Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspal
Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat,
oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Aspal adalah
material yang pada temperatur ruang berbentuk padat dan bersifat termoplastis.
Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan
kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal
merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).
Aspal adalah bahan yang bertitik lebur di atas 110⁰ C. Asal dari aspal
kemungkinan dari metamorfose minyak bumi. Aspal merupakan semi solid dari
family hidrokarbon. Adapun variasi aspal yaitu gilsonite , yaitu aspal alam
murni yang berwarna hitam yang terdapat sebagai vein, variasi lain yaitu
wurtzilite yaitu aspal yang berwarna hitam yang terbentuknya juga pada vein
dan grahanite .
Aspal sebagai bahan galian atau hasil tambang jelas perlu diselidiki
dimana kira – kira endapan yang mengandung aspal itu terdapat. Oleh karena itu
sebelumnya perlu diadakannya penyelidikan. Adapun cara penyelidikan secara
geologi pemboran, pembuatan sumur eksplorasi, eksplorasi geofisik secara
seismik dan elektrik. (Sanusi, 1984)
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal
minyak. Aspal alam yaitu aspal yang terdapat disuatu tempat di alam , dan dapat
digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal
minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
1. Aspal Alam
Indonesia memiliki aspal alam yaitu di Pulau Buton, yang berupa aspal gunung,
terkenal dengan nama Asbuton (= Aspal Batu Buton). Asbuton merupakan
campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan.
Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka
kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi.
Untuk mengatasi hal ini, maka asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk
di pabrik pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat di bagi menjadi dua :
a. Produk asbuton yang masih mengandung matrial filler, seperti asbuton kasar ,
asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
b. Produk asbuton yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses
ekstraksi dan proses kimiawi.
2. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi.
Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil
yang banyak mengandung aspal, parafin crude oil yang mengandung campuran
antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal
minyak jenis asphaltic base crude oil. Jika dilihat bentuknya pada temperatur
ruang , maka aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair , dan aspal emulsi.
Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu
ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama
semen aspal (asphalt cement). Oleh karena itu semen aspal harus dipanaskan
terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.
Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu
ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair
dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar.
Bahan pencair dibedakan aspal cair menjadi :
a. Rapid curing cut back asphalt (CR), yaitu aspal cair dengan bahan
pencair bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
b. Medium curing cut back asphalt (MC) , yaitu aspal cair dengan bahan
pencair minyak tanah (kerosiene)
c. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
solar.
Aspal emulsi (emulsifed asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air
dan bahan pengemulsi yang dilakukan di pabrik pencampur. Di dalam aspal
emulsi , butir – butir aspal larut dalam air. Berdasarkan kecepatan mengerasnya ,
aspal emulsi dapat dibedakan atas :
(Sukirman, 2003).
Aspal terdiri dari senyawa hidrokarbon, nitrogen, dan logam lain, sesuai jenis
minyak bumi dan proses pengolahannya. Mutu kimiawi aspal ditentukan dari
komponen pembentuk aspal. Saat ini telah banyak metode yang digunakan untuk
meneliti komponen – komponen pembentuk aspal. Komponen fraksional
pembentuk aspal dikelompokkan berdasarkan karakteristik reaksi yang sama.
Metode Rostler menentukan komponen fraksional aspal melalui daya larut
aspal di dalam asam belerang (sulfuric acid). Terdapat 5 komponen fraksioanal
aspal berdasarkan daya reaksi kimiawinya di dalam sulfuric acid , yaitu :
1. Asphaltenes (A)
2. Nitrogen Bases (N)
3. Acidaffin I (A1)
4. Acidaffin II (A2)
5. Paraffins (P)
(Sukirman, 2003).
2.2 Bitumen
Menurut British Standar Bagian 1 : 1989 , bitumen merupakan cairan kental
ataupun padatan, yang terdiri dari hidrokarbon dan turunannya, yang dapat larut
dalam pelarut trikloroetilen dan merupakan senyawa non – volatil dan akan
melunak apabila dipanaskan. Merupakan bahan yang berwarna hitam ataupun
coklat dan memiliki sifat yang tahan terhadap air dan berfungsi sebagai perekat.
