Anda di halaman 1dari 30

HIPERTIROID

DEFINISI
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa peningkatan
kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal
(Bahn et al, 2011).
Hipertiroidisme atau dikenal dengan tirotoksikosis dikatakan sebagai respon
jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang berlebihan
(Sylvia.dkk,2006)
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini menyebabkan
beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang disebut dengan
thyrotoxicosis (Bararah, 2009).

EPIDEMIOLOGI
Di Inggris prevalensi hipertiroid pada praktek umum 25-30 kasus dalam 10.000
wanita. Prevalensi hipertiroid 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria (wanita :
20-27 kasus dalam 1.000 wanita, pria : 1-5 per 1.000 pria). Data dari Whickham survey
pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan fT4 menunjukkan prevalensi hipertiroid
pada masyarakat sebanyak 2 % (Kanaya et al., 2002). Prevalensi hipertiroid overt
sekitar 20 per 1000 wanita dan 2 per 1000 laki-laki.
Penelitian yang dilakukan oleh Caresini et al. (2008) terhadap 1453 pasien
dengan gangguan fungsi tiroid didapatkan prevalensi hipertiroid subklinis 7,8%
sedangkan prevalensi hipertiroid overt sebesar 2%.
Hipertiroid subklinis sering ditemukan, gejala yang dirasakan umumnya ringan
sehingga pasien tidak terlalu menghiraukan. Setiap tahunnya hipertiroid subklinis
berkembang sekitar 5% khususnya yang berkaitan dengan asupan yodium pada daerah
endemik goiter.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cooper, 2007, hipertiroid subklinis dapat
berkembang menjadi hipertiroid overt bila tidak diterapi dalam waktu 2 tahun. Sekitar
4,1% dalam waktu 4 tahun hipertiroid subklinis yang berkembang menjadi hipertiroid
overt akan mengalami komplikasi, namun perbaikan gejala klinis terlihat dalam waktu
enam bulan bila langsung diterapi. Selain gejala klinis pada umumnya hal yang paling
menonjol pada kasus hipertiroid overt sudah didapatkan adanya komplikasi,
diantaranya atrial fibrilasi dan osteoporosis (Toft, 2001). Pada hipertiroid overt risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan RR = 5,2. Terjadinya osteoporosis sekitar 2
% yang diduga konsekuensi terhadap terapi levothyroxine.
Hipertiroidisme memiliki beberapa penyebab, penyakit Graves adalah yang
paling umum dan merupakan suatu gangguan autoimun yang terkait dengan antibodi.
Nodul tiroid tunggal atau ganda yang menghasilkan hormon tiroid bisa juga
menyebabkan hipertiroidisme. Penggunaan dosis yang berlebihan dari levothyroxine
suplemen hormon tiroid juga merupakan penyebab umum hipertiroidisme.

FAKTOR RESIKO
A. Terjadinya hipertiroidisme
Menurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang untuk terkena
hipertiroidisme sebagai berikut:
1. Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau pernah
menjalani operasi kelenjar tiroid.
2. Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan gangguan
hormonal.
3. Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.
4. Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.
5. Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti amiodarone.
6. Berusia lebih dari 60 tahun.
B. Kambuh (relapse)
Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidisme terutama dengan
obat antitiroid cukup tinggi dengan persentase 30 – 70% (Bartalena, 2011).
Kekambuhan pada pasien hipertiroidisme dapat terjadi satu tahun setelah
pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahun setelahnya. Secara umum faktor-
faktor risiko terjadi kekambuhan hipertiroidisme adalah sebagai berikut :
1. Ukuran goiter tergolong besar.
2. Berusia kurang dari 40 tahun
3. Merokok.
4. Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhir pengobatan
dengan obat anti tiroid.
5. Faktor psikologis seperti depresi.

ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease,
toxic adenoma, dan multinodular goiter.
1. Graves’ Disease
Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena sekitar
80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan
adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe 1 (Fumarola et
al, 2010). Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan
kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena
adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan
mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu
perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan
kadar hormon tiroid melebihi normal. TSAb dihasilkan melalui proses respon imun
karena adanya paparan antigen.
Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell)
menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T
helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan
merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Salah satu faktor
risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’
Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat
pada rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke
tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan umumnya pada orang normal,
asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine (Jacobson et al, 2008).
Untuk membantu menegakkan diagnosis pasien menderita Graves’ disease
perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Menurut Baskin
et al (2002), pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Graves’ disease yaitu TSH serum, kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan
bebas, iodine radioaktif, scanning dan thyrotropin receptor antibodies (TRAb).
Pada pasien Graves’ disease, kadar TSH ditemukan rendah disertai
peningkatan kadar hormon tiroid. Dan pada pemeriksaan dengan iodine radioaktif
ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. Sedangkan pada teknik scanning
iodine terlihat menyebar di semua bagian kelenjar tiroid, dimana pola penyebaran
iodine pada Graves’ disease berbeda pada hipertiroidisme lainnya. TRAb
ditemukan hanya pada penderita Graves’ disease dan tidak ditemukan pada
penyakit hipertiroidisme lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis
Graves’ Disease. Selain itu TRAb dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan terapi dan tercapainya kondisi remisi pasien (Okamoto et al, 2006).

2. Toxic Adenoma
Pada pasien toxic adenoma ditemukan adanya nodul yang dapat
memproduksi hormon tiroid. Nodul didefinisikan sebagai masa berupa folikel tiroid
yang memiliki fungsi otonom dan fungsinya tidak terpengaruhi oleh kerja TSH
(Sherman dan Talbert, 2008). Sekitar 2 – 9% kasus hipertiroidisme di dunia
disebabkan karena hipertiroidisme jenis ini. Menurut Gharib et al (2007), hanya 3–
7% pasien dengan nodul tiroid yang tampak dan dapat teraba, dan 20 – 76%
pasien memiliki nodul tiroid yang hanya terlihat dengan bantuan ultra sound.
Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita, pasien berusia lanjut, defisiensi
asupan iodine, dan riwayat terpapar radiasi.

3. Toxic Multinodular Goiter


Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter
merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia.
Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena
ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan,
namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat
dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi
ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.

4. Hipertiroidisme Subklinis
Selain ketiga jenis di atas, sekitar 1% kasus hipertiroidisme disebabkan
hipertiroidisme subklinis. Pada hipertiroidisme sub klinis, kadar TSH ditemukan
rendah disertai kadar T4 dan T3 bebas atau total yang normal. Menurut Ghandour
(2011), 60% kasus hipertiroidisme subklinis disebabkan multinodular goiter. Pada
pasien yang menderita hipertiroidisme subklinis dapat ditemukan gejala klinis yang
tampak pada pasien overt hyperthyroidism.
Perlu diketahui bahwa Hipertiroid overt adalah hipertiroid dengan
karakteristik kadar serum TSH tersupresi (dibawah normal) dengan kadar serum
fT4 atau fT3 meningkat dari batas normal yang disertai dengan gejala klinis
hipertiroid.

PATOFISIOLOGI

Diawali dengan faktor resiko seperti usia, gaya hidup, dan riwayat penyakit
autoimun akan menyebabkan manifestasi tiroiditis, Grave Disease, nodul tiroid toksik.
Hal ini akan menyebabkan hormon tiroid dikeluarkan secara berlebihan oleh kelenjar
tiroid sehingga menyebabkan hipertiroidisme. Pengeluaran hormon tiroid secara
berlebihan ini disebabkan oleh adanya immunoglobulin (IgG) yang dapat merangsang
reseptor TSH yang merupakan reseptor pembentuk hormon tiroid di hipofisis
(Sylvia.dkk,2006). Akibatnya antibodi ini dapat merangsang fungsi tiroid tanpa
bergantung pada TSH hipofisis. Peningkatan hormon tiroid dalam tubuh akan
menyebabkan peningkatan metabolisme, aktifitas simpatik yang berlebih, dan gerakan
kelopak mata yang relative lambat terhadap bola mata (lid leg). Pada peningkatan
hipermetabolisme menyebabkan ketidakseimbangan energi dengan kelebihan tubuh
dan penurunan berat badan. Sehingga mencetuskan diagnose keperawatan perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan dan kelelahan. Aktivitas simpatik yang berlebihan akan
menyebabkan perubahan konduksi listrik jantung yang akan berdampak pada naiknya
beban kerja jantung sehingga menyebabka arimia dan takikardi. Dan untuk diagnose
keperawatannya adalah resiko penurunan curah jantung. Sedangkan lid leg akan
menyebabkan infiltrasi limfosit, sel mast ke jaringan orbital, dan otot-otot mata.
Sehingga menyebabkan eksoftalmus, yang menegakkan diagnosa resiko kerusakan
integritas jaringan.

