Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

PASIEN GANGGUAN ATRIAL FIBRILASI

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memenuhi Proses Salah Satu

Mata Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu :

Ns. Cipto Susilo, M.Kes

Disusun oleh :

Shofiatuz zahro ( 1801021012 )

Rofidatul ummah (1801021017)

Ayu alawiah ( 1801021019 )

Via anjani ( 1801021020 )

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya lah makalah yang berjudul “ Aritmia Ventrikel pada gangguan atrial fibrilasi “
ini dapat diselesaikan. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari segi isi, sistematika,
maupun cara penyajiannya. Makalah ini merupakan hasil dari rangkuman berbagai sumber
yang menjelaskan tentang arimia ventrikel pada gangguan atrial fibrilasi.
Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kritis di Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember.
Akhirnya kami mengharapkan semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa yang
lain dalam mempelajari tentang Puskesmas, baik dari segi pandangan mahasiswa maupun
masyarakat lainnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

2
DAFTAR ISI

Cover .............................................................................................................1

Kata pengantar.............................................................................................2

Daftar isi .......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................4

1.1 Latar belakang..........................................................................................4


1.2 Rumusan masalah ....................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan.......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................5

2.1 Konsep system konduksi...........................................................................5

2.2 Pengertian aritmia pada gangguan AF......................................................5

2.3 Etiologi aritmia pada gannguan AF...........................................................6

2.4 Patofisiologi aritmia pada gangguan AF...................................................7

2.5 Manifestasi aritmia pada gangguan AF.....................................................8

2.6 Penatalaksanaan pada aritmia dengan gangguan AF ................................8

2.6.1 Tujuan..........................................................................................9

2.6.2 Pengontrolan Laju Irama Ventrikel.............................................10

2.6.3 Pengendalian Irama Jantung.......................................................10

2.6.4 Terapi Antitrombotik...................................................................11

BAB III KONSEP KEPERAWATAN .......................................................14

3.1 Pengkajian..................................................................................................14

3.2 Diagnosa keperawatan...............................................................................16

3.3 Intervensi keperawatan..............................................................................16

3.4 Implementasi .............................................................................................18

3.5 Evaluasi .....................................................................................................18

BAB IV PENUTUP........................................................................................19

4.1 Kesimpulan .................................................................................................19

3
4.2 Saran ............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................20

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Aritmia merupakan kelainan sekunder akibat penyakit jantung atau ektrakardiak,
tetapi dapat juga merupakan kelainan primer. Kesemuanya mempunyai mekanisme yang
sama dan penatalaksanaan yang sama juga.Kelainan irama jantung ini dapat terjadi pada
pasien usia muda atau usia lanjut.
Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok aritmia supraventrikular dan aritmia
ventrikular berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atrial termasuk AV Node dan berkas
His ataukah di ventrikel mulai dari invra his bundl.Selain itu aritmia juga dibagi menurut
denyut jantung yaitu : Bradikardia taupun Takikardi, dengan nilai normal berkisarantara
60-100x/menit.Tergantung dari letak & fokus, selain menyebabkan Vetricular Extra
Systol (VES), dapat terjadi Supra Ventriculare Extra Systol (SVES) atau Supra
Ventriculare Tachycardy (SVT) didalam &fokusnya berasal dari berkashis diatas. Oleh
karena itu, penulis memilih judul “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Aritmia”
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana pengertian aritmia dengan gangguan atrial fibrilasi?
2. Bagaimana etiologi aritmia dengan gangguan AF?
3. Bagaimana patofisiologi aritmia dengan gangguan AF?
4. Bagaimana manifestasiklinis aritmia dengan gangguan AF?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada aritmia dengan gangguan AF?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan AF?
1.3 TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui pengertian aritmia dengan gangguan atrial fibrilasi.
2. Untuk mengetahui etiologi aritmia dengan gangguan AF.
3. Untuk mengetahui patofisiologi aritmia dengan gangguan AF.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis aritmia dengan gangguan AF.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada aritmia dengan gangguan AF.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan AF.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep sistem konduksi


Sistem kondisi jantung bukan merupakan suatu sistem tunggal tapi merupakan
sistem sirkuit yang cukup kompleks yang terdiri dari sel yang identik. Seluruh sel
miosit di dalam sistem konduksi jantung memiliki beberapakesamaan yang
membedakan dengan sel otot yang bekerja untuk fungsi pompa.Pada manusia,
komponen yang berfungsi pada sistem konduksi jantung dapat dibagi menjadi sistem
yang berfungsi untuk menghasilkan impuls dan sistem yang berfungsi untuk
menjalarkan impuls.1,2 Hal ini terdiri dari nodus sinoatrial (nodus SA), nodus
atrioventrikuler (nodus AV), dan jaringan konduksi cepat (sistem His-Purkinje).

