1. Orientasi Perkenalkan namaku Margi Utami Ningsih, di lingkungan keluargaku biasa dipanggil Tami. Namun ketika Ibu kesal denganku, berbeda lagi nama panggilannya, Ibu akan memanggilku “TAMBEL” entah dari mana panggilan itu berasal aku pun tak tahu. Nama Margi Utami Ningsih diberikan saat aku lahir, oleh Ibu dan Ayahku, karena nama itu berarti “jalan utama bagi perempuan”. Aku lahir pada tanggal 15 Januari 2003, aku anak pertama dari pasangan Parmono dan Jariyah, Ayahku bekerja sebagai “Perangkat Desa” sedangkan Ibuku hanya sebagai “Ibu rumah tangga”. Silsilah keluargaku cukup rumit bagiku dan mungkin cukup sulit dimengerti oleh orang lain. Menurut “Kartu Keluarga” aku adalah anak tunggal dari Ayah dan Ibuku, namun banyak orang lain yang tidak tau hal sebenarnya. Ayahku mempunyai 2 anak dari pernikahan yang sebelumnya, sama halnya dengan Ibuku yang mempunyai anak 1 dari pernikahan sebelumnya. Namun rencana Allah itu indah, tahun 2001 Ayah dan Ibuku disatukan dalam ikatan pernikahan hingga sekarang dan semoga sampai akhir hayat nanti. Jadi kesimpulannya aku mempunyai 3 saudara beda Ayah dan beda Ibu, yaitu 2 kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki. Walaupun begitu aku tetap merasa anak tunggal karena 3 saudaraku tidak tinggal satu rumah denganku. Anak dari Ayahku tinggal bersama Ibunya di Cianjur Jawa Barat, bertemu dengan mereka pun hanya sekali, jadi aku tidak terlalu akrab dengan mereka, hanya bertukar sapa lewat media sosial dan itupun jarang. Sedangkan anak dari Ibu tinggal bersama orang tua Ibuku yaitu kakek dan nenekku, yang masih berada dalam satu Kabupaten. 2. Urutan peristiwa : Aku, Ayah dan Ibuku bertempat tinggal di Desa Wanakarsa, Dukuh Jlarang, RT 02/RW 02 Kecamatan Wanadadi. Tempat dimana aku dibesarkan dengan penuh kasih sayang, aku dibesarkan oleh keluarga yang bukan berasal dari keturunan darah biru. Ayah dan Ibuku berasal dari keluarga sederhana yang mana orang tua beliau atau kakek dan nenekku adalah seorang petani. Namun, dengan kehidupan yang sederhana ini kami tidak pernah merasa malu atau gengsi, karena banyaknya harta tidak akan bisa membeli kebahagiaan. Pada tahun 2007 aku mulai memasuki jenjang pendidikan pada usia 4 tahun, yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) PGRI Wanakarsa, dimana sekolah itu tidak jauh dari rumahku. Dan aku lulus dari TK pada tahun 2010 ketika usiaku menginjak 7 tahun. Saat TK aku ditunjuk sebagai perwakilan untuk lomba menari dengan lagu “DuBiDuBiDu” selama dua minggu aku dilatih oleh guru TKku. Aku sangat bersemangat untuk mengikuti perlombaan tersebut, namun dua hari sebelum lomba diadakan aku jatuh sakit. Yang membuatku harus mengundurkan diri dan tidak ikut perlombaan. Sedih, tentu saja aku sangat sedih, karena aku sudah berlatih semaksimal mungkin. Mungkin Allah belum memberikan kesempatan pada waktu itu untuk mengikuti lomba tersebut. Banyak kenangan dan peristiwa manis semasa TK, hal yang selalu aku ingat ketika belajar di TK adalah keseruan bermain bersama teman-teman. Jika ada mesin untuk mengulang waktu, maka aku ingin mengulang masa-masa dimana pada saat itu belum mengenal gadget dan hanya bermain, bersenang-senang dengan tidak ada beban sama sekali. Setelah melewati masa-masa yang indah, pada tahun 2009 aku melanjutkan ke SD Negeri 2 Wanakarsa yang letaknya berdekatan dengan TK PGRI Wanakarsa. Jumlah murid di kelasku tidak sebanyak sekolah lainnya, setiap orang lain mendengar berapa jumlah murid di kelasku pasti akan terkejut dan bahkan tertawa. Bagaimana tidak, teman sekelasku hanya berjumlah 6, satu orang laki dan 5 orang perempuan. Tapi itu tidak menjadi masalah, bahkan aku bersyukur karena guru yang mengajar kita lebih memperhatikan satu persatu muridnya, karena muridnya sedikit jadi mudah dipantau satu persatu. Prestasiku ketika di Sekolah Dasar cukup unggul dari siswa lainnya, banyak kegiatan perlombaan yang aku ikuti untuk mewakili sekolahku, seperti lomba “CALISTUNG”, Lomba Siswa Berprestasi, Lomba Dokter Kecil, Lomba Cerdas Cermat, Lomba Kaligrafi dan lain sebagainya. Dari seluruh lomba yang aku ikuti hanya beberapa lomba yang aku menangkan, dan itupun bukan juara umum. Namun semua itu kujadikan sebagai pengalaman, setiap perlombaan yang aku ikuti aku selalu mendapat teman baru, aku mendapatkan banyak pembelajaran serta bisa kujadikan sebagai cerita ketika aku sudah tua nanti. Ketika di Sekolah Dasar aku dan temanku ditunjuk sebagai perwakilan untuk menari di acara Hari Jadi Banjarnegara. Tari yang dipentaskan adalah Tari Aplang, yang diikuti oleh 1.500 siswa Sekolah Dasar, untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara pada Tahun 2013. Semenjak itulah aku mulai tertarik dan menyukai dunia tari, yaitu Tari Tradisional. Saat aku kelas 6 aku sudah tidak mengikuti berbagai event perlombaan lagi, karena untuk kelas 6 sendiri sudah diarahkan agar lebih fokus ke Ujian Nasional.. Setelah lulus SD aku melanjutkan ke bangku SMP aku berhasil masuk ke SMP Favorit yang kuinginkan sejak dulu, yaitu SMP Negeri 1 Wanadadi, jarak antara rumahku dengan SMP cukup dekat. Memerlukan waktu sekitar 5 menit untuk bisa sampai ke SMP Negeri 1 Wanadadi. Untuk berangkat sekolah biasanya aku selalu diantar oleh Ayahku sedangkan untuk pulangnya aku selalu naik ojek. Masa SMP adalah masa dimana aku naik level ke tahap pendewasaan diri dari sebelumnya, dimana ini adalah waktu aku harus lebih mandiri dari sebelumnya. Masa di SMP juga sangat menyenangkan, aku mempunyai teman baru dari berbagai desa dan kecamatan, dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Untuk awal kelas 7 aku bertemu teman teman yang baik dan akupun bertemu teman yang satu hobi denganku yaitu menari. Karena sejak TK aku sudah mengenal tari, jadi di SMP pun aku mengasah hobiku dengan mengikuti ekstrakurikuler menari. Setiap satu minggu sekali aku mengikuti ekstrakurikuler tersebut. Banyak pembelajaran yang aku dapatkan tentang tari, dan aku pun telah hafal beberapa tari, seperti Tari Kumandang, Tari Kipas, Tari Merak dan lain sebagainya. 3. Komplikasi : Suatu hari guruku memberikan pengumuman bahwa akan diadakan seleksi untuk mengikuti lomba FLS2N, dimana diantara puluhan siswa yang terpilih hanya 5 orang, sebelum diadakan seleksi aku selalu berandai-andai untuk bisa mengikuti lomba FLS2N tersebut. Tiba saatnya seleksi untuk mengikuti lomba FLS2N mewakili sekolahku. Ketika diadakan seleksi tersebut aku menari dengan mengikuti arahan guru pembimbingku. Melihat penampilan siswa lain, aku pun merasa “insecure” dengan bakat siswa lainnya. Sampai tidak pernah terpikir olehku saat itu bisa lolos seleksi, namun saat pengumuman betapa terkejutnya diriku dimana namaku terpanggil dan aku lolos seleksi. Pada waktu itu aku sangat senang, karena impianku untuk bisa mengikuti FLS2N bisa terwujud. Setelah pengumuman tersebut guru pembimbingku memberikan amanah untuk meminta persetujuan kedua orang tua terlebih dahulu. Saat aku pulang dan aku menyampaikan kabar bahwa aku lolos seleksi, Ibuku menanggapi dengan tidak terlalu senang dan terlihat dari raut wajahnya yang tidak setuju. Karena Ibuku tahu persiapan mengikuti FLS2N ini membutuhkan latihan yang ekstra kuat. Namun aku tetap memaksakan diri untuk bisa mengikuti lomba itu. Akhirnya dengan berat hati Ibu dan Ayahku menyetujui. Setelah persetujuan tersebut, satu hari setelahnya kami memulai latihan, tempat latihan untuk persiapan FLS2N berada di Sanggar Tiara Banjarnegara. Karena memang sekolahku menyerahkan sepenuhnya ke sanggar Tiara. Setiap hari, sepulang sekolah kami harus pergi ke Sanggar Tiara untuk mengikuti latihan. Namun hanya beberapa kali aku mengikuti latihan disana badanku sudah terlalu letih, aku terlalu lemah dalam hal kekuatan fisik. Dan hal yang tak terduga aku pun tumbang dan jatuh sakit, pada saat itu aku memikirkan dengan matang-matang apakah aku akan tetap melanjutkan ataupun sebaliknya. Aku berpikir