Persentase Massa
Jenis Batubara
%C %H %O %H2O %Volatile Matter
Lignit 60 – 70 5–6 20 - 30 50 - 70 45 - 55
Subbituminous 75 – 80 5–6 15 - 20 25 – 30 40 - 45
Bituminous 80 – 90 4–5 10 – 15 5 – 10 20 – 40
Gambar 2.3 Hasil scan dari plug karbonat yang menunjukkan bitumen
padatan hitam – diuraikan dalam pori - pori.
Beda dengan bitumen minyak bumi yang diperoleh dari proses destilasi ,
maka bitumen dari batuan ( asbuton ) diperoleh dengan cara ekstraksi. Jika
bitumen dari asbuton dipisahkan dengan cara ekstraksi , dan kemudian bitumen
tersebut dianalisa, maka komponen yang menyusun dan sifat dari komponen
tersebut adalah sebagai berikut :
ASBUTON
Ekstraksi, pelarut
BITUMEN
n - heptan
larutan endapan
maltenes aspal
Bitumen Cair merupakan cairan yang mengalir bebas pada suhu yang normal
yang diperoleh dengan mencairkan bitumen dengan pelarut yang sesuai.
Viskositas dari bitumen akan berkurang dengan penambahan ketosen ataupun
pelarut lain. ( Rao, 2005)
Bitumen
cair padat Kerogen Pirobitumens
Torbonites Lignite
Petroleum Serpihan
Minyak
Bitumen Lilin Aspal
Semua
rembesan
minyak Serpihan Mineral
mentah Minyak Asphaltites
Bitumen
Sungai Hijau Ozocerite Bermudez Pitch
Glisonite
Lilin Montan Tobbyite
Grahamite
Scheererite Argulite
Glance Pitch
Bitumen biasanya dibagi berdasarkan empat fraksi yang ada pada umumnya, yaitu
Minyak Jenuh ( Saturates ), Aromatis, Resin, dan Aspal, secara bersamaan
keempatnya disebut dengan SARA.
a) Oil. Kelompok ini berbentuk cairan yang melarutkan asphaltene, tersusun dari
paraffin, siklo paraffin dan aromatis serta mempunyai berat molekul rendah.
b) Resin. Kelompok ini membentuk cairan penghubung asphaltenese dan
mempunyai berat molekul sedang. Selanjutnya gabungan oil dan resin sering
disebut maltene.
Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut
agregat dalam bentuk film aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan
dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air
ke dalam campuran (Rianung, 2007).
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate,
aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan
komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi
bitumen.
d). Saturate
- Berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan
aromatis.
- Tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan
aromatis, komposisi 5-20% dari total bitumen.
Asphaltene dan resin yang bersifat sangat polar dapat bercampur
membentuk koloid atau micelle dan menyebar dalam aromatis dan saturate.
Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental
senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan
disusun utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak.
(Nuryanto, 2008).
1. Bitumen 80/100 : Jenis ini adalah yang paling lembut dari semua nilai
yang ada. Jenis ini cocok untuk pembuatan jalan dengan volume yang
rendah.
2. Bitumen 60/70 : Karakteristiknya lebih kuat dibandingkan dengan
80/100, karena dapat menahan lebih tinggi beban lalu lintas.
3. Bitumen 30/40 : Karakteristiknya paling kuat dibandingkan dengan nilai
penetrasi yang lainnya dan dapat menahan beban lalu lintas yang sangat
berat. Sering digunakan dalam aplikasi khusus seperti landasan pacu
udara dan juga untuk penggunaan jalan volume lalu lintas yang berat.
B. Bitumen Industri
C. Bitumen Cair
Bitumen cair merupakan cairan yang mengalir bebas pada suhu yang normal
yang diperoleh dengan mencairkan bitumen dengan pelarut yang sesuai .
Dari sudut pandang lingkungan, bitumen cair lebih disukai. Pelarut dari
bahan bitumen akan menguap dan bitumen akan dapat mengikat agregat .