2.2 Pengertian aritmia dengan gangguan atrial fibrilasi

Fibrilasi Atrium menggambarkan irama jantung yang tidak teratur dan sering kali
cepat.Irama jantung yang tidak teratur atau aritmia, dari hasil impuls listrik yang
abnormal didalam jantung. Ketidakteraturan dapat terus menerus terjadi atau bias
datang dan pergi.gangguan irama jantung dengan karakteristik sebagai
berikut(Herdman,2012):

a. Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak ada pola repetitif pada EKG.


b. Tidak ada gambaran gelombang P yangjelas pada EKG.
c. Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat
bervariasi (<200 ms) atau >300 kali per menit.

Kontraksi jantung normal dimulai dari impuls listrik di atrium kanan. Impuls ini
berasal dari daerah atrium disebut nodus sinoatrial atau sinus “alat pacu jantung
alami”.
a. Sewaktu impuls bergerak melalui atrium menghasilkan gelombang kontraksi otot.
Hal ini menyebabkan atrium berkontraksi.
b. Impuls mencapai nodus atriolventrikuler didalam dinding otot antara 2 ventrikel.
Lalu terjadi jedah untuk memberikan waktu masuk darah dari atrium ke ventrikel.
c. Impuls kemudian berlanjut ke ventrikel menyebabkan kontras ventrikel yang
mendorong darah keluar dari jantung dalam satu detak jantung.

6
Pada orang dengan detak jantung dan irama jantung normal berdetak 50-100x/menit.
a. Jika jantung berdetak >100x/menit, denyut jantung dianggap cepat (takikardi).
b. Jika jantung berdetak <50x/menit, denyut jantung dianggap lambat (bradikardi).

Pada fibrilasi atrium, beberapa impuls berjalan melalui atrium pada saat yang sama.
a. Karena kontraksi tidak terkoordinasi, kotraksi atrium tidak teratur, kacau dan
sangat cepat. Atrium dapat berkontraksi 400-600/menit.
b. Impuls yang tidak teratur ini mencapai nodus AV dengan sangat cepat, tetapi tidak
semuanya melewati nodus AV, sehingga ventrikel berdetak lebih lambat, sering
kali rata-rata 110-180 detak/menit dengan irama yang tidak teratur.
c. Dengan hasil yang cepat, detak jantung yang tidak teratur menyebabkan
gelombang yang tidak teratur dan kadang-kadang terjadi sensasi berdebar pada
dada.
d. Fibrilasi atrium semakin umum dengan usia lanjut. Selama fibrilasi atrium, dua
kamar jantung bagian atas (atrium) mengalahkan berantakan dan tidak teratur
keluar dari koordinasi dengan dua kamar bawah (ventrikel) jantung. Hasilnya
adalah denyut jantung

tidak teratur dan sering cepat yang menyebabkan aliran darah yang buruk ke tubuh dan gejala
jantung berdebar, sesak napas dan kelemahan. Kebanyakan orang dengan atrial fibrilasi
memiliki peningkatan risiko terjadinya pembekuan darah yang dapat menyebabkan stroke
(Herdman,2012).
2.3 Etiologi aritmia dengan gangguan AF
Penyebab paling sering adalah hipertensi, cardiomyopathy, kelainan katup mitral
dan trikuspid, hyperthyroidism, kebiasaan konsumsi alkohol (holiday heart). Penyebab
yang jarang meliputi pulmonary embolism, atrial septal defect (ASD), dan penyakit
jantung defect kongenital lainnya, COPD, myocarditis, dan pericarditis.
Penyebab dari abnormalitas irama jantung biasanya satu atau gabungan dari
kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
a. Irama abnormal dari pacu jantung.
b. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
c. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui
jantung.

