Anda di halaman 1dari 3

1.1.

Patofisiologi Diabetes Mellitus 1

Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun dimana limfosit T CD8+ sitotoksik
menyerang dan menghancurkan sel beta pada pulau kecil/islets langerhaans di pankreas. Produksi
autoantibodi terhadap produk dan komponen sel beta termasuk insulin menemani penghancuran sel
beta tersebut. Antibodi-antibodi tersebut dianggap sebagai respon dari antigen yang dilepaskan sel
beta saat penghancuran, bukan penyebab hancurnya sel beta. Antibodi-antibodi ini dapat ditemukan
sebelum adanya bukti penyakit klinis.

Hancurnya sel beta pankreas menurunkan produksi insulin. T1DM menjadi jelas secara klinis
ketika produksi insulin menurun hingga 90%. Penurunan insulin ini menyebabkan berbagai
perubahan metabolik seperti output glukosa dari hati yang tidak terkontrol serta berkurangnya
penyimpanan glukosa di otot dan jaringan lemak menyebabkan hiperglikemia. Kelebihan glukosa
pada filtrat ginjal membuat filtrat menjadi hiperosmolar, sehingga ia menahan air. Efek
hiperosmolaritas ini menyebabkan urinasi yang berlebihan (polyuria) dengan dehidrasi, peningkatan
rasa haus (polydipsia), dan kehilangan mineral-mineral.

Selain itu, Individu dengan T1DM kekurangan insulin, tidak dapat menggunakan karbohidrat
karena insulin dibutuhkan untuk membantu glukosa masuk ke dalam sel-sel tubuh dimana glukosa
kemudian dapat dimetabolisme menghasilkan energi. Simpanan lemak kemudian digunakan sebagai
sumber energi, dimana proses oksidasinya menghasilkan badan keton yang akan dilepaskan ke darah
oleh hati. Produksi badan keton ini lebih cepat daripada pembersihannya oleh jaringan perifer dan
ginjal. Hal ini kemudian menyebabkan asidosis (diabetic ketosis). Secara bersamaan, asidosis,
dehidrasi, dan kehilangan ion-ion dapat menyebabkan koma dan bahkan kematian jika tidak
ditangani dengan pemberian insulin eksogen.

1.2. Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 1

A. Faktor Genetik:
1. Kerabat dari orang yang menderita T1DM memiliki resiko lebih tinggi terkena T1DM, di
Amerika Serikat resiko terkena T1DM pada kerabat tingkat pertama sebesar 3-8%,
kembar identik memiliki resiko 30-50% keduanya mengalami T1DM.
2. adanya gen-gen kerentanan (MHC dan non-MHC) serta daerah-daerah kromosom yang
dikaitkan dengan T1DM. contohnya, hanya 45% dari populasi Amerika Serikat
mengekspresikan DR3/DR4, 95% dari individu-individu yang mengidap T1DM juga
menunjukkan adanya haplotypes tersebut.
B. Faktor Lingkungan:

Beberapa kasus T1DM diakibatkan juga oleh virus. Biasanya T1DM ini mulai berkembang
setelah infeksi coxsackie B dan yang lebih jarang yaitu virus mumps.

C. Faktor usia:

Laju penghancuran islets oleh sistem imun dan laju penurunan sekresi insulin bervariasi
antar tiap individu, namun biasanya penyakit ini memiliki permulaan yang lama dengan penyakit
parah muncul setelah sekitar 80% sel beta telah hancur. Pada beberapa kasus, permulaan T1DM
dapat terjadi sangat lama sehingga tidak terdeteksi hingga dewasa (LADA; Latent Autoimmune
Diabetes of Adults). Namun, peak incidence T1DM terjadi umumnya pada anak-anak dan dewasa
muda, paling sering adalah sekitar usia pubertas. (CDC 2020)
https://www.cdc.gov/diabetes/basics/risk-factors.html

1.3. Sign, Symptom, test


Sign dan symptom dari T1DM adalah polyuria, polydipsia, peningkatan rasa lapar, dan terkadang
penurunan berat badan tanpa alasan, kelelahan, pandangan yang buram, luka yang tidak
kunjung sembuh, sariawan yang terus kembali. (NHS UK).
https://www.nhs.uk/conditions/type-1-diabetes/symptoms-and-getting-diagnosed/

2.1. Patofisiologi Diabetes Mellitus 2

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan kelainan metabolik yang kompleks. Pada T2DM, sel-sel
tubuh (hati, otot skeletal, jaringan adiposa) resisten terhadap kerja insulin dan tidak dapat merespon
secara normal. Sel beta pankreas merespon dengan memproduksi insulin lebih banyak
(hyperinsulinemia) untuk mengkompensasi resistansi insulin. Lama kelamaan, sel beta dapat
mengalami burnout sehingga insulin output menurun dan tidak dapat memenuhi demand yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia, barulah diabetes mellitus tipe 2 dapat didiagnosis.

Tidak seperti T1DM, pada T2DM tidak terjadi penghancuran sel islets. Namun terdapat bukti
bahwa jumlah islets/sel beta pada pankreas berkurang pada T2DM yang dikaitkan dengan kematian
sel beta. Penyebab kematian ini dan hubungannya dengan T2DM masih belu diketahui.

Alasan gangguan respon pada insulin/resistensi insulin juga masih belum dipahami.
Resistensi insulin dikaitkan dengan obesitas karena penurunan berat badan mengembalikan
responsitivitas terhadap insulin dan dapat mengontrol diabetes (meskipun mekanismenya masih
belum diketahui). Namun, penyakit genetic congenital yang mencegah penyimpanan normal lemak
visceral juga dikaitkan dengan resistensi insulin yang parah, sehingga simpanan lemak visceral
dengan jumlah optimal diperlukan sebagai buffer kalori berlebih dan mencegah resistensi insulin.

2.2. Faktor Resiko Diabetes Mellitus 2

3. Tes untuk Diabetes Mellitus


Diagnosis diabetes tipe 1 maupun tipe 2 dapat dilakukan dengan satu atau lebih tes-tes
berikut:
1. Fasting Blood Sugar Test: mengukur kadar glukosa darah setelah berpuasa semalaman.
Kadar FBS di atas 126 mg/dL menandakan diabetes
2. Glucose tolerance test: melihat kemampuan sel dalam penggunaan glukosa. Setelah
berpuasa semalaman, pasien diberikan larutan glukosa yang sudah terstandarisasi untuk
diminum, kemudian kadar glukosa darah di cek setelah 1 jam, 2 jam, dan bisa juga 3 jam.
Kadar glukosa 200 mg/dL atau lebih mengindikasikan diabetes.
3. Hemoglobin A1c: menghitung persentase sel darah merah yang ditempeli oleh glukosa
(glycosylated). Karena sel darah merah dapat hidup selama sekitar 120 hari, tes ini dapat
menggambarkan kadar rata-rata glukosa darah selama 4 bulan terakhir (Loeffler). Kadar
glukosa yang tinggi menandakan keadaan hiperglikemik yang persisten. Persentase 6.5%
atau lebih mengindikasikan diabetes
4. Random Blood Sugar Test: mengukur glukosa darah pada saat dilaksanakan tes. Tes ini bisa
dilakukan kapanpun dan tidak perlu berpuasa sebelumnya. Kadar glukosa darah 200 mg/dL
atau lebih mengindikasikan diabetes

Jika dicurigai mengalami diabetes tipe 1, maka dapat dilakukan tes darah untuk melihat
adanya autoantibodi. Atau bisa juga dilakukan tes urin untuk melihat adanya keton.

https://www.cdc.gov/diabetes/basics/getting-tested.html

Anda mungkin juga menyukai