Anda di halaman 1dari 29

19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat,
oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Aspal adalah
material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis.
Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan
kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal
merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal adalah bahan yang bertitik lebur di atas 110⁰ C. Asal dari aspal
kemungkinan dari metamorfose minyak bumi. Aspal merupakan semi solid dari
family hidrokarbon. Adapun variasi aspal yaitu gilsonite , yaitu aspal alam
murni yang berwarna hitam yang terdapat sebagai vein, variasi lain yaitu
wurtzilite yaitu aspal yang berwarna hitam yang terbentuknya juga pada vein
dan grahanite .

Aspal sebagai bahan galian atau hasil tambang jelas perlu diselidiki
dimana kira – kira endapan yang mengandung aspal itu terdapat. Oleh karena itu
sebelumnya perlu diadakannya penyelidikan. Adapun cara penyelidikan secara
geologi pemboran, pembuatan sumur eksplorasi, eksplorasi geofisik secara
seismik dan elektrik. (Sanusi, 1984)

2.1.1 Jenis Aspal

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal
minyak. Aspal alam yaitu aspal yang terdapat disuatu tempat di alam , dan dapat
digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal
minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.

Universitas Sumatera Utara


20

1. Aspal Alam

Indonesia memiliki aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang berupa aspal gunung,
terkenal dengan nama Asbuton (= Aspal Batu Buton). Asbuton merupakan
campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan.
Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka
kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.
Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk
di pabrik pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat di bagi menjadi dua :

a. Produk asbuton yang masih mengandung matrial filler, seperti asbuton kasar ,
asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
b. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses
ekstraksi dan proses kimiawi.

2. Aspal Minyak

Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil
yang banyak mengandung aspal, parafin crude oil yang mengandung campuran
antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal
minyak jenis asphaltic base crude oil. Jika dilihat bentuknya pada temperatur
ruang , maka aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair , dan aspal emulsi.

Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu
ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama
semen aspal (asphalt cement). Oleh karena itu semen aspal harus dipanaskan
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.

Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu
ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair
dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.
Bahan pencair dibedakan aspal cair menjadi :

Universitas Sumatera Utara


21

a. Rapid curing cut back asphalt (CR), yaitu aspal cair dengan bahan
pencair bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
b. Medium curing cut back asphalt (MC) , yaitu aspal cair dengan bahan
pencair minyak tanah (kerosiene)
c. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
solar.

Aspal emulsi (emulsifed asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air
dan bahan pengemulsi yang dilakukan di pabrik pencampur. Di dalam aspal
emulsi , butir – butir aspal larut dalam air. Berdasarkan kecepatan mengerasnya ,
aspal emulsi dapat dibedakan atas :

a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi


sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat
atau keras kembali.
b. Medium Setting (MS)
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.

(Sukirman, 2003).

2.1.2 Sifat – Sifat Aspal

Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis
minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari
komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan untuk
meneliti komponen – komponen pembentuk aspal. Komponen fraksional
pembentuk aspal dikelompokkan berdasarkan karakteristik reaksi yang sama.
Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui daya larut
aspal di dalam asam belerang (sulfuric acid). Terdapat 5 komponen fraksioanal
aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya di dalam sulfuric acid , yaitu :

1. Asphaltenes (A)
2. Nitrogen Bases (N)
3. Acidaffin I (A1)
4. Acidaffin II (A2)

Universitas Sumatera Utara


22

5. Paraffins (P)
(Sukirman, 2003).

Anang Priambodo (2003) di dalam tesisnya mendefinisikan aspal juga


merupakan material yang bersifat visco-elastis dan mempunyai ciri-ciri beragam
mulai dari yang bersifat sangat melekat sampai dengan yang bersifat elastis.
Diantara sifat-sifat aspal yang lain adalah :
a) Aspal mempunyai sifat Thrixotropy, yaitu dibiarkan tanpa mengalami
tegangan - tegangan aspal akan menjadi keras sesuai dengan jalannya
waktu.
b) Aspal mempunyai sifat Rheologic, yaitu hubungan antara tegangan (stress)
dan regangan (strain) yang dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami
pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, maka aspal akan
bersifat elastis, namun pembebanan yang terjadi cukup lama sifat aspal
menjadi plastis (viscous).
c) Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensi atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
terjadi. Semakin tinggi temperatur maka viskositasnya semakin rendah
atau aspal akan semakin encer, demikian pula sebaliknya.
Penuaan aspal adalah suatu parameter untuk mengetahui durabilitas
campuran aspal. Penuaan aspal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi
(penuaan jangka pendek) dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang).

Kedua proses penuaan ini menyebabkan terjadinya perkerasan pada aspal


dan selanjunya meningkatkan kekakuan campuran beraspal yang dapat
meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi permanen dan
kemampuan menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain pihak campuran
aspal akan menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak dan akan menurunkan
ketahanan terhadap beban berulang.

Universitas Sumatera Utara


23

Gambar 2.1 Struktur Aspal


Sumber : Spesifikasi Campuran Aspal Panas 2004, Departemen Permukiman dan
Pengembangan Wilayah
2.1.3 Fungsi Aspal sebagai Material Perkerasan Jalan
Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai :
1. Bahan pengikat, memberi ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara sesama aspal
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dari pori – pori yang ada
di dalam butir agregat itu sendiri.
Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal pada perkarasan jalan dapat
melalui dicampurkan pada agregat sebelum dihamparkan (prahampar), seperti
lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan agregat yang telah
dipadatkan dan ditutupi oleh agregat – agregat yang lebih halus (pascahampar)
seperti perkerasan penetrasi makdam atau pelaburan.
Fungsi utama untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu proses
pencampuran prahantar , pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal
yang dicampurkan dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir –
butir agregat , mengisi pori antar butir , dan meresap ke pori masing – masing
butir. Pada proses pascahampar , aspal disiramkan pada lapisan agregat yang telah
dipadatkan, lalu di atasnya ditaburi butiran agregat halus. Pada proses ini aspal
akan meresap ke dalam pori – pori antar butir agregat di bawahnya. Fungsi
utamanya adalah menghasilkan lapisan perkerasan bagian atas yang kedap air dan
tidak mengikat agregat sampai ke bagian bawah. (Sukirman, 2003).