Bitumen cair digunakan untuk pembangunan jalan pada cuaca yang dingin.
Destilat yang biasa digunakan seperti minyak tanah, bensin ataupun solar.
D. Bitumen Emulsi
Bitumen Emulsi adalah cairan yang mengalir pada suhu kamar. Bitumen
emulsi adalah dispersi yang stabil dari gelembung – gelembung pada bitumen
dengan air. Dispersi diperoleh dengan mencampurkan bitumen dan air dengan
bahan pengemulsi dan zat aditif yang telah dipilih. Bitumen emulsi dibagi
menjadi dua jenis yaitu kationik dan anionik. Bitumen emulsi anionik secaa
umum tidak digunakan di dalam konstruksi jalan, karena dalam pembuatan
konstruksi jalan biasanya digunakan yang mengandung silika. Bitumen emulsi
kationik yang dapat memberikan kinerja yang baik dengan silika sebagai agregat
dibandingkan dengan bitumen emulsi anionik . Maka dari itu bitumen emulsi
kationik lebih popular dibandingkan bitumen emulsi anionik.
E. Bitumen Modifikasi
(Mathew, 2007)
Selain itu agen yang digunakan untuk memodifikasi bitumen harus mudah
direaksikan untuk dapat menghasilkan campuran yang sangat kental pada suhu
yang tetap dan homogen dalam penyimpanan, dan juga memiliki viskositas yang
mungkin dapat digunakan dalam bidang peralatan. Selain itu, hasil yang didapat
harus sangat tahan terhadap sinar ultraviolet , dan tidak larut di dalam zat yang
dapat merusak lingkungan.
Pengekstraksian tiap bitumen berbeda sesuai dengan bahan aspal yang digunakan
karena memiliki variasi sifat fisika dan sifat kimia yang berbeda pula. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya susunan bahan organik berbeda yang terkandung di
dalam bebatuan bitumen. (Chilingarian, 1978)
dengan bahan yang lainnya, tetapi ada satu pengecualian , apabila dengan
penambahan polistiren dan polipenil oksida akan membuat kedua bahan yanng di
tambahkan akan menjadi bercampur. Dengan penambahan agen ataupun polimer
yang berfungsi sebagai pengontrol sifat morfologi dan dapat membantu
terjadinya pencampuran selama proses berlangsung. (McNally, 2011 ).
Sifat dan struktur dari bitumen yang telah di ekstraksi dari bahan bitumen
yang alami hanya dapat dianggap sebagai sifat dan struktur “rata – rata’’ . Pada
kenyataannya bitumen terdiri dari campuran multipolimer yang sangat kompleks
dan tidak dapat diwakili hanya dengan satu rumus struktur yang tunggal. Fraksi –
fraksi umum (resin, aspal, dan lainnya) merupakan sebagian multipolimer yang
ada pada bitumen. Sifat kimia yang dimilikinya dapat berubah secara langsung
sesuai dengan peningkatan berat molekul dari bitumen tersebut. (Chilingarian,
1978)
Bitumen terdiri dari sebagian besar pasir minyak –dengan kata lain, kadar
senyawa organik yang ada di dalam pasir minyak setelah adanya pembaruan.
Terdapat sebuah lapisan tipis berisi air, yang terletak melintang sekitar 10 mikro
diantara bitumen dan kuarsa. Lapisan ini yang dapat membuat pasir minyak
memiliki sifat water – wet . Peran yang sangat penting di dalam pemisahan
bitumen dengan kuarsa adalah dengan menggunakan teknik ekstraksi panas – air.
Di dalam perbedannya , serpih minyak tidak memiliki lapisan air yang berada
diantara lempung dan minyak, dan dapat disebut dengan oil – wet dan tidak
dapat dilakukan ekstraksi panas – air padanya.
sering digunakan untuk mengidentifikasi kualitas dan nilai dari suatu bahan baku.
Apabila semakin tinggi perbandingan antara atom H/C maka akan lebih baik pula
kualitas dari hidrokarbon yang ada. Perbandingan antara atom H/C di beberapa
jenis bitumen rata – rata adalah tetap.