7
d. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
e. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hampir semua bagian
jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan abnormalitas irama


jantung adalah :
a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis
karena infeksi).
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti
aritmia lainnya.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan
irama jantung.
f. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
g. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
h. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
i. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
j. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
k. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung).
2.4 Patofisiologi aritmia dengan gangguan AF
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dariàMultiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets
yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang
tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi
ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa
otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara
adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah
yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi
yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat,
yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.

8
Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium.
Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium tidak
berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir
secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan
menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang
mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan
bahkanbertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari
seluruh daya pompa jantung.
Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow
velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya
trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada
pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3
sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke
emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan
thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai
kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah
peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen
protrombin 1,2. Sohaya melaporkan AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi
dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
2.5 Manifestasi klinis aritmia dengan gangguan AF

Manifestasi klinis yang diakibatkan FA berhubungan dengankecepatan laju


ventrikel, penyakit yang mendasari FA, lamanya FA dankomplikasi yangditimbulkan
FA. Gejala umum yang dapat ditimbulkan seperti ansietas, palpitasi, dispneu, pusing,
nyeri dada,cepat lelahdan gejala tromboemboli.Diperkirakan 25% pasien dengan FA
bersifat asimptomatik terutama pada pasien lanjut usia dan pasien dengan FA
persisten.(Herdman,2012).

2.6 Penatalaksanaan pada aritmia dengan gangguan AF

2.6.1 Tujuan

Tujuan dalam penatalaksanaan FA terdiri dari tiga aspek fundamental


yaitu:mengontrol laju irama ventrikel, mengembalikan ke irama sinus, dan pencegahan

9
tromboemboli.21Dalam penatalaksanaan FA perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut
dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama
ventrikel. Konversi ke irama sinus merupakan tindakan utama apabila kardioversi masih
dapat dilakukan.(Marlyn,1999).

2.6.2 Pengontrolan Laju Irama Ventrikel

Tidak terdapat acuan yang ketat dalam menentukanbatas yang perlu dicapai dalam
pengontrolan laju irama ventrikel, namun direkomendasikan kurang dari 80 kali/menit pada
saat istirahat dan kurang dari 110 kali/menit saat melakukan aktivitas. Monitor jangka
panjang dengan menggunakan Holter atau alat telemetrik lainnya dapat berguna dalam
evaluasi laju irama ventrikel. Insufisiensi kontrol laju irama ventrikel dapat menyebabkan
takikardiomiopati pada pasien FA. Pengontrolan laju irama ventrikel juga dilaksanakan pada
pasiengagal jantung dengan FA.

Pemberian penyekat beta atau antagonis kanal kalsium non-dihidropiridin oral dapat
digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil. Antagonis kanal kalsium non-
dihidropiridin hanya boleh dipakai pada pasien dengan fungsi sistolik ventrikel yang masih
baik. Obatintravena mempunyai respon yang lebih cepat untuk mengontrol respon irama
ventrikel. Digoksin atau amiodaron direkomendasikan untuk mengontrol laju ventrikel pada
pasien dengan FA dan gagal jantung atau adanya hipotensi. Pada FA dengan preeksitasi, obat
yang digunakan adalah antiaritmia kelas I (propafenon, disopiramid, mexiletine)
atauamiodaron. Obat antiaritmia oral dapat digunakan untuk mengendalikan laju ventrikel
namun bersifat sementara. Diharapkan laju jantung akan menurun dalam waktu 1-3 jam
setelah pemberian antagonis kanal kalsium (ditiazem 30 mg atau verapamil 80 mg), penyekat
beta (propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau metoprolol 50 mg). Penting untuk
menyingkirkan adanya riwayat dan gejala gagal jantung. Kendali laju yang efektif tetap harus
dengan pemberian obat antiaritmia intravena.(Marlyn,1999).

2.6.3 Pengendalian Irama Jantung

Respon irama ventrikel jantung yang terlalu cepat akan menyebabkan gangguan
hemodinamik pada pasien FA. Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil akibat FA harus
dilakukan kardioversi elektrik untuk mengembalikankeirama sinus.Pasien yang masih
menunjukkan gejala dengan gangguan hemodinamik meskipun strategi kendali telah optimal,

10
dapat dilakukan kardioversi farmakologis dengan obat antiaritmia intravena atau kardioversi
elektrik. Obat intravena untuk kardioversi farmakologis salah satunya amiodaron yang
mempunyaiefekkardioversi beberapa jam setelah pemberian.