Universitas Sumatera Utara


24

2.2 Bitumen
Menurut British Standar Bagian 1 : 1989 , bitumen merupakan cairan kental
ataupun padatan, yang terdiri dari hidrokarbon dan turunannya, yang dapat larut
dalam pelarut trikloroetilen dan merupakan senyawa non – volatil dan akan
melunak apabila dipanaskan. Merupakan bahan yang berwarna hitam ataupun
coklat dan memiliki sifat yang tahan terhadap air dan berfungsi sebagai perekat.

Bitumen memiliki kombinasi yang sangat baik karena telah lama


digunakan sebagai bahan perekat lebih dari 5000 tahun yang lalu. Bitumen
merupakan bahan termoplastik yang berharga rendah ataupun murah dan biasanya
digunakan sebagai atap, jalan dan juga trotoar. Akan tetapi, bitumen memiliki
sifat mekanik yang lemah dimana akan mudah rapuh pada keadaan dingin dan
akan cepat melunak dan mencair dalam keadaan panas. Salah satu metode yang
digunakan untuk menguatkan bitumen adalah mencampurkannya dengan bahan
polimer. (McNally, 2011).

Ada banyak kebingungan dalam penggunaan dan penafsiran dari istilah


“bitumen’’ , aspal bitumen, ataupun aspal murni. Dalam tiga dekade terakhir,
upaya yang dibuat untuk mengembangkan tata nama yang seragam dari bahan –
bahan bitumen yang ada di dunia. Tidak adanya kesepakatan yang diperoleh dari
usaha ini dan berbagai skema pengklasifiksian bitumen telah dibuat dan diusulkan
oleh para peneliti yang berbeda dalam membagi jenis dari zat – zat yang ada pada
bitumen. (Chilingarian, 1978)

2.2.1 Bitumen Padat

Bitumen padat didefinisikan sebagai endapan minyak/hidrokarbon atau cairan


seperti minyak berbentuk padat ataupun semi padat yang terbentuk secara natural
di dalam media rekahan batuan. Bitumen padat juga dapat ditemukan di dalam
bebatuan sedimen berbutir halus yang mengandung material organik (oil shale)
dan bila diproses dengan cara pemanasan akan menghasilkan minyak. Lapisan
bitumen padat (oil shale) umumnya berupa batu lempung lanauan menyerpih
berselang – seling dengan batu lanau gampingan yang padat dan keras. ( Tobing,
2005 )

Universitas Sumatera Utara


25

Umumnya batuan yang dikategorikan sebagai bitumen padat berupa


batuan serpih, namun batuan lain pun dapat juga dikategorikan sebagai bitumen
padat dengan syarat memiliki sejumlah material organik yang dapat
menghasilkan minyak dengan proses retorting. Dan biasanya endapan bitumen
padat muncul berasosiasi dengan batubara. Hal ini erat kaitannya dengan proses
pengendapan batuan tersebut. ( Suryana, 2002 )

Klasifikasi batubara menurut sifat pembakarannya adalah antrasit, bitumen,


subbitumen, dan lignit. Antrasit merupakan bahan bakar rumah tangga yang
sangat berguna, karena pembakarannya besar, tetapi cadangannya sudah mulai
habis.

Sifat batubara jenis bitumen :

a. Warna hitam mengkilat, kurang kompak


b. Nilai kalor tinggi
c. Kandungan karbon relatif tinggi
d. Kandungan air sedikit
e. Kandungan abu sedikit
f. Kandungan sulfur sedikit

Tabel 2.1 Komposisi Elemen dari Berbagai Tipe Batubara

Komposisi Elemen dari Beberapa Tipe Batubara

Persentase Massa
Jenis Batubara
%C %H %O %H2O %Volatile Matter

Lignit 60 – 70 5–6 20 - 30 50 - 70 45 - 55

Subbituminous 75 – 80 5–6 15 - 20 25 – 30 40 - 45

Bituminous 80 – 90 4–5 10 – 15 5 – 10 20 – 40

Antrasit 90 – 95 2–3 2–3 2–5 5–7

Universitas Sumatera Utara


26

Gambar 2.2 Bitumen dan Subbitumen


(Austin, G.T 1996)

Gambar 2.3 Hasil scan dari plug karbonat yang menunjukkan bitumen
padatan hitam – diuraikan dalam pori - pori.

