis, 12 Agustus 2010 | 17:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Satu dari tujuh calon pimpinan KPK, Irjen (Purn) Chairul Rasyid,
enggan memberi tahu mengenai gebrakan yang akan diambilnya jika terpilih menjadi pimpinan
KPK. Satu-satunya calon yang berasal dari kepolisian ini mengaku tak ingin dibilang jumawa. Ia
lebih senang merealisasikan rencana yang ia siapkan selama ini jika terpilih.

Itu nanti, kalau kita sudah berhasil.


-- Chairul Rasyid

"Itu nanti, kalau kita sudah berhasil. Tapi, memang saya enggak suka banyak ngomong. Dulu saja
waktu saya dicalonkan Kapolda, saya tak suka banyak ngomong," ujar Chairul Rasyid, Jakarta,
Kamis (12/8/2010).

Mantan Kapolda Jawa Tengah sekaligus mantan Kepala Akademisi Kepolisian ini masih merasa
yakin bahwa Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan KPK akan bekerja secara obyektif. Karena itu, ia
masih merasa optimistis bisa terpilih.

"Insya Allah saya optimis. Kalau tidak, saya tidak sampai lolos tujuh besar," katanya.

Sebagaimana diberitakan, tujuh orang telah lolos uji psikotes calon pimpinan KPK. Mereka yakni
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro
Muqqoddas, Bambang Widjajanto (advokat/aktivis), Melli Darsa (advokat), M Fachmi (Direktur
Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung), dan Irjen (Purn) Chairul Rasyid, dan I Wayan
Sudirta (anggota DPD). (Tribunnews/Acoz)
 Korupsi

SELEKSI KPK

Jenderal Polisi yang Tak Ingin 'Pensiun'


Chaerul Rasjid tercatat pernah mencalonkan sebagai Gubernur Jawa Tengah
pada tahun 2008.

Kamis, 12 Agustus 2010, 10:51 WIB

Seleksi Calon Pimpinan KPK (Antara/Puspa Perwitasari)

VIVAnews - Panitia Seleksi telah meloloskan tujuh calon Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk menggantikan Antasari Azhar. Salah satunya adalah Chaerul Rasjid, pensiun
dari kepolisian dengan pangkat terakhir inspektur jenderal.

Lahir di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, 17 Januari 1949, Chaerul menempuh pendidikan
kedinasan Akabri tahun 1972, dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1981.

Lalu dilanjutkan dengan Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian Negara RI (Sespim) tahun 1987,
dan Sekolah Staf dan Komando (Sesko) tahun 1994. Selama dinas, Chaerul juga menempuh
pendidikan S1 Ilmu Hukum di UI Jakarta (lulus 1994), Pasca Sarjana UNDIP Semarang (lulus
2008), dan saat ini masih menempuh program Doktoral di UNDIP Semarang.

Karir suami dari Tasniaty ini dimulai sebagai Kasi Sabbhara Polresta Pekanbaru Polda Riau pada
tahun 1973, dalam perjalanan karirnya jabatan strategis yang pernah dipegangnya antara lain:
Wakapolda Kalsel (1998-1999), Kapolda Kalbar (1999-2000), Wakil Gubernur Akpol
Semarang(2000-2001), Kapolda Aceh (2001-2002) , Gubernur Akpol Semarang (2002-2003),
Waka Babinkam Polri (2003-2004) dan terakhir adalah Kapolda Jawa Tengah (2004-2006).

Dalam Makalahnya ke Pansel KPK, Chaerul menyatakan selama menjabat sebagai Kapolda Jawa
Tengah, dari 48 kasus korupsi yang ditangani Polda Jawa Tengah, sebanyak 78 persen
terselesaikan. Sedangkan sisanya belum selesai karena persoalan izin pemeriksaan.

Penelusuruan Indonesia Corruption Watch (ICW), dia tercatat pernah mencalonkan sebagai
Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2008 dan salah satu purnawirawan Jenderal Polisi yang
memberikan dukungan terhadap pencalonan Wiranto-Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden dan Wakil
Presiden pada Pemilihan Umum tahun 2009.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat harta mantan Kepala Akademi Kepolisian tahun
2002 ini. Chaerul memiliki total kekayaan Rp. 1.406.983.277,-. pada Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 1999. Harta terbesar Chaerul disumbang tanah seluas 875
meter persegi (m2) di Jakarta Selatan, tahun 1999 senilai  Rp1.185.000.000. (umi)

• VIVAnews
 Korupsi

SELEKSI KPK

Sutan Bagindo, Jaksa Kasus Tommy Soeharto


Dia pernah menangani sejumlah kasus korupsi kontroversial berskala besar.

Kamis, 12 Agustus 2010, 08:29 WIB


Ita Lismawati F. Malau

VIVAnews - Tujuh calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lolos ke tahap seleksi
wawancara. Salah satunya adalah Sutan Bagindo Fahmi.

Pria kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 13 September 1951, ini adalah jaksa dan jabatan
terakhirnya adalah Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung.

Menurut penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW), jaksa satu ini pernah menangani
sejumlah kasus korupsi kontroversial berskala besar, seperti kasus ruislag (tukar guling) antara
Bulog dengan PT. Goro Batara Sakti dengan terdakwa Hutomo Mandala Putra atau Tommy
Soeharto, Beddu Amang dan Ricardo Geleal.

Selain menangani kasus ruislag Bulog, calon pemimpin KPK ini juga menangani kasus dana non-
bujeter Bulog dengan terdakwa Akbar Tandjung, Dadang Sukandar dan Windfried Simatupang;
kasus Technical Assisten Contract, dengan terdakwa Ginandjar Kartasasmita, IB Sudjana; serta
kasus Korupsi dan pembalakan liar Adelin Lis di Medan.

Di tingkat Pengadilan Negeri pada bulan Oktober 2007, Adelin divonis bebas. "ICW melakukan
eksaminasi publik terhadap kasus ini," kata Wakil Koordinator ICW, Emerson Yuntho.

Salah seorang majelis eksaminasi yang berasal dari mantan Jaksa, M.H. Silaban dalam legal
anotasinya menyatakan, vonis itu diakibatkan dakwaan jaksa yang tidak jelas, alat bukti tidak
akurat, dan keterangan yang sudah dicabut di persidangan ternyata masih digunakan di berkas
tuntutan pidana.

Berdasarkan hasil pemeriksaan internal, Kejaksaan Agung pun menjatuhkan sanksi penurunan
pangkat dan memutasi Sutan Bagindo sebagai staf ahli Jaksa Agung. Perkara akhirnya di ajukan ke
tingkat kasasi, dan berkat tekanan publik, Mahkamah Agung memutus bersalah Adelin Lis dan
menghukum 10 tahun penjara. (kd)

 • VIVAnews
Ada Calon Bos KPK Sohib Mafia Hutan
12 Aug 2010
 Politik
 Rakyat Merdeka

Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan indikasi calon ketua KPK yang memiliki jejak
rekam buruk.

ANGGOTA ICW Febri Diansyah, mengemukakan, meskipun baru separuh jalan melakukan
penelusuran terhadap jejak rekam tujuh calon Ketua KPK, namun pihaknya menemukan sejumlah
kejutan.

Menurutnya, ada calon Ketua KPK, yang diduga memiliki hubungan baik dengan mafia hutan.
Hubungan itu terajut ketika calon itu bertugas di Kalimantan."Ada salah satu calon yang kami
sinyalir punya hubungan dekat dengan pembalak liar," kata Febri kepada Rakyat Merdeka,
kemarin.Febri mengaku memperoleh informasi tersebut dari masyarakat dan kini sedang ditelusuri
kebenarannya.

Selain itu, kata Febri, ada calon Ketua KPK terindikasi terlibat kasus Dana Abadi Umat (DAU).
Calon itu diduga pergi umroh bersama istrinya menggunakan dana tersebut."Kami sedang
mengkaji, kenapa calon itu umroh pakai aliran DAU? Apa kapasitasnya? Dan apa hubungannnya
dengan mantan menteri agama," kata Febri.Febri memaparkan, semua informasi yang dihimpun
ICW nanti akan diserahkan ke Panitia Seleksi (pansel) calon ketua KPK.

"Kami berharap semua informasi yang kami berikan dapat menjadi referensi Pansel,"Seperti
diketahui, Pansel calon Ketua KPK secara resmi mengandeng ICW dan Masyarakat Pemantau
Peradilan (MAPPI) untuk membantu menelusuri rekam jejak tujuh calon kema KPK sang lolos to
psikotes.Tujuh calon nu adalah Bun bang Widjojanto (ach akal (.Chairul Rasyid (purnjw iraw an |
xiIim i. Dr Fachmi (jaksa), Busn ro Mumadas (ketua Komisi Yudisial),Jimly Asshiddiqie (bekas
ketua Mahkamah Konstitusi), I Wayan Mulut.i dan Meli Dai

Selain soal jejak rekam calon. Febri mengatakan sebenarnya yang penting untuk diwaspadai adalah
kabar adanya calon ketua KPK. titipan kejaksaan.Dia mengaku dapat informasi tersebut dari salah
satu anggota Pansel calon Ketua KPK.Dia memprediksi, ke depan akan ada pihak-pihak yang akan
mewacanakan, kalau dalam unsur struktur Pimpinan KPK harus ada unsur kepolisian dan
kejaksaan.Apakah calon itu Sutan Baggindo? Febri belum bisa memastikannva Dia meminta DPR
sebagai pihak yang melakukan seleksi tidak terpengaruh dengan wacana menyesatkan. Dia berharap
proses seleksi calon KPK tetap berdasarkan profesionalitas bukan pertimbangan politiv

"Kalau dipaksakan calon Ketua KPK harus dari unsur kejaksaan ataupun kepolisian, saya kira
tindakan itu sama saja memenjarakan proses pemilihan itu sendiri,"Saat ditanya dugaan, ICW tidak
netral dalam mengusut jejak rekam calon ketua KPK? Febri diansyah menilai dugaan itu wajar
karena ada dewan etik ICW yang masuk menjadi calon."Kami tegaskan, kami tetap netral dalam
memberikan masukan. Semua calon kami perlakukan sama, siapapun orangnya,"

Sementara itu, Ketua MAPPI Hasril Hertanto, mengaku belum bisa mengungkapkan data yang
ditemukannya, meskipun hanya hasil sementara.Menurutnya, hasil pengumpulan data akan
diserahkan kepada Pansel calon ketua KPK secara tertutup."Kami dminta membantu Pansel, maka
temuan itu akan kami serahkan ke Pansel."Hasril mengaku MAPPI baru akan membuka data hasil
temuannya setelah menyerahkan data kepada Pansel terlebih dahulu, beoy
 Korupsi

Seleksi KPK

Jimly Asshiddiqie: Cari Kejelekan Saya


Jimly diketahui pernah menerima Dana Abadi Umat Departemen Agama pada
tahun 2000.

Kamis, 12 Agustus 2010, 06:23 WIB


Arry Anggadha, Aries Setiawan

VIVAnews - Jimly Asshiddiqie lolos sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu pun menyatakan siap jika nanti dipilih ataupun
tidak.

"Saya menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada Pansel KPK," kata Jimly saat dihubungi
VIVAnews.com, Rabu, 11 Agustus 2010.

Sebelum maju sebagai calon pemimpin KPK, pria kelahiran Palembang, 17 April 1956 itu menjabat
sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Namun, Jimly sudah mengundurkan diri sebelum
mendaftarkan diri sebagai calon pimpinan KPK.

Jimly juga pernah bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dia
juga pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan Dewan Etik Komisi Pemilihan
Umum.

Selama menjabat sebagai hakim konstitusi, Jimly pernah memutus dua perkara kontroversial, yakni
terkait KPK dan Komisi Yudisial.

Indonesia Corruption Watch menilai putusan terhadap UU KY sebagai bentuk delegitimasi dan
pelemahan terhadap lembaga reformasi tersebut. MK saat itu menghilangkan hampir semua
kewenangan pengawasan KY, dan membebaskan diri dari jangkauan pengawasan KY.

Jimly juga pernah memutus membatalkan keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan
merekomendasikan agar kewenangan penyadapan KPK ditinjau ulang dan diatur kembali.

Saat itu MK memberi waktu selama tiga tahun bagi penyusun undang-undang untuk
mempersiapkan Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Akibat desakan publik,
akhirnya DPR menuntaskan UU Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
beberapa saat sebelum jangka waktu berakhir.

Selain itu, Jimly diketahui juga pernah menerima Dana Abadi Umat Departemen Agama. Dana itu
diterimanya pada tahun 2000. Jimly pergi umroh bersama dengan istri dan dua anaknya.

Tentang hal ini, Jimly menyatakan bahwa dana itu diterimanya saat dia tidak sedang menjadi
pejabat negara. Jimly menyerahkan sepenuhnya penilaian soal kasus ini kepada Panitia Seleksi
KPK.

Jimly meminta kepada masyarakat untuk memberikan masukan kepada panitia seleksi mengenai
rekam jejaknya.

"Saat ini saatnya masyarakat mencari kejelekan saya. Banyak sekali kejelekan saya. Tapi nanti biar
pansel yang menentukan apakah layak atau tidak. Jadi saya tidak usah dibela," ujarnya.

Berdasarkan data di KPK, Jimly diketahui pada 2008 memiliki harta dengan total Rp2.046.241.732.
Jimly juga diketahui memiliki utang sebesar Rp86.963.500. Sebelumnya, total harta Jimly pada
tahun 2003 sebesar Rp1.395.369.000. (kd)

• VIVAnews

Anda mungkin juga menyukai