Pemberian propafenon oral (450-600 mg) dapat mengonversi irama FA menjadi irama
sinus. Efektivitas propafenon oraltersebut mencapai 45% dalam 3 jam. Strategi terapi ini
dapat dipilih pada pasiendengan gejala yang berat dan FA jarang.Pasien dengan respon
ventrikuler yang cepat membutuhkan penyekat beta oral atau penyekat kanal kalsiumnon
dihidropiridin. Verapamil dan metoprolol banyak digunakan untuk memperlambat konduksi
nodus atrioventrikuler.

Pasien FA dengan hemodinamik tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat
disertai tanda iskemia, hipotensi, dan sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 100 Joule (bifasik). Bila tidak menunjukkan hasil dapat
dinaikkan menjadi 200 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi kerja pendek.
Kardioversi dinyatakan berhasil apabila didapatkan satu atau dua gelombang P setelah
kardioversi. Risiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antara kardioversi elektrik
dan farmakologissehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya.
(Marlyn,1999).

2.6.4 Terapi Antitrombotik

Secara umum FA merupakan faktor yang dapat memicu stroke. Sehingga penting
mengindentifikasi pasien FA yang memiliki risiko tinggi stroke dan tromboemboli.
Penggunaan antitrombotik pada pasien dengan faktor risiko rendah mengalami stroketidak
direkomendasikan karena untuk menghindari efek pemberian antikoagulan.Terapi
antritrombotik tidak direkomendasikan pada pasien FA yang berusia lebih dari 65 tahun dan
loneFA karena kedua kelompok pasien tersebut mempunyai risiko tingkat kejadian stroke
yang rendah.

Penilaian stratifikasi risiko stroke pada pasien FA menggunakan skor CHA2DS2-


VASc (Congestive heart failure, Hypertension, Age ≥ 75 years :score 2, Diabetes mellitus,
Stroke history: score 2 , peripheral Vascular disease, Age between 65-74 years, Sex category:

11
female). Skor tersebut sudah divalidasi pada beberapa studi kohortdan menunjukkan hasil
yang lebih baik untuk mengidentifikasi pasien FA berisiko rendah terkena stroke maupun
identifikasi pasien FA yang akan mengalami stroke dan
tromboemboli.Pemberianantikoagulan perlu diseimbangkan dengan risiko perdarahan
khususnya perdarahan intrakranial yang sifatnya fatal dan menimbulkan disabilitas. Skor
HAS-BLED (Hypertension, Abnormal renal or liver function, Stroke, Bleeding, Lanile INR
value, Elderly, antithrombotic Drug and alcohol) telah divalidasi pada studi kohortberkorelasi
baik dengan perdarahan intrakranial.37–39Penggabungan kedua skor tersebut sangat
bermanfaat dalam keputusan tromboprofilaksis pada praktik sehari-hari.

Terapi antitrombotik yang digunakan untuk prevensi stroke pada pasien FA meliputi
antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin), dabigatran, rivaroxaban, apixaban, maupun
antiplatelet (aspirin danclopidogrel).6Diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam
pemberian antikoagulan dalam pencegahan efek tromboemboli pada FA.(Marlyn,1999)

- WOC

12
13
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Mohon di cek pada teorinya apa sdh sesui antara askep dengan teorinya??????

1. B1 (Breathing)

Kongesti Vaskular Pulmonal, gejala-gejalanya yaitu: dispneu, ortopneu, dispnea


nokturnal paroksimal, batuk, edema pulmonal . Auskultasi krakles dan wheezing.
Krakles tedengar saat akhir inspirasi. Dokumentasikan frekuensi dan kedalaman
pernafasan.

2. B2 (Blood)

 Inspeksi : Bentuk dada dan JVP, JVPlebih dari 3cm di atas anguus sternl menunjukan
abnormalitas.

 Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan

 Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi


jantung (kardiomegali)

 Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup,


bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab
gagal jantung adalah kelainan katup.
Bunyi jantung dan Crackles: tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel
kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah adanya bunyi jntung ketiga (S3,S4) dan
crackles pada paru-paru.

3. B3 (Brain)

Kesadaran klien biasanya compos mentis, sering ditemukan sianosis perifer apabila
terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

14
1. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguria karen merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.