Pada umumnya ada dua jenis dari atom nitrogen yang terdapat :
Kandungan logam yang ada di dalam bitumen memiliki konsentrasi yang besar
dari beberapa logam, seperti nikel dan vanadium yang menunjukkan presentasi
konsentrasi yang paling tinggi. Konsentrasi dari vanadium selalu yang paling
tinggi dari keseluruhan logam yang ada di dalam bitumen, dan juga komposisi
nikel hampir dua kali lipat dari vanadium. Kebanyakan nikel dan vanadium
berada pada senyawa organometalik, dengan struktur aromatis siklik yang
langsung terikat dengan ikatan nitrogen , yang lebih dikenal dengan porphyrin.
Kalsium , kalium, natrium, besi, dan silika juga ada terdapat di dalam
bitumen sebagai garam yang larut dalam air. Ini lebih mudah dihilangkan
dibandingkan dengan golongan Porphyrin. Keseluruhan senyawa logam tidaklah
diinginkan ada di dalam bitumen, karena dapat merugikan proes katalisis dan
dapat menyebabkan pendeaktivasian katalis dan korosi. Sifat ini belum
didefinisikan dengan baik ataupun dikarakterisasi secara spesifik. Sebagian besar
karena kurangnya teknis analisis ataupun protokol yang tersedia. (Banerjee, 2012)
Kandungan oksigen di dalam bitumen pada umumnya tidak kurang dari 1%, tetapi
ada juga terdapat yang lebih dari pada itu, biasanya dikarenakan oleh oksidasi
atmosfir pada aspal di dalam prosesnya. Oksigen di dalam minyak mentah
sebagian besar merupakan penanda dari keasaman minyak mentah, karena
kebanyakan oksigen didapatkan dalam golongan karboksil. Gugus fungsi dari
asam pada minyak mentah juga dikenal sebagai asam naftenak, yang ditunjukkan
dalam aromatis (cincin) ataupun struktur alifatis (rantai). Keasaman dari
keseluruhan minyak mentah diukur dari nilai TAN (jumlah asam), yang dikenal
sebagai jumlah kebasaan yang berasal dari jenis dan banyaknya basa yang akan
digunakan untuk titrasi. TAN adalah satuan milligram KOH per gram sampel.
Dimana semakin tinggi nilai TAN maka akan semakin tinggi pula tingkat
keasaman sampel.
Bitumen termasuk kategori asam yang tinggi (TAN >1), karena nilai TAN
biasanya di atas 2. Di dalam pemasaran , permintaan minyak mentah akan
menurun apabila nilai TAN nya meningkat, karena akan sangat bersifat korosif.
( Banerjee, K.D. 2012 )
2.3 Lateks
Rumus bangun dari lateks dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil
penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama – tama
berlaku untuk alat – alat yang dalam pekerjaan pengumpulan lateks bersentuhan
dengannya. Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran –
kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotor – kotoran tersebut dapat pula
menyebabkan terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks
sampai di pabrik untuk diolah.
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang
baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah
:
a. Faktor di kebun ( jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain – lain )
b. Iklim ( musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau
keadaan lateks tidak stabil)
c. Alat – alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan ( yang
baik terbuat dari alumunium atau baja tahan karat )
d. Pengangkutan ( goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu)
Untuk mengetahui susunan bahan – bahan yang terkandung dalam lateks dapat
dilihat pada Tabel 2.2
Dari bahan – bahan yang terkandung dalam lateks segar masih terdapat
fraksi kuning latoid ( 2 – 10 ppm ), enzim peroksidase dan tyrozinase. Fraksi
kuning dianggap normal bila mencapai 0,1 – 1,0 mg tiap 100 gram lateks kering.
Bila kadar air lebih tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang
sempurna atau penyimpanannya dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan
bakteri dan jamur akan terjadi dan lazimnya disertai dengan timbulnya bintik –
bintik warna di permukaan lembaran. Bintik – bintik ini merusak kualitas dan
menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdagangan.