MANIFESTASI KLINIK
Penderita hipertiroidisme yang sudah berkembang lebih jauh akan
memperlihatkan kelompok tanda dan gejala yang khas (yang kadang- kadang disebut
tirotoksikosis) .
Gejala yang sering ditemukan pada penderita hipertiroid yakni :
1. Umum :Berat badan turun, keletihan, apatis, berkeringat, dan tidak
tahan panas
2. Kardiovaskuler :Palpitasi, sesak nafas, angina,gagal jantung, sinustakikardi,
fibrilasi atrium, nadi kolaps.
3. Neuromuskular :Gugup,gelisah, agitasi, tremor, koreoatetosis,psikosis,
kelemahan otot, secara emosional mudah terangsang
(hipereksitabel), iritabel dan terus menerus merasa khawatir,
Serta tidak dapat duduk diam .
4. Gastrointestinal :penderita mengalami peningkatan selera makan dan
konsumsi makanan, penurunan berat badan yang progresif,
kelelahan oto yang abnormal, perubahan defekasi dengan
konstipasi atau diare, serta muntah.
5. Reproduksi :Oligomenorea, infertilitas
6. Kulit :warna kulit penderita biasanya agak kemerahan (flushing)
dengan warnah salmon yang khas dan cenderung terasa
hangat, lunak serta basah.. namun demikian, pasien yang
berusia lanjut mungkin kulitnya agak kering, tangan
gemetarPruritus, eritema Palmaris, miksedema pretibial,
rambut tipis..
7. Struma :Difus dengan/tanpa bising, nodosa
8. Mata :Lakrimasi meningkat,kemosis (edeme konjungtiva),
proptosis, ulserasi kornea,optalmoplegia, diplobia, edema
pupil, penglihatan kabur.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG


1. Kadar total tiroksin dan triyodotironin serum
Kadar tiroksin dan triyodotironin diukur dengan radioligand assay. Pengukuran
termasuk hormon terikat dan hormon yang bebas. Kadar normal tiroksin adalah 4
sampai 11 μg/dl. Untuk triyodotironin kadarnya berkisar 80 sampai 160 ng/dl.
2. Tiroksin bebas
Tiroksin bebas mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolic
aktif.
3. Kadar TSH serum
Dapat diukur dengan assay radioimunomerik. Nilai normal dengan assay
radioimunomerik adalah 0,02 hingga 5,0 μU/ml. kadar TSH plasma sensitive dan
dapat dipercaya sebagai indicator fungsi tiroid. Terdapat kadar yang tinggi pada
pasien dengan hipertiroidisme primer, yaitu pasien yang memiliki kadar tiroksin
rendah akibat dari timbal balik peningkatan pelepasan TSH hipofisis. Sebaliknya
pasien dengan peningkatan autoimun pada fungsi tiroid (Grave disease,
hiperfungsi nodul tiroid) atau pasien yang menerima kadar dosis penekanan
hormon tiroid eksogen akan mendapatkan kadar yang ada di bawah normal.
Dengan adanya essay radioimunometrik yang sangat sensitive terhadap TSH, uji
ini sendiri dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki
penyakit tiroid.
4. Tes ambilan yodium radioaktif
Digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan
mengubah yodida. Pasien menerima dosis RAI yang akan ditangkap oleh tiroid
dan dipekatkan setelah 24 jam. Kemudian radioaktivitas yang ada dalam kelenjar
tiroid tersebut dihitung. Normalnya jumlah radioaktif yang diambil sekitar 10%
hingga 35% dari dosis pemberian. Pada hipertiroidisme nilainya akan tinggi dan
akan rendah bila kelenjar tiroid ditekan.
5. Laju metabolisme basal (BMR), kadar kolesterol serum, dan tanda-tanda refleks
tedon Achilles.
Mengukur jumlah penggunaan oksigen pada saat istirahat, kadar kolesterol serum,
dan tanda-tanda refleks tedon Achilles. Pada keadaan pasien hipertiroidisme BMR
mengalami kenaikan dan kadar kolesterol serumnya rendah, dan tendon Achilles
memperlihatan relaksasi yang cepat.
6. Penilaian Indeks Wayne
KOMPLIKASI
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis
karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu
yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hipermetabolik yang
ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase
lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang disertai dengan
hipotensi.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya
pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya
intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap
hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan
kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta,
cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar
plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien
tirotoksikosis.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten
melebihi 38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC
dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain
hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan
disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal
jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi
takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup
agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang,
dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.14
sehinggadapat disimpulkan bahwa kecurigaan akan terjadi krisis tiroid apabila terdapat
trias krisis tiroid, yaitu menghebatnya tanda tirokotoksikosis, kesadaran menurun, dan
hipertermia.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk satu atau beberapa tindakan sebagai
berikut :
1. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti propiltiourasil
atau mentimasol, yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. Obat-obat ini
menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin.
2. Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat
antitiroid. Karena manifestasi klinik hipertiroidisme adalah akibat dari
pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi
klinis itu akan berkurang dengan pemberian beta bloker . beta bloker
menurunkan takikardi, kegelisahan , dan keringat yang berlebih. Dan juga
menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triyodotironin.
3. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiourasil prabedah
4. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Pengobatan dengan RAI dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa dengan
penyakit Graves tapi biasanya merupakan kontraindikasi bagi anak-anak dan
wania hamil. Pada pasien dengan nodular goiter dapat digunakan sebagai obat-
obat antitiroid atau terapi ablative dengan RAI. Tetapi jika pembesaran goiternya
terlalu besar dan tidak ada kontraindikasi pembedahan, maka harus
dipertimbangkan melakukan reseksi bedah.
HIPOTIROID
DEFINISI
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang
penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme merupakan suatu
sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di
interstisial terutama dikulit dan otot. (Soewondo, 2008).
Hipotiroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat
kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan
tubuh akan hormon-hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999).

EPIDEMIOLOGI
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan
lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu
juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh
dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara
itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering
adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per
1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000.
Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan
angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk
wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria.
Revalensi Hipotiroid kongenital diperkirakan 1 dari 4000 kelahiran, 1 dari 2000
orang pada ras Timur, 1 dari 5500 pada ras eropa dan 1 dari 32000 pada ras afrika,
insiden meningkat pada sindrom down 1:140. 95 % kelainan ini bersifat sporadik dan
5% nya terkait genetik, yang biasanya pada dishormonogenesis. Perbandingan
perempuan dan laki-laki adalah 2:1 dan terkait tipe HLA spesifik.

FAKTOR RESIKO
1. Ras (kulit putih atau Asia)
2. Umur (semakin tua)
3. Uban tumbuh dengan cepat
4. Gangguan autoimun seperti diabetes tipe 1, multiple sclerosis, rheumatoid
arthritis, penyakit celiac, penyakit Addison, anemia pernisiosa, atau vitiligo.
5. Gangguan bipolar
6. Sindrom Down
7. Sindrom Turner

ETIOLOGI
Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu
1. Hipotiroid primer
Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis
hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti
tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi
kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
2. Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak
memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating
hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary
atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap
hormone tiroid.
3. Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk
memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat
distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan
suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama
dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya
disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada “goiter belt” dengan
karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.
Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya
disebabkan oleh:
 Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah.
 Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang
menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik,
bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung
goitogenik glikosida.
 Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen,
( Aminothiazole, tolbutamid ).
PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone
tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone
tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk
kompensasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan
adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi
sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH
menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah.
Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada
menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan
menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi
achlorhydria (penurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal,
bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang
mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam
serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis
dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial
seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien
dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan
eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam
folat. (Lukman and Sorrensons, 1993: 1810; Rumaharbo, H, 1999:)

MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka tidak spesifik
(yang berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan
adalah seringkali dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan
mungkin tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya
menjadi lebih nyata ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini
berhubungan dengan suatu perlambatan metabolisme tubuh.
 Gejala-gejala umum sebagai berikut :
1. Kelelahan
2. Depresi
3. Ketidaktoleranan dingin ( hypotermi )
4. Konstipasi
5. Tingkat-tingkat kolesterol yag meningkat
6. Nyeri yang samar-samar
 Manifestasi berdasarkan system – system di tubuh :.
1. Sistem kardiovaskuler
Menurunnya heart rate, kardiak output, menurunnya kebutuhan oksigen otot
jantung, peningkatan resisten vaskuler perifer, hiperkolestrolemia
2. Sistem Hematologi
Normositik, normokronik anemia, makrositik anemia (pernicious)
3. Sistem Pernapasan
Penurunan jumlah pernapasan, kelemahan otot pernapasan, retensi CO2 pada
hasil AGD, kesulitan bernapas.
4. Sistem Perkemihan
Retensi cairan, penurunan output urin, menurunnya produksi eritropoitin.
5. Sistem Gastrointestinal
Menurunnya peristaltic usus, anorexia, konstipasi, penurunan metabolism
protein, peningkatan serum lipid,
6. Sistem Integumen
Tidak tahan dingin, rambut rontok, kuku rapuh.
7. Sistem Endokrin
Normal atau pembesaran kelenjar tiroid.
8. Sistem Saraf
Kelemahan, somenolen,
9. Sistem Reproduksi
Myxedena
Ketika penyakit menjadi lebih berat, mungkin ada bengkak-bengak disekeliling
mata, suatu denyut jantung yang melambat, suatu penurunan temperatur tubuh, dan
gagal jantung. Dalam bentuknya yang amat besar, hipotiroid yang berat mungkin
menjurus pada suatu koma yang mengancam nyawa (miksedema koma). Pada
seorang yang mempunyai hipotiroid yang berat, suatu miksedema koma cenderung
dipicu oleh penyakit-penyakit berat, operasi, stres, atau luka trauma.
Kondisi ini memerlukan opname (masuk rumah sakit) dan perawatan segera
dengan hormon-hormon tiroid yang diberikan melalui suntikan di diagnosis secara
benar, hipotiroid dapat dengan mudah dan sepenuhnya dirawat dengan penggantian
hormon tiroid. Pada sisi lain, hipotiroid yang tidak dirawat dapat menjurus pada suatu
pembesaran jantung (cardiomyopathy), gagal jantung yang memburuk, dan suatu
akumulasi cairan sekitar paru-paru (pleural effusion).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan T3 dan T4 serum
Jika kadar TSH meningkat, maka T4 menurun sehingga terjadi hipotiroid.
T3 serum(0,6 – 1,85 mg/dl)
T4 serum (4,8 – 12,0 mg/dl)
TSH (0,4 – 6,0 mg/dl)
2. Pemeriksaan TSH
Diproduksi kelenjar hipofise merangsang kelenjar tiroid untuk membuat dan
mengeluarkan hormon tiroid. Saat kadar hormon tiroid menurun, maka TSH akan
menurun. Pemeriksaan TSH menggunakan uji sensitif merupakan scirining awal
yang direkomendasikan saat dicurigai penyakit tiroid. Dengan mengetahui kadar
TSH, maka dapat dibedakan anatara pasien hipotiroid,hipertiroid dan orang
normal. Pada dasar nya TSH nrmal dapat menyingkirkan penyakit tiroid primer.
Kadar TSH meningkat sehingga terjadi hipotiroid.
3. Pemeriksaan USG dan scan tiroid
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) Dapat menentukan apakah lesi tersebut
kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah padat, kebanyakan lesi
yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi digunakan untuk
menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun yang
tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan
tapi hanya dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah
centimeter. Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
1. Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
2. Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu
suatu lingkaran hipoekoik disekelilingnya.
3. Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4. Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
 Dapat menentukan jumlah nodul.
 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah.
 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
4. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan
yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi
Na peroral dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebihan.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.