Gambar 2.4 Hasil pantulan cahaya yang terlihat di mikrograf yang


menunjukkan besar rendahnya dan kekasaran bitumen padat yang mengisi
rongga pori.
( Schoenherr, 2007 )

Universitas Sumatera Utara


27

Beda dengan bitumen minyak bumi yang diperoleh dari proses destilasi ,
maka bitumen dari batuan ( asbuton ) diperoleh dengan cara ekstraksi. Jika
bitumen dari asbuton dipisahkan dengan cara ekstraksi , dan kemudian bitumen
tersebut dianalisa, maka komponen yang menyusun dan sifat dari komponen
tersebut adalah sebagai berikut :

ASBUTON

Ekstraksi, pelarut

BITUMEN

n - heptan
larutan endapan

maltenes aspal

di elusi dengan toluen

n – heptan toluen toluen / alkohol

saturates aromatis resin aspal murni

Gambar 2.5 Diagram Pemisahan Asbuton


(Nuryanto, 2008 )

2.2.2 Bitumen Cair

Bitumen Cair merupakan cairan yang mengalir bebas pada suhu yang normal
yang diperoleh dengan mencairkan bitumen dengan pelarut yang sesuai.
Viskositas dari bitumen akan berkurang dengan penambahan ketosen ataupun
pelarut lain. ( Rao, 2005)

Universitas Sumatera Utara


28

Di bawah ini merupakan skema pengklasifikasian bitumen menurut


Abraham :
Kelarutan dalam karbon disulfide
tidak larut

melebur tidak melebur

Bitumen
cair padat Kerogen Pirobitumens

Nitrogen rendah Sedimen marine Asphaltoid


Nitrogen tinggi melebur sangat susah melebur
Tasmanites Peats

Torbonites Lignite
Petroleum Serpihan
Minyak
Bitumen Lilin Aspal
Semua
rembesan
minyak Serpihan Mineral
mentah Minyak Asphaltites
Bitumen
Sungai Hijau Ozocerite Bermudez Pitch
Glisonite
Lilin Montan Tobbyite
Grahamite
Scheererite Argulite
Glance Pitch

Gambar 2.6 Skema Klasifikasi Bitumen

Bitumen dibedakan dalam beberapa kelas sesuai dengan pelarut yag


berbeda dalam teknik ekstraksi. Dua klasifikasi paling umum yang dikenal
dengan singkatnya adalah :

- SARA ( Minyak Jenuh ( Saturates ) , Aromatis, Resin, dan Aspal )


- PONA ( Parafin, Okfin, Naftan, dan Aromatis )

2.2.2.1 Klasifikasi Bitumen kelas SARA

Bitumen biasanya dibagi berdasarkan empat fraksi yang ada pada umumnya, yaitu
Minyak Jenuh ( Saturates ), Aromatis, Resin, dan Aspal, secara bersamaan
keempatnya disebut dengan SARA.

Semula klasifikasi ini dibuat dengan kromatografi kolom dengan


menggunakan perbedaan bahan penyerap dan pelarut. Teknik yang digunakan

Universitas Sumatera Utara


29

dalam analisis SARA didasarkan pada penyerapan bitumen atau fraksinya di


dalam kolom dengan adsorben yang aktif dan kemudian mengelusi partikel dari
fraksi dengan pelarut yang selektif. Fraksi ini digunakan selanjutnya untuk
analisis kimia . ( Banerjee, 2012 )

a. Asphaltene. Kelompok ini membentuk butiran halus, berdasarkan struktur


benzena aromatis serta berat molekul tinggi.

Gambar 2.7 Struktur Asphaltene

a) Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari
paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.
b) Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan
mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering
disebut maltene.
Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut
agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan
dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air
ke dalam campuran (Rianung, 2007).
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate,
aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan
komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi
bitumen.

Universitas Sumatera Utara


30

Gambar 2.8 Struktur Saturate

Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusunnya :


a). Asphaltene
1. Berwarna hitam/coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar,
merupakan komplek aromatis, H/C ratio 1 :1, berat molekul 1000 –
100000, dan tidak larut dalam n-heptan.
2. Berpengaruh pada sifat reologi bitumen, pemanasan yang berkelanjutan
akan rusak.
3. Makin tinggi asphaltene, maka bitumen makin keras, makin kental, makin
tinggi titik lembeknya, makin rendah harga penetrasinya.
b). Resin
1. Berwarna coklat tua, berbentuk solid/semi solid, tersusun oleh C dan H,
dan sedikit O, S, dan N, bersifat sangat polar, H/C ratio 1,3 - 1,4, berat
molekul 500 – 50000, dan larut dalam n-heptan.
2. Daya rekat yang kuat, dan berfungsi sebagai dispersing agent atau
peptisizer dari asphaltene.
c). Aromatis
2. Berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di
dominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300 – 2000.
3. Terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total
bitumen.

Universitas Sumatera Utara


31

d). Saturate
- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan
aromatis.
- Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan
aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.
Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur
membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate.
Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental
senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan
disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak.
(Nuryanto, 2008).

2.2.2.2 Klasifikasi Bitumen Kelas PONA

Analisis bitumen kelas PONA biasanya mendestilasi fraksi bitumen dengan


menggunakan teknik kromatografi seperti High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Dalam menganalisa bitumen jenis PONA tidaklah
harus di dalam fraksi resin, karena akan memberikan hasil yang keliru. Analisis
PONA saat didestilasi ( 350 – 535 ⁰C ) dan jenis konsentrasi PONA ditunjukkan
seperti :

- Parafin + Oefin < 10%


- Naftalen 20 -30%
- Aromatik 60 – 70 %
Bagian aromatik pada bitumen lebih lanjut dipisahkan menjadi mono, di- ,
dan fraksi poliaromatik dengan menggunakan teknik kromatografi. Konsentrasi
dari subfraksi dapat ditotalkan yang biasanya berurutan dari 20 – 25 % mono,
30 - 35 %, dan lebih dari 50 % poliaromatik.
Dengan demikian, atas hasil yang telah didapat, jarak antara titik didih dari
fraksi akan meningkat, dan molekul akan menjadi lebih berat, dan konsentrasi
relatif dari aromatik akan meningkat dan konsentrasi relatif dari hidrokarbon
jenuh (nafta dan parafin) akan menurun. (Banerjee, K.D. 2012)