Tabel 2.2 Kandungan bahan - bahan dalam lateks segar dan lateks yang telah
dikeringkan
( Setyamidjaja, 1993 )
2.4 Agregat
Agregat adalah bahan batuan dalam adukan beton yang terdiri dari agregat halus
(pasir) dan agregat kasar (kerikil dan batu pecah). Persyaratan teknis agregat yaitu
tidak mengandung lumpur, tanah liat (clay lump) lebih dari 3 persen, serta tidak
banyak butiran pipih.
1. Agregat Halus
Agregat halus yang digunakan dapat berupa pasir alami maupun pasir buatan.
Pasir alami adaalah hasil desintegrasi alami dari batuan , sementara pasir bauatan
diperoleh dari alat – alat pemecah batu.
a. Memiliki butiran – butiran yang keras, awet dan tidak mengandung lumpur,
garam, tanah liat lebih dari 3 persen, serta tidak banyak butiran pipih.
b. Terdiri dari butiran – butiran yang beraneka ragam besarnya dan lolos
saringan nomor 7 atau 3 mm, serta harus memenuhi persyaratan berikut :
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai aregat halus untuk semua mutu beton
(kecuali ada petunjuk dan lembaga pemeriksaan bahan) karena material ini
memiliki karakteritik butiran halus dan bulat, gradasi (besar butiran) seragam,
serta mengandung garam – garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dengan sifat yang
tidak menguntungkan bagi beton sehingga tidak disarankan menggunakan pasir
laut untuk pembuatan beton.
2. Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan dapat berupa kerikil dan batu pecah atau split .
Kerikil sebagai hasil dari disintegrasi alami batuan, sedangkan batu pecah atau
split diperoleh dari alat – alat pemecah batu.
Persyaratan teknis agregat kasar adalah :
a. Memiliki ukuran lebih dari 12.5 mm
b. Lolos saringan 20mm dan terrtinggal di atas saringan nomor 7
c. Memiliki butiran - butiran keras, awet dan tidak berpori, serta tidak
mengandung lumpur, garam, tanah liat lebih dari 3 persen.
d. Besaran butiran secara umum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil
antara bidang samping cetakan.
e. Boleh mengandung butiran pipih dan lonjong. Namun, jumlahnya tidak
melampaui 20 persen dari jumlah total.
f. Bersifat kekal dan tidak mudah pecah oleh pengaruh cuaca.
g. Tidak mengandung zat – zat yang dapat merusak beton, misalnya zat
reaktif alkali.
(Arif, 2011)
Standar
No Karakteristik Persyaratan
Pengujian
A. Agregat Kasar
B. Agregat Halus
C. Filler
(Rianung, 2007).
2.5.1 Analisa Sifat Ketahanan Terhadap Air dengan Uji Serapan Air
(Water Absorption Test)
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal modifier, dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
(M j M k )
WA x100% (2. 1)
Mk
Dengan :
WA = Penyerapan air
Mk = Massa sampel kering
Mj = Massa jenuh air
(Butar-butar, 2009)
2.5.2 Analisa Sifat Mekanik dengan Uji Kuat Tekan (Compressive Strengh
Test)
Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan
kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau
tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai
benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja seperti gambar dibawah
ini :
F
P (2. 2)
A
Dengan :
P = Kuat tekan, N/m2
F = gaya maksimum dari mesin tekan, N
A = Luas penampang yang diberi tekanan, m2
(Butarbutar, 2009).
h
λ = (2. 3)
𝑝
Pada TEM kita berikan momentum kepada elektron dengan mempercepat
penurunan potensial , V mmberikan energi kinetic eV. Potensial energi ini harus
sebanding dengan energi kinetik, dimana :
m0 v2
eV = (2.4)
2
h
λ = (2.6)
( 2 m0 𝑒𝑉)1/2
h
λ = 1/2 (2.7)
𝑒𝑉
[(2 m0 𝑒𝑉(1+2 m c)]
0
(Williams, 1996 )