KOMPLIKASI
 Gondok. Kelenjar tiroid yang distimulasi terus-menerus dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar (gondok). Meskipun biasanya tidak memberikan gangguan
berarti, gondok yang muncul dan membesar terkadang dapat menghambat
pencernaan dan pernapasan. Tiroiditis Hashimoto merupakan penyebab utama
terjadinya gondok pada seseorang.
 Miksedema. Miksedema merupakan komplikasi dari hipotiroidisme jangka
panjang yang tidak terdiagnosis dan dapat membahayakan jiwa penderita.
Gejala miksedema antara lain adalah tidak tahan suhu dingin, pusing berat,
kelelahan berat, kehilangan kesadaran, atau bahkan koma (myxedema coma).
Koma akibat miksedema dapat disebabkan oleh obat sedatif, infeksi, dan
cekaman pada tubuh. Miksedema harus segera diobati agar nyawa penderita
bisa diselamatkan.
 Kelainan pada bayi. Bayi yang dikandung serta dilahirkan oleh wanita yang
mengalami hipotiroidisme akan sangat rentan terkena kelainan sejak lahir. Selain
itu, bayi yang dilahirkan oleh wanita penderita hipotiroidisme dapat mengalami
keterlambatan pertumbuhan fisik dan mental.
 Kemandulan. Hipotiroidisme dapat mengganggu proses ovulasi pada wanita
yang menyebabkan kemandulan.
 Gangguan pada jantung. Hipotiroidisme dapat menyebabkan penyakit jantung
dikarenakan penumpukan lemak jahat atau LDL (low density lipoprotein) pada
darah penderita hipotiroidisme. LDL akan menyebabkan peningkatan kolesterol
dalam darah dan mengganggu kemampuan jantung memompa darah. Kondisi ini
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran jantung, bahkan gagal jantung.
Kasus hipotiroidisme ringan juga dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
kolesterol dalam darah.
 Gangguan mental. Hipotiroidisme dapat menyebabkan perlambatan fungsi
mental seseorang, salah satunya adalah depresi. Depresi akibat hipotiroidisme
dapat bertambah parah dari waktu ke waktu jika tidak ditangani dengan baik.
 Gangguan saraf tepi. Hipotiroidisme jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan saraf tepi yang berfungsi untuk membawa impuls saraf dari saraf
pusat ke berbagai organ tubuh. Kerusakan saraf tepi dapat ditandai dengan
nyeri, kaku, dan kesemutan pada tangan atau kaki. Selain itu, hipotiroidisime
juga dapat menyebabkan otot menjadi lemah dan tidak terkontrol.

PENATALASANAAN MEDIS
Hipotiroidisme utamanya diobati menggunakan levotiroksin, yang merupakan
hormon T4 sintetis, dan diberikan dalam bentuk oral. Fungsi dari levotiroksin adalah
untuk mengembalikan kadar hormon tiroid ke kondisi normal sehingga dapat
meredakan gejala-gejala hipotiroidisme. Dalam waktu satu-dua minggu pengobatan,
biasanya perubahan gejala-gejala akan terasa membaik. Selain itu, pengobatan
menggunakan levotiroksin juga akan menurunkan kadar kolesterol sehingga dapat
menurunkan berat badan. Pengobatan menggunakan levotiroksin biasanya diberikan
kepada pasien seumur hidup, namun dosisnya dapat disesuaikan oleh dokter sambil
memantau kadar hormon TSH secara berkala.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama pengobatan menggunakan
levotiroksin adalah :
 Dosis levotiroksin harus tepat. Kelebihan dosis levotiroksin dapat menyebabkan
pasien mengalami efek samping berupa peningkatan nafsu makan, insomnia,
denyut jantung bertambah cepat, dan kegoyahan badan.
 Penderita penyakit jantung koroner dan hipotiroidisme berat harus
memberitahukan kepada dokter terkait kondisi kesehatan pada saat akan
menjalani terapi levotiroksin. Dokter akan memberikan levotiroksin secara
bertahap dengan dosis kecil pada awal terapi. Dosis levotiroksin akan
ditingkatkan secara perlahan sehingga jantung dapat menyesuaikan kerjanya
dengan peningkatan laju metabolisme akibat obat ini.
 Jangan berhenti untuk mengonsumsi levotiroksin meskipun gejala-gejala
hipotiroidisme sudah mereda dan membaik. Gejala hipotiroidisme dapat muncul
kembali jika pasien berhenti mengonsumsi obat ini.
NODUL GOITER
DEFINISI
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Benjolan pada kelenjar tiroid
merupakan gejala yang sering ditemukan pada kelainan kelenjar tiroid , secara klinis
mudah dikenal, dan sebagian besar penderita datang di poliklinik dengan keluhan
benjolan di leher bagian depan . Pada dasarnya pembesaran kelenjar tiroid dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit yang tidk memerlukan tindakan pembedahan. (Emir
tarispasaribu, 2006)

EPIDEMIOLOGI
Dilaporkan pada tahun 2009, di Amerika ditemukan kasus Goiter pada sejumlah lebih
dari 250.000 pasien. Menurut WHO, Indonesia sendiri merupakan negara yang
dikategorikan endemis kejadian goiter. Penyakit ini dominan terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Umumnya 95% kasus Gondok bersifat jinak (benigna), sisanya
5% kasus kemungkinan bersifat ganas (maligna) (Kemala, 2014).

FAKTOR RESIKO
1. Kurangnya diet yodium.
2. Jenis kelami. Wanita lebih rentan mengalami gangguan tiroid daripada pria. Hal
ini berhubungan dengan modulasi respon imun oleh estrogen.
3. Usia ≥50 tahun.
4. Riwayat pribadi atau keluarga yang menderita penyakit autoimun meningkatkan
resiko gondok.
5. Beberapa obat termasuk immunosupresan, obat jantung amiodarone dan lithium
obat psikiatri meningkatkan resiko gondok karena mengganggu metabolic
hormone tiroid dengan cara menghambat sintesa hormone.
6. Terpapar radiasi
ETIOLOGI
Menurut American Society for Study of Goiter, etiologinyadibagimenjadi
(Sherwood, 2004):
a. Struma Non Toxic Nodusa : <<iodium , >>yodium, obat-obatan, agen
lingkungan, makanan dan sayuran jenis Brassica , dishormonogenesis,
riwayat radiasi kepala dan leher
b. Struma Toxic Nodusa :Defisiensiiodium yang mengakibatkan penurunan level
T4, Aktivasireseptor TSH, MutasisomatikreseptorTSH, Mediator-mediator
pertumbuhan termasuk Struma Toxic Diffusa : Grave disease

PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIK
Menurut Price, Sylvia dkk. (2012) & Kusuma, Alan. (2009)
Gejala utama :
 Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan
besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.
 Rasa sesak di daerah tenggorokan.
 Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan).
 Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
 Suara serak.
 Distensi vena leher.
 Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
 Kelainan fisik (asimetris leher) à pergeseran letak trakea & esophagus
Terdapat gejala lain, yaitu :
 Peningkatan denyut nadi.
 Berkeringat tanpa latihan.
 Detak jantung cepat.
 Agitasi.

 Diare, mual, muntah.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Tes fungsi tiroid TSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari
uji tapis untuk hipertiroid. Pasien dengan struma nodular toksik mengalami
peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas akan meningkat ataupun dalam
batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi di observasi pada iodine-
induced hyperthyroidism atau adanya agen untuk menghambat perubahan T4
menjadi T3 seperti propanolol, kortikosteroid, agen radiokontras, amiodarone.
Beberapa pasien mungkin memiliki kadar T4 bebas yang normal dengan T3
yang meningkat (toksikosis), Ini bias terjadi pada 5 – 46 % pasien dengan
nodul toksik.
2. Hipertiroidsubklinis Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan
nilai T4 dan T3 yang normal.
b. Pemeriksaan pencitraan
1. Nuclear scintigrafi
Pemindaian nuclear bias dilakukan pada pasien dengan hipertiroidism
biomolekular. Pemindaian nuclear menunjukkan determinasi terjadinya
hipertiroid, Pasien dengan Graves disease menunjukkan homogenous diffuse
uptake, sedangkan throiditis menunjukkan low uptake. Pada pasien dengan
struma nodular toksik hasil pemindaian menunjukkan patchy uptake. Nilai
uptake radioiodine dalam 24 jam rata – rata 20 – 30 %. Pemindaian tiroid
sangat berguna untuk membantu mendeterminasi perubahan – perubahan
pada kelenjar tiroid, dimana mengandung nodul toksis.
2. Ultrasonografi USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak
teraba pada saat pemeriksaan. USG sangat membantu ketika dikorelasikan
dengan pemindaian nuclear untuk mendeterminasikan dengan fungsi nodul.
Dominasi nodul dingin bias dilanjutkan dengan pemeriksaan BAJAH (Biopsi
Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive dari struma nodular
toksik. Teknik ini bias digunakan untuk mengetahui ukuran dari tiroid nodul.
3. CT-Scan CT-Scan pada leher bias membantu menentukan apakah ada
kelainan pada trakea jika terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma.
Struma multinodular khususnya dengan komponen substernal biasanya
merupakan temuan yang tidak sengaja padaradiografi thorax, CT scan atau
MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bias memicu terjadinya
tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (Jod-Basedow
effect).

KOMPLIKASI
a. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga
terdapat penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak
atau parau.
b. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat simetris atau tidak.
c. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika
struma mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan
berdampak pada gangguan pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
d. Sulit bernafas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika
struma mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan
berdampak pada gangguan pemenuhan oksigen.
e. Komplikasi jantung
 Gagal jantung kongestif.
 Denyut jantung tidak teratur (fibrilasi atrium).
 Denyut jantung cepat.
f. Pengeroposan tulang yang menyebabkan osteoporosis
g. Thyroid storm
h. Pendarahan pada nodul yang dapat menimbulkan rasa nyeri.

PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Sebagai profilaksis dapat dengan cara banyak mengonsumsi ikan laut, dan
mengonsumsi garam beryodium terutama saat masa hamil supaya janin sehat
dan terhndar dari gangguan hipertiroid. Sebaiknya hindari mengkonsumsi junk
food dan berbagai macam makanan olahan (makanan kaleng, sosis, bakso,
smoke beef, dll). Lebih baik memperbanyak buah dan sayur-sayuran
b. Jika terjadi pembengkakan sangat jelas atau menimbulkan gejala penekanan,
pembedahan diperlukan untuk mengangkat nodul.
c. Jika terdapat peningkatan TSH, dapat diberikan tiroksin untuk menekan
hipersekresi TSH. Cara alami dengan membiasakan pola hidup sehat, terutama
pada ibu hamil.
d. Bagi yang sudah menderita hipertiroid, pengaturan kembali pola makan tetap
diperlukan, sebab beberapa penderita hipertiroid terbukti mengalami perbaikan
dalam kondisinya dengan gejala tremor, berdebar-debar dan berkeringat setelah
mengikuti pola makan food combainin.
e. Menghindari stress yang tinggi, cukup tidur.
f. Terapi penggantian hormon tiroid ditujukan untuk pasien kekurangan yodium.
Jika pasien dapat meningkatkan kandungan yodium dari diet, pasien tidak lagi
memerlukan terapi penggantian hormon tiroid.
g. Jika terdapat gondok besar yang tidak hilang dengan pengobatan atau yang
memengaruhi menelan dan bernapas perlu dilakukan operasi untuk mengangkat
semua atau sebagian dari kelenjar tiroid.
h. Jika gondok yang memproduksi terlalu banyak hormon tiroid, pengobatan yang
dapat dilakukan adalah :
 Obat antitiroid.
1. Propiltourasi (PTU), 100 mg 3x sehari, sampai tercapai kondisi
eutiroid (keadaan normal). Ini diberikan untuk menormalkan
produksi hormone tiroidnya
2. Fenobarbital yang berfungsi sebagai penenang atau obat tidur
karena pasien biasanya gekisah dan tidak bias tidur.
3. Vitamin B kompleks diberikan karena kekurangan vitamin B adalah
salah satu pemicu hipertiroid.
 Yodium radioaktif.
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada :
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih.
2. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi.
3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
4. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid.
5. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik.
 Operasi

DAFTAR PUSTAKA
Tandra, Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid: Segala Sesuatu yang
Harus
Kowalak, Welsh, dan Mayer. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Brunner dan suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Corwin, E et al. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
MAKALAH
PROBLEM SOLVING (PS)
DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI

disusun untuk memenuhi penilaian mata kuliah


Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Dosen Pembimbing:
Ns. Ikhda Ulya, M.Kep

Disusun Oleh:
PUTU YUSTIKA PRIMAYANI
165070207111011
Kelompok 2 - Reguler 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

MAKALAH
PJBL
HIPOTIROID, HIPERTIROID, DAN NODUL GOITER

disusun untuk memenuhi penilaian mata kuliah


Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Dosen Pembimbing:
Ns. Ikhda Ulya, M.Kep

Disusun Oleh:
PUTU YUSTIKA PRIMAYANI
165070207111011
Kelompok 2 - Reguler 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

Anda mungkin juga menyukai