bagaimana nantinya jika aku jatuh sakit menjelang hari perlombaan, aku tidak ingin mengecewakan sekolahku nantinya, dan disisi lain aku juga memikirkan nilai akademis ku apakah nantinya nilaiku akan turun atau tidak. Lagi dan lagi rasa “insecure” itu menghantuiku, yang membuatku mudah putus asa dan mudah menyerah. Aku tahu hal tersebut tidak baik, karena seharusnya aku tidak menyia-nyiakan kesempatan. Seharusnya aku lebih bersemangat dan berjuang menggapai mimpiku. Namun itu semua telah terkubur dalam-dalam dengan rasa insecure ku. Banyak pikiran jelek di benakku, karena pada saat itu aku sedang sakit jadi pikiranku sudah entah kemana. 4. Resolusi : Akhirnya dengan berat hati dan penuh pertimbangan tentunya dengan dukungan orang tua, aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Karena pada waktu itu aku sakit, jadi ayahku mendatangi sekolahku untuk berbicara secara langsung dengan guru pembimbingku. Ayahku mengajukan pengunduran diriku, dan meminta maaf kepada guru pembimbingku, beliau sangat bijak dalam menanggapi masalah ini. Setelah pengunduran diriku, sekolahku mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Awalnya aku sangat sedih dan sempat malu untuk masuk sekolah, namun dengan bujukan orang tuaku aku tetap berangkat sekolah. Ayah menasehatiku bahwa semua ujian tidaklah abadi dan selalu ada hikmah dibalik semuanya. Kesedihan tentang pengunduranku tidak sampai berlarut-larut, semua berjalan seperti biasa. Dari kejadian ini, aku mendapatkan pembelajaran bahwa restu orang tua itu penting dalam segala urusan, karena ridho Allah ada di ridho orang tua juga. Setelah pengunduran diriku, aku berpikir bahwa aku tidak akan diikutsertakan dalam pentas atau lomba lainnya. Namun prasangkaku salah, ternyata aku masih diberikan kepercayaan lagi untuk menari dan mengisi acara di perpisahan kelas 12. Walaupun aku telah gagal mengikuti lomba FLS2N aku tetap senang, karena aku masih ditunjuk untuk tampil di acara perpisahan kelas 12. Bukan hanya itu, aku pun diikutsertakan dalam lomba Festival Tari Aplang bersama rekan lainnya. Dimana tari tersebut adalah tari yang pernah aku pelajari sewaktu SD, kami berlatih dengan sungguh- sungguh setiap harinya. Dan pada akhirnya usaha tidak akan mengkhianati hasil, kami memenangkan lomba Festival Tari Aplang tersebut, kami berhasil membawa nama baik SMP Negeri 1 Wanadadi dengan mendapatkan juara 2. Walaupun kami tidak berhasil mendapatkan juara umum, tapi setidaknya kami masih bisa mendapatkan juara dan membawa pulang piala. Setelah naik ke kelas 8, aku masih tetap mengikuti ekstrakurikuler tari tradisional. Namun setelah kelas 9 aku berhenti, bukan hanya aku tapi semua kelas 9 sudah tidak diikutsertakan untuk mengikuti ekstrakurikuler, agar kita lebih fokus untuk menghadapi Ujian Nasional. 5. Penyelesaiaan : Dari semua peristiwa yang aku alami, ternyata ada hikmah dibalik semua itu. Berkat kejuaraan lomba tersebut, aku mendapatkan piagam penghargaan. Saat pengumuman kelulusan Kelas 9 aku mendapatkan nilai yang cukup memuaskan. Namun tetap saja aku takut jika nantinya aku tidak bisa masuk ke SMK favorit dan jurusan yang aku inginkan. Namun dengan piagam penghargaan yang aku dapatkan di SMP aku mendapatkan nilai tambahan dari piagam tersebut. Dan hal itu sangat membantuku untuk bisa masuk ke SMK Negeri 1 Bawang, dengan mengambil jurusan Akuntansi. Sama seperti waktu SMP aku masih mengikuti ekstrakurikuler Tari Tradisional hingga kelas 11. Sekarang aku sudah duduk di kelas 12, waktu dimana ku harus lebih mendewasakan diri, sudah banyak peristiwa yang kualami dari kecil hingga saat ini. Banyak petualangan yang telah kulalui yang semakin mendewasakan diriku. Dari peristiwa-peristiwa yang telah kulalui aku menjadi belajar bahwa mendapatkan sesuatu harus bekerja keras dan pantang menyerah dan selalu mengambil sisi positif dari apa yang terjadi. Karena Allah tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambanya..