Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ALAT BUKTI DAN PUTUSAN PENGADILAN

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan

Dosen Pengampu:

Drs. H. Imron Rosyadi. SH., MH.

Disusun oleh:

1. Yusuf Nofrianto P. (C73218060)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

i
ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta karuniaNya, serta kami ucapkan banyak terima kasih
kepada bapak Drs. H. imron rosyadi. SH., MH. sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama yang
berjudul “Biaya Perkara” tepat pada waktunya.

Pemakalah berharap dengan selesainya makalah ini, dapat bermanfaat bagi


pembaca dan teman-teman, khususunya dalam memperluas wawasan dan ilmu
pengetahuan.

Makalah ini disusun sebagai bentuk proses belajar mengembangkan


kemampuan mahasiswa, kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu pemakalah berharap kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Surabaya,24 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 2
A. Pengertian dan Macam-macam Biaya Perkara ........................................................ 2
B. Biaya Perkara dalam Peraturan Perundang-undangan............................................. 2
C. Prodeo Pada Tingkat Pertama.................................................................................. 5
D. Prodeo Pada Tingkat Banding ................................................................................. 7
BAB III ................................................................................................................................ 9
PENUTUP ........................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada pengadilan dalam semua lingkungan peradilan, secara garis besar
terdapat dua jenis tata cara pengelolaan administrasi pengadilan, yaitu di bidang
administrasi perkara dan di bidang administrasi umum. Dalam penjelasan umum butir 3
UU No.7 Tahun 1989 tentang pengadilan agama dinyatakan sebagai berikut:
“Mengingat luasnya lingkup tugas dan beratnya beban yang harus
dilaksanakan oleh Pengadilan, maka perlu adanya perhatian yang besar terhadap tata
cara dan pengelolaan administrasi Pengadilan. Hal ini sangat penting, karena bukan saja
menyangkut aspek ketertiban dalam menyelenggarakan administrasi, baik di bidang
perkara maupun kepegawaian, gaji, kepangkatan, peralatan kantor, dan lain-lain,
tetapi juga akan mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Peradilan itu sendiri.
Oleh karena itu, penyelenggaraan administrasi Peradilan dalam Undang-undang ini
dibedakan menurut jenisnya dan dipisahkan penanganannya, walaupun dalam rangka
koordinasi pertanggungjawaban tetap dibebankan kepada seorang pejabat, yaitu
Panitera yang merangkap sebagai Sekretaris.”
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
Administrasi Keuangan perkara di Pengadilan Agama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan macam-macam biaya perkara di Pengadilan Agama?
2. Bagaimana aturan biaya perkara?
3. Bagaimana prodeo pada tingkat pertama?
4. Bagaimana prodeo pada tingkat banding?
2

BAB II

PEMBAHASAN

A. PUTUSAN PENGADILAN
Definisi putusan pengadilan ada beberapa macam doantaranya :
a. KUHAP pasal 1 angka 11
> menyatakan bahwa putusan hakim Ialah pernyataan hakim yang diucapan oleh
hakim didalam pengadilan terbuka, berupa pemidanaan, bebas, lepas dari semua
tuntutan secara undang- undang ini.
Hal ini berdasarkan pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 195 KUHAP yang
berbunyi sebagai berikut : "Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum." 1
b. Menurut para Pendapat Ahli
1. Prof. Sudikno Mertukusomo, S.H,
Memurut nya ialah putusan pengadlan itu adalah pernyataan yang di buat
seorang pejabat yang berwenang untuk memutuskan persidangan , untuk mengakhiri
atau menyelesaikan tiap tiap kasus. 2
Mahkamah Agung (MA) Nomor 1-144/KMA/I/2011 tentang Pedoman 3
Pelayanan Informasi di Pengadilan yang mana menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga)
kategori informasi dalam pelayanan Pengadilan, yaitu sebagai berikut:23
1) Informasi yang wajib diumumkan secara berkala.
2) Informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik.

1 Lihat pada Pasal 195 KUHAP


2 Soedikno Mertukusomo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, Hal 202
3 Lihat pada Keputusan Mahkamah Agung No. 1-144/KMA/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di

Pengadilan
3

3) Informasi yang dikecualikan seluruh putusan dan penetapan pengadilan,


baik yang telah berkekuatan hukum tetap maupun yang belum berkekuatan hukum
tetap (dalam bentuk fotokopi atau naskah elektronik, bukan salinan resmi), merupakan
informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik.

A. Macam macam putusan akhir.


putusan akhir dalam KUHAP terbagi menjadi tiga macam putusan yaitu sebagai
berikut:
1. Putusan Bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa
atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka
terdakwa diputus bebas”4.
2. Putusan lepas dari segala tuntutan .
Putusan lepas ialah putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa yang setelah melalui
pemeriksaan ternyata menurut pendapat pengadilan bahwa berdasarkan pada Pasal
191 ayat (2) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : “Jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala
tuntutan hukum”.
3. Putusan yang mengandung pemidanaan.
Ialah putusan yang akan memberatkan terdakwa dengan pidana pidana yang termuat
dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : “Jika pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,
maka pengadilan menjatuhkan pidana”5

B. Tinjauan Umum tentang Prinsip Persidangan


Prinsip persidangan diindonesia dibagi menjadi dua macam prinsip, yaitu
persidangan terbuka untuk umum dan persidangan tertutup untuk umum.
1. Prinsip Persidangan Terbuka Untuk Umum.

4 Lihat pada Pasal 191 ayat (1) KUHAP


5 Lihat pada Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
4

Pada Pasal 64 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa : “Terdakwa berhak untuk diadili di sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum. kemudian diteruskan pada Pasal 153 ayat (3)
dan (4) KUHAP, juga menjelaskan terkait dengan prinsip persidangan yang terbuka
untuk umum, ayat (3) berbunyi sebagai berikut : “..Untuk keperluan pemeriksaan
hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali
dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak – anak.”6
Prinsip persidangan terbuka untuk umum tidak hanya diatur dalam KUHAP
melainkan juga telah diatur dalam Pasal 13 Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :34
1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali Undang – Undang menentukan lain.
2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
2. Prinsip Persidangan Tertutup Untuk Umum
Persidangan tertutup untuk umum ini hanya ditujukan pada perkara – perkara
tertentu, seperti perkara dalam ranah hukum keluarga, perkara anak, perkara
kesusilaan dan beberapa perkara khusus dalam ketentuan sebagai berikut :
• Pasal 70 ayat (2) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1985 sebagaimana
telah dirubah menjadi Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
• Pasal 80 ayat (2) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana
telah dirubah menjadi Undang – Undang 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama.
• Pasal 17 ayat (1) huruf C Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002
sebagaimana telah dirubah dengan Undang – Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak.
• - Pasal 64 huruf H Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas
perubahan dari Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

6 Lihat pada Pasal 153 ayat (3) KUHAP


5

B. ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN

Persidangan perkara pidana adalah untuk mengetahui apakah telah terjadi tindak
pidana dalam suatu peristiwa, oleh karena itu dalam persidangan perkara pidana acara yang
paling penting adalah pembuktian. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan
dalam proses pemeriksaan disidang pengadilan karena dengan pembuktian inilah ditentukan
nasib seorang terdakwa. Fungsi hukum di Negara Indonesia ialah untuk mengatur tata tertib
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sedangkan pelanggaran hukum itu
sendiri merupakan kejadian yang pasti ada dal am setiap masyarakat dan tidak mungkin
untuk dihilangkan secara mutlak, karena pelanggaran hukum merupakan salah satu bagian
integral dari perkembangan yang semakin kompleks. Salah-satu ketentuan yang mengatur
bagaimana caranya aparat penegak hukum melaksanakan tugas dihidang represif adalah
hukum acara pidana yang mempunyai tujuan yaitu untuk mencari dan mendekati kebenaran
materiil, kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur darn tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum.
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan.
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-
cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada
terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang
dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim dalam membuktikan kesalahan
yang didakwakan. Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena dalam
membuktikan kesalahan terdakwa.

Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana, antara lain: ketentuan yang
membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik
hakim, penuntut umum, terdakwa, atau penasehat hukum, semua terikat pada ketentuan tata
cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh leluasa bertindak
dengan caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Jika mempergunakan alat bukti, tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan
sesuatu yang dianggapnya benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.
Terutama bagi majelis hakim, harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan
mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan 21 Bastianto
Nugroho: Peranan Alat Bukti persidangan. Jika majelis hakim hendak meletakkan kebenaran
6

yang ditemukan dalam keputusan yangakan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat
bukti, dengan cara dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang
ditemukan. Kalau tidak demikian, bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang yang tak
bersalah mendapat ganjaran hukuman,

Dalam persidangan terdapat 5 macam alat bukti yang di muat pada Pasal 164 HIR yaitu :

a. Bukti surat
b. Bukti saksi
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpahan.

Soebekti mendefinisikan bukti sebagai sesuatu untuk meyakinkan akan kebenaran


suatu dalil atau pendirian. Alat bukti, alat pembuktian, upaya pembuktian, Bewisje middle
adalah alat-alat yang dipergunakan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil suatu pihak
dimuka pengadilan. Misalnya, bukti-bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah.8 Selain
itu, Andi Hamzah mendefinisikan tentang bukti dan alat bukti, yaitu sesuatu untuk
meyakinkan kebenaran suatu dalil, pendirian dan dakwaan. Alat bukti ialah upaya
pembuktian melalui alai-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau
dalam perkara pidana dakwaan disidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa,
kesaksian, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan termasuk persangkaan dan sumpah. 7

Berdasarkan pendapat para ahli hukum tersebut, maka dapat diambil suatu
kesimpulan tentang pengertian dari alat bukti. Apabila digunakan bahasa yang paling mudah
untuk pengertian alat bukti adalah alat atau sesuatu yang dipakai dalam pembuktian dan itu
tidak tergantung dari sebuah benda fisik semata tapi juga bentuk pernyataan-pernyataan atau
kesaksian-kesaksian dari pihak-pihak yang terkait langsung (saksi) maupun tidak (saksi ahli).

Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dapat dipergunakan dalam
suatu persidangan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Jadi fungsi dari pembuktian
merupakan penegasan tentang tindak pidana yang dilakukan terdakwa, serta sekaligus
membebaskan dirinya dari dakwaan yang tidak terbukti dan menghukumnya berdasarkan

7 Momuat, O. M. (2014). Alat Bukti Tulisan Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata Di Pengadilan.

Lex Privatum, 2
7

dakwaan tindak pidana yang telah terbukti. Sedangkan fungsi dari alat bukti adalah untuk
membantu jalannya suatu pembuktian dalam suatu persidangan, apabila dalam pembuktian
tanpa disertai adanya alat bukti maka acara pembuktian tersebut batal demi hukum. Fungsi
dari alat juga ditentukan dari kekuatan pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut.

Pada prakteknya, masih terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan
ialah “pengetahuan hakim”. Yang dimaksud dengan “pengetahuan hakim” adalah hal atau
keadaan yang diketahuinya sendiri oleh hakim dalam sidang, misalnya hakim melihat sendiri
pada waktu melakukan pemeriksaan setempat bahwa benar ada barang-barang penggugat
yang di rusak oleh tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya itu. Perihal pengetahuan
hakim tersebut di atas, Mahkamah Agung dengan keputusannya tertanggal 10 April 1957 No.
213 k/Sip/1955 telah memberi pendapatnya sebagai berikut : “hakim-hakim berdasarkan
pasal 138 ayat (1) bersambung dengan pasal 164 Herziene Indonesisch Reglement tidak ada
keharusan mendengar penerangan seorang ahli, sedang penglihatan hakim pada suatu tanda
tangan di dalam sidang boleh dipakai hakim itu sebagai pengetahuan sendiri di dalam usaha
pembuktian”. Melihat putusan tersebut di atas nampak jelas, bahwa “pengetahuan hakim”
merupakan alat bukti.

Proses pembuktian perkara perdata di pengadilan dapat dilakukan oleh hakim dengan
cara menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada
atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat
menginginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila pengugat tidak berhasil untuk
membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak,
sedangkan apabila berhasil, gugatannya akan dikabulkan. Tidak semua dalil yang menjadi
dasargugatan harus dibuktikan kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi
diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan.

Dalam soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus membuktikan
dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara itu yang akan menentukan siapa di antara pihak-
pihak yang berperkara akan diwajibkan untuk memberi bukti, apakah pihak pengggugat atau
sebaliknya pihak tergugat. Penggunaan alat-alat bukti pada perkara perdata di pengadilan
meliputi 5 macam alat-alat bukti yaitu; bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan
sumpah dan dalam praktek masih terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering
dipergunakan ialah pengetahuan hakim, yaitu hal atau keadaan yang diketahui sendiri oleh
8

hakim dalam sidang, misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan pemeriksaan
setempat bahwa benar

Peranan alat bukti dalam perkara pidana terhadap putusan Hakim ditinjau dari
(KUHAP), yaitu: kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah
dan hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pengaruh alat 35 Bastianto Nugroho: Peranan Alat
Bukti bukti dalam perkara pidana dalam pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum dalam hat serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang yaitu yang sah
ditentukan menurut KUHAP. Pasal 184 ayat 1 KUHAP telah menentukan secara “limitatif”
alat bukti yang sah menurut undang-undang karena terdapat 5 jenis alat bukti yang sah dalam
Pasal 184 ayat 1, diluar alat bukti itu tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan
kesalahan terdakwa. Sehingga suatu proses hukum tindak pidana masalah pembuktian
merupakan masalah yang sangat prinsip untuk mengetahui apakah terdakwa benar-benar
melakukan tindak pidana atau tidak. 8

8 Deasy, S. (2014). Proses Pembuktian Dan Penggunaan Alat-Alat Bukti Pada Perkara Perdata Di Pengadilan.
Jurnal Hukum Unsrat, 2(1), 124-136.
9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa putusan pengadilan ialah ucapan atau pernyataan yang tentukan oleh pejabat yang
berwenang dipersidangan. Dan putusan yang diadili di persidangan memiliki beberapa
prinsip pengadilan : 1. pengadilan terbuka untuk umum , 2. pengadilan tertutup untuk
umum.dan mengenai alat bukti juga ada beberapa , yaitu : a. Bukti surat

a. Bukti saksi
b. Persangkaan
c. Pengakuan
d. Sumpahan.

Peranan alat bukti dalam perkara pidana terhadap putusan Hakim ditinjau dari (KUHAP),
yaitu: kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim
“memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya.
10

DAFTAR PUSTAKA

Lihat pada Pasal 195 KUHAP


Lihat pada Pasal 191 ayat (1) KUHAP
Momuat, O. M. (2014). Alat Bukti Tulisan Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata Di
Pengadilan. Lex Privatum, 2(1).

Deasy, S. (2014). Proses Pembuktian Dan Penggunaan Alat-Alat Bukti Pada Perkara Perdata
Di Pengadilan. Jurnal Hukum Unsrat, 2(1), 124-136.

Anda mungkin juga menyukai