2. B5 (Bowel)
Hepatomegali dan nyei tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena dihepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen,
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini
dapat menyebabkan tekana pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres
pernafasan. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran
vena dan statis vena didalam rongga abdomen.

3. B6 (Bone)
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gejala jantung yang dapat
dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal vertikel kanan telah
terjad. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi
disfungsi vertikel. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan
secara bertahap akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan pada akhirnya ke
genetalia ekstema dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara
pemeriksaan edema dimasa edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan
dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi refensi cairan minimal
4,5kg.

Mudah lelah, klien dengn gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini
terjadiakibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sekulasi
normal dan suplasi oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil
katabolisme

15
3.2 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan

1 Resiko bersihan jalan nafas b.d penumpukan pada alveoli

2 Defisit perawatan diri mandi b.d intoleransi aktivitas

3 Resiko penurunan curah jantung b.d gangguan konduksi elektrikal

3.3 Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Setelah diberikan asuhan 1. Kaji dan pantau vital sign setiap 4 jam sesuai
keperawatan selama 3 x indikasi
24 jam, diharapkan jalan
2. Observasi status pernafasan pasien
nafas klien bersih
dengan kriteria hasil : 3. Berika nposisi nyaman pasien

4. Meningkatkan keampuan pompa jantung dan


1. Tanda vital dalam
menurunkan beban kerja jantung
batas normal
yang dapat
diterima sesuai
batas usia

2. Tidak suara nafas


tambahan

3. Sesak pasien
berkurang

4. Toleransi
terhadap aktivitas
meningkat

2 Setelah diberikan asuhan 1. Bina hubungan saling percaya


keperawatan selama 3 x
2. Anjurkan pada pasien untuk berlatih melakukan

16
24 jam, diharapkan perawatan diri secara mandiri.
gangguan pertukaran gas
pada klien normal
dengan kriteria hasil :

1. Pasien dapat
melakukan
aktivitas
personal
hygiene
( mandi)
secara
mandiri

2. Pasien tampak
bersih dan
wangi
3 Setelah dilakukan asuhan 1 melakukan teknik nafas dalam
keperawatan selama 3 x
24 jam, diharapkan
gangguan penurunan
curah jantung pada klien
normal dengan criteria
hasil :

1 pasien dapat menjadi


rilex

17
3.4 Implementasi

Setelah intervensi keperawatan selanjutnya rencana tindakan tersebut


diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tindakan
keperawatan harus mendetail agar semua tenaga keperawatan dapat menjalankan
tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan, perawat dapat langsung memberikan pelayanan kepada ibu dan
atau dapat juga didelegasikan kepada orang lain yang dipercayai dibawah pengawasan
yang masih seprofesi dengan perawat.

3.5 Evaluasi

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan


tujuan yang hendak di capai. Evaluasi dari proses keperawatan adalah menilai hasil
yang di harapkan terhadap perubahan prilaku ibu dan untuk mengetahui sejauh mana
masalah ibu dapat teratasi. Di samping itu, perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dan proses keperawatan segera
dimodifikasi.

BAB IV

PENUTUP

18
4.1 Kesimpulan
Aritmia atau distrimia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat
peribahan elektro fisiologi sel-sel mikokardium. Beberapa tipe malfungsi jantung
yang paling menganggu tidak terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal
tetapi karena jantung yang abnormal. Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu
atau gabungan dari kelainan sistem irama konduksi jantung
a. Irama abnormal dari pacu jantung
b. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung
c. Blok pada tempat – tempat berbeda sewaktu menghantarkan implus melalui jantung
d. Jalur hantaran implus yang abnormal melalui jantung
e. Pembentukan yang spontan dari implus abnormal pada hampir semua bagian jantung
4.2 Saran
1. Meningkatkan kembali pengetahuan terkait konsep dasar pada pasien dengan
aritmia.
2. Meningkatkan pengetahuan perawat dalam pemberian layanan asuhan
keperawatan dengan aritmia.
3. Memperluas kembali pengetahuan demi perkembangan keperawatan terutama
pada klien dengan gangguan pada jantung.

DAFTAR PUSTAKA

19
Buletin Farmatera Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara (UMSU) http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/buletin_farmatera

Doenges, Marliyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Dfinisi dan klarifikasi 2012-


2014. Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai