Anda di halaman 1dari 17

Hakikat, Fungsi, Tujuan PKn di SD dan Karakteristik PKN Sebagai

Pendidikan Nilai dan Moral


A. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Apabila kita kaji secara historis-kurikuler mata pelajaran
tersebut telah mengalami pasang surut pemikiran dan praksis. Sejak
lahir kurikulum tahun 1946 di awal kemerdekaan sampai pada era
reformasi saat ini.
Dalam kurikulum 1946, kurikulum 1957, dan kurikulum
1961 tidak dikenal adanya mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Dalam kurikul 1946 dan 1957 materi tersebut
dikemas dalam mata pelajaran pengetahuan umum di SD atau tata
negara di SMP dan SMA. Baru dalam kurikulum di SD tahun 1968
dikenal dikenal mata pelajaran Pendidikan Kewarga Negara (PKN).
Menueurt kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewarga Negara
mencakup sejarah Indonesia, Geografi dan Civis yang diartikan
sebagai pengetahuan kewarga negara.
Dalam wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah
yang perlu dibedakan, yakni kewarganegara dan kewarganegaraan.
Seperti dibahas oleh Somantri (1967) istilah kewarganegara
merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata
pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak
didik agar menjadi warga negara yang baik (good citizen). Di lain
pihak, istilah kewarganegaraan digunakan dalam perundangan
mengenai status formal warga negara dalam suatu negara., misalnya
sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 1949 dan peraturan
tentang diri kewarganegaraan serta peraturan tentang naturalisasi
atau pemerolehan statu sebagai warga negara Indonesia bagi oeang-
orang atau warga negara asing.

B. Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sekolah
sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab, yang secara kurikuler pendidikan
Kewarganegaraan yang harus menjadi wahana psikologis-
pedagogis yang utama. jika dirunut sacara yuridis adabeberapa
ketentuan perundang-undangan yang mengandung amanat tersebut,
sebagai berikut.
1. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indoanesia dan perubahannya ( UUD 1945 dan Perubahannya),
khusunya alinea ke-4.
2. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)
3. Peraturan Pemerintah Republik Idonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ( PP RI No. 19
tahun 2005 tentang SNP). Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan
bahwa kurikulum SD/Mi/SDLB/Paket A, SMP/MTs?
SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK
atau bentuk lainnya yang sederajat terdiri dari;
a. Kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan, dan ahlak
mulia
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
4. Pasal 6 ayat (4) yang menyatakan bahwa “setiap kelompok
mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan secara holistk sehingga pelajaran masing-masing
kelompok mata pelajaran ikt mewarnai pemahaman dan /atau
penghayatan peserta didik
5. Pasal 7 ayat (2) yang menyatakan bahwa kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada
SD/MI/SDLB/Paket A , SMP/MTs?SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat dimaksudkan untuk peningkatan kesadran dan
wawasan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya
dalam kehidupa bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
pengimgktan kualitas dirinya sebagai manusia.
Dalam kontesks itu, khususnya pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah, sekolah seyogianya dikembangkan sebagai pranata
atau tatanan sosial-pedagogis yang kondusif atau memberi suasana
bagi tumbuhkembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.
Menyadari berapa pentingnya peran PKn dalam proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat,
melalui pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan
pengembangan kreativitas peserta didik dalm proses pembelajaran
maka dengan melalui PKn setelah perlu dikembangkan sebagai
pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan
berkehidupan yang demokratis untuk membangunkehidupan
demokrasi.
Dari kedua konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa
paradigm pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu
dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional atau berisi –jamak.

C. Ruang Lingkup PKn di SD


Dalam lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006
dikemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
mrupakan mata pelajaran yang memfokuskan pad pembentukan
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hal-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesai yang
cerdas terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila
dan UUD 1945, sedangkan tujuannya, digariskan dengan tegas, “
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menggapai isu
kewarganegaraan.
2. Berpasrtisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, seta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi dan komunikasi.

Sementara itu, ditetapkan pula bahwa “ kedalaman muatu


kurikulum pada setiap mata pelajaran pafa setiap satuan
pemdidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam
struktur kurikulum. Secara keseluruhan untuk SD/MI dalam
Permendiknas tersebut ditetapkan Struktur Kurikulum yang secara
esensial dikemukakan sebagai berikut.

D. Struktur Kurikulum SD
Struktrur kurikulum SD/MI meliputi subtansi pembelajaran
yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam
bulan mulai kelas 1 sampai dengan kelas 6. struktur kurikulum
SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan
standar kompetensi matama
mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal
dan pengembangan diri.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI
merupakan “IPA terpadu” dan “IPS terpadu”
c. Pembelajaran pada kelas 1 s.d 3 dilaksanakan melalui
pendekatan tematik, sedangkan pada kelas 4 s.d 6
dilaksankan melalui pendekatan mata pelejaran.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan
sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.
e. Alokasi waktu satu jam pembelajran adalah 35 menit.
f. Minggu efektif dalam satu tahun plajaran ( dua semester)
adalah 34-38 minggu..
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Ruang
lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk
pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut.
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggan sebagai bangsa
Indonesia, keutuan Negara Keasatuan Republik Indonesia.
b. Norma, Hukum dan Persatuan , meliputi tata tertib dalm
kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah norma yang berlaku
di masyarkat, peraturan-peraturan daerah.
c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak
dan kewajiban anggota masyarakat.
d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi hidup gotong royong,
harga diri sebagai warga masyarkat, kebebasan berorganisasi.
e. Konstitusi Negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama .
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi pemerintahan desa dan
kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi – pemerintahan
pusat.
g. Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dan ideology negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar
negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar
negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi.

E. Tuntutan Pedagogis PKn di SD

I
Istilah pedagogis diserap dari bahasa Inggris paedagogical.
Sesungguhnya akar katanya adalah paes dan ago (bahasa latin),
artinya saya membimbing. Kemudian, muncul istilah paedagogy
yang artinya ilmu mendidik atau ilmu pendidikan (Purbakawatja
1956). Tuntunan pedagogis dalam modul inidiartikan sebagai
pengalaman belajar (learning experiences) yang bagaimana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan,
dalam pengertian ketuntasan penguasaan kompetensi
kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan
kompetensi dasar.Marilah kita menyimak implikasi dari lingkup isi
PKn SD/MI terhadap esensi kualitas warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh implikasi dari tuntutan isi
PKn terhadap wawasan demokrasi, sikap demokratis dan tanggung
jawab, saerta perilaku demokratis.
Semua kompetensi dasar untuk setiap kelas menuntut perilaku
nyata (overt behavior). Hal ini berarti bahwa konsep dan nilai
kewarganegaraan diajarkan tidak boleh berhenti pada pikiran semata,
tetapi harus terwujudkan dalam perbuatan nyata.
Marilah kita ambil sebagai contoh Pengalaman Belajar yang
merupakan implikasi pedagogis dari tuntutan pengembangan
Kompetensi dasar untuk Kelas IV sebagai berikut.
Dengan kata lain PKn menuntut terwujudkannya pengalaman
belajar yang bersifat utuh memuat belajar kognitif, belajar nilai dan
sikap, dan belajar perilaku. PKn seharusnya tidak lagi memisah-
misahkan domain- domain perilaku dalam belajar. Proses pendidikan
yang dituntut dan menjadi kepedulian PKn adalah proses pendidikan
yang terpadu utuh, yang juga disebut sebagai bentuk confluent
education (Mc, Neil, 1981). Tuntutan pedagogis ini memerlukan
persiapan mental, profesionalitas, dan hubungan sosial guru-murid
yang kohesif. Guru seyogianya siap memberi contoh dan menjadi
contoh. Ingatlah pada postulat bahwa Value is neither tought now
cought, it is learned (Herman 1966). Nilai tidak bisa diajarkan atau
pun ditangkap sendiri, tetapi dicerna melalui proses belajar. Oleh
karena itu, nilai harus termuat dalam materi pelajaran PKn.
PKn merupakan mata pelajaran dengan visi utama sebagai
pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional. Ia merupakan
pendidikan nilai demokrasi, pendidikan moral, pendidikan sosial, dan
masalah pendidikan politik. Namun, yang paling menonjol adalah
sebagai pendidikan nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu,
secara singkat PKn dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung
misi pendidikan nilai dan moral. Alasannya antara lain sebagai
berikut.
1. Materi PPKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan
UUD 45 beserta dinamika perwujudan dalam kehidupan
masyarakat negara Indonesia.
2. Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut
dalam
perilaku nyata kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosional,
intelektual, dan sosial dari peserta didik dan guru sehingga
nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif),
tetapi dihayati (bersifat objektif) dan dilaksanakan (bersifat
perilaku).
Sebagai pengayaan teoretik, pendidikan nilai dan moral
sebagaimana dicakup dalam PKn tersebut, dalam pandangan
Lickona (1992) disebut "educating for character" atau
"pendidikan watak" Lickona mengartikan watak atau karakter
sesuai dengan pandangan filosof Michael Novak (Lickona
1992 : 50-51), yakni Compatible mix of all those virtues
identified by religions traditions, literary stories, the sages, and
persons of common sense down through history. Artinya, suatu
perpaduan yang harmonis dari berbagai kebajikan yang tertuang
dalam keagamaan, sastra, pandangan kaum cerdik-pandai dan
manusia pada umumnya sepanjang zaman. Oleh karena itu,
Lichona (1992, 51) memandang karakter atau watak itu
memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yakni moral knowing,
moral feeling, and moral behavior atau konsep moral, rasa dan
sikap moral dan perilaku moral. Bila buah pemikiran Lickona
(1992) tersebut kita kaitkan dengan karakteristik PKn SD,
nampaknya kita dapat menggunakan model Lickona itu sebagai
kerangka pikir dalam melihat sasaran belajar dan isi PKn. Setiap
konsep nilai Pancasila yang telah dirumuskan sebagai butir
materi PKn pada dasarnya harus memiliki aspek konsep moral,
sikap moral, dan perilaku moral.
Contohnya, untuk butir materi tenggang rasa pembelajaran
PKn harus menyentuh ketiga aspek seperti berikut.
1. Konsep Moral
a. Kesadaran perlunya tenggang rasa
b. Pemahaman tentang tenggang rasa
c. Manfaat tenggang rasa di masa depan
d. Alasan perlunya saling menenggang rasa
e. Bagaimana memilih cara menenggang rasa
f. Penilaian diri sendiri mengenai tenggang rasa

2. Sikap Moral
a. Kata hati kita tentang orang lain
b. Rasa percaya diri kita dalam berhadapan dengan orang lain
c. Empati kita mengenai orang lain
d. Cinta kita terhadap tenggang rasa
e. Pengendalian diri kita untuk orang lain
f. Rasa hormat kita kepada orang lai

Perilaku Moral
g. Kemampuan menenggang rasa orang lain
h. Kemauan menenggangkan rasa orang lain
i. Kebiasaan menenggang rasa orang lain

Dari pembahasan kita mengenai PKn sebagai pendidikan


nilai dan moral dikaitkan dengan konsep pendidikan watak
kiranya kita dapat mencatat hal- hal sebagai berikut.
1. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama
sebagai pendidikan nilai dan moral pada akhirnya akan
bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta
didik sesuai dengan dan merujuk kepada nilai-nilai dan
moral Pancasila.
2. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan
dalam diri peserta didik melalui pengembangan konsep
moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap rumusan butir
nilai yang telah dipilih sebagai materi PPKn.

Oleh karena itu, bagi pendidikan di Indonesia PKn dapat


dikatakan sebagai program pembelajaran nilai dan moral
Pancasila dan UUD 45 yang bermuara pada terbentuknya watak
Pancasila dan UUD 45 dalam diri peserta didik. Watak ini
pembentukannya harus dirancang sedemikian rupa sehingga
terjadi keterpaduan konsep moral, sikap moral dan perilaku
moral Pancasila dan UUD 45. Dengan demikian pula kita dapat
menegaskan kembali bahwa PKn merupakan suatu bentuk mata
pelajaran yang mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa
compleement education. Pendidikan yang memusatkan perhatian
pada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.

F. Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD


1. Pengertian Nilai menurut pakar
a. Lorens Bagus (2002) dalam bukunya Kamus Filsafat
menjelaskan tentang nilai yaitu sebagai berikut :
1) Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa Latin valere
(berguna,mampu akan, berdaya, berlaku, kuat)
2) Nilai ditinjau dari segi Harkat adalah kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau
dapat menjadi objek kepentingan.
b. Nilai adalah the addressee of a yes “ sesuatu atau alamat yang
ditujukan dengan kata „ya‟ .Hans Jonas (Bertens, 2004).
c. Mulyana ( 2004) mendefiniskan tentang nilai itu adalah rujukan
dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Definisi tersebut
dikemukakan oleh Mulyana yang secara eksplisit menyertakan
proses pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar alamat yang
dituju oleh sebuah kata „ya‟.
2. Pengertian Moral menurut pakar
a. Menurut Chaplin (2006) : Moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau
adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
b. Menurut Wantah (2005) : Pengertian moral adalah sesuatu yang
berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan
menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku.
Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat
mendasar, yakni bahwa “value is neather taught nor cought it is
learnded” yang artinya bahwa subtansi nilai tidaklah semata-mata
ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti
ditangkap, diinternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat
dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses belajar[1].
Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokultural yang
jelas dan mendesak bagi kelangsungan kehidupan yang berkeadaban
karena pada dasarnya pewarisan nilai antar generasi merupakan wahana
sosiopsikologis dan selalu menjadi tugas dari proses peradaban. Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Indonesia dalam usia setengah abad lebih ini masih banyak kita jumpai
fenomena yang justru potensial memperlemah komitmen nilai
kebangsaan tersebut. Dalam latar belakang kehidupan masyarakat,
proses pendidikan nilai sudah  berlangsung dalam kehidupan
masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongeng
dan sejenisnya yang dulu dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan
cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau sinetron
dalam media massa tersebut. Peranan sekolah sebagai wahana
psikopedagogis dan sosiopedagogis yang berfungsi sebagai pendidik
moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil
anak yang mendapat pendidikan moral dari orangtuanya dan peranan
lembaga keagamaan sejak kecil.
Selanjutnya, sebagai prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan
serta tidak diskriminatif.
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik
dengan system terbuka dan multimakna.
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai sutau proses pembudayaan
yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan keativitas.
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat.
Proses pendidikan tidak bisa dilepaskan dari proses kebudayaan
yang pada akhirnya akan mengantarkan manusia menjadi insan yang
berbudaya dan berkeadaban.
G. Pendidikan Nilai dan Moral Dalam Standart Isi Pkn Di Sd
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 “Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter
yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”. Selanjutnya
digariskan dengan tegas bahwa PKn bertujuan ‘agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Partisipasi aktif dan bertangung jawab dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-
korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis.
4. Berinteraksi dengan bangsa - bangsa lain dengan memnafaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Dilihat dari rumusan diatas tidak terdapat rumusan bahwa PKn
merupakan pendidikan nilai dan moral. Namun bila dikaji secara
cermat dan mendasar, pada setiap rmusan kualitas perilaku yang ingin
dikembangkan melekat sejumlah nilai dan moral.
Berpikir kritis adalah proses psikologis untuk memberikan
penilaian terhadap suatu objek atau fenomena dengan informasi yang
akurat dan otentik. Berpikir rasional adalah proses psikologis untuk
memahami objek dengan logika. Berpikir kreatif adalah proses
psikologis untuk menghasilkan suatu cara atau proses baru yang lebih
berkualitas atas dasar pemikiran terbaik. Bertindak cerdas adalah
aktivitas nyata untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan yang
matang dan utuh.
Menurut Permendiknas NO.22 Tahun 2006 secara umum meliputi
subtansi kurikuler yang didalannya mengandung nilai dan moral
sebagai berikut :
1. Persatuan dan Kesatuan bangsa
2. Norma , hukum dan peraturan
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan warga Negara
5. Kostitusi Negara
6. Kekuasaan dan Politik
7. Pancasila
8. Globalisasi
Khusus untuk SD/ MI lingkup isi Pendidikan Kewarganegaraan
dikemas dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam
KTSP 2006, misal untuk kelas 1 semester 1:
Standar Muatan nilai dan
Kompetensi Dasar
Kompetensi moral
1. Menerapkan 1.1. Menjelaskan - Kebersamaan,
hidup rukun perbedaan jenis - kerukunan,
dalam perbedaan kelamin, agama dan - keberagaman,
suku bangsa. - kekeluargaan,
1.2. Memberikan contoh - kesadaran
hidup rukun melalui gender.
kegiatan di rumah
dan di sekolah
1.3. Menerapkan hidup
rukun di rumah dan
di sekolah
2. Membiasakan 1.1. Menjelaskan - ketertiban di
tertib di rumah pentingnya tata tertib dumah
dan di sekolah di rumah dan di - ketertiban di
sekolah. sekolah
1.2. Melaksanakan tata
tertib d rumah dan di
sekolah

H. Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai Dan Moral dalam PKn


Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan
proses pendidikan di sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan
nilai secara konseptual dan operasional. Konsep-konsep “values
education, moral education, education of virtues” yang secara teoritik
oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai program dan proses
pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran atau
menurut Bloom untuk mengembangkan niali dan sikap. Seperti dikutip
oleh Lickona (1992) Theorode Rosevelt(mantan Presiden USA) dan
Bill Honing (Superintendent Of Public Instruction, California)
memberi landasan pentingnya pendidikan di Amerika. Rosevelt
mengatakan bahwa “ mendidik orang, hanya tertuju pada pikirannya
dan bukan moralnya, sama dengan mendidikan keburukan kepada
Masyarakat”.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut, sejak
dini sekolah diharapkan mampu mengambil peran yang aktif dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan nilai moral yang bersumber
dari kebijakan dan keadaan demokrasi.
Bagaimana nilai moral berkembang dalam diri individu ?
Secara teoritik nilai moral berkembang secara psikologis dalam diri
individu mengikuti perkembangan usia dan konteks sosial. Dalam
kaitannya dengan usia, Piaget merumuskan perkembangan kesadaraan
dan pelaksanaan aturan sebagai berikut :
Tahap pada domain kesadaran mengenai aturan :
1. Usia 0-2 tahun. Pada awal usia ini aturan dirasakan sebagai  hal
yang tidak memaksa.
2. Usia 2-8 tahun. Pada usia aturan disikapi sebagai hal yang bersikap
sakral dan diterima tanpa pemikiran.
3. Usia 8-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai hasil
kesepakatan.
Tahapan pada domain pelaksanaan aturan :
1. Usia 0-2 tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang
hanya bersifat motorik saja.
2. Usia 2-6 tahun. Pada usia ini aturan dilaksanakan sebagai perilaku
yang lebih berorientasi pada diri sendiri.
3. Usia 6-10 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai perwujudan
dari kesepakatan.
4. Usia 10-12 tahun. Pada usia ini aturan diterima sebagai ketentuan
yang sudah dihimpun.
Di lain pihak, Lawrence Kohlberg, Professor pada Harvard
University mengadakan penelitian tentang perkembangan moral, dari
penelitian itu Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat perkembangan
moral seperti berikut :
Tingkat I : Prakonvensional
Tahap 1 : Tahap 2 :
Orientasi hukuman dan Orientasi instrumental nisbi
kepatuhan “seseorang berbuat baik apabila
“apapun yang pada akhirnya orang lain berbuat baik padanya”
mendapat pujian atau dihadiahi
adalah baik, dan apapun yang pada
akhirnya dikenai hukuman adalah
buruk”

Tingkat II : Konvesional
Tahap 3 : Tahap 4 :
Orientasi kesepakatan timbal Orientasi hukum dan ketertiban
balik “sesuatu hal baik adalah yang
“sesuatu hal dipandang baik diatur oleh hukum dalam
dengan pertimbangan untuk masyarakat dan dikerjakan sebagai
memenuhi anggapan orang lain pemenuhan kewajiban sesuai
baik atau baik karena memang di dengan norma hukum tersebut”
sepakati”
Tingkat III : Poskonvensional
Tahap 5 : Tahap 6 :
Orientasi kontrak sosial legalistik Orientasi prinsip etika universal
“sesuatu dinilai baik bila sesuai “sesuatu dianggap baik bila telah
dengan kesepakatan umum dan menjadi prinsip etika yang bersifat
diterima oleh masyarakat” universal dari mana norma dan
aturan dijabarkan”

Dengan kata lain, pendidikan nilai yang ditawarkan oleh Kohlberg


sama dengan yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap
perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral, namun berbeda
dalam hal titik berat pembelajarannya.

Anda mungkin juga menyukai