Universitas Sumatera Utara


32

2.2.3 Jenis Bitumen


A. Bitumen Penetrasi

Penetrasi merupakan suatu pengujin yang dapat menunjukkan mutu suatu


aspal. Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ke dalam permukaan aspal
dalam waktu 5 detik dengan beban 100 gram pada suhu 25⁰C ( SNI 06 – 2456-
1991 ). Pengujian ini ditunjukkan untuk menentukan kekerasan dan kelembekan
suatu aspal . Semakin besar angka penetrasi makin lembek aspal tersebut dan
sebaliknya semakin kecil angka penetrasi masa aspal tersebut semakin keras.

1. Bitumen 80/100 : Jenis ini adalah yang paling lembut dari semua nilai
yang ada. Jenis ini cocok untuk pembuatan jalan dengan volume yang
rendah.
2. Bitumen 60/70 : Karakteristiknya lebih kuat dibandingkan dengan
80/100, karena dapat menahan lebih tinggi beban lalu lintas.
3. Bitumen 30/40 : Karakteristiknya paling kuat dibandingkan dengan nilai
penetrasi yang lainnya dan dapat menahan beban lalu lintas yang sangat
berat. Sering digunakan dalam aplikasi khusus seperti landasan pacu
udara dan juga untuk penggunaan jalan volume lalu lintas yang berat.

B. Bitumen Industri

Bitumen Industri juga dikenal dengan ‘ blown bitumen’ . Karena diperoleh


dengan meniupkan udara ke dalam bitumen panas pada suhu yang tinggi
(biasanya di atas 180⁰C). Dengan cara tersebut dapat merubah struktur ester yang
dapat menghubungkan dua molekul yang berbeda dan meningkatkan berat
molekul. Bitumen industri banyak digunakan dalam aplikasi pemeriksaan air.

C. Bitumen Cair

Bitumen cair merupakan cairan yang mengalir bebas pada suhu yang normal
yang diperoleh dengan mencairkan bitumen dengan pelarut yang sesuai .

Universitas Sumatera Utara


33

Viskositas dari bitumen akan berkurang dengan penambahan kerosene ataupun


pelarut lain.

Dari sudut pandang lingkungan, bitumen cair lebih disukai. Pelarut dari
bahan bitumen akan menguap dan bitumen akan dapat mengikat agregat .
Bitumen cair digunakan untuk pembangunan jalan pada cuaca yang dingin.
Destilat yang biasa digunakan seperti minyak tanah, bensin ataupun solar.

D. Bitumen Emulsi

Bitumen Emulsi adalah cairan yang mengalir pada suhu kamar. Bitumen
emulsi adalah dispersi yang stabil dari gelembung – gelembung pada bitumen
dengan air. Dispersi diperoleh dengan mencampurkan bitumen dan air dengan
bahan pengemulsi dan zat aditif yang telah dipilih. Bitumen emulsi dibagi
menjadi dua jenis yaitu kationik dan anionik. Bitumen emulsi anionik secaa
umum tidak digunakan di dalam konstruksi jalan, karena dalam pembuatan
konstruksi jalan biasanya digunakan yang mengandung silika. Bitumen emulsi
kationik yang dapat memberikan kinerja yang baik dengan silika sebagai agregat
dibandingkan dengan bitumen emulsi anionik . Maka dari itu bitumen emulsi
kationik lebih popular dibandingkan bitumen emulsi anionik.

E. Bitumen Modifikasi

Bitumen Modifikasi adalah bitumen yang ditambahkan aditif. Aditif ini


membantu untuk meningkatkan sifat – sifat dari bitumen. (Rao, 2005 ).

Bitumen yang telah dimodifikasi biasanya dikatakan sebagai Polimer


Modifikasi Bitumen (PMB) / Karet Remah Modifikasi Bitumen (CRMB) .
Kinerja dari PMB dan CRMB tergantung pada control yang ketat pada suhu
selama konstruksi . Keuntungan menggunakan bitumen modifikasi adalah :

1. Kerentanan rendah untuk variasi suhu dalam harian atupun musiman.


2. Resistansi tinggi terhadap deformasi pada suhu perkerasan tinggi.
3. Sifat tahan usia yang lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


34

4. Tahan lama yang lebih tinggi untuk campuran.


5. Adhesi yang lebih baik antara agregat dan pengikat
6. Pencegah retak dan retak reflektif.

(Mathew, 2007)

Polimer adiktif seperti polyolefin, kopolimer block, karet remah ataupun


polimer daur ulang telah banyak digunakan untuk meningkatkan sifat bitumen.
Sebuah bitumen aditif harus dapat memperbaiki sifat dari pengikat baik pada suhu
rendah dan tinggi. Yang mana bitumen yang dihasilkan dapat cukup kuat untuk
menahan beban lalu lintas pada suhu tinggi , dan cukup fleksibel untuk
menghindari tekanan termal yang berlebihan pada saat suhu yang rendah,

Selain itu agen yang digunakan untuk memodifikasi bitumen harus mudah
direaksikan untuk dapat menghasilkan campuran yang sangat kental pada suhu
yang tetap dan homogen dalam penyimpanan, dan juga memiliki viskositas yang
mungkin dapat digunakan dalam bidang peralatan. Selain itu, hasil yang didapat
harus sangat tahan terhadap sinar ultraviolet , dan tidak larut di dalam zat yang
dapat merusak lingkungan.

Polimer yag telah umum digunakan untuk memodifikasi bitumen adalah


kopolimer Styrene Butadiene Styrene ( SBS ) , kopolimer Styrene Butadiene
Rubber ( SBR ), Etilen Vinil Asetat ( EVA ), Polietilen (LDPE, HDPE, dll ) dan
polimer limbah (plastic, karet remah ban, dll ). Untuk polimer tersebut , proses
pencampuran mungkin memiliki efek yang baik dari sifat teknik pada campuran
yang dihasilkan . Dengan demikian, diperlukan pengolahan suhu ( 170 - 180⁰C )
untuk dapat mengurangi perbedaan viskositas dari bitumen dan polimer yang
sesuai. Akibatnya, pengikat akan mengalami penuaan, karena terjadi oksidasi
pada senyawa maltene, dan polimer degradasi yang mengarah kepenuaan kinerja
mekanik yang diharapkan dapat mengikat bitumen. Selain itu, penggunaan
polimer dengan berat molekul yang tinggi mungkin akan menghasilkan bitumen
modifikasi dengan termodinamika yang tidak stabil dan pemisahan fase mudah
terjadi selama penyimpanan di suhu yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


35

Sebagai alternatif, penggunaan polimer reaktif sebagai ganti bahan


pengikat telah dievaluasi . Dimana polimer reaktif ini lebih murah, lebih mudah
untuk dicampurkan dan lebih kompatibel pada bitumen dibandingkan dengan
polimer yang standard, ini karena keduanya dapat membentuk ikatan kimia
dengan beberapa senyawa bitumen dan akibatnya dapat diubah struktur dari
pengikat tersebut. Sehingga kekuatan pengikat akan meningkat stelah
dimodifikasi. (McNally, 2011)

2.2.4 Sifat Bitumen

Pengekstraksian tiap bitumen berbeda sesuai dengan bahan aspal yang digunakan
karena memiliki variasi sifat fisika dan sifat kimia yang berbeda pula. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya susunan bahan organik berbeda yang terkandung di
dalam bebatuan bitumen. (Chilingarian, 1978)

Bitumen dianggap dapat menjadi campuran yang kompleks dengan adanya


senyawa hidrokarbon dan nonhidrokarbon yang memiliki berat molekul tinggi
dan dapat dipisahkan menjadi fraksi - fraksinya yaitu aspal, resin, aromatik dan
parafin (Traxler, 1936). Tiga jenis dari hidrokarbon yang ada di dalam bitumen :
parafin, nafta, dan aromatik. Dan senyawa hidrokarbon yang memiliki atom
heterosiklik yaitu belerang, nitrogen dan oksigen. Unsur yang telah di analisis
dari batuan bitumen dengan variasi minyak mentah menunjukkan kebanyakan
kandungan bitumen adalah karbon ( 82 – 85% ) , hidrogen ( 8-11 % ) , belerang
( 0 – 6 % ), oksigen ( 0 – 1,5 % ) , nitrogen ( 0 – 1 % ) . Dan juga memiliki
kandungan logam seperti nikel, besi, anadium, kalsium, magnesium, dan
kromium yang ditemukan di dalam bitumen.

Salah satu cara yang digunakan untuk menguatkan bitumen di dalam


penggunannya sebagai atap, jalan ataupun trotoar adalah mencampurkannya
dengan bahan polimer. Konsep dari pencampuran dua bahan atau pun lebih
untuk menghasikan suatu produk yag memiliki sifat fisika yang berbeda dengan
bitumen sebagai bahan utamanya bukanlah hal yang baru. Sifat mekanik, listrik,
kimia, dan banyak lagi sifat lainnya yang ditentukan dengan keadaan fase yang
dihasilkan. Secara umum, ada juga bahan polimer yang tidak dapat tercampur

Universitas Sumatera Utara


36

dengan bahan yang lainnya, tetapi ada satu pengecualian , apabila dengan
penambahan polistiren dan polipenil oksida akan membuat kedua bahan yanng di
tambahkan akan menjadi bercampur. Dengan penambahan agen ataupun polimer
yang berfungsi sebagai pengontrol sifat morfologi dan dapat membantu
terjadinya pencampuran selama proses berlangsung. (McNally, 2011 ).

Sifat dan struktur dari bitumen yang telah di ekstraksi dari bahan bitumen
yang alami hanya dapat dianggap sebagai sifat dan struktur “rata – rata’’ . Pada
kenyataannya bitumen terdiri dari campuran multipolimer yang sangat kompleks
dan tidak dapat diwakili hanya dengan satu rumus struktur yang tunggal. Fraksi –
fraksi umum (resin, aspal, dan lainnya) merupakan sebagian multipolimer yang
ada pada bitumen. Sifat kimia yang dimilikinya dapat berubah secara langsung
sesuai dengan peningkatan berat molekul dari bitumen tersebut. (Chilingarian,
1978)

2.2.5 Komposisi Bitumen

Bitumen terdiri dari sebagian besar pasir minyak –dengan kata lain, kadar
senyawa organik yang ada di dalam pasir minyak setelah adanya pembaruan.
Terdapat sebuah lapisan tipis berisi air, yang terletak melintang sekitar 10 mikro
diantara bitumen dan kuarsa. Lapisan ini yang dapat membuat pasir minyak
memiliki sifat water – wet . Peran yang sangat penting di dalam pemisahan
bitumen dengan kuarsa adalah dengan menggunakan teknik ekstraksi panas – air.
Di dalam perbedannya , serpih minyak tidak memiliki lapisan air yang berada
diantara lempung dan minyak, dan dapat disebut dengan oil – wet dan tidak
dapat dilakukan ekstraksi panas – air padanya.

2.2.5.1 Komposisi Unsur

Bitumen yang merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon yang


mengandung unsur karbon , hidrogen, nitrogen dan sulfur (CHNS). Konsentrasi
dari CHNS yang ada di dalam petroleum ditunjukkan dalam karakteristik yang
nyata pada bahan bakunya. Bitumen termasuk ke dalam golongan hidrokarbon ,
karena komponen penyusun utamanya lebih dari 80% adalah karbon, dan sekitar
10% adalah hidrogen. Perbandingan antara atom hirogen dan karbon (H/C rasio)

Universitas Sumatera Utara


37

sering digunakan untuk mengidentifikasi kualitas dan nilai dari suatu bahan baku.
Apabila semakin tinggi perbandingan antara atom H/C maka akan lebih baik pula
kualitas dari hidrokarbon yang ada. Perbandingan antara atom H/C di beberapa
jenis bitumen rata – rata adalah tetap.

Bitumen juga mengandung belerang dan nitrogen yang memiliki peran


pada bahan baku yang harus diproses dengan cara penyulingan .Hampir
keseluruhan heteroatom dan logam ditemukan di dalam bitumen berbentuk siklik.

Kebanyakan belerang yang terdapat di dalamnya adalah tiofen, benzotiofen


ataupun dibenzotiofen , meskipun begitu aja juga sedikit belerang yang
ditemukan dalam bentuk dasar seperti sulfit ataupun disulfit.

Pada umumnya ada dua jenis dari atom nitrogen yang terdapat :

- Pirol dan indol dalam bentuk yang bukan dasar

- Piridin dan quinilin dalam bentuk dasar

2.2.5.2 Komposisi Logam

Kandungan logam yang ada di dalam bitumen memiliki konsentrasi yang besar
dari beberapa logam, seperti nikel dan vanadium yang menunjukkan presentasi
konsentrasi yang paling tinggi. Konsentrasi dari vanadium selalu yang paling
tinggi dari keseluruhan logam yang ada di dalam bitumen, dan juga komposisi
nikel hampir dua kali lipat dari vanadium. Kebanyakan nikel dan vanadium
berada pada senyawa organometalik, dengan struktur aromatis siklik yang
langsung terikat dengan ikatan nitrogen , yang lebih dikenal dengan porphyrin.

Jenis struktur dari porphyrin dimana vanadium terikat dengan nitrogen ,


yang terlindungi dengan cincin 5. Logam yang tidak termasuk porphyrin
kebanyakan akan ada pada fraksi aspal. Stabilitas dari vanadium – porphyrin lebih
besar dibandingan dengan nikel – porphyrin.

Universitas Sumatera Utara


38

Gambar 2.9 Struktur Cincin Porphyrin yang ada di dalam Bitumen

Kalsium , kalium, natrium, besi, dan silika juga ada terdapat di dalam
bitumen sebagai garam yang larut dalam air. Ini lebih mudah dihilangkan
dibandingkan dengan golongan Porphyrin. Keseluruhan senyawa logam tidaklah
diinginkan ada di dalam bitumen, karena dapat merugikan proes katalisis dan
dapat menyebabkan pendeaktivasian katalis dan korosi. Sifat ini belum
didefinisikan dengan baik ataupun dikarakterisasi secara spesifik. Sebagian besar
karena kurangnya teknis analisis ataupun protokol yang tersedia. (Banerjee, 2012)

2.2.5.3 Oksigen dan TAN ( Jumlah Bilangan Asam )

Kandungan oksigen di dalam bitumen pada umumnya tidak kurang dari 1%, tetapi
ada juga terdapat yang lebih dari pada itu, biasanya dikarenakan oleh oksidasi
atmosfir pada aspal di dalam prosesnya. Oksigen di dalam minyak mentah
sebagian besar merupakan penanda dari keasaman minyak mentah, karena
kebanyakan oksigen didapatkan dalam golongan karboksil. Gugus fungsi dari
asam pada minyak mentah juga dikenal sebagai asam naftenak, yang ditunjukkan
dalam aromatis (cincin) ataupun struktur alifatis (rantai). Keasaman dari
keseluruhan minyak mentah diukur dari nilai TAN (jumlah asam), yang dikenal
sebagai jumlah kebasaan yang berasal dari jenis dan banyaknya basa yang akan
digunakan untuk titrasi. TAN adalah satuan milligram KOH per gram sampel.
Dimana semakin tinggi nilai TAN maka akan semakin tinggi pula tingkat
keasaman sampel.

Universitas Sumatera Utara


39

Bitumen termasuk kategori asam yang tinggi (TAN >1), karena nilai TAN
biasanya di atas 2. Di dalam pemasaran , permintaan minyak mentah akan
menurun apabila nilai TAN nya meningkat, karena akan sangat bersifat korosif.
( Banerjee, K.D. 2012 )

2.3 Lateks

Tanaman karet (Hevea brasilliensis) yang merupakan sumber utama penghasil


lateks dan dibudidayakan secara luas. Lateks karet alam mengandung partikel
hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan
serum. Kandungan hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45
persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri
atas protein, asam lemak, sterol, trigliserdia, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat,
dan garam-garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi
lapisan permukaan dan sebagai pelindung partikel karet

Rumus bangun dari lateks dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 Struktur lateks 1,4 cis poliisopren

2.3.1 Pengumpulan Lateks

Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil
penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama – tama
berlaku untuk alat – alat yang dalam pekerjaan pengumpulan lateks bersentuhan
dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran –
kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotor – kotoran tersebut dapat pula
menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks
sampai di pabrik untuk diolah.

Universitas Sumatera Utara


40

Untuk menghindari terjadinya prakoagulasi tersebut, usaha menghindari


masuknya kotoran ke dalam lateks tidak hanya dilakukan pada saat penyadapan,
tetapi juga dalam persiapan sebelum penyadapan dimulai.

Pengumpulan lateks dilakukan 3 – 4 jam setelah penyadapan dilakukan.


Tetapi pada pohon – pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti (late drops)
dapat dilakukan pengumpulan kedua. Lateks dari mangkok dituangkan ke dalam
ember pemupul (kencleng). Untuk membersihkan lateks dalam mangkok harus
menggunakan spatel, jangan sekali – kali menggunakan kain, rumput – rumputan
atau daun – daun kering. Bila lateks dalam ember pemupul sudah terkumpul
banyak, lateks dipindahkan ke dalam ember pengumpul (oblong) yang ukurannya
lebih besar. Waktu menuangkan lateks dari ember pemupul ke dalam ember
pengumpul harus ditumpahkan secara perlahan – lahan untuk menghindari
terjadinya prakoagulasi.

Dalam keadaan tertentu , pada saat pengumpulan lateks biasa juga


menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya
prakoagulasi . Akan tetapi pemakaian anti koagulan ini harus dibatasi sampai
batas yang sekecil – kecilnya, karena biayanya cukup besar dan kadang – kadang
lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam
semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang
berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan.

2.3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas lateks

Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang
baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah
:

a. Faktor di kebun ( jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain – lain )
b. Iklim ( musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau
keadaan lateks tidak stabil)
c. Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan ( yang
baik terbuat dari alumunium atau baja tahan karat )
d. Pengangkutan ( goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu)

Universitas Sumatera Utara


41

e. Kualitas air dalam pengolahan


f. Bahan – bahan kimia yang digunakan
g. Komposisi lateks

Untuk mengetahui susunan bahan – bahan yang terkandung dalam lateks dapat
dilihat pada Tabel 2.2

Dari bahan – bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat
fraksi kuning latoid ( 2 – 10 ppm ), enzim peroksidase dan tyrozinase. Fraksi
kuning dianggap normal bila mencapai 0,1 – 1,0 mg tiap 100 gram lateks kering.
Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang
sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan
bakteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai dengan timbulnya bintik –
bintik warna di permukaan lembaran. Bintik – bintik ini merusak kualitas dan
menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdagangan.

Tabel 2.2 Kandungan bahan - bahan dalam lateks segar dan lateks yang telah
dikeringkan

Lateks Segar Lateks yangdikeringkan


Bahan
(%) (%)

Kandungan karet 35,62 88,28


Resin 1,65 4,10
Protein 2,03 5,04
Abu 0,70 0,84
Zat Gula 0,34 0,84
Air 59,62 1,00

( Setyamidjaja, 1993 )

2.4 Agregat

Agregat adalah bahan batuan dalam adukan beton yang terdiri dari agregat halus
(pasir) dan agregat kasar (kerikil dan batu pecah). Persyaratan teknis agregat yaitu

Universitas Sumatera Utara


42

tidak mengandung lumpur, tanah liat (clay lump) lebih dari 3 persen, serta tidak
banyak butiran pipih.

Berikut ini jenis – jenis agregat

1. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan dapat berupa pasir alami maupun pasir buatan.
Pasir alami adaalah hasil desintegrasi alami dari batuan , sementara pasir bauatan
diperoleh dari alat – alat pemecah batu.

Persyaratan teknis agregat halus adalah :

a. Memiliki butiran – butiran yang keras, awet dan tidak mengandung lumpur,
garam, tanah liat lebih dari 3 persen, serta tidak banyak butiran pipih.
b. Terdiri dari butiran – butiran yang beraneka ragam besarnya dan lolos
saringan nomor 7 atau 3 mm, serta harus memenuhi persyaratan berikut :

1. Sisa di atas ayakan 4mm minimum 2 persen terhadap berat.


2. Sisa di atas ayakan 1mm minimum 10 persen terhadap berat.
3. Sisa di atas ayakan 0,25mm berkisar antara 80 dan 95 persen .
4. Faktor penyerapan air kurang dari 5 persen.
5. Hasil uji bahan terhadap kotoran organik kurang dari 0,5 persen.

Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai aregat halus untuk semua mutu beton
(kecuali ada petunjuk dan lembaga pemeriksaan bahan) karena material ini
memiliki karakteritik butiran halus dan bulat, gradasi (besar butiran) seragam,
serta mengandung garam – garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dengan sifat yang
tidak menguntungkan bagi beton sehingga tidak disarankan menggunakan pasir
laut untuk pembuatan beton.

2. Agregat Kasar

Universitas Sumatera Utara


43

Agregat kasar yang digunakan dapat berupa kerikil dan batu pecah atau split .
Kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan, sedangkan batu pecah atau
split diperoleh dari alat – alat pemecah batu.
Persyaratan teknis agregat kasar adalah :
a. Memiliki ukuran lebih dari 12.5 mm
b. Lolos saringan 20mm dan terrtinggal di atas saringan nomor 7
c. Memiliki butiran - butiran keras, awet dan tidak berpori, serta tidak
mengandung lumpur, garam, tanah liat lebih dari 3 persen.
d. Besaran butiran secara umum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil
antara bidang samping cetakan.
e. Boleh mengandung butiran pipih dan lonjong. Namun, jumlahnya tidak
melampaui 20 persen dari jumlah total.
f. Bersifat kekal dan tidak mudah pecah oleh pengaruh cuaca.
g. Tidak mengandung zat – zat yang dapat merusak beton, misalnya zat
reaktif alkali.

(Arif, 2011)

Agregat sangat bervariasi dalam suatu pencampuran beton, Kebersihan


agregat adalah faktor yang sangat penting. Agregat kasar dapat diperiksa dengan
pemeriksaan visual. Kadar lumpur, lempung dan sebagainya, termasuk debu, akan
memperlemah kekuatan beton. Bahan sisa tumbuhan (rumput, daun, dan
sebagainya), puntung rokok dan bahan – bahan lainnya dapat menurunkan
kualitas struktur beton.
Agregat halus dapat diperiksa kebersihannya, dengan cara menggosokkan
pada tangan. Jika bekas pada tangan tampak bersih, maka pasir tersebut cukup
bersih untuk campuran beton.
( Wignall, 1999 )

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat

Universitas Sumatera Utara


44

Standar
No Karakteristik Persyaratan
Pengujian

A. Agregat Kasar

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3%


2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 g/cc

Abrasi dengan mesin Los


3 SNI 03-2417-1991 maks. 40%
Angeles

4 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 min. 95%

5 Partikel pipih ASTM D-4791 maks. 25%


6 Partikel Lonjong ASTM D-4791 maks. 10%

B. Agregat Halus

1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3%


2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 g/cc
3 Nilai setara pasir AASHTO-176 min. 50%

C. Filler

1 Material lolos saringan no.200 SNI M-02-1994-03 min. 70%

(Rianung, 2007).

2.5 Karakterisasi Aspal Modifier


Karakteristik dari aspal modifier yang diukur meliputi Analisa Sifat Ketahanan
Terhadap Air dengan Uji Serapan Air (Water Absorption Test) mengacu pada
ASTM C-20-00-2005, Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan
(Compressive Strengh Test) mengacu pada ASTM C-670-76, dan analisa Sifat
Morfologi dengan Uji Transmission Electron Microscopy (TEM).

Universitas Sumatera Utara


45

2.5.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air
(Water Absorption Test)
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal modifier, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

(M j  M k )
WA  x100% (2. 1)
Mk

Dengan :
WA = Penyerapan air
Mk = Massa sampel kering
Mj = Massa jenuh air
(Butar-butar, 2009)

2.5.2 Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh
Test)
Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan
kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau
tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai
benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah
ini :

Gambar 2.11 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal modifier dapat


dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

F
P  (2. 2)
A

Universitas Sumatera Utara


46

Dengan :
P = Kuat tekan, N/m2
F = gaya maksimum dari mesin tekan, N
A = Luas penampang yang diberi tekanan, m2

(Butarbutar, 2009).

2.5.3 Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Transmission Electron


Microscopy (TEM)
Dalam peningkatan daya resolusi mikroskop perlu dimanfaatkan gelombang
dengan panjang gelombang yang lebih pendek. Oleh karena itu, telah
dikembangkan mikoskop elektron agar dapat mengamati struktur berdimensi
kurang dari 1nm. Mikroskop elektron terdiri dari senapan electron dan susunan
lensa yang terletak dalam kolom vakum. Susunan optiknya serupa dengan
susunan lensa kaca pada mikroskop cahaya tipe – proyeksi, meskipun pada
mikrokop elektron digunakan beberapa tahapan pembesaran. Lensa yang
digunakan adalah lensa magnetik , terdiri dari kumparan yang dialiri arus yang
secara keseluruhan diselubungi oleh pembungkus besi lunakkecuali celah kecil
diberi energi arus searah.
Struktur permukaan logam dapat dipelajari dengan TEM menggunakan
replika tipis yang transparan dari topografi permukaan. Ada tiga jenis replik yaitu
(1) oksida, (2) plastik, dan (3) replika karbon. (Smallman, 2000)
Terdapat persamaan yang penting yang harus kita ketahui. Yang pertama
didasarkan oleh gagasan Broglie mengenai panjang gelombang , kita dapat
menghubungkan antara momentum partikel p dengan panjang gelombang λ dan
konstanta Planck, seperti :

h
λ = (2. 3)
𝑝
Pada TEM kita berikan momentum kepada elektron dengan mempercepat
penurunan potensial , V mmberikan energi kinetic eV. Potensial energi ini harus
sebanding dengan energi kinetik, dimana :

Universitas Sumatera Utara


47

m0 v2
eV = (2.4)
2

Sekarang kita jabarkan momentum p menjadi massa elektron m0 , waktu


dari kecepatan ,v , dan memasukkan v ke dalam persamaan 1.4

p = m0v = ( 2 m0eV)1/2 (2.5)

Ada tiga persamaan sederhana untuk menentukan hubungan antara panjang


gelombang elektron λ dan mempercepat voltase dari mikroskop elektron , V.

h
λ = (2.6)
( 2 m0 𝑒𝑉)1/2

Perlakuan yang sederhana kita hanya mengabaikan efek relativitas dan


sayangnya untuk mikroskopi elektron, efek relativits tidak dapat diabaikan dengan
energi > ¬ 100 keV karena kecepatan dari electron ( seperti partikel ) akan
menjadi lebih besar daripada setengah kecepatan cahaya. Jadi kita harus merubah
persamaan 1.6 menjadi :

h
λ = 1/2 (2.7)
𝑒𝑉
[(2 m0 𝑒𝑉(1+2 m c)]
0

(Williams, 1996 )

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai